Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : Jurnal Simbur Cahaya

Persepsi Aparat dalam Menerapkan Sanksi Kebiri Pelaku Kekerasan Terhadap Anak di Sumatera Barat Efren Nova
Simbur Cahaya VOLUME 29 NOMOR 1, JUNI 2022
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (334.385 KB) | DOI: 10.28946/sc.v29i1.1909

Abstract

Akhir-akhir ini tindak pidana kekerasan terhadap anak  meningkat setiap tahun di Indonesia, yang banyak dilakukan oleh orang-orang  terdekat ( ayah,paman, kakak , kakek ), kekerasan seksual terhadap anak merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia . Untuk mengantisipasinya pemerintah  mengeluarkan Perppu  Nomor 1 tahun 2016  tentang perubahan kedua Undang-Undang 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak. Perppu ini kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 mengatur tentang pemberatan sanksi terhadap pelaku tindak pidana kekerasan seksaul terhadap anak. Perppu tersebut mengatur adanya sanksi pidana dan tindakan yang merupaka ide double track systim , tindakan dimaksud dalam Perppu tersebut berupa pelasaknaan kebiri kimia, pemasangan alat pendekteksi eletronik, rehabilitasi. Kemudian pemerintah juga sudah mngeluarkan Peraturan pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang tata cara pelaksanana sanksi kebiri. Sebagai hal baru keberadaan  sanksi kebiri tersebut dalam sistim hukum pidana tidak lepas dari pandangna pro dan kontra .  Sejak tahun 2016 sampai tahun 2021 baru 1 (satu)  putusan Pengadilan Negeri Mojokerto yang menjatuhkan sanksi kebiri kimia yaitu putusan PN Mojokerto Nomor 69/Pid.Sus/2019/PN.Mjk telah memvonis pelaku pemerkosa 9 orang anak dengan pidana penjara 12 Tahun, dan denda 100 Juta serta pidana tambahan berupa kebiri kimia.  Penelitian ini fokus masalahnya adalah bagaimana persepsi aparat penegak hukum terhadap penerapan saksi kebiri bagi pelaku tindak kekerasan terhadap anak serta apa kendala aparat penegak hukum apabila sanksi kebiri diterapkan di Sumatera Barat. Metode yang digunakan Yuridis sosiologis dengan melakukan  wawancara dengan aparat penegak hukum ( lokasi penelitian di 3( tiga) Kabupaten / Kota di Sumatera Barat . Berdasarkan hasil penelitian   persepsi aparat penegak hukum ( polisi, Jaksa dan Hakim) dalam penerapan sanksi Tindakan kebiri kimia pada pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak yang dilakukan di 3 ( tiga) Kabupaten/Kota di Sumatera barat :Pertama semua aparat penegak hukum setuju dengan adanya sanksi kebiri bagi pelaku kekerasan  seksual terhadap anak, karena dapat memberikan efek jera pada pelaku. Walaupun demikian aparat penegak hukum juga berpendapat tergantung kepada kasus posisi . Sedangkan aparat  penegak hukum yang tidak setuju menyatakan tindakan kebiri kimia melanggar HAM, pelaku karena bertentangan dengan konsep sanksi tindakan yang salah satu tujuanya pemulihan keadaan. Aparat penegak hukum berpendapat bahwa sanksi tindakan kebiri kimia sebagai pidana tambahan dapat memberikan perlindungan kepada korban dan dapat mengurangi angka kekerasan seksual terhadap anak .Dari 3 (tiga) jaksa penuntut umum diantara nya berpendapat  sanksi yang tepat  adalah pidana penjara, pidana denda yang diperberat .Kedua , kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum apabila apabila sansi kebiri kimia dilaksanakan di Sumatera Barat: bertentangan dengan fatwa majelis kehormatan kode etik kedokteran No 1 tahun 2016, belum adanya sumber dana yang jelas dalam PP No 70 Tahun 2020, terpidana terlalu lama menunggu pelaksanaan kebiri kimia, belum adanya petunjuk  teknis pelaksanaan kebiri kimia.