azharuddin
Institut Agama Islam Negeri Langsa

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Legalite: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam

IMPLEMENTASI PASAL 67 QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM JINAYAT Azharuddin Azharuddin
Legalite : Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam Vol 6 No 1 (2021): Januari-Juni 2021
Publisher : IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/legalite.v6i1.2921

Abstract

Permasalahan kejahatan/kriminal pada dasarnya selalu beriringan dengan kehidupan manusia, hal ini bisa dilakukan oleh orang dewasa dan juga anak-anak. Semua jenis kejahatan biasanya sudah diberikan aturan untuk mencegah dan memberikan sanksi bagi pelakunya tidak terkecuali juga terhadap anak-anak. Pemerintah Aceh yang diberikan kewenangan khusus untuk mengatur daerahnya salah satunya dalam bidang pidana, telah menetapkan peraturan pidana terhadap anak sebagaimana tertuang pada Pasal 66 dan 67 Qanun Jinayat Aceh Nomor 6 Tahun 2014. Namun yang menjadi masalah dalam ketentuan Pasal tersebut tidak terimplementasikannya perintah yang terdapat dalam Pasal 67 ayat (2), di mana pasal tersebut memerintahkan supaya dibuat aturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Gubernur agar tata cara pelaksanaan uqubat terhadap jarimah yang dilakukan oleh anak bisa terselenggara sebagaimana yang diharapkan. Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah untuk mengungkapkan sejauh mana implementasi Pasal 67 yang sudah ada sejak Tahun 2014, dan menjelaskan kebijakan apa yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Aceh dalam melaksanakan perintah Pasal 67 dalam qanun jinayat. Untuk mendapatkan jawaban dari masalah yang diangkat, maka digunakanlah penelitian kualitatif berdasarkan deskriptif analitis, dengan menggunakan data sekunder karena penelitian ditempuh melalui metode penelitian kepustakaan. Sehingga hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidaksiapan Pemerintah Aceh dalam menetapkan Peraturan Gubernur terkait permasalahan mekanisme uqubat bagi anak pelaku jarimah, membuat tidak komplitnya perjalanan Qanun Nomor 6 Tahun 2014 khususnya dalam bidang pidana anak. Sehingga membuat banyak lembaga yang kebingungan untuk melaksanakan perintah hukum pada Pasal 67 Qanun Jinayat Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tersebut.
DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI BANTEN TERKAIT ANAK HASIL ZINA DENGAN FATWA MUI NOMOR 11 TAHUN 2012 Dhiauddin Tanjung; azharuddin
Legalite : Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam Vol 7 No 1 (2022): Juni 2022
Publisher : IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini membahas tentang perbedaan hasil putusan pengadilan tingkat banding dan Fatwa MUI, Putusan Tinggi Negeri Banten (PTN B) mengabulkan gugatan bahwa tergugat adalah anak dari penggugat berdasarkan hasil tes DNA walaupun tanpa didasari pernikahan, begitu juga halnya menolak gugatan supaya tergugat membayar 17 Miliar sebagai ganti rugi materiil dan immaterial kepada tergugat. Hasil PTN B tersebut akan disandingkan dengan Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012, karena sama-sama membahas kasusnya terhadap orang Islam. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pengambilan data secara sekunder, karena penelitian ini murni penelitian hukum maka data-datanya akan dibahas melalui bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dan jika perlu juga memakai bahan hukum tersier. Pendekatan hukum yang digunakan pastinya pendekatan konseptual dan perbandingan hukum, mengingat kasus yang diangkat memang butuh penggalian konsep-konsep dasar dalam setiap norma, serta harus membandingkan antara norma yang satu dengan norma lainnya. Hasil putusan menunjukkan bahwa terjadi perbedaan mendasar antara PTN B dengan Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012, di mana PTN B memutuskan anak hasil zina memliki hubungan keperdataan dengan bapaknya dengan didasari Putusan MK, serta menolak gugatan penggugat supaya bapak zina membayar ganti rugi sebesar 17 Miliar dalam membesarkan anak hasil zina dan juga kerugian immateriil yang didapatkan pihak penggungat. Sedangkan Fatwa MUI sendiri menghendaki supaya anak zina tidak boleh dinasabkan kepada bapak zinanya, walau dengan alasan apapun karena memang sudah seperti ini aturannya dalam Islam, dan Fatwa MUI menghendaki agar bapak zina selalu memberikan nafkah kepada anak hasil zina, supaya kehidupan anak hasil zina lebih terjamin dan terpenuhi segala hak-hak materiilnya.