Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA JENIS SABU-SABU DI PENGADILAN NEGERI KUALA TUNGKAL (Studi Kasus Putusan Nomor: 33/Pid.B/2020/PN.KTL dan Putusan Nomor: 34/Pid.B/2020/PN.KTL) Rahman; Agus Irawan; M.S. Alfarisi; Alby Ternando; Alendra
JURNAL YURIDIS UNAJA Vol. 4 No. 2 (2021): JURNAL YURIDIS UNAJA
Publisher : Universitas Adiwangsa Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35141/jyu.v4i2.54

Abstract

Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untukpengobatan penyakit tertentu, namun jika disalahgunakan tidak sesuai dengan standarpengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan ataumasyaraka khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih berbahaya lagi jika disertai denganpenyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dapat mengakibatkan bahay yang lebihbesar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapatmelemahkan ketahanan nasional. Tindak pidana narkotika tidak lagi dilakukan secaraperorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama bahkanmerupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas bekerja secara rapidan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun tingkat internasional. Berdasarkan haltersebut guna peningkatan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana narkotikaperlu diatur dalam Undang-undang. Penyalahgunaan narkotika diatur dalam Undang-undangNomor 35 Tahun 2009. Dengan adanya pengaturan tersebut, terhadap penyalahgunaannarkotika agar ada efek jera dan tidak mengulangi perbuatannya lagi.Kenyataannyawalaupun sudah ada pengaturan dalam Undang-undang masih banyak melakukanpenyalahgunaan narkotika, terutama jenis Sabu-Sabu.Kata Kunci: Pemidanaan terhadap pelaku,Pidana narkotik
UPAYA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (DPMPTSP) DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KOTA JAMBI Albi Ternando; Agus Irawan
JURNAL YURIDIS UNAJA Vol. 4 No. 2 (2021): JURNAL YURIDIS UNAJA
Publisher : Universitas Adiwangsa Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35141/jyu.v4i2.80

Abstract

Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara atas barang, jasa dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Di Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada negara agar memenuhi kebutuhan dasar setiap warganya demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik di Indonesia adalah semua organ negara seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota). Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kota Jambi merupakan salah satu perangkat daerah yang menjalankan fungsinya dengan melakukan pelayanan publik terhadap masyarakat. Secara umum pelaksanaan pelayan publik Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Jambi telah berjalan cukup baik tetapi berbeda dengan pemenuhan penerbitan izin yang dapat dikatakan mengingkari Standard Operating Procedure (SOP). Secara keseluruhan hal itu dapat dilihat dari keseriusan dan kesungguhan dalam melayani masyarakat sebagai abdi masyarakat dan abdi negara yaitu dengan 6 (enam) faktor pendukung pelayanan yang meliputi; Faktor kesadaran, Faktor aturan, Faktor organisasi, Faktor pendapatan, Faktor kemampuan dan Faktor sarana pelayanan.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN TANPA IZIN DI KABUPATEN SAROLANGUN Agus Irawan; Eviar Wista
JURNAL YURIDIS UNAJA Vol. 3 No. 2 (2020): JURNAL YURIDIS UNAJA
Publisher : Universitas Adiwangsa Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35141/jyu.v3i2.133

Abstract

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sebagai landasan konstitusional, melalui batang tubuhnya Pasal 33 ayat (3) telah mewajibkan agar penggunaan sumber daya alam dan ekosistemnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pengaruh manusia terhadap lingkungan hidup dapat bersifat positif manakala manusia menjaga fungsi kelestarian lingkungan hidup. Pengaruh manusia bersifat negative manakala manusia melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan hidup, bahkan menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan hidup. Apabila terjadi perbuatan manusia baik berupa pencemaran maupun perusakan terhadap lingkungan hidup, maka hukum yang merupakan salah satu alat kontrol sosial dalam masyarakat akan memberikan reaksi terhadap pelanggaran. Agar pengontrolan/pengawasan yang dilakukan melalui sarana hukum itu berlaku secara efektif maka hukum di dalam kegiatannya ditegakkan dengan dukungan sanksi, baik itu sanksi administrasi, sanksi perdata maupun sanksi pidana. Tipe penelitian adalah yuridis empiris yaitu melakukan penelitian atas Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pertambangan Tanpa Izin Di Kabupaten Sarolangun. Penanganan perkara tindak pidana penambangan emas ilegal Kepolisian Resort Sarolangun sudah berjalan sebagaimana mestinya. Dalam rangka penegakan hukum, secara umum prosedur penanganannya sama dengan perkara tindak pidana umum lainnya. Adapun tindaka-tindakan yang dilakukan oleh Polisi Resort Sarolangun dalam memberantas tindak pidana penambangan emas ilegal yaitu berupa: tindakan preventif (pencegahan) dan tindakan refresif (penindakkan). Tindakan refresif yang dilakukan oleh Polres Sarolangun meliputi : (1) melakukan penyelidikan, (2) melakukan penyidikan, (3) kalau sudah cukup unsur pihak kepolisian melakukan penangkapan kepada Tersangka, tetapi lebih sering melakukan tangkap tangan (4) melakukan penahanan, (5) penggeledahan, (6) penyitaan.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERIKANAN Agus Irawan; Rumondang Tambunan
JURNAL YURIDIS UNAJA Vol. 2 No. 1 (2019): JURNAL YURIDIS UNAJA
Publisher : Universitas Adiwangsa Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35141/jyu.v2i1.141

Abstract

Tindak pidana perikanan merupakan suatu kejahatan yang berdampak pada kerusakan padaekosistem dan sumber daya perikanan di laut atau wilayah perairan sehingga harusdilaksanakan penegakan hukum secara optimal. Permasalahan penelitian ini adalah: (1)Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana perikanan? (2) Mengapaterdapat faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap tindak pidanaperikanan? Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan: (1) Penegakanhukum pidana terhadap tindak pidana perikanan yang dilakukan oleh Direktorat PerairanPolda Lampung dilaksanakan dengan proses penyidikan yang tempuh penyidik untukmencari serta mengumpulkan bukti tentang tindak pidana perikanan di wilayah perairan danuntuk menemukan tersangkanya. Setelah penyidikan selesai dilaksanakan maka perkaradilimpahkan ke Kejaksaan dan Pengadilan untuk proses hukum selanjutnya sesuai dengansistem peradilan pidana. (2) Faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidanaterhadap tindak pidana perikanan yaitu penyidik yang berpotensi menyalahgunakankewenangan diskresi, kurangnya kuantitas penyidik Direktorat Kepolisian Perairan. Selain ituketerbatasan sarana dan prasarana patroli yang ada di Direktorat Kepolisian Perairan PoldaLampung, sehingga penyidikan mengalami hambatan.
Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Pemerintah Desa Dalam Penyelenggaraan Tugas Pembantuan Dari Pemerintah Kabupaten/Kota Ditinjau Dari Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Agus Irawan; Isnin Muhar Dalimunthe
JURNAL YURIDIS UNAJA Vol. 2 No. 2 (2019): JURNAL YURIDIS UNAJA
Publisher : Universitas Adiwangsa Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35141/jyu.v2i2.142

Abstract

Sepanjang perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembangdalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadikuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yangkuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakatyang adil, makmur, dan sejahtera. Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945 yaitu “NegaraIndonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Desa sebagai unitpemerintahan terendah di Indonesia, kedudukan dan kewenangannya masih banyakmenimbulkan pro dan kontra. Salah satu penyebabnya adalah Undang-Undangtentang Pemerintahan Daerah dan yang baru juga belum memberikan ketegasantentang tugas dan kewenangan Kepala Desa. Penelitian ini merupakan penelitianhukum normatif. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan subsistem darisistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untukmengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. PenyelenggaraanPemerintahan Desa tidak terpisahkan dari penyelenggaraan otonomi daerah.Pemerintahan Desa merupakan unit terdepan dalam pelayanan kepada masyarakatserta tonggak strategis untuk keberhasilan semua program.
Perlindungan Hukum Pemegang Polis Asuransi Terhadap Perusahaan yang Pailit Emir Adzan Syazali; Albi Ternando; Agus Irawan; M.S.Al-Farizi; Rahman; Alendra; Ridha Kurniawan
JURNAL YURIDIS UNAJA Vol. 5 No. 1 (2022): JURNAL YURIDIS UNAJA
Publisher : Universitas Adiwangsa Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35141/jyu.v5i1.299

Abstract

Perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi merupakan hal yang penting sekali, oleh karena dihubungkan dengan praktik perjanjian baku pada perjanjian asuransi, pada hakikatnya sejak penandantanganan polis asuransi, tertanggung sebenarnya sudah kurang mendapatkan perlindungan hukum oleh karena isi atau format perjanjian tersebut lebih menguntungkan pihak perusahaan asuransi Permasalahan penelitian ini adalah (1) Bagaimana hak dan kewajiban perusahaan asuransi yang pailit berdasarkan undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan (2) Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang polis ketika perusahaan asuransi dinyatakan pailit berdasarkan undang-undang nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan (1) hak dan kewajiban hukum pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi ialah mengakibatkan seluruh harta kekayaan debitur pailit dalam sitaan umum sehingga debitur pailit kehilangan hak secara keperdataan (2) perlindungan hukum terhadap pemegang polis ketika perusahaan peransuransian mengalami kepailitan tidak jelas pengaturanya disebabkan adanya dua hal pengaturan hukum yang berbeda yang mengatur masalah kepailitan di Indonesia
Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Mengunakan Aplikasi Ojek Berbasis Online Juanda; Agus Irawan
JURNAL YURIDIS UNAJA Vol. 2 No. 2 (2019): JURNAL YURIDIS UNAJA
Publisher : Universitas Adiwangsa Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35141/jyu.v5i2.489

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa mengenai bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen dalam menggunakan aplikasi ojek berbasis online oleh mahasiswa Fakultas Hukum dan Ekonomi Bisnis dan apa saja dasar perlindungan hukum terhadap konsumen dalam menggunakan apikasi ojek berbasis online. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu pendekatan ysng berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menalaah teori-teori, konsep-konsep asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen dalam mengunakan aplikasi Ojek Berbasis Online. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun1999 tentang Perlindungan konsumen yaitu perlindungan hukum preventif yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran terhadap pengguna aplikasi ojek online yang mana sudah di atur di dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dan cara penyelesaian sengketa terhadap konsumen dalam menggunakan aplikasi ojek berbasis online adalah ketentuan Pasal 45 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi “penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana diamaksud pada ayat (2) telah menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang”. Hal ini bearti meskipun para pihak, pelaku usaha dan konsumen telah atau sedang menyelesaikan sengketa baik melalui pengadilan perdata, tetap berlaku aspek pidana.
PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG (Studi Putusan Nomor 529/ Pid. B /2015/PN-Rap) Hengki Turnaldo Buulolo; Tika Pertiwi; Jessica Nathasya Malau; Yessika Serefine Sitohang; Herman Brahmana; Agus Irawan
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 1 (2023): EDISI BULAN JANUARI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i1.2938

Abstract

Secara hukum, tindakan membuat uang palsu atau menyebarkan uang palsu dapat dianggap sebagai tindak pidana pemalsuan uang, karena berupa “meniru dan membuat” uang menyerupai yang asli. Peraturan mengenai mata uang di muat dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2011 mengenai Mata Uang menjelaskan Rupiah adalah mata uang sah NKRI. Uang mempunyai peran yang sangat penting untuk dijadikan pembayaran serta alat tukar yang legal, tindakan pemalsuan uang memiliki dampak yang cukup besar yang mengakibatkan menurunnya keyakinan masyarakat dengan uang yang di keluarkan oleh “Bank Indonesia”. Berbagai macam factor yang mendukung maraknya tindakan pemalsuan uang, seperti faktor ekonomi, lingkungan, kemajuan teknologi di antaranya computer, scanner (alat pemindaian) serta printer sebagai alat pencetak yang semakin maju, rendahnya tingkat pendidikan, serta nilai tukar yang tinggi dan transaksi tunai yang banyak membuat peluang bagi pelaku untuk melakukan Tindakan tersebut. Hukum Yuridis Normatif yang bersifat kualitatif (kasus) sebagai metode pendekatan yang di gunakan untuk penelitian ini. Data yang di peroleh untuk penelitian meliputi sumber hukum berupa undang-undang, pustaka serta putusan pengadilan No. 529/Pid.B/2015/PN-Rap. Secara fundamental, tanggung jawab dalam mengatasi Tindakan pemalsuan maupun pengedaran terhadap uang yang di palsu menjadi otoritas penegak hukum, mulai dari tingkat Polisi, Jaksa, hingga diakhiri oleh Pengadilan melalui putusan dari Hakim.
ANALISIS HUKUM TERHADAP PHK DI ERA PANDEMI COVID 19 DARI PERSPEKTIF UNDANG UNDANG KETENAGAKERJAAN Herman Brahmana; Agus Irawan; Indah Qur'ani Br Ginting; Irenia Eliansi Sianita Br Sidabutar; Intan Anastya Br Ambarita
JURNAL DARMA AGUNG Vol 31 No 4 (2023): AGUSTUS
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Darma Agung (LPPM_UDA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/ojsuda.v31i4.3559

Abstract

Hukum Ketenagakerjaan merupakan suatu hukum yang mengatur tentang pekerjaan sebelum, selama, serta sehabis bekerja. Pada akhir tahun 2019, hampir seluruh dunia dilanda penyebaran wabah, yakni adanya kehadiran Pandemi Covid-19 (Virus Corona). Virus Corona telah menjadi momok yang menakutkan bagi bangsa Indonesia, sehingga menyebabkan perekonomian bangsa mengalami degradasi pada saat itu, hal ini tidak terlepas juga dari peran pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan yang ada, yaitu dilahirkan kebijakan PPKM yang mempunya tujuan melakukan pembatasan kegiatan sosial diantara masyarakat, yang menyebabkan banyaknya pelaku usaha makro dan UMKM yang gulung tikar dan menyebabkan juga terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja massal di beberapa perusahaan yang ada pada saat itu. Metode penelitian yang peneliti gunakan dalam penulisan ini ialah metode penelitian hukum normative, yang dimana dalam metode ini melakukan kajian terhadap refrensi bacaan buku, jurnal, maupun UU untuk selanjutnya dikelompokkan menjadi data primer, sekunder, dan tersier. Alasan utama Pemutusan Hubungan Kerja yang terjadi pada pihak perusahaan kepada sipekerja yaitu banyak perusahaan menjadikan Covid-19 sebagai dasar diputuskan hubungan kerja tersebut terhadap karyawan. Frasa Force Majeur dalam pasal 164 ayat (1) membuka peluang kepada perusahaan menggunakannya untuk melakasanakan Pemutusan Hubungan Kerjakepada karyawannya. Menurut pengusaha Covid-19 sangat berpengaruh pada kegiatan produksi perusahaan. Menurut UU ketenagakerjaan upaya penyelesaian perselisihan hubungan industiral yaitu Pemutusan Hubungan Kerja harus dilakukan melalui perundingan terlebih dahulu. Adapun dalam melaksanakan perundingan tersebut yang paling diutamakan ialah penyelesaian di luar ruang mahkamah atau musyawarah , dan jika juga tidak ditemukan solusi yang tepat, maka dilanjutkan di ruang mahkamah.