Istilah/klausul “suami sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga” tertuang dalam pasal 31 ayat 3 undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 dan pasal 79 ayat 1 dalam kompilasi hukum Islam. Istilah kepala keluarga dan ibu rumah tangga menjadi istilah yang membudidaya di Indonesia. Kepala keluarga diartikan sebagai seseorang yang memimpin dan bertanggung jawab kepada keluarga baik dari segi ekonomi, pendidikan maupun dari segi sosial, sedangkan ibu rumah tangga diartikan sebagai seorang istri yang mengurus urusan rumah tangga dari memasak, mencuci, membersihkan rumah, mendidik anak dan biasanya ibu rumah tangga tidak bekerja di ranah publik. Namun, hal tersebut tidak relevan dengan keadaan zaman sekarang, banyak perempuan-perempuan yang bekerja di ranah publik dan juga banyak perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga. Dan ini menjadi menarik jika dilihat dari sudut pandang feminisme yang menganggap hal tersebut sebagai ketidakadilan gender. Jenis penelitian yang digunakan ialah jenis penelitian hukum normatif dengan mengkaji literatur peraturan perundang-undangan, tafsir-tafsir Al Qur’an klasik dan tafsir feminisme yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data studi pustaka dan juga literatur primer, sekunder dan tersier. Adapun metode analisa data yang digunakan penulis berupa metode analisis data secara yuridis kualitatif yang kemudian informasi tersebut akan dituangkan secara deskriptif. Penulis menyimpulkan, bahwasanya pegiat feminisme menentang istilah “suami sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga” dengan alasan bahwasanya istilah tersebut merugikan pihak perempuan dari sisi kepemimpinan suami sebagai kepala keluarga dengan dianalisis melalui tafsir feminisme. Feminisme menganggap seorang laki-laki bisa dikatakan sebagai pemimpin hanya jika memenuhi 2 syarat yaitu mampu dan mempunyai pencapaian dalam hal harta, jika tidak memenuhi syarat tersebut maka dia tidak layak dikatakan pemimpin walaupun statusnya sebagai suami.