This Author published in this journals
All Journal Interaksi Online
Sri Widowati Herieningsih
Unknown Affiliation

Published : 51 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Hubungan Intensitas Menonton Tayangan Drama Seri Korea di Televisi dan Motif Menonton Tayangan Drama Seri Korea di Televisi dengan Perilaku Berpakaian Remaja Deansa Putri; Sri Widowati Herieningsih; Tandiyo Pradekso
Interaksi Online Vol 1, No 1: Januari 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (266.594 KB)

Abstract

PENDAHULUANPersaingan media televisi saat ini semakin gencar dan jumlah stasiun televisi semakinbertambah seiring dengan perkembangan jaman. Stasiun televisi di tanah air bermunculanmulai dari hanya satu stasiun televisi, yaitu Televisi Republik Indonesia (TVRI) sampaimuncul stasiun televisi baru yang mengudara secara nasional dan berkantor di IbukotaJakarta. Stasiun televisi tersebut antara lain Rajawali Citra Televisi (RCTI), Surya CitraTelevisi (SCTV), Media Nusantara Citra (MNC TV), Andalas Televisi (ANTV), Indosiar,Televisi Transformasi Indonesia (TRANS TV), TRANS 7, METRO TV, TV ONE, danGLOBAL TV.Belakangan ini, musik, drama, serta budaya Korea sedang merebak di beberapanegara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, musik maupun dramaseri Korea menjadi sesuatu yang sangat digemari di Indonesia saat ini. Bahkan sakingantusiasnya banyak yang mencari dan mempelajari hal-hal yang berbau Korea. Fenomenamenyebarluasnya drama, musik, serta budaya Korea secara global ini disebut Koreanwave atau dalam bahasa Korea disebut Hallyu.Fenomena Hallyu melalui drama seri Korea sedang menjadi tren di stasiun televisiswasta Indonesia. Beberapa stasiun televisi swasta tanah air kini tengah gencar bahkanbersaing menayangkan drama seri Korea. Drama seri Korea datang membawa tontonanringan dengan berbagai konflik di dalamnya, yang dibungkus sedemikian rupa sehinggamenarik untuk ditonton. Tentu drama Korea ini segera digandrungi masyarakat yangmemang menginginkan sesuatu yang baru. Dan memang kenyataannya, masyarakatsangat antusias menonton drama seri Korea. Selain itu episode-nya juga tidak sepanjangsinetron Indonesia, hanya sekitar 16 hingga 25 episode saja. Masyarakat yang tengahjenuh dengan tayangan sinetron-sinetron Indonesia langsung menyambut baik masuknyadrama seri Korea di Indonesia. Keberhasilan drama seri Korea mengambil hatimasyarakat Indonesia terbukti dengan tingginya minat penonton terhadap drama seriKorea yang pertama kali ditayangkan saat itu, yaitu Endless love. Berdasarkan survey ACNielsen Indonesia, serial Endless Love ratingnya mencapai 10 (ditonton sekitar 2,8 jutapemirsa di lima kota besar), mendekati Meteor Garden dengan rating 11 (sekitar 3,08 jutapemirsa). (http://www.slideshare.net/AHD/fenomena-ratingshare-televisi).Dalam menggunakan media massa, manusia didorong oleh beraneka ragam motif.Motif merupakan suatu tenaga yang terdapat dalam diri manusia yang menimbulkan,mengarahkan, dan mengorganisasi tingkah laku (perilaku). Motif yang mendorongkonsumsi media pada setiap orang berbeda. Dorongan kebutuhan yang berbeda akanmembuat orang memiliki motif yang berbeda pula dalam menggunakan televisi.(Rakhmat, 2006:216). Motif yang berbeda tersebut akan menimbulkan efek yangberlainan pada setiap orang.Drama seri Korea yang masuk ke Indonesia tidak hanya sekedar tontonan di waktuistirahat, namun drama Korea juga telah memberikan pengaruh di Indonesia. Begitubooming-nya drama seri Korea di tanah air, tidak heran jika pada saat ini banyak remajayang mulai terpengaruh dengan budaya-budaya Korea, terutama dari segi mode ataufashion. Dalam drama seri Korea sering menonjolkan mode-mode yang sedang populer diKorea. Penampilan para artis dalam drama seri Korea selalu didukung dengan gayaberbusana yang “Korea banget”, mulai dari model rambut, warna rambut, caraberpakaian, tas, sepatu, aksesoris yang dikenakan, dan masih banyak lagi. Mode alaKorea kerap disebut dengan Korean Style.Pada akhirnya masalah mode merupakan hal yang menarik untuk dibicarakankhususnya di kalangan remaja yang memiliki kedinamisan dalam mengikutiperkembangan berbagai mode yang sedang menjadi trend karena ingin tampil menarik,menambah percaya diri, dapat diterima dilingkungannya, dan supaya tidak dikatakanketinggalan jaman. Intensitas menonton drama seri Korea tersebut akan tetap berlangsungselama ada motif yang mendorongnya dan remaja mempunyai harapan akan memperolehsuatu keuntungan dari kegiatan menonton acara tersebut. Motif remaja menontontayangan drama seri Korea bisa dilihat dari motif untuk mendapatkan informasi, identitaspribadi, integrasi dan interaksi sosial, serta hiburan.Melalui televisi, remaja terinspirasi oleh perilaku idola mereka. Tahapan ini dimulaidari melihat gaya berpakaian atau tingkah laku yang diperbuat oleh seorang tokoh ditelevisi, kemudian para remaja berusaha mengadaptasi gaya berpakaian para artisidolanya dengan harapan penampilannya menjadi seperti penampilan para artis dalamtayangan drama seri Korea di televisi. Berdasarkan hal tersebut, lantas apakah adahubungan antara intensitas menonton tayangan drama seri Korea di televisi dan motifmenonton tayangan drama seri Korea di televisi dengan perilaku berpakaian remaja ?ISIMunculnya media televisi dalam kehidupan manusia memang menghadirkan suatuperadaban, khususnya dalam proses komunikasi dan informasi yang bersifat massa.Proses komunikasi massa tersebut dikatakan efektif apabila menghasilkan pengaruhkepada khalayaknya. Pengertian pengaruh itu sendiri adalah perbedaan antara apa yangdipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sesudah menerima pesan. Bersamaandengan jalannya proses penyampaian isi pesan media massa kepada pemirsa, maka isipesan akan diinterpretasikan secara berbeda–beda oleh pemirsa, serta efek yangditimbulkan juga beraneka ragam. (Bungin, 2008:72).Menurut Powerfull Effect Theory, dimana didasarkan pada asumsi Walter Lippman(dalam Vivian, 2008:465), bahwa gambaran realita dibentuk dengan sangat kuat olehmedia massa. Powerfull Effect Theory juga menjelaskan tentang media massamempunyai pengaruh langsung dan mendalam terhadap seseorang. Pada konsep HaroldLasswell yang terkenal “who says what in which channel to whom with what effect,”pada titik yang ekstrem teori ini mengasumsikan bahwa media dapat menyuntikkaninformasi, ide, dan bahkan propaganda kepada publik. Water Lippman mengatakanbahwa “gambaran” tentang dunia di benak kita yang tidak kita alami secara personaldibentuk oleh media massa, sehingga khalayak pun akan menerima pemuasan yangberagam dari media. Kepuasan yang berbeda-beda, juga akan menghasilkan efek yangberbeda pula.Dengan demikian, kegiatan menonton televisi dapat memberikan pengaruh tetapi haltersebut tergantung dengan tingkat intensitasnya. Diungkapkan oleh Burhan Bungin(2001:125-126), bahwa intensitas atau frekuensi remaja dalam menonton televisi dapatmempengaruhi besarnya pengaruh televisi terhadap perilaku remaja. Semakin tinggiintensitas menonton televisi maka semakin cepat dan besar pula pengaruhnya terhadapperilaku remaja. Begitu pula dengan keadaan sebaliknya, semakin rendah intensitasmenonton televisi maka semakin rendah pula pengaruhnya terhadap perilaku remajatersebut.Dalam kaitannya dengan menonton televisi, para remaja memiliki motif yangberagam. Motif-motif tersebut adalah motif untuk mendapatkan informasi, identitaspribadi, integritas dan interaksi sosial, serta hiburan. Motif merupakan salah satuindikator yang dapat mempengaruhi perilaku individu dalam menonton televisi.Woodhworth (dalam Petri, 135:1981) mengungkapkan bahwa perilaku terjadi karenaadanya motif atau dorongan yang mengarahkan individu untuk bertindak sesuai dengankepentingan atau tujuan yang ingin dicapai. Karena tanpa dorongan tersebut tidak akanada suatu kekuatan yang mengarahkan individu pada suatu mekanisme timbulnyaperilaku.Pandangan lain dikemukakan oleh Hull (dalam As’ad, 140:1995) yang menegaskanbahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh motif atau dorongan oleh kepentinganmengadakan pemenuhan atau pemuasan terhadap kebutuhan yang ada pada diri individu.Lebih lanjut dijelaskan bahwa perilaku muncul tidak semata-mata karena dorongan yangbermula dari kebutuhan individu saja, tetapi juga adanya faktor belajar.Hal ini dapat diperkuat dengan penjelasan dari Teori Pembelajaran Sosial.Berdasarkan hasil penelitian Albert Bandura, teori ini menjelaskan bahwa mereka meniruapa yang mereka lihat di televisi, melalui suatu proses observational learning(pembelajaran hasil pengamatan) atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individuindividulain yang menjadi model. Titik mula dari proses belajar sosial adalah peristiwayang bisa diamati, baik langsung maupun tidak langsung oleh seseorang. Peristiwatersebut mungkin terjadi pada kegiatan orang sehari–hari, dapat pula disajikan secaralangsung oleh televisi, buku, film dan media massa lain. (Liliweri, 1991:174).Adapun yang penting dari teori Bandura, bahwa proses belajar mengikuti sesuatudimulai dari tahap; (1) proses memperhatikan; (2) proses mengingatkan kembali; (3)proses gerakan untuk menciptakan kembali; dan (4) proses mengarahkan gerakan sesuaidengan dorongan. (Liliweri, 1991:179). Jelasnya bahwa remaja masih suka mencaritokoh atau model untuk dijadikan panutan dalam berperilaku maupun berpenampilan,maka seringkali remaja akan memperhatikan dan mengingat perilaku model yangdilihatnya di televisi. Sering adegan-adegan dalam drama yang dilihat, atau perilakuyang digambarkan dapat menarik perhatian, sehingga dari ucapan, gerakan, bahkan jugapakaian yang dikenakan oleh sang tokoh akan diamatinya dan kemudian dapat sajamereka gunakan pada penampilan diri mereka.Monks (1969:109) menyatakan bahwa suatu tindakan atau tingkah laku dapatdipelajari melalui melihat saja. Melalui televisi remaja dapat melihat peristiwa, perilaku,dan segala sesuatu yang baru yang pada akhirnya diikuti oleh khalayak dan menjadi trendi kalangan masyarakat. Berkaitan dengan penelitian ini maka perilaku yang munculadalah gaya berpakaian yang dilakukan oleh remaja. Remaja berpenampilan mengikutitrend yang ada, mulai dari model rambut, pakaian, tas, sepatu, dan aksesoris lainnya.Jelasnya, bahwa remaja akan terinspirasi dengan apa yang dilihat dan ditawarkan olehmedia, dalam hal ini termasuk bagaimana perilaku berpakaian remaja.Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan intensitas menonton tayangan drama seriKorea di televisi (X1) dengan perilaku berpakaian remaja (Y), maka dilakukan pengujianstatistik melalui analisis korelasi Rank Kendall. Berdasarkan hasil pengujian makahipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara intensitasmenonton tayangan drama seri Korea di televisi dengan perilaku berpakaian remajadapat diterima. Hal ini menjelaskan tingginya intensitas menonton tayangan drama seriKorea di televisi diikuti pula oleh perilaku berpakaian yang modis di kalangan remaja.Dengan menggabungkan unsur hiburan dan informasi drama seri Korea yangditayangkan di televisi secara tidak langsung telah menyajikan berbagai referensimengenai mode ala Korea yang sedang menjadi kecenderungan atau trend. Respondenyang menonton tayangan drama seri Korea dengan intensitas menonton yang tinggitermasuk dalam kelompok heavy viewers dimana mereka melihat gagasan mengenaimode tersebut sebagai realitas, sehingga akan lebih mudah terpengaruh dan berperilakuseperti apa yang ditampilkan dalam drama seri tersebut.Sementara responden yang menonton drama seri Korea dengan intensitas menontonyang rendah termasuk dalam kelompok light viewers, dimana mereka hanya memandangdrama seri Korea sebagai sebuah tayangan, tanpa melihatnya sebagai realitas, sehinggapengaruh yang diterima pada kelompok ini tidak sebesar kelompok heavy viewers.Perbedaan diantara keduanya terdapat dalam konsep mainstreaming (mengikuti arus)pada kelompok heavy viewers.Hubungan motif menonton tayangan drama seri Korea di televisi (X2) denganperilaku berpakaian remaja (Y) dapat diketahui dengan melakukan pengujian statistikdengan menggunakan uji formula Chi Square Test. Berdasarkan hasil pengujian makahipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara motifmenonton tayangan drama seri Korea di televisi dengan perilaku berpakaian remaja dapatditerima. Hal ini menjelaskan ragam motif menonton tayangan drama seri Korea ditelevisi diikuti pula oleh perilaku berpakaian yang modis di kalangan remaja.Responden yang tertarik dengan mode ala Korea dapat mengikuti perkembanganmode tersebut melalui tayangan drama seri Korea di televisi. Para remaja memilikikecenderungan ingin mengikuti terus perkembangan mode yang sedang menjadi trendagar dapat tampil stylish dan modis. Motif identitas pribadi dalam menonton tayangandrama seri Korea di televisi dapat mengarahkan remaja untuk berperilaku modis,sehingga ragam motif menonton tayangan drama seri Korea di televisi akanmempengaruhi perilaku berpakaian modis pada remaja.Hubungan intensitas menonton tayangan drama seri Korea di televisi (X1) dan motifmenonton tayangan drama seri Korea (X2) di televisi dengan perilaku berpakaian remaja(Y) dapat diketahui dengan melakukan pengujian statistik melalui analisis korelasikonkordansi Rank Kendall.Setelah dilakukan perhitungan diperoleh hasil koefisien korelasi konkordansi sebesar0,194 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 kurang dari 0,01 maka hubungan dinyatakansangat signifikan. Serta hasil uji dengan Chi Square Test didapatkan nilai X2 hitungsebesar 19,387 (dengan df = 2), dan nilai signifikansi sebesar 0,000 kurang dari 0,01.Dengan demikian dapat dinyatakan Ha diterima dan Ho ditolak. Maka hasil pengujiantersebut menunjukkan bahwa variabel bebas (intensitas menonton tayangan drama seriKorea dan motif menonton tayangan drama seri Korea) secara bersama-sama memilikihubungan yang sangat signifikan dengan variabel terikat (perilaku berpakaian remaja).Hal ini berarti bahwa baik berdiri sendiri maupun bersama-sama, kedua variabelbebas (intensitas menonton tayangan drama seri Korea dan motif menonton tayangandrama seri Korea) mempunyai hubungan dengan variabel terikat (perilaku berpakaianremaja), sehingga tingginya intensitas menonton tayangan drama seri Korea di televisidan ragam motif menonton tayangan drama seri Korea di televisi akan mempengaruhiperilaku berpakaian modis pada remaja.PENUTUPPenelitian tentang hubungan antara intensitas menonton tayangan drama seriKorea di televisi dan motif menonton tayangan drama seri Korea di televisi DENGANperilaku berpakaian pada remaja, dilakukan terhadap para remaja putri di Semarangyang berusia 17-20 tahun yang pernah menonton tayangan drama seri Korea ditelevisi selama tiga bulan terakhir ini.Metode penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara nonrandom sampling, dengan pertimbangan jumlah populasi dalam penelitian ini tidakdapat diketahui secara pasti. Penelitian ini menggunakan alat pengumpul data berupakuesioner. Teknik pengumpulan data berupa penyebaran Angket dan dengan bantuanpanduan observasi berupa checklist (daftar cocok) yang digunakan untuk mengamativariabel perilaku berpakaian pada remaja.Alat yang digunakan untuk menganalisa data kuantitatif yang telah didapatadalah dengan statistika, untuk kemudian dideskripsikan menggunakan corelasi untukmenguji hubungan antara intensitas menonton tayangan drama seri Korea di televisidan motif menonton tayangan drama seri Korea di televisi dengan perilaku berpakaianpada remaja. Adapun kesimpulan dan saran yang dapat penulis berikan adalah sebagaiberikut:5.1. Kesimpulan1. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara variabel intensitas menontontayangan drama seri Korea dengan variabel perilaku berpakaian remaja. Halini berdasarkan nilai koefisiensi korelasi sebesar 0,540 dan nilai signifikansisebesar 0,000. Dengan demikian, tingginya intensitas menonton tayangandrama seri Korea di televisi mendorong remaja melihat gagasan yang disajikandalam tayangan tersebut sebagai realitas dan berperilaku seperti apa yangditampilkan dalam tayangan tersebut. Semakin tinggi intensitas menontontayangan drama seri Korea di televisi maka akan semakin modis pula perilakuberpakaian pada remaja.2. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara variabel motif menontontayangan drama seri Korea di televisi dengan variabel perilaku berpakaianremaja. Hal ini didapatkan dari hasil X2 hitung sebesar 31,222 dengan df = 6,dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Serta hasil uji korelasi ContingencyCoefficient (C) sebesar 0,620 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal tersebutmenjelaskan ragam motif menonton tayangan drama seri Korea di televisiakan diikuti pula oleh perilaku berpakaian yang modis di kalangan remaja.3. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara variabel intensitas menontontayangan drama seri Korea di televisi dan variabel motif menonton tayangandrama seri Korea di televisi dengan variabel perilaku berpakaian remaja.Berdasarkan hasil uji korelasi diperoleh informasi nilai koefisiensi sebesar0,194 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Serta didapatkan nilai X2 hitungsebesar 19,387 (dengan df = 2), dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal iniberarti bahwa baik berdiri sendiri maupun bersama-sama, kedua variabelbebas (intensitas menonton tayangan drama seri Korea di televisi dan motifmenonton tayangan drama seri Korea di televisi) mempunyai hubungandengan variabel terikat (perilaku berpakaian remaja), sehingga tingginyaintensitas menonton tayangan drama seri Korea di televisi dan ragam motifmenonton tayangan drama seri Korea di televisi akan mempengaruhi perilakuberpakaian modis pada remaja.4. Pada penelitian ini penonton tayangan drama seri Korea di televisi denganpersentase terbanyak adalah remaja putri yang berada pada kisaran usia 20tahun sebanyak 36%, sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan persentaseterbanyak adalah para remaja putri yang duduk di bangku perkuliahan atauperguruan tinggi sebanyak 80%.5.2. Saran1. Berdasarkan kesimpulan di atas maka tayangan drama seri Korea di televisisebetulnya mampu membantu remaja untuk memberikan inspirasi dalampencarian model bagi remaja, yang berkaitan dengan gaya berpakaian ataupenampilan melalui “sosok” artis yang menjadi pemeran dalam tayangandrama seri Korea di televisi. Namun audiens juga diharapkan mampumemfilter dengan bijak informasi yang terkandung dalam tayangan tersebutdan bersikap selektif terhadap tayangan – tayangan yang mereka konsumsi,agar dapat membedakan antara realitas media dengan realitas sosial, sehinggatidak serta merta mengikuti segala sesuatu yang ada dalam tayangan tersebut.2. Pada penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan perilaku berpakaian remajahendaknya dapat dilakukan dengan melihat faktor – faktor lain yang bisamenjadi penyebab terjadinya perilaku tersebut, di luar intensitas menonton danmotif menonton, misalnya tingkat pendidikan, status sosial, atau interaksi peergroup. Disamping itu, penelitian juga dapat dilakukan dengan menggunakanteknik pengambilan sampel yang berbeda pula.DAFTAR PUSTAKABUKUArdianto, Elvinaro dan Erdinaya, Liluati Komala. 2004. Komunikasi Massa SuatuPengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.As’ad, M. 1989. Motivasi Dalam Belajar. Jakarta: Dep.Dik.Bud Direktoral JendralPendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Dan Lembaga Tenaga.Bungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group.Bungin, Burhan. 2001. Erotika Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada MediaGroup.Barnard, Malcomm. 2007. Fashion dan Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra.Cangara, Hafied. 1998. Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta. Raja grafindo persada.Effendi, Onong. U. 1993. TV Siaran Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju.Effendy, Onong. U. 2003. Ilmu komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT.RemajaRosdakarya.Gerungan ,W.A. 1991. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco.Kaunang, Claudia. 2010. Keliling Korea dalam 9 Hari. Yogyakarta: B – Fierst.Khadijah, Nyanyu. 2006. Psikologi Pendidikan. Palembang: Grafika Telindo Press.Kuswandi, Wawan. 1996. Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi.Jakarta: Rhineka Cipta.Liliweri, Alo. 1997. Memahami Peran Komunikasi Massa Dalam Masyarakat.Bandung: Citra Aditya Bakti.McQuail, Dennis. 1996. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta:Erlangga.Monks, F. J, dkk. 1982. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press.Morissan. 2008. Manajemen Media Penyiaran. Jakarta: Kencana Prenada MediaGroup.Nuruddin. 2000. Sistem Komunikasi Indonesia. Malang: BIGRAFF publishing.Petri, H.L. 1981. Motivation Theory and Research. Belmont, California: WadsworthPublishing Company.Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: RemajaRosdakarya.Rakhmat, Jalaluddin. 2006. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.Rakhmawati, Dede. 2011. Jago Berbahasa Korea dalam 1 Hari. Jakarta: GudangIlmu.Sugiyono. 2002. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta.Singarimbun Masri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian dan Survey. Jakarta:LP3ES.Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa. Prenada Media:Jakarta.Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT Grasindo.Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Grasindo.INTERNEThttp://www.slideshare.net/AHD/fenomena-ratingshare-televisi.www.geocities.com/dramakorean.http://www.facebook.com/pages/PENYUKA-DRAMA-KOREA/.http://tvguide.co.id/mobile-new//home.http://www.facebook.com/koreanbutik.shopiing/,http://www.facebook.com/ballegirls.shop.http://www.facebook.com/tomoya.koreanbutik.http://id.wikipedia.org/wiki/Drama_Korea.id.wikipedia.org/wiki/Hallyu.www.koreanstylefashion.com/.http://www.saranghaeyo.biz.www.saranghaeyo.biz › fashion › lifestyle.ABSTRAKJudul : Hubungan Intensitas Menonton Tayangan Drama Seri Korea di Televisi danMotif Menonton Tayangan Drama Seri Korea di Televisi dengan PerilakuBerpakaian RemajaNama : Deansa PutriNIM : D2C009110Mode ala Korea yang masuk dan berkembang di Indonesia melalui tayangandrama seri Korea pada tahun 2002, banyak digemari dan diterapkan oleh remaja. Pararemaja cenderung ingin selalu mengikuti perkembangan mode yang sedang populeragar tampil modis. Hal ini dilakukan karena para remaja ingin seperti apa yangditampilkan oleh tokoh yang dilihatnya, yaitu berupa pakaian yang dikenakan olehseorang model, serta aksesoris-aksesoris lainnya yang dapat memperbaiki penampilandirinya. Perilaku berpakaian modis pada remaja tersebut disinyalir merupakan akibatdari beberapa faktor, antara lain intensitas menonton tayangan drama seri Korea ditelevisi dan motif menonton tayangan drama seri Korea di televisi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan intensitas menontontayangan drama seri Korea di televisi dan motif menonton tayangan drama seri Koreadi televisi dengan perilaku berpakaian remaja. Peneliti menggunakan Teori PowerfullEffect dan didukung oleh Teori Pembelajaran Sosial dari Bandura. Responden padapenelitian ini berasal dari kalangan remaja putri di Kota Semarang yang berumur 17hingga 20 tahun. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 50 orang dimanapengambilan sampel dilakukan dengan metoden non random, serta accidental sampeluntuk teknik pengambilan sampel.Untuk menguji hubungan antara intensitas menonton tayangan drama seriKorea di televisi dengan perilaku berpakaian remaja dan hubungan antara motifmenonton tayangan drama seri Korea dengan perilaku berpakaian remaja, makadigunakan uji analisis Koefisiensi Korelasi Rank Kendall, dan uji formula denganChi-Square, sedangkan untuk menguji korelasi antara dua variabel bebas dengan satuvariabel terikat, digunakan uji analisis Korelasi Konkordasi Rank Kendall (Kendall’sW Test).Berdasarkan hasil penelitian, maka tingginya intensitas menonton tayangandrama seri Korea di televisi akan diikuti pula dengan perilaku berpakaian yang modispada remaja. Hal ini dikarenakan responden dengan intensitas menonton yang tinggiakan lebih mudah terpengaruh dan berperilaku seperti apa yang ditampilkan dalamtayangan tersebut. Selain itu, ragam motif menonton tayangan drama seri Korea ditelevisi akan diikuti pula oleh perilaku berpakaian yang modis di kalangan remaja.Motif tersebut dapat mengarahkan remaja untuk mengetahui penampilan atau modeala Korea yang sedang menjadi kecenderungan (trend), mendapat kepuasan denganmelihat penampilan bintang idolanya, serta menemukan sosok model yang bisadijadikan inspirasi dan pedoman dalam bergaya seperti penampilan para artis dalamtayangan drama seri Korea di televisi.Kata kunci: Drama Seri Korea, Perilaku berpakaian, Korelasi.ABSTRACTTitle: The Relationship of The Intensity of Watching Korean Drama Series onTelevision and Motives Watching Korean Drama Series on Television withTeens Dressed Behavior.Name: Deansa PutriNIM: D2C009110Korean fashion style in and growing in Indonesia through Korean dramaseries in 2002, much-loved and adopted by teenagers. The teens tend to want toalways continue to follow the development of fashion that is popular in order to lookfashionable and stylish. This is done because the teen wanted to like what is shown bythe figures he saw, in the form of clothing worn by a model, as well as otheraccessories that can improve the appearance of her day-to-day. Fashionable dress onteen behavior is alleged to be the result of several factors, including the intensity ofwatching a Korean drama series on television and motives watching Korean dramaseries on television.This study aims to determine the relationship of the intensity of watching aKorean drama series on television and motives watching Korean drama series ontelevision with the behavior of teenagers dressed. Researchers used a Powerful EffectTheory and supported by Bandura's Social Learning Theory. Respondents in thisstudy come from the young women in the city of Semarang ever watch a Koreandrama series over the past three months and aged 17 to 20 years. The study samplesize of 50 people where the sampling is done with non-random methode, withconsideration has’t complete information on population size, as well as samples foraccidental sampling technique.To examine the relationship between the variable of intensity of watching aKorean drama series on television with a teenager dressed behavioral variables andrelationships between variables of motives watching Korean drama series with thevariable of behavior of teenagers dressed, then used the test Kendall RankCorrelation Coefficient analysis, and testing with Chi-Square formula, while for thetest and explain the correlation between the two independent variables with thedependent variable, used test correlation analysis Konkordasi Rank Kendall(Kendall's W Test).Based on the results of the study, the high intensity of watching a Koreandrama series on television will be followed by a fashionable dressing behavior inadolescents. This is because respondents with a high intensity watch will be easilydistracted and behave like what is shown in the display. In addition, the variety ofmotives watching Korean drama series on television will be followed by a fashionabledressed behavior among adolescents. The motive may lead adolescents to determinethe appearance or Korean-style fashion is a trend, the satisfaction and pleasure to seehis idol star appearance, as well as to discover the figure of a model that could beused as inspiration and guidance in the style of artists like appearance in the dramashow Korea in the television series.Keywords: Korean Drama Series, Behavior of dressed, Correlation.
PENGARUH PERINGATAN KESEHATAN BERGAMBAR PADA KEMASAN ROKOK TERHADAP MOTIVASI PEROKOK UNTUK BERHENTI MEROKOK Septian Aldo Pradita; Tandiyo Pradekso; Djoko Setyabudi; Sri Widowati Herieningsih
Interaksi Online Vol 2, No 2: April 2014
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (288.789 KB)

Abstract

Kampanye anti-rokok dengan menggunakan peringatan kesehatan bergambar terbukti memiliki dampak positif yang besar. Penelitian di beberapa negara menunjukkan bahwa peringatan kesehatan bergambar lebih diperhatikan daripada hanya teks/ tertulis, lebih efektif untuk pendidikan bagi perokok tentang resiko kesehatan akibat merokok dan untuk meningkatkan pengetahuan perokok tentang resiko kesehatan akibat merokok serta adanya peningkatan motivasi untuk berhenti merokok. Di Indonesia, menurut PP No 109/2012 dan Permenkes No 28/2013, mulai pertengahan tahun 2014 peringatan kesehatan pada kemasan rokok di Indonesia harus disertai dengan gambar dan tulisan yang memiliki pesan tunggal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh peringatan kesehatan bergambar dalam kampanye anti-rokok terhadap motivasi perokok untuk berhenti merokok. Teori yang digunakan adalah teori EPPM (Extended Parallel Process Model) dari Kim Witte. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian Eksperimen dengan desain One Group Pretest Posttest. Sedangkan teknik pengambilan sampelnya adalah Non Random dengan total sampel sebanyak 30 responden. Alat yang digunakan untuk analisis data adalah uji statistik Sign Test (Uji Tanda).            Hasil penelitian pada pengujian hipotesis menunjukkan adanya pengaruh positif peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok terhadap motivasi perokok untuk berhenti merokok. Hal ini ditunjukkan pada angka signifikansi hasil pengujian hipotesis sebesar 0,028. Indikator motivasi perokok untuk berhenti merokok yang mengalami perubahan positif adalah; (1) Kebutuhan dari dalam diri perokok yang mendorong untuk berhenti merokok, (2) Pengalaman selama merokok yang mendorong untuk berhenti merokok, (3) Pertimbangan pemikiran terhadap informasi tentang bahaya merokok pada kemasan rokok, (4) Keyakinan bahwa merokok dapat menyebabkan penyakit, (5) Keyakinan bahwa dirinya dan perokok lain dapat terkena penyakit akibat merokok, (6) Keyakinan bahwa dirinya dapat terhindar dari penyakit akibat merokok jika tidak merokok, (7) Keyakinan bahwa seseorang dapat terhindar dari penyakit akibat merokok jika ia tidak berada di dekat orang yang sedang merokok, dan (8) Keyakinan bahwa dirinya dapat dengan mudah berhenti merokok agar terhindar dari penyakit. Sedangkan indikator motivasi perokok untuk berhenti merokok yang mengalami perubahan negatif adalah; informasi tentang bahaya merokok dianggap penting bagi perokok.Kata Kunci : Kampanye Anti-Rokok, Peringatan Kesehatan Bergambar, Motivasi Berhenti Merokok
PEMAKNAAN TREN FASHION BERJILBAB ALA HIJABERS OLEH WANITA MUSLIMAH BERJILBAB Taruna Budiono; Sri Widowati Herieningsih; Triono Lukmantoro
Interaksi Online Vol 1, No 3: Agustus 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (302.682 KB)

Abstract

ABSTRAKNama : Taruna BudionoNIM : 14030110151025Judul : Pemaknaan Tren Fashion Berjilbab Ala Hijabers Oleh WanitaMuslimah BerjilbabMengkomunikasikan identitas diri menggunakan medium fashion adalah hal umum yang dilakukan oleh banyak orang. Salah satu pilihan fashion tersebut adalah jilbab. Tren fashion berjilbab belakangan ini sedang marak di Indonesia. Para wanita muslim khususnya yang tinggal di kota-kota besar banyak yang mengikuti tren fashion ini. Jilbab yang mereka pakai banyak dipengaruhi oleh kehadiran komunitas wanita berjilbab seperti hijabers community, serta beberapa figur publik yang juga memakai jilbab.Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini memberikan gambaran tentang fenomena tren fashion berjilbab di kalangan wanita muda dan pemaknaan jilbab yang dipakai oleh para mereka. Penelitian ini mengacu pada konsep fashion sebagai komunikasi, sebagaimana dikatakan oleh Fiske bahwa fashion atau pakaian menjadi medium yang digunakan seseorang untuk menyatakan sesuatu pada orang lain (Fiske dalam Barnard, 2011: 41). Jilbab sebagai bagian dari fashion juga berguna untuk medium penyampaian pesan-pesan para pemakainya kepada orang lain. Data diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap empat orang informan yakni para wanita muda yang memakai jilbab ala hijabers/modifikasi yang tinggal di kota Semarang.Hasil temuan penelitian menggambarkan Jilbab yang dipakai oleh para wanita muslim digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu, menunjukkan identitas diri, dan sebagai media ekspresi diri. Pesan utama yang ingin dinyatakan oleh para wanita berjilbab ini adalah bahwa selain melaksanakan perintah agama, mereka juga bisa tampil modis dan fashionable, serta tetap aktif dengan berbagai macam kegiatan tanpa terganggu jilbab yang mereka pakai. Lebih lanjut, media massa yang dijadikan rujukan oleh para wanita berjilbab adalah media internet, dimana kemudahan akses menjadi daya tariknya.Kata kunci: jilbab; tren fashion; identitas diriABSTRACTName : Taruna BudionoNIM : 14030110151025Title : Interpreting Hijabers Veiling Fashion Trends By Veiled MuslimWomenCommunicating identity through fashion are common things, one is the hijab. Veiled fashion trend lately emerging in Indonesia. Many muslim women especially those who lives in big cities follow the fashion trend. Veil they wear affected a lot by the presence of veiled women communities such as hijabers community, as well as some public figures who also wears the hijab.This study is a qualitative research with phenomenological approach. This study provides an overview of veiled fashion trends phenomenon among young women and the meaning of the veil they worn. This study refers to the concept of fashion as communication, as stated by Fiske that fashion or clothing become medium that used to express something to others (Fiske in Barnard, 2011: 41). Hijab as part of fashion also useful as medium to conveying messages to others. Data were obtained through in-depth interviews of four informants that is young women who wear the hijabers/modification hijab style that living in Semarang.This research describes the hijab worn by muslim women used to convey certain messages, show identity, and as a medium of self-expression. The main message expressed by the veiled women is that in addition to carrying out the religious orders, they can also look fashionable, and stay active with a variety of activities without being bothered by their hijab. Furthermore, the mass media are used as a reference by the veiled woman is the internet, where the ease of access become its appeal.Keywords: veil; fashion trends; personal identityPendahuluan Mengkomunikasikan identitas diri menggunakan medium fashion adalah hal umum yang dilakukan oleh banyak orang. Salah satu pilihan fashion tersebut adalah jilbab. Penutup kepala ini telah berkembang menjadi satu identitas sosial bagi pemakainya. Jilbab sekarang ini memiliki banyak varian corak dan model. Tren fashion berjilbab di Indonesia mungkin telah dimulai sejak beberapa artis ibukota memilih untuk memakai jilbab sebagai pakaian sehari-hari mereka. Ada beberapa artis populer yang dulunya tidak berjilbab sekarang memakai jilbab sebagai busana sehari-hari, mereka memakai jilbab sebagai bentuk penghayatan dan kesadaran mereka untuk memenuhi kewajiban agama untuk menutup aurat, mereka antara lain adalah: Nuri Maulida, Marshanda, Puput Melati, Rachel Maryam, Desi Ratnasari, Risty Tagor, Zaskia Sungkar. (http://jogja.tribunnews.com/2012/07/20/7-artis-yang-kini-berjilbab). Namun merebaknya penggunaan jilbab sebagai fashion di kalangan anak muda nampaknya lebih dipengaruhi oleh kemunculan sosok Dian Pelangi dan Hijabers Community. Dian Pelangi adalah desainer muda Indonesia, yang debutnya di dunia mode telah dimulai sejak umurnya 19 tahun pada gelaran Jakarta Fashion Week 2009. Pada ajang tahunan tersebut Dian Pelangi mampu mencuri perhatian dengan rancangan busana muslim modern yang ditampilkannya. Selain itu ia adalah pendiri Hijabers Community yaitu komunitas yang berisi anak-anak muda berjilbab yang tampil modis dan gaya yang diresmikan pada tanggal 27 November 2010 di Jakarta. (http://www.tabloidbintang.com/hobi/56493-hijabers-community-bermula-dari-acara-buka-puasa-di-mal.html) Hijabers Community sendiri mempunyai suatu misi untuk memperkenalkan jilbab/kerudung yang modis kepada anak-anak muda, dan ingin mengikis anggapan bahwa para pemakai jilbab adalah orang yang kuno. Meningkatnya jumlah wanita muslimah yang memakai jilbab ini juga tidak lepas dari banyaknya event yang dilaksanakan oleh hijabers community untuk mengenalkan jilbab trendy kepada masyarakat. Salah satu event yang seringdigelar oleh mereka adalah Hijab Class. Dalam acara Hijab Class ini para peserta diajarkan tentang bagaimana memakai jilbab yang modis dan trendi. Selain itu Hijabers Communnity juga memanfaatkan media jejaring sosial dalam setiap acara yang mereka buat, tercatat ada tiga media sosial yang digunakan Hijabers Community yaitu WebBlog, Facebook dan Twitter.Media massa tersebut memberi ide dan gagasan pada wanita muslimah untuk memakai jilbab seperti yang dikenakan oleh publik figur yang sering muncul di media massa. Hal ini dimungkinkan karena media massa memiliki kekuatan untuk mengonstruksikan realitas. Pada umumnya sebaran konstruksi sosial media massa menggunakan model satu arah, di mana media menyodorkan informasi sementara konsumen media tidak memiliki pilihan lain selain mengonsumsi informasi itu. Model satu arah ini terutama terjadi pada media cetak. Sedangkan media elektronik khususnya radio bisa dilakukan dua arah (Bungin, 2008: 198). Banyaknya wanita muslimah yang memakai jilbab tidak lantas membuat mereka terbebas dari cibiran dan pandangan negatif dari masyarakat. Para wanita muslimah yang memakai jilbab trendi dan modis ala hijabers kadangkala dianggap hanya mengikuti tren semata, ada juga yang beranggapan bahwa jilbab yang mereka pakai tidak sesuai syariah islam karena jilbab yang mereka pakai tidak memenuhi kaidah berjilbab yang benar. Pandangan-pandangan negatif tersebut bisa dilihat salah satunya dalam pemberitaan di media-media berbasis Islam seperti yang diberitakan oleh media online Dakwatuna berikut: Ketika kita berbicara tentang jilbab, maka kita berbicara tentang pakaian takwa. Pakaian yang diturunkan untuk muslimah, untuk menutup auratnya dan jelas disebutkan di Al-Qur’an. Baru-baru ini, paradigma manusia tentang jilbab semakin jauh dari kata “syar’i”, bagaimana tidak? Iklan-iklan jilbab yang “mengaku menjual jilbab syar’i” semakin membuat kening ini berkerut? Apakah memang seperti itu jilbab yang diperintahkan oleh Allah, atau kita selama ini telah tertipu? Jilbab syar’i dan modis, begitu tagline yang selama ini digembar-gemborkan oleh kalangan hijabers. (http://www.dakwatuna.com/2013/05/13/33127/jilbab-syari-jilbab-paling-modis-sepanjang-zaman/#ixzz2ZYcppqlC)Dalam kehidupan sehari-hari kata fashion lebih sering diartikan sebagai dandanan atau gaya dan busana, ada juga orang yang mengartikan fashion sebagai pakaian atau memakai pakaian (Barnard, 2011: 13). Fashion juga menjadi simbol kelas dan status sosial pemakainya, ia juga menjadi representasi sosial budaya yang dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Dalam hal representasi sosial budaya, fashion kadang juga dikaitkan dengan simbol-simbol agama tertentu. Misalnya pemakaian kerudung/jilbab yang diidentikan dengan Islam, aksesoris-aksesoris berupa kalung berbentuk salib yang diidentikan dengan agama Kristen, dan masih banyak lagi. Malcolm Barnard dalam bukunya Fashion as Communication mengidentifikasi busana baku dengan antifashion, sedangkan busana modis dengan fashion (Barnard, 2011: 20). Apabila fashion dan antifashion dikaitkan dengan jilbab, maka jilbab sebagai busana sekarang ini bisa dikategorikan sebagai busana fashion. Jilbab sebagai busana yang antifashion sekarang ini sudah tidak ada lagi, karena sekarang telah banyak model-model jilbab yang dibuat mengikuti tren fashion yang sedang berkembang. Yang ada adalah jilbab yang fashionable dan jilbab yang tidak fashionable. Perkembangan jilbab tentu saja tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan di mana jilbab itu dipakai, di Indonesia sendiri jilbab telah mengalami banyak perkembangan dari segi bentuknya. Berdasarkan hal tersebut, maka bisa dirumuskan permasalahan “Bagaimana pengalaman dan pemaknaan wanita muslimah berjilbab dalam memakai jilbab ala hijabers”.IsiPenelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi adalah metode yang berusaha untuk memahami bagaimana seseorang mengalami dan memberi makna pada sebuah pengalaman (Kuswarno, 25: 2009). Fenomenologi sendiri bertujuan untuk memahami bagaimana pemahaman manusia dalam mengonstruksi makna dan konsep-konsep penting dalam kerangka intersubjektivitas.Sumber informasi dalam penelitian ini adalah empat wanita muslimah yang tinggal di kota Semarang yang memakai jilbab dengan ala hijabers untuk busana sehari-hari mereka. Mereka ditanya tentang fenomena semakin banyaknya wanita muslimah yang memakai jilbab ala hijabers, pengalaman mereka memakai jilbab ala hijabers, dan bagaimana mereka memberi makna terhadap tren fashion berjilbab ala hijabers.Jilbab yang dipakai oleh para wanita muslim dengan berbagai macam model dan bentuknya adalah upaya mereka untuk membentuk identitas individu mereka. Tubuh kita memiliki peran penting dalam merepresentasikan identitas kita. Pengertian tentang siapa kita, dan hubungan kita dengan individu, personal, dan masyarakat di mana kita hidup selalu berada dalam perwujudan tubuh. (Woodward, 2002: 1-2). Jilbab yang dipakai oleh para wanita muslim adalah representasi identitas diri mereka yang bisa dilihat melalui perwujudan tubuh. Mereka memilih menunjukkan identitas diri melalui perwujudan tubuh karena cara inilah yang paling mudah, karena setiap orang yang melihat wanita berjilbab pasti akan tahu bahwa ia adalah wanita muslim.Dalam usaha untuk membentuk identitas diri, ada proses yang dinamakan identifikasi diri. Identifikasi diri adalah kecenderungan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Orang lain yang menjadi sasaran identifikasi dinamakan idola. Setiap orang pada saat berinteraksi dengan orang lain melalui pakaiannya, dapat memilih ia ingin menjadi seperti siapa (Crane & Bovone, 2006: 319). Jilbab yang dipakai oleh para wanita muslim bisa menunjukkan kecenderungan merujuk kepada siapa identifikasi diri mereka. Kebanyakan mereka mengidentifikasi diri mereka dengan para public figure yang memakai jilbab, seperti Jenahara Nasution, Dian Pelangi, dan Zaskia Adya Mecca.Dalam proses pembentukan identitas diri dan identifikasi diri, lingkungan merupakan faktor yang memiliki pengaruh besar. Lingkungan tersebut bisa berupa lingkungan tempat tinggal, lingkungan pergaulan, ataupun lingkungan kerja. Para wanita muslim ini menyatakan lingkungan di sekitar mereka memiliki andil yangcukup besar dalam proses pembentukan identitas diri sebagai wanita muslimah, dalam hal ini dengan cara memakai jilbab. Lingkungan yang memberi pengaruh besar umumnya adalah lingkungan teman sepergaulan dan teman sebaya, disusul lingkungan keluarga. Selain itu ada juga pengaruh khusus yang didapat dari guru mengaji.Selain tubuh kita sendiri, identitas diri seseorang juga dipengaruhi beberapa faktor eksternal, antara lain ekonomi, sosial, budaya, dan politik (Woodward, 2002: 1-2). Dalam proses pembentukan identitas diri dan identifikasi diri yang dilakukan oleh para informan, ada faktor eksternal yang mempengaruhi mereka. Ada dua faktor eksternal yang membentuk identitas diri para informan sebagai wanita muslim, dua faktor tersebut yaitu faktor sosial dan budaya.Pengaruh faktor sosial bisa bisa dilihat dari mereka yang tertarik memakai jilbab setelah melihat lingkungan sekitar mereka, yaitu teman sepergaulan dan keluarga yang memakai jilbab. Dari faktor sosial inilah akhirnya muncul keinginan dari mereka untuk menunjukkan identitas diri mereka sebagai seorang wanita muslim dengan cara memakai jilbab. Sedangkan pengaruh faktor budaya bisa dilihat dari salah satu informan yang memakai jilbab sejak kecil, karena ia selalu bersekolah di sekolah Islam. Kebiasaannya memakai jilbab sejak kecil dan budaya di sekolahnya yang mengharuskan setiap siswi untuk memakai jilbab adalah hal yang membentuk identitas dirinya sebagai wanita muslim.Sebagai bagian dari fashion, jilbab selain berfungsi sebagai penanda identitas diri sebagai seorang muslim, juga menjadi bagian dari ekspresi diri dalam berbusana. Ekspresi tersebut terlihat dari pilihan jenis jilbab yang dipakai oleh setiap wanita muslim. Jilbab modifikasi yang sedang menjadi tren saat ini, sejatinya juga menggambarkan ekspresi diri para pemakainya. Warna, corak dan bentuk dari jilbab modifikasi yang dipakai oleh para wanita muslim tersebut, bisa menunjukkan perasaan atau isi hati si pemakai.Fashion sebagai bentuk komunikasi nonverbal mengikuti mahzab komunikasi yaitu mahzab “proses”. Yaitu fashion atau pakaian menjadi mediumyang digunakan seseorang untuk “menyatakan” sesuatu pada orang lain (Fiske dalam Barnard, 2011: 41). Pesan yang ingin disampaikan melalui jilbab inipun beragam, seperti jilbab dipakai sebagai batasan diri dalam bergaul. Seorang wanita muslim memakai jilbab untuk membatasi dirinya dalam pergaulan negatif dan menghindarkan diri dari pelecehan seksual.Jilbab yang dipakai olehnya menjadi medium komunikasi nonverbal yang membawa pesan bagi orang lain bahwa dengan memakai jilbab, ia ingin memberi jarak/batasan bagi dirinya dalam bergaul. Dengan jilbab yang dipakainya tersebut, diharapkan orang lain juga paham dengan maksudnya untuk membatasi diri dalam pergaulan. Selain membatasi diri dalam pergaulan, jilbab dalam hal ini jilbab modifikasi, juga dipakai sebagai media untuk menunjukkan bahwa seorang wanita muslim bisa aktif dalam berbagai macam kegiatan tanpa terhalangi oleh jilbab yang dipakainya.Jilbab sebagai bagian dari fashion juga berfungsi sebagai penanda status sosial bagi pemakainya. Ada sebagian wanita muslim yang melakukan hal ini dengan cara memakai jilbab modifikasi yang sedang menjadi tren, dengan tujuan agar dilihat memiliki status sosial yang lebih tinggi dari orang lain. Hal ini wajar saja, karena orang sering menggunakan pakaian atau fashion untuk menunjukkan nilai sosial atau status sosial, dan orang kerap membuat penilaian terhadap nilai sosial atau status sosial orang lain berdasarkan apa yang dipakai orang tersebut (Barnard, 2011: 86).Jilbab juga bisa menjadi ekspresi diri dari pemakainya. Wanita muslim memiliki selera dan ketertarikan yang berbeda terhadap model dan bentuk jilbab. Kebanyakan jilbab yang disukai oleh para wanita muslim adalah jilbab yang dipopulerkan dan dipakai oleh para public figure seperti Jenahara Nasution, Dian Pelangi, dan Zaskia Adya Mecca. Sedangkan untuk jenisnya sendiri, mereka lebih banyak memakai jilbab segi empat, dan shawl.Meskipun para wanita muslim ini ingin mengekspresikan diri dan menunjukkan keunikan mereka dengan memakai jenis dan bentuk jilbab yangdipakai berbeda, namun mereka juga tidak ingin merasa terasing dari pergaulan kelompok mereka. Maka ketika para wanita muslim di lingkungan mereka memakai jilbab modifikasi, mereka pun menjadi tertarik untuk juga memakai jilbab tersebut. Orang rupanya perlu menjadi sosial dan individual di saat yang sama, dan fashion serta pakaian merupakan cara dari sejumlah hasrat atau tuntutan yang kompleks dinegosiasikan (Barnard, 2011: 17). Karena selain keinginan untuk menunjukkan keunikan individu, manusia juga memiliki keinginan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Hal ini adalah kebutuhan manusia yang bisa diwujudkan oleh fashion (dalam hal ini jilbab).Umumnya para wanita muslim lebih memilih memakai jilbab modern/modifikasi karena mereka tertarik dengan berbagai macam model jilbab sekarang. Selain itu ada diantara mereka yang memakai jilbab modern untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sedangkan yang lainnya memakai jilbab modern karena tidak ingin dianggap kuno. Disini bisa dilihat bahwa para wanita muslim tersebut tidak ingin menjadi terasing dari lingkungannya, oleh sebab itu mereka memutuskan untuk memakai jilbab modifikasi karena lingkungan sekitar mereka juga memakai jilbab yang sama.Media massa juga turut andil dalam mempopulerkan berbagai macam model jilbab, sehingga akhirnya banyak wanita yang tertarik untuk memakai jilbab sebagai busana sehari-hari mereka. Tren fashion berjilbab sekarang yang banyak dipengaruhi oleh hijabers community sudah sangat bagus dan maju dibandingkan fashion berjilbab sebelum adanya hijabers community. Meskipun sudah bagus dan berkembang pesat, namun ada beberapa orang yang memakai jilbab hanya untuk menonjolkan kekayaan dan status sosial saja. Selain itu tren fashion berjilbab ini seringkali disalah artikan oleh sebagian masyarakat, dengan seringnya dilihat wanita berjilbab namun memakai pakaian ketat. Tren fashion berjilbab ala hijabers ini sebenarnya juga lebih ditujukan untuk kalangan menengah ke atas, sebab tren fashion yang mereka bawa termasuk tren fashion yang mahal.Media massa memiliki kemampuan untuk membentuk konstruksi sosial, dalam hal ini konstruksi sosial tentang wanita berjilbab. Selama ini konstruksi sosial yang ditampilkan oleh media massa tentang wanita berjilbab menimbulkan citra positif di masyarakat, karena oleh media massa wanita berjilbab sekarang ini tidak lagi dicitrakan sebagai wanita kuno dan ketinggalan jaman, melainkan sebagai wanita yang cantik dan modis. Selain itu berbagai pemberitaan tentang kegiatan positif yang dilakukan oleh komunitas wanita berjilbab juga menambah citra positif tentang wanita berjilbab. Hal-hal yang demikian akhirnya menumbuhkan ketertarikan bagi para wanita untuk memakai jilbab.Pada umumnya sebaran konstruksi sosial media massa menggunakan model satu arah, di mana media menyodorkan informasi sementara konsumen media tidak memiliki pilihan lain selain mengonsumsi informasi itu. Model satu arah ini terutama terjadi pada media cetak. Sedangkan media elektronik khususnya radio bisa dilakukan dua arah (Bungin, 2008: 198). Konstruksi sosial media massa yang berlangsung satu arah ini membuat media cetak seperti majalah dan buku tidak terlalu diminati oleh para wanita muslim dalam mencari informasi tentang tren fashion berjilbab. Hal ini karena para wanita muslim sebagai penerima pesan hanya bisa menerima pesan dari media tersebut, tanpa bisa memberi tanggapan langsung atas pesan yang ia terima.Dalam perkembangan tren fashion berjilbab sekarang ini, internet menjadi media yang paling banyak digunakan oleh para wanita berjilbab untuk mencari informasi dan referensi tentang jilbab. Internet tampaknya telah menggeser peran media massa cetak dan media elektronik lainnya seperti televisi dan radio. Hal ini juga dilakukan oleh para wanita berjilbab yang lebih sering mengakses internet dibandingkan dengan membaca majalah, ataupun menonton televisi.Mereka lebih suka mengikuti perkembangan tren fashion berjilbab melalui internet karena ia memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh media massa lain seperti majalah dan televisi. Keunggulan utama dari internet adalah kemudahan akses, dimana hampir semua orang yang memiliki komputer bisa masuk kejaringan. Dengan beberapa kali klik tombol mouse, kita akan masuk ke lautan informasi dan hiburan yang ada di seluruh dunia. (Vivian, 2008: 262). Terlebih lagi sekarang ini koneksi internet tidak hanya tersedia melalui jaringan kabel yang hanya bisa diakses melalui komputer saja. Jaringan internet nirkabel pun sekarang telah bisa dinikmati melalui perangkat laptop ataupun ponsel. Hal ini tentu saja menambah kemudahan akses internet untuk dipakai dimana saja.Internet juga memiliki kelebihan lain yang tidak dimiliki oleh media massa lainnya, yaitu bersifat interaktif. Interaktif disini memiliki arti bahwa internet punya kapasitas untuk memampukan orang berkomunikasi, bukan sekadar menerima pesan belaka, dan mereka bisa melakukannya secara real time. (Vivian, 2008: 263). Meskipun media elektronik seperti televisi dan radio sekarang ini juga bisa bersifat interaktif, namun interaksi antara media massa dan audience mereka tidak bisa berlangsung setiap waktu. Berbeda dengan internet dimana penerima pesan/audience bisa memberi tanggapan sewaktu-waktu.Dari berbagai macam situs internet yang ada dan menjadi referensi dalam mengikuti perkembangan tren fashion berjilbab, situs berbagi video youtube adalah situs yang paling sering diakses oleh para wanita berjilbab ini. Youtube menjadi pilihan karena ia memiliki kelebihan dibanding situs internet lain yang kebanyakan hanya berisi tulisan dan gambar. Youtube menawarkan konten audio visual yang menarik sama seperti televisi, ditambah dengan segala kelebihan internet yang melekat padanya. Ditambah lagi konten audio visual yang ada di youtube bisa diunduh dan disimpan, untuk nantinya disaksikan pada lain waktu. Kelebihan inilah yang tidak dimiliki oleh televisi yang membuat youtube lebih unggul, meskipun keduanya sama-sama memiliki konten audio visual.Media-media yang menjadi referensi para wanita berjilbab memberi pengaruh kepada jilbab yang mereka pakai, meskipun tingkat pengaruhnya berbeda-beda. Mereka cenderung selektif dalam mengambil/menggunakan konten dari sebuah media. Seberapapun jernih dan jelasnya pesan, orang mendengar dan melihatnya secara egosentris. Fenomena ini dikenal sebagai selective perception(Vivian, 2008: 478). Selektifitas para wanita berjilbab dalam menggunakan konten media massa yang mereka pakai untuk mencari informasi tentang jilbab, terlihat dari sebagian dari mereka yang hanya mengambil tutorial berjilbab yang ada di media massa, namun tidak berusaha untuk menirunya secara persis dan sama.Penutup Alasan utama para wanita muslim memakai jilbab adalah untuk menjalankan perintah agama. Dalam keputusan untuk memakai jilbab tersebut ada berbagai faktor yang mempengaruhi mereka, faktor-faktor tersebut adalah kesadaran dari dalam diri sendiri dan lingkungan sekitar. Para wanita ini memakai jilbab untuk menunjukkan identitas diri mereka sebagai seorang wanita muslim, karena di Indonesia jilbab identik dengan Islam.Ada beberapa pesan komunikasi yang ingin disampaikan oleh para wanita muslim melalui jilbabnya. Pesan-pesan tersebut adalah jilbab yang dipakai digunakan sebagai batasan diri dalam pergaulan agar tidak berlaku yang tidak baik. Jilbab juga dijadikan simbol perubahan diri menjadi orang yang lebih baik, dibanding sebelum memakai jilbab. Selain itu sebagai wanita berjilbab mereka juga ingin menyampaikan bahwa wanita berjilbab juga bisa tampil modis dan fashionable, dan tetap aktif dengan berbagai macam kegiatan tanpa terganggu jilbab yang mereka pakai.Internet adalah media massa yang paling sering digunakan oleh para wanita berjilbab untuk mencari informasi tentang tren fashion berjilbab, dan situs yang paling sering diakses adalah youtube. Mereka memilih internet karena kemudahan akses dimana saja, dan youtube dipilih karena youtube menawarkan konten audio visual yang menarik sama seperti televisi, ditambah dengan segala kelebihan internet yang melekat padanya. Selain itu daya tarik utama youtube adalah konten media tersebut yang bisa diunduh, sehingga bisa ditonton lagi sewaktu-waktu.Daftar Pustaka Barnard, Malcolm. 2011. Fashion Sebagai Komunikasi : Cara mengkomunikasikan identitas sosial, seksual, kelas, dan gender. Diterjemahkan oleh: Idy Subandy Ibrahim & Drs. Yosal Iriantara, Ms. Yogyakarta: Jalasutra. Bungin, Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Kuswarno, Engkus. 2009. Metode Penelitian Komunikasi Fenomenologi: Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjajaran.Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa. Diterjemahkan oleh: Tri Wibowo B.S. Jakarta: Kencana Prenada GroupWoodward, Kath. 2002. Understanding Identity. London: ArnoldJurnalCrane, D, & Bovone, L. 2006. Approaches to Material Culture: The Sociology of Fashion and Clothing. PoeticsSumber InternetKriswanti, Wida. 2012. Hijabers Community: Bermula dari Acara Buka Puasa di Mall. (http://www.tabloidbintang.com/gaya-hidup/hobi/56493-hijabers-community-bermula-dari-acara-buka-puasa-di-mal.html; diakses pada 2 Oktober 2012) Reswari, Arnova. 2013. Jilbab Syar’i = Jilbab Paling Modis Sepanjang Zaman. (http://www.dakwatuna.com/2013/05/13/33127/jilbab-syari-jilbab-paling-modis-sepanjang-zaman/#ixzz2ZYcppqlC; diakses pada 15 Juli 2013)Thea. 2012. 7 Artis yang Kini Berjilbab. (http://jogja.tribunnews.com/2012/07/20/7-artis-yang-kini-berjilbab; diakses pada 2 Oktober 2012)      
Hubungan Intensitas Menonton Film Animasi dan Peran Orangtua Sebagai Gatekeeper terhadap Tingkat Agresivitas Anak Marcia Julifar Ardianto; Tandiyo Pradekso; Sri Widowati Herieningsih
Interaksi Online Vol 2, No 1: Januari 2014
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (199.516 KB)

Abstract

Hubungan Intensitas Menonton Film Animasi dan Peran Orangtua SebagaiGatekeeper terhadap Tingkat Agresivitas AnakABSTRAKSaat ini banyak film animasi yang ditayangkan untuk anak-anak dan pada jammenonton anak. Film animasi tersebut tidak hanya ditayangkan di televisi nasional saja,bahkan televisi berlangganan pun mempunyai beberapa channel yang khususmenayangkan film animasi. Akan tetapi, tidak semua film animasi mengandung muatanpositif. Film animasi yang mengandung muatan-muatan negatif, dikhawatirkan dapatmemicu perilaku agresif pada anak. Faktor yang mempengaruhi tingkat agresivitas anakantara lain intensitas menonton film animasi dan peran orangtua sebagai gatekeeper.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara intensitasmenonton film animasi terhadap tingkat agresivitas anak yang disertai dengan peranorangtua sebagai gatekeeper. Teori yang digunakan adalah teori belajar sosial (sociallearning theory) dan parental mediation theory. Tipe penelitian yang digunakan dalampenelitian ini adalah tipe eksplanatori dengan pendekatan metode penelitian kuantitatif.Populasi penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas 4, 5, dan 6 di kota Semarang.Teknik pengambilan sampel menggunakan multistage random sampling dengan sampelsebanyak 73 responden.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antaraintensitas menonton film animasi terhadap tingkat agresivitas anak dengan signifikansi0,04 dan terdapat hubungan yang negatif antara peran orangtua sebagai gatekeeperterhadap tingkat agresivitas anak dengan signifikansi 0,521. Akan tetapi terdapathubungan yang positif antara intensitas menonton film animasi dan peran orangtuasebagai gatekeeper terhadap tingkat agresivitas anak dengan signifikansi 0,021.Persentase sumbangan variabel intensitas menonton film animasi dan variabel peranorangtua sebagai gatekeeper terhadap variabel tingkat agresivitas anak sebesar 10,4%.Saran bagi Komisi Penyiaran Indonesia, hendaknya bisa membatasi penayanganfilm animasi yang mengandung muatan negatif. Bagi penelitian selanjutnya disarankanuntuk melakukan penelitian dengan variabel yang berbeda, misalnya intensitaskomunikasi interpersonal, pola asuh orangtua, atau faktor demografis, karenavariabel-variabel tersebut dimungkinkan bisa mempengaruhi tingkat agresivitas anak.Kata kunci : intensitas menonton film animasi; peran orangtua sebagai gatekeeper;tingkat agresivitas anakABSTRACTToday there’s a lot of animated films are aired for the children and in thechildren’s spare time. The animated film is not only aired on national television,but also in subscription television that have channels that broadcast animatedfilms. However, not all animated films contains positive values. Animated filmsthat contained negative values, it is feared could trigger aggressive behavior inchildren. Factors that affected the level of children’s aggressivity include theintensity of watching animated films and the parent’s role as gatekeeper.The purpose of this study was to recognize the relationship between theintensity of watching the animated films and the parent’s role as gatekeeper andthe level of children’s aggressivity. The theory that is used is the social learningtheory and parental mediation theory. This type of research used in this study isthe explanatory type with quantitative research method approach. The populationof this research were primary school childrens grades 4, 5, and 6 in Semarang.The sampling technique was multistage random sampling with the sample of 73respondents.The results showed that there was a realtionship between the intensity ofwatching the animated movie and the level of children’s aggresivity with asignificance level of 0,04, and also a relationship between the parent’s role asgatekeeper and the level of children’s aggressivity with a significance level of0,521. However, there’s a relationship between the intensity of watching animatedmovie and the parent’s role as gatekeeper and the level of children’s aggresivitywith a significance level of 0.021. The contribution from independence variableand intervening variable toward dependence variable are 10,4%The suggestion for Komisi Penyiaran Indonesia is to limit the animatedfilms with negative values. To the next research, it is suggested to do a researchwith different variables, such as interpersonal communication intensity, parent’sparenting method, or children’s demographic factors, because these variables canalso influence the level of children’s aggressiveness.Keywords: the intensity of watching the animated films;parent’s role asgatekeeper; levels of children’s aggressivity1. PENDAHULUANFilm animasi merupakan tayangan TV bergenre program anak yang mempunyaipersentase paling besar dibandingkan tayangan anak lainnya. Ironisnya, tidaksedikit film animasi yang ditayangkan mengandung lebih banyak muatan negatif,seperti kekerasan, mistik, dan seks.Menurut Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) terdapat tigakategori tayangan televisi untuk anak, yaitu : a). Aman: kategori tayangan yangtidak hanya menghibur bagi anak, tapi juga memberikan manfaat lebih, sepertipendidikan, motivasi, mengembangkan sikap percaya diri dan penanamannilai-nilai positif dalam kehidupan (persahabatan, penghargaan terhadap dirisendiri dan orang lain, kejujuran). b). Hati-hati : tayangan yang relatif seimbangantara muatan positif dan negatif. c). Bahaya : tayangan yang mengandung jauhlebih banyak muatan negatif daripada muatan positif.Di Indonesia pada tahun 2010, menurut YPMA tayangan anak berlabelmerah masih 30%, idealnya 70% adalah aman, padahal angka 30% tersebut belumtermasuk tayangan berkategori hati-hati. Menurut Wayne Danielson dalamNational Television Violence Study 1995-1997, disimpulkan bahwa anak-anaklebih rawan daripada orang dewasa ketika menonton kekerasan. Anak-anak yangmemiliki kecenderungan untuk meniru apa yang dilihat, mempunyaikemungkinan untuk meniru adegan kekerasan di televisi (Vivian, 2008 : 487).Salah satu penyebab anak melakukan kekerasan, menurut Ketua KomnasPerlindungan anak adalah adegan kekerasan yang dipertontonkan pada anak.Adegan kekerasan tersebut menjadi role model bagi anak yang kemudiandiaplikasikan anak dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan anak senangmeniru apa yang dilihatnya(http://m.merdeka.com/jakarta/tawuran-pelajar-dampak-adegan-kekerasan-yang-dilihat-remaja.html. diakses pada tanggal 12 April 2013).Orangtua sebagai pembimbing anak saat menonton televisi sangatlahpenting. Orangtua perlu menyeleksi program-program, menghidupkan hanya padaacara tertentu, melakukan diet televisi, juga mengajari anak untuk mengkritisiacara yang ada di televisi. Selain itu, orangtua pun harus tahu banyak mengenaiacara apa saja yang berkaitan dengan anak (Hidayati, 1998 : 90). Peran orangtuasebagai gatekeeper dilihat sebagai penyaring dan pengontrol tayangan televisiyang ditonton anak. Gatekeeper dapat berupa seseorang atau sekelompok yangdilalui suatu pesan dalam perjalanannya dari pengirim ke penerima. Fungsi utamagatekeeper adalah menyaring pesan yang diterima seseorang (DeVito, 1997:530).Hal ini dapat dilakukan orangtua dengan memberi batasan mana yang ditontonoleh anak dan mana yang tidak, serta mendampingi dan memberi penjelasanmengenai adegan atau peristiwa yang ada dalam film kepada anak.Perumusan masalahApakah terdapat hubungan antara intensitas menonton film animasi dan peranorang tua sebagai gatekeeper dengan tingkat angresivitas anak-anak?Tujuan penelitianUntuk mengetahui hubungan intensitas menonton film animasi dan peranorangtua sebagai gatekeeper dengan tingkat agresivitas anak.Kerangka teoriTeori belajar sosial oleh Bandura mengatakan bahwa kita belajar denganmengamati apa yang dilakukan oleh orang lain. Melalui belajar observasi(modeling atau imitasi), kita secara kognitif mempresentasikan tingkah laku oranglain dan kemudian mungkin meniru tingkah laku tersebut (Santrock, 2003 : 53).J. L. Singer menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara parentalmediation, tingkat agresivitas anak, dan seringnya anak menonton televisi. Anakprasekolah yang jarang menonton televisi menunjukkan tingkat agresivitas danparental mediation yang rendah. Anak yang sering menonton televisi denganorangtua yang melakukan parental mediation menunjukkan tingkat agresivitasyang lebih rendah daripada anak yang sering menonton televisi dengan orangtuayang jarang melakukan parental mediation (Moeller, 2001 : 144).Parental mediation merupakan mediasi yang dilakukan orangtua pada anakmengenai televisi. Parental mediation diuraikan sebagai salah satu cara yangpaling efektif dalam mengatur pengaruh televisi pada anak. Terdapat tiga bentukparental mediation menurut Nathanson (Mendoza, 2009 : 30), antara lain:Coviewing mediation (orangtua menonton televisi dengan anak tanpa adanyadiskusi), Restrictive mediation (orangtua menetapkan aturan dan batasan padakonsumsi televisi anak, termasuk jenis program dan isi dari televisi), Activemediation (orangtua mendiskusikan dengan anak mengenai apa yang dilihat ditelevisi).Geometri Hubungan Antar VariabelHipotesis· Terdapat hubungan yang positif antara intensitas menonton film animasi(X1) terhadap tingkat agresivitas anak (Y). Semakin tinggi intensitasmenonton film animasi akan menyebabkan semakin tingginya tingkatagresivitas anak.· Terdapat hubungan yang positif antara peran orangtua sebagai gatekeeper(X2) terhadap tingkat agresivitas anak (Y). Semakin tinggi peran orangtuasebagai gatekeeper akan menyebabkan semakin rendahnya tingkatagresivitas anak.· Terdapat hubungan yang positif antara intensitas menonton film animasi(X1) dan peran orangtua sebagai gatekeeper (X2) terhadap tingkatagresivitas anak (Y).MetodologiTipe / jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplanatori.Populasi dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas 4, 5 dan 6 di kotaSemarang yang tersebar di 16 subrayon. Untuk penelitian ini menggunakanmultistage random sampling dengan teknik pengambilan sampel menggunakansimple random sampling, jumlah sampel yang diperoleh adalah 73 siswa.INTENSITASMENONTON FILMANIMASI (X1)PERAN ORANGTUASEBAGAIGATEKEEPER (X2)TINGKATAGRESIVITASANAK(Y)2. HASIL PENELITIANFrekuensi Menonton Film Animasi Durasi Menonton Film AnimasiIndikator Peran Orangtua Sebagai GatekeeperPeran Orangtua Sebagai Gatekeeper Tingkat Agresivitas Responden3. PEMBAHASANHubungan X1 dengan YPengujian adanya hubungan intensitas menonton film animasi (X1) terhadaptingkat agresivitas anak (Y) didasarkan pada nilai korelasi yang diperoleh yaitu0,311, nilai korelasi mendekati angka 1 dengan signifikansi yang diperoleh, yaitusebesar 0,04, yang artinya lebih kecil dari 0,05, maka Ho ditolak. Sehinggahipotesis yang menyatakan bahwa intensitas menonton film animasi berpengaruhterhadap tingkat agresivitas anak diterima.Hubungan X2 dengan YPengujian adanya hubungan intensitas menonton film animasi (X1) terhadaptingkat agresivitas anak (Y) didasarkan pada nilai korelasi yang diperoleh yaitu -0,073, nilai korelasi mendekati angka 0, menunjukkan hubungan yang lemah.Signifikansi yang diperoleh, yaitu sebesar 0,521, yang artinya lebih besar dari0,05, maka Ho diterima. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa peranorangtua sebagai gatekeeper berpengaruh terhadap tingkat agresivitas anakditolak.Hubungan X1 dan X2 dengan YPengujian adanya pengaruh intensitas menonton film animasi dan peran orangtuasebagai gatekeeper terhadap tingkat agresivitas anak didasarkan pada signifikansiyang diperoleh, yaitu sebesar 0,021. Karena signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak.Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa intensitas menonton film animasi danperan orangtua sebagai gatekeeper berpengaruh terhadap tingkat agresivitas anakditerima. persentase sumbangan pengaruh variabel intensitas menonton filmanimasi dan peran orangtua sebagai gatekeeper terhadap variabel tingkatagresivitas anak sebesar 10,4%. Sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lainyang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.4. PENUTUPSimpulan1. Terdapat hubungan yang positif antara intensitas menonton film animasi (X1)terhadap tingkat agresivitas anak (Y). Semakin tinggi intensitas menontonfilm animasi, menyebabkan semakin tingginya tingkat agresivitas anak.2. Terdapat hubungan yang negatif antara peran orangtua sebagai gatekeeper(X2) terhadap tingkat agresivitas anak (Y). Tingkat agresivitas anak rendahwalaupun parental mediation yang dilakukan orangtua rendah.3. Terdapat hubungan yang positif antara intensitas menonton film animasi (X1)dan peran orangtua sebagai gatekeeper (X2) terhadap tingkat agresivitas anak(Y). Semakin tinggi intensitas menonton film animasi, semakin tinggi tingkatagresivitas anak, apabila peran orangtua sebagai gatekeeper rendah.SaranSecara teoriris, disarankan tidak hanya meneliti mengenai hubungan, tetapi jugapengaruh intensitas menonton film animasi. Peneliti selanjutnya juga bisamenambahkan variabel yang berbeda, misalnya intensitas komunikasiinterpersonal, pola asuh orangtua, atau faktor demografis, karena variabel-variabeltersebut dimungkinkan bisa mempengaruhi tingkat agresivitas anak.Secara praktis, untuk Komisi Penyiaran Indonesia adalah supaya bisa membatasipenayangan film animasi yang mengandung muatan negatif, dan memberikanklasifikasi tayangan pada film animasi yang ditayangkan.Secara sosial, untuk masyarakat khususnya orang tua agar lebih waspada terhadaptontonan anak, khususnya film animasi. Orangtua harus bisa memperhatikaninformasi yang dikonsumsi melalui program televisi beserta dampak negatifnyapada anak dengan memberikan bimbingan pada anaknya (parental mediation).Bagi orang tua yang memiliki kesibukan karena bekerja, sehingga tidak memilikiwaktu untuk selalu bisa menemani anak menonton televisi, sebaiknya bimbingankepada anak tetap dilakukan dengan melakukan restrictive mediation yaitumemberi aturan-aturan pada anak mengenai tayangan televisi. Selain itu, orangtuadapat melakukan coviewing mediation dan active mediation pada hari libur,seperti sabtu dan minggu.5. DAFTAR PUSTAKADeVito, Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta : Profesional BooksHidayati, Arini. 1998. Televisi dan Perkembangan Sosial Anak. Yogyakarta :Pustaka PelajarMendoza, Kelly. 2009. Journal of Media Literacy Education : Surveying ParentalMediation: Connections, Challenges and Questions for MediaLiteracyMoeller, Thomas G. 2001. Youth Aggresion and Violence: A PsychologicalApproachSantrock, John W. 2003. Adolescence : Perkembangan Remaja, Edisi 6. Jakarta :ErlanggaSilalahi, Laurel Benny Saron. 2012. Tawuran Pelajar, Dampak Adegan Kekerasanyang Dilihat Remaja dalamhttp://m.merdeka.com/jakarta/tawuran-pelajar-dampak-adegan-kekerasan-yang-dilihat-remaja.html . Diakses pada tanggal 12 April 2013Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa, Edisi Kedelapan. Prenada MediaGroup
Pengaruh Intensitas Menonton Televisi dan Pendampingan Orangtua dalam Menonton Televisi Terhadap Kedisiplinan Belajar Donik Agus Setiyanto; Nurist Surayya Ulfa; Sri Widowati Herieningsih; Tandiyo Pradekso
Interaksi Online Vol 3, No 3: Agustus 2015
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (258.777 KB)

Abstract

Televisi sudah menjadi kebutuhan utama masyarakat sekarang ini, hal ini terlihat dari jumlah pengguna televisi yang selalu meningkat setiap tahunnya. Kedisiplinan belajar anak dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan pendampingan orangtua yang baik dalam menonton televisi yang berperan besar didalam lingkungan keluarga juga memiliki peran dalam membentuk perilaku dan sikap anak untuk disiplin belajar.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas menonton televisi dan pendampingan orangtua dalam menonton televisi terhadap kedisiplinan belajar. Dasar pemikiran yang digunakan adalah displacement effect theory dan Parental mediation. Penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling. Sampel penelitian adalah anak berusia 12 – 14 tahun, dengan jumlah sebesar 138 siswa di SMP Negeri 5 Purwodadi.Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier sederhana dengan bantuan SPSS 22. Uji hipotesis antara intensitas menonton televisi menunjukkan hasil yang sangat signifikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,001 dan berpengaruh negatif terhadap kedisiplinan belajar. Sedangkan variabel pendampingan orang tua dalam menonton televisi menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,001 dan memiliki pengaruh yang positif terhadap kedisiplinan belajar. Kesimpulan dari uji hipotesis ini adalah semakin rendah intensitas menonton televisi maka semakin tinggi kedisiplinan belajar dan semakin tinggi pendampingan orangtua maka kedisiplinan belajar akan semakin tinggi.Saran yang dapat diberikan adalah orang tua sebagai pendidik di rumah sebaiknya mengarahkan anak untuk melakukan kegiatan atau aktivitas lain yang lebih positif dan bermanfaat seperti berolahraga, berinteraksi dengan teman sebaya dilingkungannya dan belajar sehingga dapat mengurangi intensitas menonton televisi.
Hubungan Terpaan Pemberitaan Korupsi di Televisi dan Pernyataan Presiden SBY di Televisi dengan Tingkat Kepercayaan Masyarakat pada Pemerintah LISTIANTO HINDRA PRAMONO; Sri Widowati Herieningsih; Tandiyo Pradekso
Interaksi Online Vol 2, No 2: April 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (147.938 KB)

Abstract

PENDAHULUAN Dewasa ini pers Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa dalam mengekspresikan kebebasan. Fenomena itu ditandai dengan munculnya media baru baik cetak maupun elektronik dengan berbagai kemasan dan segmen. Keberanian pers dalam mengkritik penguasa juga menjadi ciri baru pers Indonesia. Hal ini juga terlihat akhir-akhir ini ketika pers berani mengungkapkan kasus-kasus korupsi maupun skandal-skandal yang diduga melibatkan beberapa pejabat publik, menteri, anggota dewan sampai ketua partai, baik yang dilakukan sendiri maupun secara “berjamaah”, dari tingkat paling atas sampai ke tingkat paling bawah.Melalui peran media, kini kasus-kasus tersebut dapat diketahui oleh masyarakat luas. Media sekarang berani membongkar kompleksitas kasus korupsi dengan mencoba mengungkap keganjilan-keganjilan yang terjadi melalui liputan, tayangan, dan investigasi sendiri secara mendalam, sehingga pemberitaan yang disajikan terkadang kritis terhadap pemerintah. Dengan gencarnya pemberitaan tentang kasus-kasus korupsi di televisi yang semakin hari semakin marak, kredibilitas pemerintahan SBY benar-benar diuji. Hal tersebut sebenarnya bisa mengindikasikan seberapa seriuskah pemerintahan SBY jilid II ini dalam memberantas kasus-kasus korupsi. Selain itu, yang menarik dari kebebasan pers yang selama ini dinikmati, adalah tak luputnya sang kepala negara menjadi isu dan pemberitaan yang panas, seperti pernyataan-pernyataan SBY yang dimuat di media. Melalui media, pernyataan-pernyataan SBY ketika menyampaikan pidato di depan umum, terkadang di tanggapi beragam oleh media (dalam hal ini media televisi yang paling gencar).Menurut data yang dikutip dari detiknews.com (27/6/2011), riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada 2011, kepuasan publik atas kinerja Presiden SBY terus merosot. Menurut lembaga survey tersebut salah satu penyebabnya adalah sikap reaktif SBY jika sedang diserang isu di mana SBY menyampaikan kegelisahannya dengan curhat di depan publik. Selama ini, suka atau tidak suka, media televisi sebagai “opinion leader” telah membentuk interpretasi berdasarkan pandangannya bahwa pernyataan-pernyataan SBY tersebut merupakan “cuhat/curahan hati sang presiden”. Media menjustifikasi SBY sebagai “tukang curhat”, “lamban”, “kurang gesit”, “terlalu reaktif”, dan berbagai sebutan yang dapat melemahkan citra SBY.Namun, di Istana Negara pada Senin (8/10) malam, melalui pidatonya Presiden SBY menunjukkan keberanian dan ketegasan dalam bersikap. SBY yang kerap dianggap absen ketika terjadi konflik, kali ini hadir di saat kekisruhan antara KPK dan Polri semakin memanas. Pangkal persoalannya adalah ketika pemberitaan kasus korupsi simulator SIM ditubuh POLRI mulai melebar dan menjadi isu panas serta memunculkan istilah “Cicak vs Buaya Jilid II” dalam berbagai pemberitaan hingga menyulut pertikaian antara KPK dan POLRI.Sontak peristiwa tersebut juga diliput berbagai media termasuk televisi, bahkan berbagai stasiun televisi seperti Metro TV, TV One, TVRI menayangkan pidato tersebut secara penuh dan langsung. Pernyataan Presiden SBY tersebut memang ditunggu-tunggu. Banyak kalangan yang meminta agar konflik yang melanda dua institusi penegak hukum tersebut harus segera diakhiri dan presiden menepati janjinya untuk buka suara dalam menyelesaikan konflik ini. Dalam pidatonya tersebut Presiden SBY menyampaikan Lima Keputusan (solusi) Presiden soal konflik Polri dan KPK. Setelah pidato tersebut banyak kalangan dan masyarakat yang mengapresiasi/memuji substansi pidato tersebut, mereka menilai pidato tersebut cukup tegas. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi dan menimbulkan opini publik serta persepsi yang berbeda-beda dari para audiensnya.Penelitian ini hanya untuk menguji hipotesis di mana diasumsikan sementara bahwa terdapat hubungan antara terpaan pemberitaan korupsi di televisi dan terpaan pernyataan Presiden SBY di televisi dengan tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Namun tidak untuk mengetahui efektivitas atau pengaruh dari ketiga variabel di atas. Pembatasan penelitian kali ini hanya dilakukan terhadap masyarakat yang pernah terterpa pemberitaan korupsi di televisi, serta pernah menerima terpaan pernyataan Presiden SBY di televisi (dalam hal ini tentang pernyataan presiden SBY dalam menengahi konflik KPK-POLRI pada tanggal 8 Oktober 2012), serta yang telah berusia 18 tahun ke atas. Diharapkan pada pembahasan kita dapat mengetahui hubungan antara terpaan pemberitaan korupsi di televisi dan pernyataan Presiden SBY di televisi dengan tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah.PEMBAHASANTerdapat beberapa teori yang mendasari dari terbentuknya hipotesis di atas, yaitu:McQuail (1987: 263) menyatakan bahwa efek yang ditimbulkan oleh berita sendiri adalah kebanyakan efek yang ditimbulkannya berupa tambahan pengetahuan tentang informasi faktual berjangka waktu pendek; barangkali juga pembentukan cara pandang terhadap gambarandunia dan masyarakat yang berjangka waktu panjang, serta kerangka berfikir untuk menafsirkan makna pelbagai peristiwa. Berita memiliki kecenderungan yang normatif dan dirancang atau didayagunakan untuk membentuk dan menunjang nilai-nilai dan pandangan tertentuMenurut teori hierarki efek (Liliweri, 1991:39) secara umum terdapat tiga efek dari komunikasi massa, yaitu: (a) efek kognitif, pesan komunikasi massa mengakibatkan khalayak berubah dalam hal pengetahuan, pandangan, dan pendapat terhadap sesuatu yang diperolehnya; (b) efek afektif, di mana pesan komunikasi massa mengakibatkan berubahnya perasaan tertentu dari khalayak. Orang dapat menjadi lebih marah dan berkurang rasa tidak senangnya terhadap sesuatu akibat membaca surat kabar, mendengarkan radio, atau menonton televisi; (c) efek konatif, akibat pesan komunikasi massa mengakibatkan orang mengambil keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.Sedangkan terpaan sendiri, menurut pendapat Shore (Kriyantono, 2006: 204-205), lebih dari sekedar mengakses media. terpaan tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisik cukup dekat dengan kehadiran media massa, akan tetapi apakah seseorang itu benar-benar terbuka terhadap pesan-pesan media massa tersebut. Terpaan merupakan kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan-pesan media massa ataupun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut yang dapat terjadi pada tingkat individu maupun kelompok.Menurut Baldoni (Kaban, 2009:51) keberhasilan seorang pemimpin, termasuk presiden, sesungguhnya sangat ditentukan oleh kepiawaiannya berkomunikasi, karena melalui komunikasi, pemimpin membangun trust (kepercayaan) kepada rakyat atau pengikutnya. Pernyataan-pernyataan Presiden SBY yang dikutip oleh media tersebut adalah bagian dari naskah/teks pidatonya sebagai kepala negara, di mana pidato sendiri dapat digolongkan sebagai sebuah retorika politik. Heryanto dan Zarkasy dalam bukunya Public Relations Politik (2012:118) mendefinisikan retorika politik sebagai seni berbicara pada khalayak politik dalam upaya mempengaruhi khalayak tersebut agar sesuai dengan apa yang diinginkan oleh komunikator politik.Secara konseptual, ketiga variabel pada penelitan ini memiliki definisi sebagai berikut:1. Terpaan pemberitaan korupsi di televisiKemampuan seseorang untuk menceritakan/menjelaskan kembali pemberitaan tentang korupsi di televisi tersebut setelah mereka melakukan kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan-pesan pemberitaan tentang korupsi di televisi.2. Terpaan pernyataan Presiden SBY di televisiKhalayak, dalam hal ini masyarakat, menonton televisi kemudian terkena terpaan pernyataan Presiden SBY sehingga mereka mampu untuk menceritakan/menjelaskan kembali pesan-pesan yang terkandung dalam terpaan pernyataan tersebut.3. Tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintahAdalah penilaian masyarakat terhadap kemampuan pemerintahan SBY dalam menerapkan dan menjalankan sejumlah program aksi prioritas yang merupakan rumusan dan penjabaran yang lebih operasional dari Visi dan Misi pemerintah 2009-2014.Dalam penelitian ini, terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk mencari tahu varibel terpaan pemberitaan korupsi di televisi, pernyataan Presiden SBY di televisi, dan tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah.1. Terpaan pemberitaan korupsi di televisiMerupakan kemampuan khalayak menjelaskan kembali pemberitaan tentang korupsi di televisi. Variabel ini diukur dengan melihat seberapa jauh pemahaman/pengetahuan responden/khalayak terhadap kasus-kasus korupsi yang diberitakan di televisi.Tolok ukur:a. pemahaman/pengetahuan responden/khalayak terhadap pemberitaan tentang kasus-kasus korupsi :- Korupsi Al Qur’an- Korupsi Sport Centre Hambalang- Korupsi Simulator SIM- Korupsi Suap Bupati Buol- Korupsi Wisma Atlet di Palembangb. siapa pelaku dan siapa saja yang terlibat2. Terpaan pernyataan Presiden SBY di televisiTerpaan pernyataan Presiden SBY di televisi diukur dengan indikator:Pengetahuan responden/khalayak mengenai pemberitaan tentang pernyataan pernyataan SBY. Tolok ukurnya adalah khalayak/masyarakat mengetahui dan bisa menerangkan kembali isi pesan pernyataan Presiden SBY di televisi, pada pernyataan SBY tentang konflik KPK-POLRI.3. Tingkat Kepercayaan Masyarakat pada PemeritahVariabel ini diukur dengan indikator:Kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintahan SBY Jilid II dalam menerapkan dan menjalankan :a. Program Aksi Perbaikan dan Pelaksanaan Tata Kelola Pemerintahan yang BaikTolok ukurnya:1) Kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintahan SBY Jilid II dalam melakukan pengawasan kinerja dan dampak reformasi, termasuk pemberantasan korupsi dan penerapan disiplin dan hukuman yang tegas bagi pelanggaran sumpah jabatan, aturan, disiplin, dan etika kerja birokrasi. (Misalnya: Pemerintah dalam hal ini Presiden SBY berani menegur bahkan mencopot pejabat yang melanggar sumpah jabatan /termasuk terlibat korupsi).2) Kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintahan SBY Jilid II dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas layanan pemerintahan dengan perumusan standar pelayanan minimum yang diketahui masyarakat beserta pemantauan pelaksanaannya oleh masyarakat (misalnya: perekrutan pegawai/tender sampai pengangkatan pejabat struktural dalam sebuah lembaga/ departemen/pemerintah daerah dilaksanakan secara transparan dan akuntabel sehingga dapat dipantau masyrakat luas).b. Program aksi Penegakan HukumTolok ukurnya:1) Kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintahan SBY Jilid II dalam memperbaiki law enforcement (misal: memperbaiki mutu dan integritas aparat penegak hukum baik di Kepolisian, Kejaksaan maupun Pengadilan)2) Kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintahan SBY Jilid II dalam meninjau ulang dan memperbaiki peraturan yang menyangkut penegakan hukum termasuk pengaturan hak-hak polisi, peraturan-peraturan pelaporan, dan aturan pelayanan dari aparat penegak hukum. (misal: membuat aturan main/peraturan perundang-undangan yang tegas termasuk terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh oknum penegak hukum serta memberi jaminan kepastian hukum dan keadilan bagi semua)3) Kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintahan SBY Jilid II dalam melakukan pencegahan dan penindakan korupsi secara konsisten dan tanpa tebang pilih.Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatori, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menguji hipotesis mengenai hubungan kausal antar variabel yang diteliti, yaitu hubungan antara terpaan pemberitaan korupsi di televisi (X1) dan terpaan pernyataan presiden SBY di televisi (X2) dengan tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah (Y). Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang pernah melihat pemberitaan korupsi di televisi, serta pernah menerima terpaan pernyataan Presiden SBY di televisi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 40 orang, dengan teknik sampling yang digunakan adalah nonprobability sampling (metode tak acak) dengan proses sampling purposif. Sampling purposif adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kriteria yang telah dirumuskan terlebih dahulu oleh peneliti. Teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian.Digunakan analisis yang bersifat kuantitatif untuk menguji hubungan antara terpaan pemberitaan korupsi di televisi dan terpaan pernyataan presiden SBY di televisi (variable X) dengan tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah (variabel Y). Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif dengan uji statistik yang menggunakan analisis koefisien korelasi dan konkordansi Rank Kendall dengan menggunakan perhitungan dengan program SPSS (Statistical Product and Service Solution).Hasil dari penelitian ini, menyatakan bahwa terpaan pemberitaan korupsi di televisi ternyata tidak berhubungan terhadap tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Hal ini dibuktikan berdasarkan perhitungan melalui uji statistik di mana diperoleh probabilitas kesalahan (sig) sebesar 0,805 dan koefisien korelasi sebesar -0,037. Oleh karena sig sebesar 0,805 > 0,05; maka kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa menolak hipotesis alternatif (Ha) dan menerima hipotesis nol (Ho). Pernyataan presiden SBY di televisi ternyata berhubungan terhadap tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Hal ini berdasarkan data uji hipotesis, diperoleh probabilitas kesalahan (sig) sebesar 0,050 dan koefisien korelasi sebesar -0,294. Oleh karena sig sebesar 0,050 = 0,05 (tidak lebih besar dari 0,05); maka kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa menerima hipotesis alternatif (Ha) dan menolak hipotesis nol (Ho). Sedangkan apabila ketiganya dikaitkan dengan uji Konkordansi Kendall ternyata hasil penelitianmenunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara terpaan pemberitaan korupsi di televisi dan pernyataan presiden SBY di televisi dengan tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah,Jadi artinya bahwa ketika terpaan pemberitaan korupsi di televisi tinggi dan terpaan pernyataan presiden SBY di televisi (dalam hal ini pernyataan Presiden SBY dalam pidatonya tentang konflik KPK-POLRI) tinggi maka tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah cenderung rendah.Berdasarkan uji statistik didapati bahwa ternyata tidak terdapat hubungan antara terpaan pemberitaan korupsi di televisi dengan tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah, hal ini bisa dijelaskan dengan menggunakan teori perbedaan-perbedaan individu mengenai pengaruh komunikasi massa (the individual differences theory of mass communication effect), di mana menurut teori ini bahwa tiap individu tidak sama perhatiannya, kepentingannya, kepercayaannya maupun nilai-nilainya, maka dengan sendirinya selektivitas mereka terhadap komunikasi massa juga berbeda (Liliweri, 1991:106). Bahkan menurut De Fleur (Liliweri, 1991:105) menambahkan bahwa setiap individu memilki kepribadian masing-masing yang akan mempengaruhi juga perilaku mereka dalam menanggapi sesuatu.Setelah dilakukan pencarian dan pengolahan data, diperoleh hasil bahwa terdapat kecenderungan hubungan negatif antara terpaan pernyataan presiden SBY di televisi dengan tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Hasil tersebut cukup beralasan karena meskipun dalam kenyataannya banyak kalangan yang menilai pidato SBY kali ini cukup baik (karena dari poin-poin yang disampaikan SBY yang berpihak pada keinginan publik dan media), namun timing/waktu SBY yang tidak cepat (terkesan terlambat) dalam memberikan pernyataan dalam menengahi konflik KPK-POLRI, membuat persepsi masyarakat terhadap kinerja pemerintah menjadi negatif. Seperti yang dingkapkan Priyatno Harsasto, Pengajar Universitas Diponegoro, Semarang dalam tanggapannya mengenai konflik KPK-Polri terkait kasus simulator SIM ini, bahwa menurutnya keterlambatan dalam mengambil keputusan, hanya akan menimbulkan kesan bahwa Presiden kurang berpihak pada upaya pemberantasan korupsi. (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/10/09/mbluo0-pernyataan-presiden-dinilai-terlambat).Artinya ada penanganan manajemen krisis yang lamban oleh pemerintah. Kekisruhan hukum dan politik dalam kasus KPK-POLRI “jilid II” dengan mempertontonkan dramaturgi sosok penguasa dan penegak hukum yang saling antagonistik di ruang publik melalui media inijustru semakin memberikan banyak pengetahuan masyarakat akan apa yang sebenarnya terjadi pada kasus tersebut. Pemberitan tersebut menjadi isu panas, dan selalu menempati menu pemberitaan utama media dalam waktu yang cukup lama (frekuensi penayangan/pembahasan yang sering). Dengan berlarut-larutnya konflik pada akhirnya justru semakin meneguhkan kesan kekurangseriusan pemerintah dalam menangani kasus korupsi.Hal tersebut sesungguhnya juga tak bisa dilepaskan dari citra/image negatif SBY yang selama ini melekat pada dirinya. Melalui media, SBY memang sering digambarkan sebagai seorang presiden yang “peragu”, “tukang curhat”, “lamban”, “kurang gesit”, “terlalu reaktif”, “mementingkan pencitraan” dan berbagai sebutan minor lainnya. Hal ini sebenarnya menyiratkan bahwa komunikasi politik yang dilakukan SBY melalui pidato/pernyataannya di media mengalami apa yang disebut oleh Liliweri (1991:27) sebagai hambatan prasangka. Menurut Rose (Liliweri, 1991:27) prasangka merupakan suatu sikap dari seseorang yang mencurigai orang lain dengan membanding-bandingkannya dengan diri sendiri atau orang lain yang lain yang mengarah kepada suatu perasaan yang negatif. Kalau saja hal ini terjadi maka setiap pesan yang disampaikan oleh seseorang, ataupun komunikator dalam komunikasi tidak dipercayai karena penerima telah mempunyai sikap apriori terlebih dahulu.Melalui hasil pencarian dan pengolahan data dalam penelitian ini ternyata membuktikan bahwa terdapat hubungan antara terpaan pemberitaan korupsi di televisi dan pernyataan presiden SBY di televisi dengan tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah, namun begitu arah hubungan pada variabel terpaaan pernyataan presiden SBY dan tingkat kepercayaan memiliki arah kecenderungan hubungan negatif. Kedua variabel tersebut merupakan faktor yang mendorong rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan SBY kali ini, yaitu dalam menjalankan visi misi seperti yang diusungnya dalam memenangkan Pemilu 2009, di antaranya mewujudkan good governance melalui perbaikan dan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik serta penegakan hukum. Rakhmat (2001:130) menyatakan bahwa ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya, yaitu: menerima, empati dan kejujuran.Masyarakat menilai bahwa pemerintahan SBY tidak memiliki ketiga hal tersebut, melalui gencarnya pemberitaan tentang korupsi menandakan bahwa tidak adanya kejujuran dalam penyelenggaraan pemerintahan, serta keseriusan dalam memberantas praktek-praktek korupsi. Selain itu pidato/pernyataan-pernyataan SBY selama ini (yaitu pernyataan SBY tentang konflikKPK-POLRI) yang merupakan bentuk empati terhadap keinginan masyarakat di mana pernyataan SBY dalam pidato ini sesungguhnya merupakan bentuk komitmen pemerintahan SBY Jilid II ini dalam upaya pemberantasan korupsi, karena poin-poin dalam pidato tersebut sesungguhnya mencerminkan keberpihakan SBY pada keinginan masyarakat, namun ternyata juga tak diterima dengan baik oleh masyarakat.PENUTUP1. Terpaan pemberitaan korupsi di televisi ternyata tidak berhubungan terhadap tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah.2. Terdapat hubungan negatif antara pernyataan Presiden SBY di televisi dengan tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah.3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata terdapat hubungan negatif antara terpaan pemberitaan korupsi di televisi dan pernyataan presiden SBY di televisi dengan tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah, Jadi artinya bahwa ketika terpaan pemberitaan korupsi di televisi tinggi dan terpaan pernyataan presiden SBY di televisi (dalam hal ini pernyataan Presiden SBY dalam pidatonya tentang konflik KPK-POLRI) tinggi maka tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah cenderung rendah.SARAN1. Media massa dapat berperan penting dalam membongkar korupsi, dalam keadaan seperti ini media diharapkan dapat menjadi fasilitas penyampaian informasi serta menegakkan transparansi. Karena jika kurang adanya transparansi, hal ini akan menyebabkan buruknya kinerja aparat pemerintah dan penyebab maraknya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Untuk itu media massa dalam hal ini televisi diharapkan mampu memberikan informasi yang objektif, faktual dan tanpa bertendensi, maka check and rechek, akurasi, keberimbangan dan independensi harus selalu dilakukan semua perusahaan media massa (televisi) di Indonesia dalam sebuah produksi pemberitaan termasuk menyangkut sebuah opini dan perspektif atas suatu kasus. Selain itu dengan semakin banyak publikasi dan pemberitaan tersebut nantinya diharapkan akan memberikan beban bagi pemerintah untuk membuktikan itikadnya.2. Bagi presiden SBY disarankan untuk perlu memperbaiki citra/kredibilitasnya, yaitu dengan lebih membuktikan keseriusanya pada masyarakat dalam melaksanakan visi misi pemerintahannya yang dulu diusungnya dalam memenangkan Pemilu 2009, di antaranyamewujudkan good governance melalui perbaikan dan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik serta penegakan hukum. Perlu juga dicatat bahwa bebagai strategi komunikasi politik dalam rangka untuk meningkatkan citra akan sia-sia jika tidak disertai dengan kinerja nyata dari pemerintah. Dalam kaitannya dengan kegiatan komunikasi politik terutama berkaitan dengan pidato di depan umum/media, yang perlu diperhatikan adalah bahwa tindakan retorika tidak hanya cukup berbekal argumen yang meyakinkan belaka melainkan juga harus mampu menampilkan sosok komunikator sebagai komunikator yang kredibel dan terpercaya.3. Pemerintah dalam hal ini presiden SBY harus cepat dalam mengambil keputusan, termasuk dalam memberikan pernyataan melalui pidato dengan tujuan memberikan penjelasan kepada publik sekaligus sebagai instruksi bagi penanganan kasus tersebut. Hal ini didasarkan pada kasus korupsi Simulator SIM yang berujung pada konflik KPK-POLRI serta kaitannya dengan pidato/pernyataan SBY terkait konflik tersebut, ini membuktikan bahwa krisis yang berlarut-larut justru akan menjadi bahan konsumsi/sorotan publik melalui media massa, sehingga akan berpengaruh terhadap kredibilitas pemerintah di mata masyarakat, untuk itu perlu adanya manajemen krisis yang tepat dan cepat dari pemerintah dalam hal ini presiden selaku pimpinan.DAFTAR PUSTAKAArifin, Anwar. 2011. Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha IlmuFahmi, A. Alatas. 1997. Bersama Televisi Merenda Wajah Bangsa. Jakarta: YPKMDHamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta: GranitHeryanto, Gun Gun dan Irwa Zarkasy. 2012. Public Relations Politik. Bogor: Ghalia IndonesiaKartono, Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung : Mandar MajuKriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : KencanaLiliweri, Alo.1991. Memahami Peran Komunikasi dalam Masyarakat. Bandung: Citra Aditya BaktiLuwarso,Lukas dkk. 2004. Media dan Pemilu 2004. Jakarta: SEAPAMcQuail, Denis.1987. Teori Komunikasi Massa. Jakarta : ErlanggaMuhtadi, Asep Saeful. 2008. Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca-Orde Baru. Bandung: Remaja RosdakaryaMulyana, Deddy. 2008. Komunikasi Massa : Kontroversi, Teori dan Aplikasi. Bandung : Widya PadjajaranNugroho D, Riant. 2004. Komunikasi Pemerintahan. Jakarta: Elex Media KomputindoNurudin. 2003. Komunikasi Massa. Malang : CespurRakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja RosdakaryaSamsuri. 2004. Media dan Transparansi. Jakarta: SEAPASeverin, Werner J. dan James W. Tankard Jr. 2005. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan di dalam Media Massa. Jakarta: KencanaSingarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3SSudibyo, Agus. 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta : LKISSuparmo, Ludwig. 2011. Crisis Management dan Public Relations. Jakarta: IndeksSuwardi, Harsono dan Sasa Djuarsa Sandjaja dan Setio Budi (eds). 2002. Politik, Demokrasi dan Manajemen Komunikasi. Yogyakarta: Galang PressWest, Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi Edisi 3 Buku 2. Jakarta : Salemba HumanikaWinarni. 2003. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Malang: UMM PressWiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : GrasindoLain-LainKaban, Ramon, “Komunikasi Politik Presiden RI: Dari Soekarno sampai Susilo Bambang Yudhoyono (Perspektif Karakteristik Tokoh)”. Observasi, vol. 7, No.2, tahun 2009, hal. 60Kompas, Minggu 24 Januari 2010. Berita Menggeser Sinetron.http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/kpk-vs-polri-pidato-sby-banjir-pujian-maupun-sindiranhttp://jambi.tribunnews.com/m/index.php/2012/10/04/koruptor-makan-uang-negara-rp-122-triliun-satu-semesterhttp://m.antaranews.comberita-fokushttp://mediacenter.kpu.go.id/images/mediacenter/VISI_/VISI_MISI_SBY-Boediono__ FINAL__ke_KPU_25_Mei_2009__A4_.pdfhttp://metrotvnews.com/read/newsvideo/2011/07/22/132616/Nazaruddin-Muncul-di-Metro-TVhttp://nasional.kompas.com/read/2012/10/06/2020573/Abraham.Berharap.Presiden.Selesaikan.Konflik.KPK-Polrihttp://nasional.kompas.com/read/2009/07/23/18004364/SBY-Boediono.Menang.60.80. Persenhttp://news.detik.com/read/2011/06/27/113024/1669317/10/sby-diminta-stop-curhat-dan-politik-pencitraanhttp://news.detik.com/read/2012/10/09/065802/2057818/10/sby-pantas-menuai-pujian?nd771108bcjhttp://news.detik.com/read/2012/10/09/060346/2057812/10/icw-pidato-sby-sudah-tegas-pelaksanaannya-harus-dikawal-bersama?nd771108bcjhttp://news.okezone.com/read/2011/06/14/339/468071/pemberantasan-korupsi-di indonesia-peringkat-2-dari-bawahhttp://politik.kompasiana.com /2011/01/25/paradoks-komunikasi-sby/http://pustakawan.pnri.go.id/uploads/media/5/APLIKASIFILSAFATDALAMILMUKOMUNIKASI.dochttp://www.antaranews.com/berita/1295860097/pakar-media-berlebihan-soal-pernyataan-presidenhttp://www.bisnis-kti.com/index.php/2012/10/kpk-vs-polri-pidato-sby-dinilai-terlalu-berhati-hati/http://www.indonesiafinancetoday.com/read/13548/Berita-Nazaruddin-Dorong-Pertum buhan-Pemirsa-TV-di-Juli-Agustushttp://www.kpi.go.id/component/content/article/14-dalam-negeri-umum/30399-partai-demokrat-adukan-tv-one-dan-metro -tv-ke-kpihttp://www.metrotvnews.comreadnewsprograms2012061512932121Kegalauan-Yudhoyono-.htmhttp//www.metrotvnews.com/readnews/2012031885449SBY-Ada-Gerakan-Aneh-untukJatuhkan-Pemerintah1http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/10/09/mbluo0-pernyataan-presiden-dinilai-terlambathttp://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/09/12/lrevtp-perkara-korupsi-di-indonesia-mencapai-1018-kasushttp://www.tempo.co/read/news/2009/07/22/078188554/SBY-Pidato-Saya-Dipelintir-dan-Diputarbalikanhttp://www.youtube.com/watch?v=qikfqfktb-8http://video.tvonenews.tv/arsip/view/62583/2012/10/07/ketua_kpk_berharap_presiden_turun_tangan_dalam_konflik_kpk _dan_ polri.tvOnehttp://video.tvonenews.tv/arsip/view/62639/2012/10/08/pidato_presiden_ri_terkait_kisruh_polri_dan_kpk.tvOne
TERPAAN PEMBERITAAN MEDIA MASSA DAN TINGKAT KEPERCAYAAN MASYARAKAT PADA KOMPETENSI JOKOWI SEBAGAI PEMIMPIN TERHADAP MINAT MASYARAKAT MEMILIH JOKOWI SEBAGAI CAPRES Titan Armaya; Sri Widowati Herieningsih; Tandiyo Pradekso; Much. Yulianto
Interaksi Online Vol 2, No 4: Oktober 2014
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.588 KB)

Abstract

Pemberitaan mengenai Joko Widodo seringkali menjadi headline pada media massa nasional, baik media cetak, online dan televisi. Pemberitaan menjadi semakin bervariatif ketika secara resmi Joko Widodo dicalonkan sebagai capres pada pemilu 2014 yang diusung oleh partai PDI-P. Tidak hanya sejumlah keberhasilan yang dicapai selama menjadi pemimpin, namun sejumlah isu seperti konsistensi, korupsi hingga SARA terkait Jokowi mulai diangkat dan dikritisi oleh banyak pihak. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan tipe eksplanatori, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh terpaan pemberitaan media massa dan tingkat kepercayaan masyarakat pada kompetensi Jokowi sebagai pemimpin terhadap minat masyarakat memilih Jokowi sebagai capres. Teori yang digunakan adalah teori Dependensi Efek Komunikasi Massa. Jumlah populasi sebanyak 36.711 penduduk yang berada di kelurahan Sendangmulyo, Semarang. Penelitian ini menggunakan teknik multistage random sampling diambil sampel sebanyak 100 orang. Data primer dianalisis menggunakan uji validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik dan regresi linier sederhana dengan bantuan program SPPS.Perhitungan statistik menunjukkan bahwa signifikansi level terpaan pemberitaan media massa terhadap tingkat kepercayaan masyarakat pada kompetensi Jokowi sebagai pemimpin melebihi batas toleransi yaitu 0,075. Sementara, persamaan regresi linier sederhana antara tingkat kepercayaan masyarakat pada kompetensi Jokowi sebagai pemimpin terhadap minat masyarakat memilih Jokowi sebagai capres adalah Y = -0,501+0,021Z dengan nilai signifikansi 0.000. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terpaan pemberitaan media massa tidak berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan masyarakat pada kompetensi Jokowi sebagai pemimpin, namun tingkat kepercayaan masyarakat pada kompetensi Jokowi berpengaruh positif terhadap minat masyarakat memilih Jokowi sebagai capres.Media massa hendaknya melakukan tugas sesuai dengan fungsinya yaitu fungsi sebagai media informasi, pendidikan, dan kontrol sosial dan melaksanakan praktik jurnalisme yang bertanggung jawab. Hal ini bertujuan untuk membangun masyarakat yang kritis dalam memperoleh dan mengolah informasi bagi keberlangsungan sistem demokrasi yang lebih baik.Kata kunci : Terpaan Pemberitaan, Tingkat Kepercayaan, Minat Memilih, Kompetensi Jokowi.
Hubungan Terpaan Gambar Bahaya Merokok pada Bungkus Rokok dan Motivasi dari Pasangan Terhadap Upaya untuk Berhenti Merokok Bisma Alief; Sri Widowati Herieningsih; Tandiyo Pradekso; Djoko Setyabudi
Interaksi Online Vol 3, No 4: Oktober 2015
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (91.992 KB)

Abstract

Jumlah perokok aktif di Indonesia termasuk yang paling besar di dunia. Pemerintah melakukan berbagai cara untuk mengurangi jumlah perokok, salah satunya dengan mengganti pesan peringatan yang ada pada kemasan rokok. Awalnya pesan peringatan hanya berupa tulisan saja, namun sekarang diganti dengan pemberian gambar bahaya yang ditimbulkan dari kebiasaan merokok.Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan tipe eksplanatori, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan terpaan gambar bahaya merokok pada bungkus rokok dan motivasi dari pasangan terhadap upaya untuk berhenti merokok. Teori yang digunakan adalah teori The Extended Parallel Process Model, teori Motivasi Proteksi, dan teori Disonansi Kognitif. Penelitian ini menggunakan teknik non random sampling dengan metode purposive sampling dan jumlah sampel sebanyak 50 responden dengan usia 15-24 tahun di kota Jakarta yang menjadi perokok aktif dan memiliki pasangan.Hasil dari analisis korelasi Pearson dengan bantuan SPSS 22 menunjukan bahwa antara terpaan gambar bahaya merokok pada bungkus rokok dengan upaya untuk berhenti merokok memiliki hubungan yang signifikan. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikansi sebesar 0,031 dimana tingkat signifikansinya lebih kecil dari 0,05 dan nilai koefisien korelasinya sebesar 0,265. Sedangkan motivasi dari pasangan dengan upaya untuk berhenti merokok memiliki hubungan yang juga signifikan. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikansi sebesar 0,042 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 dan nilai koefisien korelasinya sebesar 0,247.Pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus secara konsisten melakukan upaya-upaya untuk mengurangi jumlah perokok, seperti dengan memperbesar gambar bahaya merokok yang sekarang hanya 40% dari kemasan rokok. Selain itu, memperbanyak jenis gambar bahaya merokok bisa dilakukan sehingga perokok tahu lebih banyak penyakit yang akan ditimbulkan dari kebiasaan mereka.
Kembang Soca Paranggani Kembang Soca Paranggani; Sri Widowati Herieningsih; Tandiyo Pradekso
Interaksi Online Vol 2, No 1: Januari 2014
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (272.636 KB)

Abstract

Nama : Kembang Soca ParangganiNIM : D2C009086Judul : Pengaruh Intensitas Mengkonsumsi Program Televisi bermuatanJurnalisme Warga dan Partisipasi Coaching Citizen Journalism terhadapMinat Mahasiswa menjadi Jurnalis WargaABSTRAKLatar belakang penelitian ini didasarkan pada rendahnya minat masyarakat termasukmahasiswa untuk menjadi jurnalis warga. Hal tersebut diperoleh dari sedikitnya partisipasimasyarakat yang mengirimkan karya jurnalis warga pada program televisi bermuatanjurnalisme warga. Padahal, kemajuan teknologi seperti keberadaan alat komunikasi yangsemakin canggih seharusnya mempermudah masyarakat untuk saling berbagi informasi. Olehkarenanya, media televisi seperti Metro TV dan SCTV membuat program on air seperti WideShot dan Citizen6 maupun program off air bermuatan jurnalisme warga yakni coachingcitizen journalism. Oleh karenanya, ketika seseorang mengkonsumsi program tersebut danberpartisipasi dalam coaching diharapkan dapat mempengaruhi minatnya untuk menjadijurnalis warga.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas mengkonsumsiprogram televisi bermuatan jurnalisme warga dan partisipasi coaching citizen journalismterhadap minat mahasiswa menjadi jurnalis warga. Teori yang digunakan pada penelitian iniadalah teori Powerfull Effect dan Teori Pembelajaran Sosial dari Albert Bandura. Penelitianini merupakan tipe penelitian eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif, dan menggunakanparadigma positivistik. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa di kota Semarangyang pernah menjadi peserta dalam SCTV Goes to Campus 2012 yang digelar di kampusFISIP Undip. Sampel yang digunakan adalah random sampling atau probability samplingdengan tekhnik simple random sampling maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 67responden. Berdasarkan perhitungan statistik dengan menggunakan analisis regresisederhana, maka diperoleh pengaruh yang sangat signifikan. Variabel intensitasmengkonsumsi program televisi bermuatan jurnalisme warga (X1) memiliki pengaruhsebesar 0,112 terhadap minat mahasiswa menjadi jurnalis warga (Y) dengan nilai signifikansisebesar 0,003 < 0,01 maka H0 ditolak dengan koefisien regresi sebesar 0,017. Dapatdisimpulkan bahwa variabel intensitas mengkonsumsi program televisi bermuatan jurnalismewarga berpengaruh positif terhadap minat mahasiswa menjadi jurnalis warga. Selanjutnya,partisipasi coaching citizen journalism (X2) memiliki pengaruh sebesar 0,204 terhadap minatmahasiswa menjadi jurnalis warga (Y) dengan nilai signifikansi 0,000 <0,01 maka H0 ditolakdengan koefisien regresi sebesar 0,086. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel partisipasicoaching citizen journalism berpengaruh positif terhadap minat mahasiswa menjadi jurnaliswarga.Kata kunci: Intensitas, Partisipasi dan MinatNama : Kembang Soca ParangganiNIM : D2C009086Judul : The Influence Intensity of Consuming Television Program containingCitizen Journalism and The Participation of Coaching CitizenJournalism towards The College Student Interest to be a CitizenJournalist.ABSTRACTThe background of the research was based on the lack of public interest including students tobe a citizen journalist. It is derived from the least participation of citizen journalists whosubmit their video or news on television program countaining citizen journalism. In fact, thetechnology is becoming more sophisticated and easier for people to share information.Therefore, the television media such as Metro TV and SCTV made an on air program (WideShot and Citizen6) and also made an off air pogram that is coaching citizen journalism foreducating people. The media expected to affect people’s interest to be a citizen journalistwhen they consume the program and participate in coaching citizen journalism.The purpose of this research is to find out the influence intensity of consumingtelevision program containing citizen journalism and the participation of coaching citizenjournalism towards the college student interest to be a citizen journalist. The theory used inthis research is the theory Powerful Effect and Social Learning Theory of Albert Bandura.This reaserch is type of explanatory with a quantitative, and uses paradigm of positivisme.The reaserch's subjects were the college students in Semarang who had participated in SCTVGoes to Campus 2012 held at the Faculty of Political and Social Science, Undip. The usedsample is random sampling or probability sampling with simple random sampling techniquewith 67 respondents. Based on the statistic computation with Simple Regression Analysis,then there is known a significant result. Variable the influence intensity of consumingtelevision program containing citizen journalism (X1) has the effect of 0.112 on the collegestudent interest to be a citizen journalist (Y) with a significance value of 0.003 <0.01 then H0is rejected with koefisien regression of 0,017. It can be concluded that the influence intensityof consuming television program containing citizen journalism has a positive effect on on thecollege student interest to be a citizen journalist. Furthermore, the participation of coachingcitizen journalism (X2) has the effect of 0.204 on the college student interest to be a citizenjournalist (Y) with a significance value of 0.000 <0.01 then H0 is rejected with koefisienregression of 0,086. It can be concluded that the participation of coaching citizen journalismhas a positive effect on on the college student interest to be a citizen journalist.Keywords: Intensity, Participation and InterestsPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangFenomena jurnalisme warga semakin berkembang berkat kemajuan teknologi komunikasiyang begitu pesat. Kemajuan teknologi alat rekam, internet, dan streaming turutmembuka akses masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam menghadirkan informasisemakin cepat dan terbuka. Meskipun kemajuan teknologi komunikasi telah memberikanruang gerak yang luas bagi perkembangan jurnalisme warga di Indonesia, akan tetapipada kenyataanya animo masyarakat untuk berpartisipasi menjadi jurnalis warga masihtergolong rendah. Hal tersebut diungkapkan oleh oleh Syaifudin, produser Wide ShotMetro TV, Imam Suwandi, produser Wide Shot Metro TV divisi jurnalisme warga, danTria Maulida Putri selaku ketua panitia seminar dan talkshow dengan tema “EnchanchingNational Economic Journalism.Oleh karenanya, sebagai program televisi bermuatan jurnalis warga, Metro TVmelalui program Wide Shot dan SCTV melalui program online Citizen6 melakukanberagam upaya untuk mendorong minat mahasiswa menjadi jurnalis warga. Metro TVdan SCTV mengadakan pelatihan atau coaching citizen journalism di berbagaiuniversitas di Indonesia. Oleh karenanya, masalah dalam penelitian ini apakah terdapatpengaruh intensitas mengkonsumsi program televisi bermuatan jurnalisme warga danpartisipasi coaching citizen journalism terhadap minat mahasiswa menjadi jurnaliswarga?1.2 TujuanPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas mengkonsumsi programtelevisi bermuatan jurnalisme warga dan partisipasi coaching citizen journalism terhadapminat mahasiswa menjadi jurnalis warga1.3 Kerangka Teori- Powerfull Effects Theory : Teori ini mengasumsikan bahwa media massa dapatmenyuntikkan informasi ide, dan bahkan propaganda ke public.- Teori Pembelajaran Sosial : Teori hasil penelitian Albert Bandura ini memandangbahwa seseorang dapat belajar, baik dengan cara mengamati, diberikan cerita tentangsesuatu, atau melalui pengalaman langsung.Bagan geometri :1.4 HipotesisHipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut :1. Intensitas mengkonsumsi program televisi bermuatan jurnalisme warga berpengaruhpositif terhadap minat mahasiswa menjadi jurnalis warga2. Partisipasi coaching citizen journalism berpengaruh positif terhadap minat mahasiswamenjadi jurnalis warga.1.5 Metode Penelitian- Tipe Penelitian : penelitian eksplanatif (explanatory)- Sampel : peserta coaching SCTV Goes to Campus 2012 sebanyak 67 responden.- Teknik penarikan sampel : teknik Simple Random Sampling- Teknik analisis data : kuantitatif dengan mengganakan uji analisis Simple Regression.Sebelum melakukan penyebaran kuesioner diakukan uji validitas dan reliabilitas.Kemudian sebelum melakukan pengolahan data dilakukan uji Asumsi Klasik.Intensitas mengkonsumsi Program Televisibermuatan Jurnalisme Warga ( X1)Partisipasi Coaching Citizen Journalism (X2)Minat Mahasiwa menjadiJurnalis Warga (Y)PEMBAHASAN2.1 Pengaruh Intensitas Mengkonsumsi Program Televisi Bermuatan JurnalismeWarga terhadap Minat Mahasiswa menjadi Jurnalis WargaBerdasarkan hasil pengujian uji regresi sederhana diperoleh nilai signifikansi sebesar0,003 dengan koefisien regresi sebesar 0,017. Oleh karena sig sebesar 0,003 < 0,01 makaH0 ditolak atau dapat disimpulkan bahwa koefisien regresi variabel intensitasmengkonsumsi program televisi bermuatan jurnalisme warga berpengaruh positifterhadap minat mahasiswa menjadi jurnalis warga.Selanjutnya, nilai Adjusted R Square sebesar 0,112. Nilai tersebut menunjukkanbahwa minat mahasiswa menjadi jurnalis warga dipengaruhi oleh intensitasmegkonsumsi program televisi bermuatan jurnalisme warga sebesar 11,2% sedangkansisanya dipengaruhi oleh faktor –faktor lain.Televise sebagai media massa dapat memberikan pengaruh kepada audiensnyamelalui program-program acara yang ditayangkan. Secara langsung program televisibermuatan jurnalisme warga menjadi referensi bagi para pemirsa yang aware terhadaplingkungan untuk berbagi informasi terhadap sesama.2.2 Pengaruh Partisipasi Coaching Citizen Journalism terhadap Minat Mahasiswamenjadi Jurnalis Warga.Berdasarkan hasil pengujian uji regresi sederhana diperoleh nilai signifikansi sebesar0,000 dengan koefisien regresi sebesar 0,086. Oleh karena sig sebesar 0,000 <0,01 makaH0 ditolak atau dapat disimpulkan bahwa koefisien regresi variabel partisipasi coachingcitizen journalism berpengaruh positif terhadap minat mahasiswa menjadi jurnalis wargaNilai Adjusted R Square sebesar 0,204. Nilai tersebut menunjukkan bahwa minatmahasiswa menjadi jurnalis warga dipengaruhi oleh partisipasi coaching citizenjournalism sebesar 20,4% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor –faktor lain.Dengan demikian, apa yang dialami langsung oleh peserta coaching citizenjournalism sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Albert Bandura mengenai tahapanbelajar sosial yakni dimulai pada tahapan memperhatikan hingga mengarahkan dorongansesuai pengalaman.PENUTUP3.1 Kesimpulan- Intensitas mengkonsumsi program televisi bermuatan jurnalisme warga berpengaruhpositif terhadap minat mahasiswa menjadi jurnalis warga. Semakin tinggi intensitasmengkonsumsi program televisi bermuatan jurnalisme warga maka semakin tinggipula pengaruhnya terhadap minat mahasiswa menjadi jurnalis warga. Begitu puladengan keadaan sebaliknya.- Partisipasi coaching citizen journalism berpengaruh positif terhadap minat mahasiswamenjadi jurnalis warga. Tingginya partisipasi coaching citizen journalism akanberpengaruh pada tingginya minat mahasiswa menjadi jurnalis warga. Begitu puladengan keadaan sebaliknya.3.2 Saran- Sebagai upaya untuk meningkatkan minat mahasiswa menjadi jurnalis warga,sebaiknya media televisi juga meningkatkan frekuensi pengadaan coaching citizenjournalism dan memperluas jangkauan wilayah pengadaan coaching.DAFTAR PUSTAKABuku :Ardianto, Elvinaro dan Lukiati K. Edinaya. (2004). Komunikasi Massa: Suatu Pengantar.Bandung: Simbiosa Rekatama Media.Bungin, Burhan. (2007). Sosiologi Komunikasi: Teori Paradigma, dan Diskursus TeknologiKomunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana.Ghozali, Imam. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponegoro.Hazim, Nurkholif.(2005). Teknologi Pembelajaran. Jakarta: UT Pustekom IPTPIKuswandi, Wawan. (1996). Komunikasi Massa: Sebuah Analisis Media Televisi. Jakarta: PTRineka Cipta.Kusumaningati, Imam FR (2012). Jadi Jurnalis Itu Gampang!. Jakarta: PT Elex MediaKomputindo.Kriyantoro, Rahmat. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group.Liliweri, Alo. (1991). Memahami Peran Komunikasi Massa Dalam Masyarakat. Bandung:PT. Citra Aditya Bakti.Mulyasa, E. (2004). Implementasi Kurikulum 2004 panduan pembelajaran KBK. Bandung:PT. Remaja Rosda KaryaMcQuail, Dennis. (1996). Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Kedua. Jakarta:Erlangga.Nurudin. (2007). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Prasetyo, Bambang dan Miftahul Jannah.(2012). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.Rahmat, Jalaludin. (2006). Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Bandung: P.T RemajaRosdakarya.Romli, Asep S. (2012).Jurnalistik Online. Bandung: Nuansa Cendekia.Santoso, Singgih. (2000). SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional Versi 7.5.Jakarta: PT Elex Media KomputindoSarwono, Sarlito Wirawan. (1997). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Simamora, Bilson. (2002). Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama.Syarif, Rusli. (1987). Teknik Manajemen Latihan dan Pembinaan. Bandung: Angkasa.Soekanto, Soerjono. (1993). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV Rajawali.Soetrisno dan Rita, Hanafi. (2007). Filasafat Imu dan Metodologi Penelitian edisi ketujuh.Jakarta: CV Andi OffsetSuwandi, Imam. (2012). Langkah Otomatis Jadi Citizen Journalist. Jakarta: Dian Rakyat.Vivian, John. (2008). Teori Komunikasi Massa edisi Kedelapan. Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group.Skripsi:Pricilia P.(2012). Pengaruh Terpaan Program Acara Stand Up Comedy Show di Metro TVterhadap Minat Menonton (Studi Kasus Terhadap Pengunjung Comedy CafeKemang). Skripsi. Universitas Bina Nusantara.Nurul Inayah S. (2007). Hubungan Intensitas Menonton Program Acara Pencarian Bakat diTelevisi dan Dukungan Orang Tua dan Teman dengan Minat Remaja dalammengembangkan Bakat di Dunia Musik. Skripsi. Universitas Diponegoro.Arsita Pitriawanti. (2010). Pengaruh Intensitas Menonton Televisi dan Komunikasi Orang tua– Anak terhadap Kedisiplinan Anak dalam Menaati Waktu Belajar. Skripsi.Universitas Diponegoro.Internet:Universitas Pamulang Coaching Jurnalistik. (2013). Dalam http:/ /lentera berita.com/index.php/tagsel/339-universitas-pamulang-coaching-jurnalistik. html.Diunduh pada tanggal 15 Juni 2013 pukul 20:18 WIB.Ratusan Mahasiswa Ikuti Pelatihan Jurnalistik Metro TV. (2013). Dalam http://www.metrotvnews.com /metronews/read/2013/05 /13 /3/153081/ Ratusan-Mahasiswa-Ikuti-Pelatihan-Jurnalistik-Metro-TV. Diunduh pada 20 Juni 2013 pukul 12:07 WIB.Wide Shot.(2012). Dalam http://wideshot. metrotvnews.com /news . php?id=14. Diunduhpada 15 Juni 2013, pukul 20:22 WIB.Wide Shot.(2012). Dalam http://wideshot. metrotvnews.com /news . php?id=20. Diunduhpada 15 November 2013, pukul 20:18 WIB.Wide Shot.(2012). Dalam http://wideshot.metrotvnews.com/news. php ?id=18. Diunduh pada28 Oktober 2013, pukul 14:43 WIB.Wide Shot. (2013). Dalam http://wideshotmetrotv.blogspot.com/search?updated-max = 2013-02-26T18:52:00-08:00&max-results=7. Diunduh diakses pada 28 Oktober 2013,pukul 14:27 WIB.Jadwal Tayang Wide Shot. (2012). Dalam http://wideshotmetrotv.blogspot.com/. Diunduhpada 28 Oktober 2013, pukul 14:22 WIB.Konten Wide Shot. (2012). Dalam http://wideshotmetrotv.blogspot.com/. Diunduh pada 28Oktober 2013, pukul 14:26 WIB.Pelatihan Jurnalisme Warga di Semarang. (2012). Dalam http:/ /www. metro tvnews.com/detail /2012/ 10/03/ 19580/695/ Pelatihan-Jurnalisme-Warga-di-Semarang/Wideshot, Diunduh pada 28 Oktober 2013, pukul 10:40Pewarta Warga asal Solo Raih CJC Metro TV.(2012). Dalam http://www .solopos.com/2012/ 11/23/cjc-2012-2 pewarta -warga-asal-solo-raih-cjc-metro-tv-350266,Diunduh pada 28 Oktober 2013, pukul 09:30 WIB.Jadilah Citizen Journalist di Wide Shot. (2012). Dalam http://www.ediginting. com/ 2012/02/jadilah-citizen-journalist-di-wide-shot.html. Diunduh pada 28 Oktober 2013, pukul14:10 WIB.Yuk Jadi Pewarta Warga di Citizen6. (2012). Dalam http ://m.liputan6 .com/ news/ read/52781/yuk-jadi-pewarta-warga-di-citizen6. Diunduh pada 28 Oktober 2013, pukul10:37 WIB.Ajang Cari Bakat SCTV Goes to Campus (2012). Dalam http://blujer. blogspot.com/2012/03/ajang-cari-bakat-sctv-goes-tocampus.html. Diunduh pada 28 Oktober2013, pukul 10:40 WIB.Arvinda Pemenang SGTC Semarang 2012. (2012). Dalam http:// berita. plasa.msn.com/nasional/sctv/arvinda-pemenang-sgtc-semarang-2012. Diunduh pada 28Oktober 2013, pukul 10:47 WIB.
Representasi Pendidikan Pesantren dalam Film (Analisis Semiotika pada Film Negeri 5 Menara) Septia Hartiningrum; Sri Widowati Herieningsih; Taufik Suprihatini
Interaksi Online Vol 2, No 1: Januari 2014
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (197.984 KB)

Abstract

Judul : Representasi Pendidikan Pesantren dalam Film (Analisis Semiotikapada Film Negeri 5 Menara)Nama : Septia HartiningrumNIM : D2C008101ABSTRAKFilm adalah media populer yang digunakan tidak hanya untuk menyampaikanpesan-pesan, tetapi juga menyalurkan pandangan-pandangan kepada khalayak.Film Negeri 5 Menara diangkat dari novel dengan judul yang sama merupakanfilm yang mengangkat tentang kerja keras, semangat, keikhlasan, dankesungguhan “Man Jadda Wajada” dengan background pendidikan pesantren. Didalam film ini dapat dijumpai adegan ketika para santri mengikuti prosespembelajaran di pesantren, serta kegiatan-kegiatan yang ada di pesantren.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi pendidikanpesantren. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif denganmenggunakan teori represenasi Stuart Hall (1997) serta menggunakan analisissemiotika untuk menganalisis objek yang diteliti. Teknik analisis data dilakukandengan menggunakan “The Codes Of Television” (John Fiske ,1987). Analisisdilakukan dengan tiga level, yaitu level realias, level representasi, dan levelideologi. Level realitas dan level representasi dianalisis secara sintagmatik,sedangkan secara paradigmatik untuk level ideologi.Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam film Negeri 5 Menara inipesantren digambarkan sebagai lembaga pendidikan yang sudah modern namuntetap masih memasukkan unsur-unsur tradisional yang sudah melekat padapendidikan di pesantren. Seluruhnya dapat dilihat melalui adegan-adegan yangada dalam film, dimana para santri di pesantren tidak hanya mempelajari bidangagama seperti fiqih, nahwu, tafsir, tauhid, hadist, menghafal al-quran semata, parasantri juga mempelajari pelajaran-pelajaran umum seperti bahasa asing,pengetahuan sosial, serta kemasyarakatan sebagai bekal untuk terjun dalammasyarakat.Dalam film Negeri 5 Menara ini menonjolkan sisi positif kehidupan parasantri selama menempuh pendidikan di pesantren hingga mereka suksesmenggapai mimpinya. Selain berusaha memberikan tontonan yang dapatmemotivasi penonton untuk tidak pernah takut bermimpi, film ini jugamenyiratkan makna bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang tidak kalahdengan lembaga pendidikan negeri lainnya. Terbukti dengan kesuksesan yangdicapai para santri khususnya Sahibul Menara meraih mimpi mereka untukmencapai menara-menara impian mereka sebagai tempat mereka bekerja sertamengabdikan diri pada masyarakat.Kata Kunci: film, representasi, pendidikan, pesantrenTitle : Representation in Film Islamic Boarding School Education(Semiotics Analysis on Film Negeri 5 Menara)Nama : Septia HartiningrumNIM : D2C008101ABSTRACTMovie is popular media that is used not only to give messages, but also distributethe perspective to the peoples. Negeri 5 Menara based on a novel with same titleare tells about hard work, spirit, heartiness and sincerity of “Man Jadda Wajada”with pesantren/islamic education. ”. In the movie, we will find so many sceneswhile the students (islamic students) during leraning process, also their activities.The purpose of this research is to find out the representation of the islamicboarding school education. This research used a qualitative approach,representation theory by Stuart Hall (1997) and semiotic analysis to analyzesobject of the research. The technique alaysis of data used by the theory of “TheCodes of Television” (John Fiske, 1987). Analyses by three level : reality,representation and ideology. On Realiy and Representation level analyzes bysintagmatic and paradigmatic for Ideology Level.The results of research indicate that the (Negeri 5 Menara), islamicboarding school describe as a education institution that have the modern yet stillhave traditional elements which is attached to the education in the islamic school.We can find them by the scenes, where the students (the islamic students) not onlylearn about religion like fiqih, nahwu, tafsir, tauhid, hadist, memorized Qur’an,they also learn common lesson like foreign language, social skill, so they can livein their society easily.In the movie of (Negeri 5 Menara) show positive side of islamic studenswhile study at islamic boarding school till they success reach their dreams. Notonly tried to give a movie that can motivated peoples to unafraid to reach theirdreams, the movie is also give meaning that islamic boarding school is aeducation institution that as good as another education institutions. Proven bytheir successful especialy by Sahibul Menara who can reach their dreams comingat their dreams tower as place their work for and society.keywords : movie, representation, education, islamic boarding schoolBAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangPendidikan bagi umat manusia merupakan sistem dan cara meningkatkankualitas hidup dalam segala bidang. Dalam sejarah hidup umat manusiadimuka bumi ini hampir tidak ada kelompok manusia yang tidakmenggunakan pendidikan sebagai pembudayaan dan peningkatan kualitasnya,sekalipun dalam kelompok masyarakat primitif.Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yangbersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkannyasebagai pedoman hidup keseharian, dengan menekankan pentingnya moraldalam kehidupan bermasyarakat. Pesantren telah hidup sejak ratusan tahunyang lalu, serta telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat muslim.Pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikutmencerdaskan kehidupan bangsa (Mastuhu, 1994: 3).Film Negeri 5 Menara mengangkat tema seputar pendidikan di lingkunganpesantren. Cerita film Negeri 5 Menara diangkat dari novel berjudul samakarya Ahmad Fuadi. Novel yang pertama kali dirilis pada tahun 2009 inimasuk dalam jajaran best seller. Novel ini telah menjadi Buku Fiksi Terbaik,Perpustakaan Nasional Indonesia 2011. Serta menobatkan Ahmad Fuadisebagai Penulis dan Fiksi Terfavorit, Anugerah Pembaca Indonesia 2010.1.2. Rumusan MasalahFilm “Negeri 5 Menara” merupakan film yang mencoba menggambarkanpendidikan pesantren. Film Negeri 5 Menara merupakan representasi duniapendidikan pesantren. Pada kenyataannya saat ini, pesantren selalu menjadisorotan dan mendapat citra yang buruk, karena selau dikaitkan dengan kasuskasusterorisme, kekerasan, bahkan pelecehan seksual, pola pendidikan yangsering di pandang sebelah mata. Namun, film ini menyuguhkan sesuatu yangberbeda. Dalam film ini pesantren tidak hanya dijadikan sebagai tempatbuangan anak-anak nakal atau korban kekerasan dalam rumah tangga atauanak-anak yang nilainya tidak cukup untuk masuk ke lembaga pendidikannegeri atau tidak memiliki cukup dana untuk masuk ke lembaga pendidikanswasta. Film ini menggambarkan bahwa pesantren menjadi tempat untukmendidik bibit-bibit unggul calon-calon da’i dan menjadi tempat untukmendalami pendidikan agama.1.3. Tujuan PenelitianMendeskripsikan bagaimana dunia pendidikan pesantrendirepresentasikan dalam film Negeri 5 Menara.1.4. Signifikansi Penelitian1.4.1. Signifikansi TeoritisSecara teoritis penelitian ini diharapkan mampumemberikan sumbangan ilmiah di bidang kajian ilmu komunikasimengenai teori representasi Stuart Hall dan analisis semiotikamenggunakan teknik analisis data “The Codes of Television” dariJohn Fiske yang dikembangkan untuk mengkaji film sebagaikomunikasi massa. Sehingga dapat mendeskripsikan bagaimanapendidikan pesantren direpresentasikan dalam film.1.4.2. Signifikansi PraktisPenelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagipara pembuat film dengan tema pendidikan, khususnya pendidikanpesantren. Agar memberikan jalan cerita yang lebih variatif tentangdunia pendidikan.1.4.3. Signifikansi SosialPenelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif dalammencermati tayangan dan memahami makna pesan yang disajikanoleh media massa terutama film yang mengangkat tentangpendidikan khususnya pendidikan pesantren.1.5. Kerangka PemikiranFilm dimasukan dalam kelompok komunikasi massa yang mengandung aspekhiburan, juga memuat aspek edukatif. Namun aspek kontrol sosialnya tidak sekuatpada surat kabar, majalah, serta televisi yang memang menyiarkan beritaberdasarkan fakta yang terjadi (Rivers, Jensen dan Peterson, 2004: 252).Representasi menurut Stuart Hall (1997: 15) menghubungkan makna danbahasa kepada budaya. Representasi berarti menggunakan bahasa untukmengungkapkan makna atau untuk menghadirkan kembali (represent) maknakepada khalayak. Representasi merupakan bagian penting dari proses di manamakna diproduksi dan dipertukarkan antara beberapa budaya. Representasimelibatkan penggunaan bahasa, tanda dan simbol untuk mewakili ataumerepresentasikan sesuatu.Representasi berarti menggunakan bahasa untuk memaknai sesuatu, atauuntuk merepresentasikan dunia dengan penuh makna kepada orang lain.Representasi adalah sebuah bagian utama dalam sebuah proses tentang bagaimanamakna diproduksi di antara anggota masyarakat dari sebuah kebudayaan.Film dipandang sebagai representasi, maka film merupakan cermin darinilai budaya yang ada dalam masyarakat. Maka film tidak pernah lepas dariberbagai aspek kepentingan, baik kepentingan ideologi, ekonomi atau politik.Film pada akhirnya merupakan salah satu aspek yang memberi peran besarterhadap perubahan dalam masyarakat. Film sebagai media komunikasipenyampaian makna akhirnya merupakan media sebagai penyampai ideologi, filmsebagai pembawa dan penyebar ideologi ini yang membawa peran sebagai agenperubahan sosial.Ideologi pendidikan merupakan cara pandang yang dijadikan oleh parapemikir pendidikan untuk melihat implementasi pendidikan yang dilaksanakan.Ideologi-ideologi pendidikan terdiri dari enam sisitem dasar etika sosial, yangtergabung dalam ideologi konservatif dan ideologi liberal.1.6. Metode penelitianPenelitian tentang Representasi Pendidikan Pesantren pada film Negeri 5Menara ini menggunakan teknik analisis data berdasarkan kode televisi dariFiske (1987: 4-6). Tiga level kode tersebut adalah:1) Level Realitas, yang telah terkode secara sosial, meliputi tampilanvisual semacam penampilan, pakaian, make up, lingkungan, perilaku,ekspresi, suara, dll.2) Level Representasi, terkode secara elektronik yang bersifat teknis,meliputi: kamera, pencahayaan, musik, suara, narasi, konflik,karakter, dialog, dll.3) Kode-kode sosial yang mendasari realita dengan jelas dan relatifdinyatakan dalam warna kulit, pakaian, rambut, ekspresi wajah, dansebagainya.BAB IIPEMBAHASANBab ini akan menjelaskan uraian dari konsep kode-kode televisi yangdiungkapkan John Fiske dalam Television Culture, dalam mengkaji media audiovisual terutama film. Kode-kode televisi digunakan untuk menguraikan tandatandamenjadi makna. Kode-kode tersebut terdiri dari tiga level yaitu levelrealitas, level representasi, dan level ideologi. Level realitas meliputi kode-kodedengan aspek sosial seperti penampilan, kostum, riasan, gaya bicara, perilaku,lingkungan, setting, ekspresi, gestur, dan lain-lain. Pada level representasi terdapataspek teknis seperti kamera, pencahayaan, musik, narasi, konflik, dialog, dankarakter. Sedangkan level ideologi menguraikan kode-kode tersirat dalam film,seperti indivisualisme, ras, kelas, kapitalisme, dan sebagainya.Level realitas dan representasi merupakan hasil dari analisis sintagmatik,yaitu uraian yang berisi tanda-tanda dalam potongan-potongan shot dan adegan.Sedangkan level ideologi menganalisis secara paradigmatik hasil yang didapatdari level realitas dan level representasi. Namun level ideologi akan diuraikanpada bab berikutnya. Pada bab ini ditampilkan level realitas dan level representasisecara sintagmatik, melalui aspek-aspek sosial dan teknis yang terdapat dalampesantren di film Negeri 5 Menara.Aspek-aspek sosial pada level realitas tersebut dikodekan secara elektronikdalam aspek-aspek teknis level representasi. Dalam televison codes Fiske (2001:5), bagian ini meliputi aspek kamera (camera), pencahayaan (lighting),pengeditan (editing), serta musik dan suara (music and sound). Kemudianmembentuk kode representasi seperti yang terdapat dalam aspek narasi, konflik,dialog, karakter, dan pemeran.Level ideologis adalah level terakhir dari kode-kode televisi John Fiske.Bahwa realitas dan representasi yang direkam dalam gambar bergerak dalam filmmerupakan produk ideologi tertentu. Kode-kode ideologis ini sepertiindividualisme, patriarki, kelas, ras, materialisme, kapitalisme, dan lain-lain.Sementara Fiske mengatakan ideologi adalah sebuah jalan untuk melakukanpemaknaan, membuat sesuatu masuk akal, dan makna yang dibuat selalu memilikidimensi sosial dan politik. Ideologi di dalam cara pandam ini adalah sebuahpraktik atau tindakan sosial.BAB IIIPENUTUPKesimpulan1). Manajemen pendidikan dan pembelajaran di Pesantren telah mengalamiperubahan modernisasi, dari semula sebagai lembaga pendidikan tradisional,kini pesantren sudah berkembang menjadi lembaga pendidikan modern.Pesantren kini dibagi menjadi dua, yaitu pesantren tradisional dan pesantrenmodern. Pesantren tradisional adalah pesantren yang masih menitikberatkanpembelajaran berdasarkan rujukan kitab klasik atau yang dikenal dengankitab kuning, sedangkan pesantren modern adalah pesantren yang polapembelajarannya sudah menggabungkan antara pendidikan agama danpendidikan umum.Dalam film Negeri 5 Menara pesantren direpresentasikan sudah lebihmaju atau modern, sebagai suatu lembaga pendidikan yang tidak hanyamengajarkan pendidikan agama saja (fiqih, nahwu, tafsir, tauhid, hadist danlain-lain), namun juga pendidikan umum lainnya (bahasa asing, pengetahuansosial, serta kemasyarakatan). Untuk mewadahi minat dan bakat para santri,pesantren juga memfasilitasi mereka dengan beragam ekstrakurikuler, seperti;seni baca al-Qur’an (qira’ah), seni kaligrafi, seni bela diri, seni musik,jurnalistik, olahraga dan lain sebagainya.2). Film Negeri 5 Menara adalah sebuah film tentang kerja keras, semangat,keikhlasan, dan kesungguhan. “Man Jadda Wajada”. Siapa yangbersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Bukan yang paling tajam, tapi yangpaling bersungguh-sungguh. Mantra tersebut berhasil membuat para SahibulMenara dapat mencapai cita-cita mereka untuk bisa mengunjungi negaranegarayang memiliki menara. Mereka berhasil membuktikan bahwa denganbackground pendidikan pesantren mereka dapat bersaing dengan lulusansekolah umum.DAFTAR PUSTAKABUKUAmir, Matri. 1983. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam. Jakarta:Logos.Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi MenujuMillenium Baru. Jakarta: Logos.Beebe SA., and Masterson JT. 1994. Communicating in small groups: principlesand practices. Fourth Edition. New York: Harper Collins CollegePublisher.Bride, Sean Mac. 1983. Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dn Masa Depan,Aneka Suara Satu Dunia. Jakarta: PT Balai Pustaka.Burton, Graeme. 2008. Pengantar untuk Memahami: Media dan Budaya Populer.Penerjemah Alfathri Aldin. Yogyakarta: Jalasutra.Chandler, Daniel. 2002. Semiotics: The Basics. New York. RoutledgeCroteau, David dan William Hoynes. 2000. Media/Society : Industries, Images,and Audiences. London: Pine Forge Press.Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta:Jalasutra.Denzin, Norman K & Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook Of QualitativeResearch. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Dhofier, Zamakhsyari. 1994. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan HidupKyai. Jakarta: INIS.Effendy, Heru. 2006. Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser.Yogyakarta: Panduan.Eriyanto. 2011. Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian IlmuKomunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media Grup.Fiske, John. 1987. Television Culture. New York. Routladge.Friedman, Howard S., and Miriam W. Schustack. 2008. Kepribadian: Teori Klasikdan Riset Modern. Terjemahan Ikarinim Fansiska Dian, dkk. 2006.Personality: Classic Theories and Modern Research. Jakarta: Erlangga.Guba, Egon G and Lincoln, Yvonna S. 2005. The SAGE Handbook of QualitativeResearch; Paradigmatic Controversies, Contradictions, and EmergingConfluences. Sage PublicationHall, Stuart. 1997. Representations: Cultural Signifying and Practices. London:Sage Publication.Irawanto, Budi. 1999. Film, Ideologi, dan Militer. Yogyakarta: Media Pressindo.Littlejohn, Stephen W and Foss, Karen A. 2009. Teori Komunikasi (edisi 9)Theories Of Human Communication. Jakarta: Salemba Humanika.Madjid, Nurcholish. 1997. Bilik-Bilik Pesantren. Jakarta: Paramadina.Mangunhardjana, A Margija. 1976. Mengenal Film. Yogyakarta: YayasanKanisius.Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INISMuhaimin dan Mujib, Abdul. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofisdan Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung: Trigenda Karya.Naratama. 2004. Menjadi Sutradara Televisi. Jakarta: Grasindo.O’neil, William F. 2001. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: PustakaPelajar.Panen, Paulina, dkk. 2005. Belajar dan Pembelajaran 1. Jakarta:UniversitasTerbuka.Pranajaya, Adi. 1993. Film dan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Pusat Perfilman.Rahman, Chaidir. 1983. Festival Film Indonesia. Medan: Badan Pelaksana FFI.Roqib, Moh. 2007. Harmoni dalam Budaya Jawa: Dimensi Edukasi dan KeadilanGender. Yogakarta: Pustaka Pelajar.Rivers, W.L, J.W Jensen, dan T. Peterson. 2004. Media Massa dan MasyarakatModern. Jakarta: Kencana .Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. TerjemahanSobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.__________. 2006. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,Analisis Semiotika, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya.Stolley. S, Kathey. 2005. The Basic of Sociology. Green Wood Press. LondonSukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:RosdakaryaSumarno, Marselli. 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: PT GramediaWidiasarana Indonesia.Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Prenada Media Grup.Wahyoetomo. 1997. Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif MasaDepan. Jakarta: Gema Insani Press.Widagdo, M Bayu dan Gora, Winastwan. 2006. Bikin Film Indie Itu Mudah.Yogyakarta: Penerbit Andi.Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Gasindo.Yusuf, Muri. 1982. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Ghalia Indonesia.Sumber InternetAdi, Danuk Nugroho. 2007. “Kekerasan di Pesantren, Tiga Santri DianiyayaSenior” (http://www.indosiar.com/fokus/kekerasan-di-pesantren-tigasantri-dianiayasenior_63929.html; diakses 12/12/12 23:00:17).Arrahman. 2012. “FUI: Penggerebekan Pesantren Dalul Akhfiya' tidakmenghormati Ulama dan Syuhada”(http://m.arrahmah.com/read/2012/11/14/24715-fui-penggerebekanpesantren-darul-akhfiya-tidak-menghormati-ulama-dan-syuhada.html;diakses 11/12/12 22:00:19).Film Indonesia. (http://filmindonesia.or.id/search/all/pendidikan; diakses23/5/2013 23:16:08).Gatra, Sandro. 2010. “Ba’aysir kembali Ditahan di Bareskrim”(http://nasional.kompas.com/read/2010/12/23/11362638/Baaysir.Kembali.Ditahan.di.Bareskrim?; diakses 11/12/12 20:09:56).Harian Analisa. 2012. “Mengembalikan Citra Positif Pesantren”(http://www.p3m.or.id/2013/02/mengembalikan-citra-positifpesantren.html 21/12/2013 pukul 12.48)Ofy. 2008. “Pak Guru Perkosa Murid di Kompleks Sekolah”(http://nasional.kompas.com/read/2008/08/16/14361132/pak.guru.perkosa.murid.di.kompleks.sekolah; diakses 12/12/1 21:49:54).Ruslan, Heri. 2013. “Pesantren, Sistem Pendidikan Asli Indonesia” .(http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/10/17/mut6fypesantren-sistem-pendidikan-asli-indonesia 21/12/2013 pukul 12.49)Salmah, Alfidah. 2008. “Kontroversi Pernikahan Syekh Pujiono”(http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&jd=Kontroversi+Pernikahan+Syekh+Pujiono&dn=20081110093019; diakses 11/12/201221:22:16).Sudibyo, Anton. 2011. “Guru Ponpes Cabuli 10 Santri Bertahun-tahun”(http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/12/17/104488/Guru-Ponpes-Cabuli-10-Santri-Bertahun-Tahun; diakses 12/12/1222:55:54).