Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

KARAKTERISTIK BERMUKIM MASYARAKAT BANJAR PINGGIRAN SUNGAI STUDI KASUS: KELURUHAN KUIN UTARA BANJARMASIN Tharziansyah, Muhammad
POROS TEKNIK Vol 3, No 1 (2011)
Publisher : Politeknik Negeri Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Banjarmasin merupakan salah satu kota yang dikenal memiliki kawasan permukiman ba-tang air yang khas. Namun akibat pesatnya pembangunan jalan darat, banyak pertum-buhan dan perkembangan permukiman baru yang tidak lagi berorientasi ke arah sungai. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik bermukim masyarakat ping-giran sungai dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya. Pendekatan penelitian dila-kukan melalui housing attributes yang meliputi faktor lokasi, lingkungan perumahan dan faktor rumah dan household attributes yang meliputi kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya rumah tangga. Data diambil dari wawancara terstruktur dan pengamatan lapang-an. Dengan menggunakan factor analysis variabel dikelompokkan dan disaring. Selanjut-nya variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis regresi. Hasil analisis re-gresi menunjukkan bahwa faktor sosial budaya sangat mempengaruhi karakteristik ber-mukim. Terdapatnya sejumlah warga di Kuin Utara yang memilih tinggal di permukiman darat di sekitarnya akan mengurangi preferensi bermukim di kawasan ini di masa menda-tang. Implikasinya citra Banjarmasin sebagai kota air semakin menghilang di masa men-datang akibat dipengaruhi oleh kemajuan pembangunan infrastruktur seperti jalan darat, kecuali ada kebijakan untuk melestarikannya.
RUMAH BATU DI PESAYANGAN MARTAPURA SEBUAH KARYA ARSITEKTUR EKLEKTIK DI KALIMANTAN SELATAN Anhar, Pakhri; Tharziansyah, Muhammad
Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan Vol 9, No 1 (2007): Jurnal Teknik Sipil & Perencanaan
Publisher : Semarang State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Eclectism in architecture is seen as an emerging style driven by the desire or effort to immitate and apply elements of interest to compose a new form at architecture. Ecletic architecture has also developed in South Borneo. The mansory houses are evidence of ecleticsm development process in local architecture. Merchants holds an inportant role in this eclectism process, due to intensive cultural contacts inherited within this society. The intensity of the cultural contact plays a substantial part form the aculturation process. This intensity of cultural contact is the main part of alculturation process, which increased after the fall of Banjar Kingdom in mid 19th century. Gaya eklektik dalam arsitektur digambarkan sebagai suatu gaya yang muncul karena adanya keinginan atau usaha menjiplak dan kemudian memadukan berbagai unsur yang dianggap menarik ke dalam bentuk baru. Begitu pula dengan perkembangan arsitektur eklektik di Kalimantan Selatan, dimana arsitektur Rumah Batu merupakan bukti adanya proses eklektikisme dalam arsitektur setempat. Pemegang peran utama dalam proses eklektik ini adalah para saudagar atau pedagang, yang tentunya tidak terlepas dari intensitas kontak budaya yang dimiliki oleh kelompok masyarakat ini. Intensitas kontak budaya ini merupakan bagian utama dari proses akulturasi budaya yang meningkat setelah runtuhnya Kerajaan Banjar pada pertengahan abad ke 19. 
RUMAH BATU DI PESAYANGAN MARTAPURA SEBUAH KARYA ARSITEKTUR EKLEKTIK DI KALIMANTAN SELATAN Anhar, Pakhri; Tharziansyah, Muhammad
Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan Vol 9, No 1 (2007): Jurnal Teknik Sipil & Perencanaan
Publisher : Semarang State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jtsp.v9i1.6926

Abstract

Eclectism in architecture is seen as an emerging style driven by the desire or effort to immitate and apply elements of interest to compose a new form at architecture. Ecletic architecture has also developed in South Borneo. The mansory houses are evidence of ecleticsm development process in local architecture. Merchants holds an inportant role in this eclectism process, due to intensive cultural contacts inherited within this society. The intensity of the cultural contact plays a substantial part form the aculturation process. This intensity of cultural contact is the main part of alculturation process, which increased after the fall of Banjar Kingdom in mid 19th century. Gaya eklektik dalam arsitektur digambarkan sebagai suatu gaya yang muncul karena adanya keinginan atau usaha menjiplak dan kemudian memadukan berbagai unsur yang dianggap menarik ke dalam bentuk baru. Begitu pula dengan perkembangan arsitektur eklektik di Kalimantan Selatan, dimana arsitektur Rumah Batu merupakan bukti adanya proses eklektikisme dalam arsitektur setempat. Pemegang peran utama dalam proses eklektik ini adalah para saudagar atau pedagang, yang tentunya tidak terlepas dari intensitas kontak budaya yang dimiliki oleh kelompok masyarakat ini. Intensitas kontak budaya ini merupakan bagian utama dari proses akulturasi budaya yang meningkat setelah runtuhnya Kerajaan Banjar pada pertengahan abad ke 19. 
KARAKTERISTIK BERMUKIM MASYARAKAT BANJAR PINGGIRAN SUNGAI STUDI KASUS: KELURUHAN KUIN UTARA BANJARMASIN Tharziansyah, Muhammad
POROS TEKNIK Vol. 3 No. 1 (2011)
Publisher : P3M Politeknik Negeri Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Banjarmasin merupakan salah satu kota yang dikenal memiliki kawasan permukiman ba-tang air yang khas. Namun akibat pesatnya pembangunan jalan darat, banyak pertum-buhan dan perkembangan permukiman baru yang tidak lagi berorientasi ke arah sungai. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik bermukim masyarakat ping-giran sungai dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya. Pendekatan penelitian dila-kukan melalui housing attributes yang meliputi faktor lokasi, lingkungan perumahan dan faktor rumah dan household attributes yang meliputi kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya rumah tangga. Data diambil dari wawancara terstruktur dan pengamatan lapang-an. Dengan menggunakan factor analysis variabel dikelompokkan dan disaring. Selanjut-nya variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis regresi. Hasil analisis re-gresi menunjukkan bahwa faktor sosial budaya sangat mempengaruhi karakteristik ber-mukim. Terdapatnya sejumlah warga di Kuin Utara yang memilih tinggal di permukiman darat di sekitarnya akan mengurangi preferensi bermukim di kawasan ini di masa menda-tang. Implikasinya citra Banjarmasin sebagai kota air semakin menghilang di masa men-datang akibat dipengaruhi oleh kemajuan pembangunan infrastruktur seperti jalan darat, kecuali ada kebijakan untuk melestarikannya.
RUMAH BATU DI PESAYANGAN MARTAPURA SEBUAH KARYA ARSITEKTUR EKLEKTIK DI KALIMANTAN SELATAN Anhar, Pakhri; Tharziansyah, Muhammad
Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan Vol 9, No 1 (2007): Jurnal Teknik Sipil & Perencanaan
Publisher : Semarang State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jtsp.v9i1.6926

Abstract

Eclectism in architecture is seen as an emerging style driven by the desire or effort to immitate and apply elements of interest to compose a new form at architecture. Ecletic architecture has also developed in South Borneo. The mansory houses are evidence of ecleticsm development process in local architecture. Merchants holds an inportant role in this eclectism process, due to intensive cultural contacts inherited within this society. The intensity of the cultural contact plays a substantial part form the aculturation process. This intensity of cultural contact is the main part of alculturation process, which increased after the fall of Banjar Kingdom in mid 19th century. Gaya eklektik dalam arsitektur digambarkan sebagai suatu gaya yang muncul karena adanya keinginan atau usaha menjiplak dan kemudian memadukan berbagai unsur yang dianggap menarik ke dalam bentuk baru. Begitu pula dengan perkembangan arsitektur eklektik di Kalimantan Selatan, dimana arsitektur Rumah Batu merupakan bukti adanya proses eklektikisme dalam arsitektur setempat. Pemegang peran utama dalam proses eklektik ini adalah para saudagar atau pedagang, yang tentunya tidak terlepas dari intensitas kontak budaya yang dimiliki oleh kelompok masyarakat ini. Intensitas kontak budaya ini merupakan bagian utama dari proses akulturasi budaya yang meningkat setelah runtuhnya Kerajaan Banjar pada pertengahan abad ke 19. 
KARAKTERISTIK BERMUKIM MASYARAKAT BANJAR PINGGIRAN SUNGAI STUDI KASUS: KELURUHAN KUIN UTARA BANJARMASIN Muhammad Tharziansyah
POROS TEKNIK Vol. 3 No. 1 (2011)
Publisher : P3M Politeknik Negeri Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Banjarmasin merupakan salah satu kota yang dikenal memiliki kawasan permukiman ba-tang air yang khas. Namun akibat pesatnya pembangunan jalan darat, banyak pertum-buhan dan perkembangan permukiman baru yang tidak lagi berorientasi ke arah sungai. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik bermukim masyarakat ping-giran sungai dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya. Pendekatan penelitian dila-kukan melalui housing attributes yang meliputi faktor lokasi, lingkungan perumahan dan faktor rumah dan household attributes yang meliputi kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya rumah tangga. Data diambil dari wawancara terstruktur dan pengamatan lapang-an. Dengan menggunakan factor analysis variabel dikelompokkan dan disaring. Selanjut-nya variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis regresi. Hasil analisis re-gresi menunjukkan bahwa faktor sosial budaya sangat mempengaruhi karakteristik ber-mukim. Terdapatnya sejumlah warga di Kuin Utara yang memilih tinggal di permukiman darat di sekitarnya akan mengurangi preferensi bermukim di kawasan ini di masa menda-tang. Implikasinya citra Banjarmasin sebagai kota air semakin menghilang di masa men-datang akibat dipengaruhi oleh kemajuan pembangunan infrastruktur seperti jalan darat, kecuali ada kebijakan untuk melestarikannya.
BANJARMASIN FUTSAL CENTER Kevin Christiansyah; Muhammad Tharziansyah
JURNAL TUGAS AKHIR MAHASISWA LANTING Vol 9 No 2 (2020): JTAM LANTING Agustus 2020
Publisher : ULM Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jtamlanting.v9i2.682

Abstract

Banjarmasin Futsal Center appears as an answer to some problems that exist in the world of futsal in Banjarmasin. The problem is the lack of effectiveness of facilities for most futsal center in Banjarmasin. In addition, the image building of futsal centers also contributed to the problem, which is less reflect its image as a sports hall. Architecture method used in answering the problems is architectural programming method by referring to the standardization of building space in sports hall that include spaces must available in the sports hall along with the minimum standards of the room size. Representative concept also used as a support in providing the absolute picture of sports hall’s image to the public. Sports hall basically do not have special characteristics related to the image of the building contained in a theory, therefore Banjarmasin Futsal Center is designed by approaching the football stadium especially in terms of its shape so that it can be known as "Mini Stadium".
PONDOK PESANTREN MODERN PUTRA DI MARTAPURA Muhammad Fajar Faeza; Muhammad Tharziansyah
JURNAL TUGAS AKHIR MAHASISWA LANTING Vol 10 No 1 (2021): JTAM LANTING Februari 2021
Publisher : ULM Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jtamlanting.v10i1.755

Abstract

The design of the Modern Putra Islamic Boarding School in Martapura, South Kalimantan was based on the background of a lot of public interest today and the awareness of the importance of quality education so that the morals of every individual human being can be better and also from a general scientific perspective. Also, boarding school educators such as this pesantren can avoid most of the covid-19 virus because students do not leave the pesantren area so the need for Islamic boarding schools. The design problem raised is to create a comfortable and quiet Islamic boarding school. The problem-solving method used to create a comfortable and quiet Putra Islamic boarding school is the William M. Pena model of architectural programming. With the architectural programming method, the design will be adjusted to the needs and activity patterns of the students so that the design can help support the students' learning achievement. The design concept used is space as a learning medium by applying mass and spatial planning, comfort and tranquility, quality education, and educational concepts. Modern Islamic boarding schools are closely related to school classrooms in general. So that the classroom becomes one of the spaces that must be considered and designed according to the needs to create high-quality education. Apart from school areas, mosques (places of worship) and dormitories (rest areas) are areas that should be prioritized in this design.
Pola Permukiman Periferi Kota Banjarmasin Studi Kasus Koridor Jalan A. Yani Km. 6 – Km. 17 Muhammad Tharziansyah; Nursyarif Agusniansyah
INFO-TEKNIK Vol 5, No 1 (2004): INFOTEKNIK VOL. 5 NO. 1 2004
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/infotek.v5i1.653

Abstract

Alih fungsi lahan di Jalan A. Yani km.6 Banjarmasin sampai dengan km.17 Kabupaten Banjar merupakan fenomena ruang spatial yang menarik untuk diamati. Lahan sawah produktif mulai berubah fungsi menjadi lahan terbangun untuk kegiatan ekonomi komersial. Pembangunan perumahan permukiman, baik perumahan massal, swadaya maupun rumah toko (ruko) merupakan tuntutan kebutuhan masyarakat. Kondisi ini tentu saja membentuk pola-pola ruang tertentu.Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi ruang permukiman dan menganalisis kecenderungan yang akan terjadi pada masa mendatang. Analisis dilakukan secara kualitatif deskriptif menggunakan tiga variabel yaitu kerangka kawasan, layout ruang dan bangunan dan moda angkutan didapatkan pola permukiman yang dimaksud. Koridor jalan A.Yani lebih didominasi pola linear dan kemudian beberapa kawasan mengalami perkembangan cabang jalan dan ranting jalan yang selanjutnya membentuk pola seperti pola tulang ikan. Terdapat 149 buah cabang jalan dan yang paling dominan terdapat di km.7 dan km.8 dan km.14. Semakin dekat dengan pusat pertumbuhan maka semakin banyak jumlah cabang jalan. Jika dilihat dari layout ruang dan bangunan maka terdapat 6 model layout ruang yang terbentuk di antara bangunan, di antara bangunan dan moda angkutan transportasi dan di antara bangunan dan lingkungan.Diperkirakan koridor jalan A.Yani dari km.6 sampai km.17 akan berkembang 4 pola permukiman yaitu pola linear, grid, cluster dan amorf. Selain itu dampak negatif yang dikhawatirkan terjadi adalah munculnya squatter settlement (permukiman ilegal) dan slum area (kawasan kumuh) yang mengikuti perkembangan kawasan perdagangan, jasa dan kegiatan ekonomi. Untuk mengatasi ini perlu dilakukan penataan kapling sebelum terjadi pembangunan yang besar-besaran. Kasiba dan Lisiba merupakan konsep yang efektif untuk mengendalikan pembangunan fisik dan menjamin ketersediaan ruang terbuka permukiman.
PUSAT BARANG BEKAS LAYAK PAKAI DI KOTA BANJARBARU Muhammad Baidi Rahmatillah; Muhammad Tharziansyah
JURNAL TUGAS AKHIR MAHASISWA LANTING Vol 11 No 1 (2022): JTAM LANTING Februari 2022
Publisher : ULM Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jtamlanting.v11i1.1328

Abstract

The design of the Used Goods Center in Banjarbaru City was motivated by the increased production of waste in Banjarbaru City after the COVID-19 pandemic and the proliferation of secondhand shops selling illegally imported used goods. The problems faced are in the form of many used goods stores that provide an inadequate shopping experience so that they do not attract visitors. The design method used is the Architectural Program by managing information and then analyzing the design to produce the right design. The design concept uses a One Stop Shopping Experience which provides a complete shopping experience, starting from selling on a consignment system, buying, and trying used goods in one facility. The furniture design uses the concept of upcycling waste as a solution to reduce waste production in Banjarbaru City. The result of the design is an elongated two-story building surrounded by old window and door facades. The building area is 1875m2 facing north with two main functions, namely a used goods service center and a used goods shopping area.