Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : AGRIKAN Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan

Potensi kepiting bakau Scylla serrata (Forsskal, 1775) di Kabupaten Merauke Provinsi Papua Masiyah, Siti
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan Vol 7, No 2 (2014)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Wuna

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29239/j.agrikan.7.2.31-35

Abstract

Kabupaten Merauke yang memiliki potensi yang sangat besar salah satunya adalah potensi sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Potensi mangrove yang masih sangat alami mendatangkan kepiting bakau semakin melimpah. Penelitian yang menggunakan data Time series dari Dinas Perikanan dan Kelautan maupun dari laporan tahunan Badan Pusat Statistik Kabupaten Merauke. Pengambilan data dari tahun 2005 - 2011. Analisis data menggunakan Metode dari Schaefer dan Fox. Dari hasil analisis didapatkan bahwa Nilai MSY menurut Schaefer dan Fox upaya penangkapan optimum masing-masing sebesar 109059.8191 ton/unit dan 72382.9154 ton/unit, tingkat eksploitasi kepiting bakau menurut Schaefer sebesar 285.6854% dengan jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 87247.8553ton/per unit. Menurut analisis dengan menggunakan Teori Fox didapatkan Tingkat eksploitasinya sebesar 430,44% dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 57906.33ton/tahun. T ingkat Tingkat eksploitasi kepiting bakau di Kabupaten Merauke mengalami kondisi tingkat over explotedatau lebih tangkap.
Aspek Dinamika Populasi Kepiting Bakau Scylla serrata (Forsskal, 1775) di Perairan Distrik Merauke Kabupaten Merauke Provinsi Papua Masiyah, Siti
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan Vol 6 (2013): Edisi Khusus Akhir Tahun 2013
Publisher : Sangia Research Media and Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29239/j.agrikan.6.0.39-46

Abstract

Potensi sumberdaya alam di Kabupaten Merauke sangat luas, baik potensi sumberdaya yang dalam proses pemanfaatan maupun potensi untuk pengembangan sumberdaya alam. Penangkapan yang dilakukan terus menerus untuk memenuhi permintaan konsumen tanpa adanya suatu usaha pengaturan, dalam kurun waktu yang akan datang akan mengalami kelebihan tangkap (overfishing). Beverton dan Holt (1957) menyatakan bahwa salah satu data penting yang perlu diketahui sebagai bahan masukan untuk memperoleh pola pengaturan dan pengelolaan perikanan di perairan tersebut adalah aspek dinamika polulasi. Adapun parameter dinamika populasi tersebut meliputi : Kelompok umur, pertumbuhan, mortalitas, yield per rekruitmen yang ada di Kabupaten Merauke Provinsi Papua. Penelitian ini di laksanakan pada bulan Maret - Mei 2012 tepatnya di Distrik Merauke, Kabupaten Merauke. Untuk menduga pertumbuhan digunakan formula yang dikemukakan oleh Von Bertalanffy (Sparre et.al, 1999), Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris rumus empiris Pauly (1983), Pendugaan laju kematian total (Z), laju eksploitasi (E), laju mortalitas penangkapan(F) dan Y/L dianalisis dengan menggunakan metode Baverton dan Holt (Sparre. et al, 1999). Hasil penelitian didapatkan bahwa didapatkan kepiting : 1052 ekor Hasil pemetaan antara frekuensi dan tengah kelas didapatkan 23 kelas dengan interval 6 sebanyak tiga kelompok umur, Nilai panjang  asimptot (L∞) sebesar 177.8304 mm, sedangkan koefisien laju pertumbuhan (K) adalah 0.697 pertahun (t0) adalah sebesar -0.1417 per tahun) nilai mortalitas alami (M) yaitu 0.7598, mortalitas penangkapan (F) = 1.6054 umur relatif, mortalitas total (Z) 2.365umur relative nilai laju eksploitasi 0.6787 per tahun, Pemetaan Y/R 0.0467.
Analisis ekologi mangrove sebagai dasar rehabilitasi di Pesisir Arafura Samkai Distrik Merauke Kabupaten Merauke Provinsi Papua Masiyah, Siti; Monika, Nova
Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan Vol 10, No 2 (2017)
Publisher : Sangia Research Media and Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29239/j.agrikan.10.2.29-35

Abstract

Pesisir Payum-Lampu satu merupakan salah satu pesisr yang secara geografis berhadapan langsung dengan Laut Arafura. Metode yang digunakan menggunakan metode transek 10 x 10m dengan mengambil sampel pada ekosistem mangrove yang rusak maupun mangrove yang baik. Hasil Penelitian didapatkan kerusakan mangrove di pantai payum disebabkan kareana adanya aktifitas masyarakat sebagai penggali pasir dan memanfaatkan kayu mangrove sebagai bahan bangunan. Hasil pengukuran luasan mangrove yang rusak dengan mengambil koordinat pesisir Kampung payum memiliki panjang mangrove yang rusak 1478,6 m atau 1,5 km dengan lebar mangrove antara 127–80 m sehingga didapatkan luasan mangrove yang rusak kurang lebih 2 ha. Adapun koordinat mangrove yang rusak mulai dari 8,517450 LS - 140, 407750 BT sampai 8,550040 LS - 140, 419770 BT. Pesisir Lampu satu memiliki luasan mangrove yang lebih kecil daripada Payum. Penentuan Panjang mangrove yang rusak didapatkan koordinat 8,500490 LS - 140,375410 BT Sampai 8,498320 LS - 140,367260 BT. Memiliki Panjang pesisir dengan mangrove yang rusak 374 m dengan titik koordinat pengukuran pada titik awal: 8, 501040 LS - 140, 369040 BT yang merupakan lebar mangrove yang rusak. Hasil Analisis kualitas air di pesisir payum COD: 22,12 - 25,13 ppm, DO: 4,63 - 8,13 ppm, 20,46 - 21,34 ppm, phosphate: 0,020 - 0,045 ppm, nitrat 0,005 - 0,009 ppm sedangkan pada pesisir lampu satu didapatkan COD: 20,72 - 28,17 ppm, DO: 3,58 - 8,79 ppm, BOD: 20,11 - 21,39 ppm Phosphate: 0,019 - 0,060 ppm dan nitrat 0,009 - 0,059 ppm. Analisis kualitas air dengan perbandingan baku mutu kualitas air Kepmen LH No.53 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota. Dan didapatkan sesuai untuk kelangsungan hidup biota. Sedangkan untuk biota yang berasisiasi didapatkan 14 jenis gastropoda dan I jenis bivalvia, di Payum didapatkan. Sedangkan di pesisir payum didapatkan 9 jenis gastropoda dan 3 jenis bivalvia. Sedangkan untuk jenis ikan yang tertangkap pada ekosistem mangrove yang rusak maupun yang baik didapatkan 10 jenis ikan. Pasang surut yang terdapat pada kedua stasiun sama dimana pasang tertinggi 4,1 m dan pasang terendah 3,7 dengan kedalaman pada ekosistem mangrove Payum lebih besar dari pada Lampu Satu.