Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Journal Law of Deli Sumatera

KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS DALAM PROSES PEMERIKSAAN DUGAAN PELANGGARAN KODE ETIK YANG DILAKUKAN NOTARIS Rica Gusmarani; Muhammad Ilham
Journal Law of Deli Sumatera Vol 1 No 1 (2021): Artikel Riset Desember 2021
Publisher : LLPM Universitas Deli Sumatera

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.541 KB)

Abstract

Notaris, selaku pejabat umum dalam setiap pelaksanaan tugasnya tidak boleh keluar dari rambu-rambu yang telah diatur oleh perangkat hukum yang berlaku. Notaris dituntut untuk senantiasa menjalankan tugas dan jabatannya, sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Notaris wajib menjunjung tinggi martabat jabatannya, baik saat menjalankan tugas jabatannya maupun di luar tugas jabatannya, hal ini berarti bahwa notaris harus selalu menjaga agar perilakunya tidak merendahkan jabatannya, martabatnya, dan kewibawaannya sebagai notaris. Untuk itu dibentuklah Majelis Kehormatan Notaris untuk melakukan pemeriksaan dan pembinaan terhadap notaris. Keberadaan Majelis Kehormatan Notaris sebagai institusi yang akan memutuskan apakah notaris melanggar kode etik atau tidak serta memberikan sanksi hukum. Majelis Kehormatan Notaris merupakan lembaga baru yang sebelumnya tidak diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, sehingga termasuk hal yang diubah itu sebagaimana Penjelasan Umum angka 6 UU No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris bahwa beberapa ketentuan yang diubah dari UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris antara lain pembentukan Majelis Kehormatan Notaris. Anehnya pembentukan Majelis Kehormatan Notaris tersebut tidak disertai dengan definisi Majelis Kehormatan Notaris. Berdasarkan kondisi tersebut, maka selayaknya penjatuhan sanksi kode etik oleh Majelis Kehormatan terhadap notaris, harusnya disikapi sebagai suatu pembelajaran untuk mempertanggungjawabkan setiap aktivitas notaris yang tidak terlepas dari ruang lingkup hukum yang berlaku. Sanksi hukum yang dijatuhkan kepada notaris, harusnya menyadarkan notaris untuk lebih memiliki etika dan moral saat menjalankan profesinya di tengah-tengah masyarakat. Keywords: notaris, pelanggaran, akta
PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN PERINTAH TEMBAK DI TEMPAT OLEH APARAT KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Muhamad Ilham
Journal Law of Deli Sumatera Vol 1 No 1 (2021): Artikel Riset Desember 2021
Publisher : LLPM Universitas Deli Sumatera

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (421.041 KB)

Abstract

Pertanggungjawaban polisi dalam melakukan tindakan tembak mati ditempat terhadap pelaku kejahatan memiliki prosedur dalam melaksanaknnya. Prosedur penggunaan senjata api serta kewenangan tembak mati ditempat yang dilakukan polisi dijelaskan dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia serta didalam Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala tertentu dengan kaitannya dengan undang-undang, peraturan-peraturan, dan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian ini mengggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data skunder dan disebut juga dengan penelitian hukum kepustakaan. Menghadapi pelaku kejahatan, polisi dituntut untuk segera mengambil tindakan, tindakan diambil sesuai dengan penilaiannya sendiri. Kewenangan ini tertulis didalam Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh Polri diantaranya adalah tembakan mati ditempat. Tembak mati ditempat dengan Pasal 49 ayat (1) KUHP tentang Pembelaan Terpaksa (Noodweer), namun yang menjadi masalah apakah dalam pelaksanaan tembak mati ditempat telah sesuai dengan prosedur dan tidak bertentangan dengan perundang-undangan lain yang berlaku, karena dalam Pasal 8 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Penjelasan Umum KUHAP dikenal asas praduga tak bersalah. Pengambilan tindakan tersebut tidak terlepas dari pertanggungjawaban pidana yang kemungkinan dapat ditujukan kepada polisi. Dalam hal ini polisi juga dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya karena dalam pengambilan tindakan tersebut harus dilihat unsur kelalaian dan pelanggaran dalam prosedur penggunaan kewenangan tindakan tembak mati ditempat tersebut. Keywords: Prosedur, Tembak Mati, Pertanggungjawaban Pidana, Polisi
STATUS HUKUM PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA BERDASARKAN ATURAN HUKUM YANG TERKAIT DALAM APARATUR SIPIL NEGARA Muhammad Ilham; M. Hendra Pratama Ginting
Journal Law of Deli Sumatera Vol 1 No 2 (2022): Artikel Riset Mei 2022
Publisher : LLPM Universitas Deli Sumatera

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (270.364 KB)

Abstract

Manajemen aparatur sipil negara diarahkan berdasarkan pada perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki oleh calon dalam rekrutmen. Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, menjelaskan bahwa ASN (Aparatur Sipil Negara) terbagi menjadi 2 (dua) jenis Kepegawaian yakni PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan instansi pemerintah dan ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Pelaksanaan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara mempengaruhi kedudukan hukum bagi tenaga honorer sebab dalam ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara istilah tenaga honorer dihapus. Berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara tersebut membuat kedudukan tenaga honorer menjadi hilang. Hal ini terjadi dikarenakan ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 mendefinisikan istilah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sehingga secara otomatis kedudukan tenaga honorer menjadi hilang dan digantikan oleh Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Tenaga honorer itu berbeda dengan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sebab pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) hanya sebagai pegawai kontrak dengan minimal kontrak 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang kontrak kerjanya apabila kinerja dari pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) itu baik. Hal ini bertolak belakang dengan undang-undang sebelumnya yang memberikan jalan bagi tenaga honorer untuk otomatis diangkat menjadi CPNS apabila telah cukup lama mengabdi di sebuah instansi pemerintah. Maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah masih tidak serius dalam menangani permasalahan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan tenaga honorer. Keywords: Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), kedudukan hukum.
PERAN PERGURUAN TINGGI HUKUM MENDORONG KESEJAHTERAAN BANGSA Fahmi Jurdial; Rica Gusmarani; Muhammad Ilham
Journal Law of Deli Sumatera Vol 1 No 2 (2022): Artikel Riset Mei 2022
Publisher : LLPM Universitas Deli Sumatera

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (252.769 KB)

Abstract

ABSTRAK Indonesia, sebagaimana dengan negara-negara lain yang berlandaskan pada hukum tentu maka sudah pasti negara ingin menciptakan kesejahteraan bagi bangsa, itu sudah menjadi cita-cita bangsa sedari awal sejak kemerdekaan indonesia. Segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah bahkan penegak hukum telah dilakukan untuk membangun kehidupan bangsa yang baik, maju dan serta sejahtera, namun akan tetapi sampai saat ini masih saja banyak problematika yang terjadi di indonesia dan masyarakat masih banyak yang hidup dalam kesengsaraan, menderita dan terlantar Penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum doktriner, juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen. Disebut penelitian hukum doktriner, karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain. Secara konstitusi semua urusan pendidikan menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah, namun bukan berarti masyarakat tidak boleh lepas tanggung jawab. Peran serta dan tanggung jawab masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengadakan perubahan, pengembangkan serta penyeleggaraan pendidikan. Sesungguhnya sistem pendidikan nasional telah diatur secara lengkap dalam konstitusi, akan tetapi belum terimplementasi dengan baik dan sesuai secara penuh. Apalagi dalam perkembangannya selalu dipengaruhi oleh perkembangan politik kekuasaan, dan sudah menjadi kebiasaan yang melembaga ketika bergantinya kekuasaan, berganti pula sistem atau kebijakan dalam pendidikan, baik aturan, kurikulum maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan pendidikan, sehingga proses belajar mengajar maupun hasil proses tersebut belum bisa menghasilkan sesuai dengan yang harapkan dan yang dicita-citakan, serta tujuan pendidikan belum bisa dicapai secara maksimal. Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum bertujuan menyelenggarakan kesejahteraan umum jasmani dan rohani, berdasarkan prinsip- prinsip hukum yang benar dan adil, sehingga hak-hak dasar warga negara betul-betul dihormati, dilindungi, dan dipenuhi. Demi tercapainya tujuan tersebut, maka pendidikan hukum untuk seluruh warga negara Indonesia perlu dilakukan dengan baik dan benar. Pendidikan hukum bertujuan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Jika masyarakat memiliki kesadaran hukum, maka masyarakat akan sadar dan taat tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik dalam menjalankan hukum yang berlaku. Peran perguruan tinggi hukum dalam mendorong anak bangsa yang berkualitas, disamping peran dalam mendidik, baik dalam pendidikan bergelar maupun pendidikan tambahan (non gelar) lembaga perguruan tinggi hukum dapat pula berperan untuk melakukan riset-riset penelitian yang dibutuhkan oleh pengadilan. Keywords: Perguruan Tinggi, Pendidikan Hukum, Kesejahteraan Bangsa