Anak Agung Ngurah Anantasika
Maternal-Fetal Division, Departement Of Obstetrics And Gynaecology, Udayana University Sanglah Hospital Bali

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : ISM (Intisari Sains Medis) : Jurnal Kedokteran

Gonadotropin Releasing Hormone Agonis (GNRH-A) vs Human Chorionic Gonadotropin (hCG) vs Gonadotropin Releasing Hormone Agonis (GNRH-A) + Human Chorionic Gonadotropin (HCG) sebagai stimulan pematangan oosit, tingkat pembuahan, kualitas embrio, tingkat keha Putu Nody Asta Kusuma; Jaqueline Sudirman; Made Suyasa Jaya; I Gede Ngurah Harry Wijaya Surya; Anak Agung Ngurah Anantasika; Ida Bagus Putra Adnyana
Intisari Sains Medis Vol. 12 No. 1 (2021): (Available online : 1 April 2021)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.364 KB) | DOI: 10.15562/ism.v12i1.875

Abstract

Background: The stimulation of Human Chorionic Gonadotropin (hCG) vs. Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) agonists vs. hCG + GnRH agonists plays an important role in influencing oocyte maturation, fertilization, embryo quality, pregnancy, live birth rates, and Ovarian Hyperstimulation Syndrome (OHSS) during IVF. This study aims to determine the effectiveness of hCG vs. GnRH agonist stimulation vs. hCG + GnRH agonists regarding oocyte maturation levels, embryo quality, fertilization, pregnancy, live birth rates, and OHSS while undergoing IVF program.Methods: This cross-sectional analytic study was conducted on 86 samples, including 33 hCG group, 12 GnRH agonist group, and 41 hCG + GnRH agonist group. The secondary data was obtained from the IVF clinical laboratory results at Puri Bunda Hospital and BROS hospital. Data were analyzed using SPSS version 20 for Windows.Results: There were no significant differences in age, duration of infertility, levels of Follicle Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH), estradiol, duration of stimulation, level of oocyte maturation, fertilization, embryo quality, pregnancy, live birth rate and OHSS ( p> 0.05) in each group. However, there was a significant difference in the Body Mass Index (BMI) (p = 0.032) and the number of oocytes (p = 0.020) in each group.Conclusion: There were no significant differences in oocyte maturation, fertilization rates, embryo quality, pregnancy, live birth rates, and OHSS.  Latar Belakang: Stimulasi Human Chorionic Gonadotropin (hCG) vs Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) agonis vs hCG+GnRH agonis berperan penting dalam mempengaruhi pematangan oosit, pembuahan, kualitas embrio, kehamilan, tingkat kelahiran hidup, dan Ovarian Hiperstimulation Syndrome (OHSS) pada saat menjalani program bayi tabung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas dari stimulasi hCG vs GnRH agonis vs hCG+GnRH agonis mengenai tingkat pematangan oosit, kualitas embrio, pembuahan, kehamilan, kelahiran dan OHSS saat menjalani program bayi tabung.Metode: Penelitian potong lintang analitik ini dilakukan terhadap 86 sampel meliputi 33 kelompok hCG, 12 kelompok GnRH agonis, dan 41 kelompok hCG+GnRH agonis. Data sekunder diperoleh dari hasil laboratorium klinik IVF Rumah Sakit Puri Bunda dan rumah sakit BROS. Data dianalisis dengan SPSS versi 20 untuk Windows.Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna pada usia, durasi infertilitas, kadar Follicle Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH), estradiol, durasi stimulasi, tingkat pematangan oosit, pembuahan, kualitas embrio, kehamilan, tingkat kelahiran hidup dan OHSS (p>0,05) pada masing-masing kelompok. Namun, terdapat perbedaan bermakna pada Indeks Massa Tubuh (IMT) (p=0,032) dan jumlah oosit (p=0,020) pada masing-masing kelompok.Kesimpulan: Tidak ditemukannya perbedaan yang bermakna pada tingkat pematangan oosit, pembuahan, kualitas embrio, kehamilan, tingkat kelahiran hidup dan OHSS.
Polimorfisme gen COL1A1 sebagai faktor risiko terjadinya prolaps organ panggul pada perempuan Bali, Indonesia Putra Agung Eka Aricandana; I Gede Mega Putra; I Wayan Megadhana; Anak Agung Ngurah Anantasika; Ida Bagus Gde Fajar Manuaba; I Gede Ngurah Harry Wijaya Surya
Intisari Sains Medis Vol. 13 No. 1 (2022): (Available Online : 1 April 2022)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15562/ism.v13i1.1209

Abstract

Introduction: Pelvic organ prolapse (POP) is still a common health problem in women, especially in the elderly female population. Pelvic organ prolapse is associated with a reduced quality of life for millions of women worldwide. The purpose of this study was to determine the role of the COL1A1 rs 1800012 gene polymorphism as a risk factor for pelvic organ prolapse in Balinese women, Indonesia.Methods: This case-control observational study involved 60 Balinese women aged 30-70 years divided into 30 subjects with pelvic organ prolapse as a case group and 30 subjects with non-pelvic organ prolapse as a control group. Subject selection and clinical examination were carried out at the Reconstructive Urogynecology Polyclinic and Obstetrics and Gynecology Polyclinic, Sanglah Central General Hospital Denpasar and Prima Medika General Hospital Denpasar. Three ml of blood sample was drawn and then put into a bottle containing EDTA for Polymerase Chain Reaction COL1A1 rs 180012 gene polymorphisms at the Integrated Biomedical Laboratory, Faculty of Medicine, Udayana University. The data obtained were then analyzed using the Statistical Product and Service Solutions software version 21.0.Results: COL1A1 gene polymorphism was found in eight subjects in the case group and one subject in the control group. The results of bivariate analysis showed a significant relationship between the COL1A1 gene polymorphism and the incidence of pelvic organ prolapse (p = 0.011). The results of multivariate analysis revealed a significant relationship between COL1A1 gene polymorphisms and pelvic organ prolapse after controlling for controlled variables (parity status, occupation, BMI, age, menopause, and history of hysterectomy). Multivariate analysis showed adjusted odd ratio of 16.157 for the COL1A1 gene polymorphism (p = 0.021).Conclusion: COL1A1 gene polymorphism significantly increases the risk of pelvic organ prolapse in Balinese women.  Pendahuluan: Prolaps organ panggul (POP) masih menjadi masalah kesehatan umum pada perempuan, terutama pada populasi wanita lanjut usia. Prolaps organ panggul berkaitan dengan penurunan kualitas hidup dari jutaan wanita di seluruh dunia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran polimorfisme gen COL1A1 rs 1800012 sebagai faktor risiko kejadian prolaps organ panggul pada perempuan Bali, Indonesia.Metode: Studi observasional kasus kontrol ini melibatkan 60 orang perempuan Bali berusia 30-70 tahun yang terdiri dari 30 orang dengan diagnosis prolaps organ panggul sebagai kelompok kasus dan 30 orang dengan diagnosis non prolaps organ panggul sebagai kelompok kontrol. Pemilihan subjek dan pemeriksaan klinis dilakukan di Poliklinik Uroginekologi Rekonstruksi dan Poliklinik Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dan Rumah Sakit Umum Prima Medika Denpasar. Sampel darah diambil sebanyak 3 ml kemudian dimasukkan ke dalam botol yang berisi EDTA dan dilakukan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction untuk polimorfisme gen COL1A1 rs 180012 di Laboratorium Biomedik Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak Statistical Product and Service Solutions versi 21.0.Hasil: Polimorfisme gen COL1A1 ditemukan pada 8 subjek pada kelompok kasus dan 1 subjek pada kelompok kontrol. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan signifikan antara polimorfisme gen COL1A1 dan kejadian prolaps organ panggul (p = 0,011). Hasil analisis multivariat memperjelas hubungan signifikan antara polimorfisme gen COL1A1 dan prolaps organ panggul setelah dikontrol dengan variabel terkendali (status paritas, pekerjaan, imt, umur, menopause, dan riwayat histerektomi). Hasil analisis multivariat menunjukkan adjusted odd ratio sebesar 16,157 untuk polimorfisme gen COL1A1 (p = 0,021).Simpulan: Polimorfisme gen COL1A1 secara signifikan meningkatkan risiko terjadinya prolaps organ panggul pada perempuan Bali.
Kadar heat shock protein 70 (HSP 70) yang tinggi pada serum ibu sebagai faktor risiko persalinan preterm Tjokorda G. A. Suwardewa; Ketut Surya Negara; Anak Agung Ngurah Anantasika; I Wayan Artana Putra; I Gde Sastra Winata; Piere Emanuel Yoltuwu
Intisari Sains Medis Vol. 13 No. 1 (2022): (Available Online : 1 April 2022)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15562/ism.v13i1.1329

Abstract

Introduction: Preterm birth defined as parturition that occurs less than 37 completed weeks of gestation is still being a big problem in obstetrics, especially in perinatology. Preterm delivery is one of the most common causes of neonatal morbidity and mortality. This study examined serum HSP 70 levels as a risk factor for preterm delivery.Method: The research design was analytic with a case-control method at Sanglah Hospital from February to June 2021. The samples were divided into two groups which are in the case group was 30 samples and the control group was 30 samples. In both groups, HSP 70 levels were collected by taking 5cc of blood sample from cubital vein. Furthermore, the examination was carried out using the enzyme-link immunosorbent assay (ELISA) method at Biomedik Terpadu Laboratory service.Result: Based on the data on the characteristics of the subjects, respectively maternal age, gestational age, BMI, and parity there was no significant differences between two group. Serum HSP levels were significantly different between the two groups with OR 4.030 (95%CI: 1,372-11,84; p-value 0.01). The cut-off value for serum HSP 70 levels was 12.85 ng/ml, with a sensitivity of 70%, specificity of 63.3%, and an area under the curve (AUC) value of 0.807 (95% CI 0.697 – 0.916, p-value <0.001).Conclusion: This study revealed that high levels of HSP 70 in serum is a risk factor of preterm labor. High blood serum levels of HSP 70 could be a reference in determining high risk of preterm labor in pregnant women.  Pendahuluan: Persalinan preterm didefinisikan kelahiran sebelum usia gestasi kurang dari 37 minggu masih menjadi masalah besar dalam bidang obstetri khususnya dibidang perinatologi. Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka morbiditas dan mortalitas neonatus. Penelitian ini meneliti mengenai kadar HSP 70 pada serum ibu sebagai faktor risiko persalinan preterm.Metode: Rancangan penelitian yang digunakan adalah analitik dengan metode kasus-kontrol, dilakukan di RSUP Sanglah pada periode Februari 2021 sampai Juni 2021. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yakni kelompok kasus sebanyak 30 sampel dan kontrol 30 sampel. Pada kedua kelompok, pemeriksaan kadar HSP 70 dilakukan melalui pengambilan sampel darah 5 ml pada vena cubiti. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan metode enzyme-link immunosorbent assay (ELISA) di Unit Laboratorium Biomedik Terpadu.Hasil: Data karakteristik subyek yaitu usia ibu, usia kehamilan, IMT dan jumlah paritas, tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna. Kadar serum HSP yang tinggi berbeda bermakna antara kedua kelompok dengan nilai OR 4.030 (IK 95%: 1,372-11,84; nilai p 0.01). Nilai cut off kadar serum HSP 70 sebesar 12.85 ng/ml, dengan sensitifitas sebesar 70%, spesifisitas 63,3%, dan nilai area under the curve (AUC) sebesar 0,807 (IK 95% 0,697 – 0,916, nilai p <0,001).Simpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar HSP 70 yang tinggi pada serum ibu sebagai faktor risiko kejadian terjadinya persalinan preterm. Nilai kadar HSP 70 yang tinggi dapat menjadi suatu acuan dalam menentukan risiko tinggi kejadian persalinan preterm pada ibu hamil.