Rida Ista Sitepu
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Peninjauan Kembali Batas Usia Minimum Pertanggungjawaban Pidana Anak Yang Terlibat Perdagangan Narkotika Rida Ista Sitepu
Jurnal Rechten : Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia Vol 2 No 3 (2020): Edition for December 2020
Publisher : Program Studi Hukum Universitas Nusa Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52005/rechten.v2i3.90

Abstract

Pertanyan tentang beban sanksi pidana yang diterapkan kepada anak yang berhadapan dengan hukum adalah apakah seorang anak memiliki pengetahuan terhadap sebuah ancaman yang akan dihadapinya dari melanggar ketentuan pidana? Dan apakah tujuan dari pemidanaan nantinya memiliki efektifitas dan kemanfaatan bagi si anak? Apabila tujuan pidana lebih banyak mendatang kerugian tentu hal ini sangat merugikan bagi seorang anak di masa depannya. Anak dianggap sebagai kelompok rentan dan minim pengetahuan. Secara biologis anak membutuhkan bimbingan dan pendidikan untuk membetuk pemikirannya. Pendekatan psikologi forensik menyepakati bahwa manusia dengan kematangan pikiran diperoleh apabila telah berusia 21 tahun. Pertimbangan ini juga disepakati oleh perserikatan bangsa-bangsa melalui organisasi UNICEF yang menyelenggarakan konvensi hak anak dan merekomendasikan untuk meningkatkan batas minimum pemberlakukan pertanggungjawaban pidana anak ke usia 14 tahun hingga 16 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis usia minimum anak yang dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana yang melanggar ketentuan dari peraturan perundang undangan tentang narkotika Analisis ini dilakukan berdasarkan perspektif hukum Nasional di Indonesia dan dibenturkan dengan prinsip perlindungan bagi anak dengan berlandaskan asas kepentingan terbaik bagi anak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA SINEMATOGRAFI DI APLIKASI TELEGRAM Rida Ista Sitepu
Jurnal Rechten : Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia Vol 4 No 1 (2022): Edition for April 2022
Publisher : Program Studi Hukum Universitas Nusa Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52005/rechten.v4i1.92

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta karya Sinematografi film di aplikasi Telegram,penyebab pelanggaran hukum,dan upaya hukum bagi pemegang Hak Cipta Film yang karyanya diambil tanpa Hak dan disebarluaskan melalui aplikasi Telegram. Metode penelitian yang digunakan adalah Pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perlindungan hak cipta atas Sinematografi berupa pencegahan dan penindakan pemerintah berupa penyelesaian sengketa dan pertanggungjawaban pidana terhadap perbuatannya yang melanggaran aturan terkait pembajakan hak cipta sesuai dengan Undangundang yang berlaku. Upaya yang dapat dilakukan oleh pemilik hak cipta film yang bersangkutan melalui aplikasi Telegram yaitu dengan mengajukan pengaduan kepada polisi dan atau penyidik mengenai pembajakan dan/atau pelanggaran hak cipta sinematografi diaplikasi Telegram. Dengan adanya faktor-faktor yang menyebabkan pembajakan di industri film, maka dari itu pencipta dan pemilik hak cipta harus lebih peduli tentang pembajakan karya yang berhak cipta, terutama dalam bentuk film yang mengklaim jika hak mereka dilanggar, dan kemungkinan pelanggaran hak cipta dapat dicegah agar kegiatan ilegal tersebut tidak terjadi.
Pendekatan Restorative Justice Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Rida Ista Sitepu; Rudi Hermawan
Jurnal Rechten : Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia Vol 1 No 3 (2019): Edition for December 2019
Publisher : Program Studi Hukum Universitas Nusa Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52005/rechten.v1i3.44

Abstract

Pendekatan retributive justice dalam hukum pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia tidak relevan dengan tujuan pemberantasan korupsi di Indonesia yakni untuk melindungi aset dan kekayaan negara. Karena itu muncul gagasan untuk menggunakan pendekatan Restorative Justice dalam upaya pemberantasan korupsi di masa yang akan datang. Penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan jawaban tentang bagaimana pendekatan restorative justice dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini menyimpulkan bahwa pendekatan restorative justice dalam pemidanaan pelaku tindak pidana korupsi dapat dilakuakan diantaranya dengan melakukan penguatan norma-norma pengembalian kerugian negara yang semula sebagai pidana tambahan menjadi pidana pokok serta pengaturan mekanisme dalam pemulihan akibat dari tindak pidana korupsi tersebut.
Eksistensi Pidanan Internasional Terhadap Krisis Kemanusian Etnis Rohingya Di Myanmar Rida Ista Sitepu
Jurnal Rechten : Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia Vol 2 No 2 (2020): Edition for August 2020
Publisher : Program Studi Hukum Universitas Nusa Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52005/rechten.v2i2.58

Abstract

Dalam mempelajari hukum pidana internasional terdapat tujuan dari hukum pidana internasional itu sendiri yaitu: Mencegah terjadinya kejahatan internasional, Menuntut pelaku kejahatan internasional, Menghukum pelaku kejahatan internasional. Tujuan hukum pidana internasioanal tersebut akan dikaitkan dengan Krisis Kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya di negara Myanmar. Tujuan penulisan ini adalah bagaimana melihat krisis kemanusiaan apakah memiliki unsur-unsur pelanggaran pidana Internasional sehingga dapat dilihat apakah tujuan hukum pidana internasional itu telah tercapai atau sebaliknya. . Metode penelitian yang digunakan pendekatan yuridis normatif, selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif analitis. Hasil penelitian melihat tindakan apa yang dilakukan oleh masyarakat Internasional dalam perspektif Hukum Pidana Internasional dan mencapai tujuan hukum pidana internasional.
KEDUDUKAN PERSIDANGAN PIDANA ONLINE PASCA PENCABUTAN KASUS DARURAT KESEHATAN DI PENGADILAN NEGRI CIBADAK Rida Ista Sitepu
Jurnal Rechten : Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia Vol 5 No 1 (2023): Hukum dan Hak Asasi Manusia
Publisher : Program Studi Hukum Universitas Nusa Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52005/rechten.v5i1.119

Abstract

Pada masa pandemi Covid-19 tahun 2020, persidangan di pengadilan dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau dikenal (On the Network/Online), yang diatur melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Tata Usaha dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik. Di Pengadilan Negeri Kota Sukabumi dalam sidang online ini para pihak di Pengadilan Negeri adalah Hakim, Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan, terdakwa di tempat penahanan, sedangkan Advokat di kantornya atau bisa mendampingi terdakwa di tempat terdakwa ditahan. Pada saat terdakwa menghadiri sidang online dapat didampingi oleh Advokatnya dan harus mengikuti SOP yang telah ditetapkan. Terdakwa tetap dalam tahanan yaitu tahanan di Rutan atau di Polres yang menangani perkara. Pelaksanaan sidang ini tidak lepas dari upaya pencegahan penularan virus Corona di Rutan. Kendala dalam pelaksanaan persidangan perkara pidana secara elektronik di masa pandemi Covid-19 adalah infrastruktur, akses internet, pemenuhan hak-hak terdakwa, dan penerapan prinsip-prinsip Sistem Peradilan Pidana. Meskipun persidangan elektronik telah diterapkan pada sistem peradilan perdata, karena perbedaan karakter tujuan persidangan, persidangan konvensional tetap dipertahankan oleh pemerintah Indonesia, sebelum terjadinya bencana kesehatan nasional. Kebenaran materil merupakan tujuan utama dari pelaksanaan sistem peradilan pidana karena pembuktian harus lebih terang dari pada terang yang hanya dapat dicapai jika pelaksanaan atau ketertiban hukum pidana formil Indonesia terpenuhi. Pelaksanaan persidangan secara elektronik terkesan tidak konsisten dalam menjamin hak-hak pencari keadilan, karena keterbatasan sarana dan prasarana, sumber daya manusia yang tidak kompeten. Tentunya hal ini akan sangat mempengaruhi hasil pembuktian yang diputuskan oleh hakim. Jadi mungkin saja keadilan jauh dari kata-kata. Metode penelitian penulisan ini adalah yuridis sosiologis, dengan pengolahan data kualitatif dan dituangkan ke dalam bentuk tulisan hasil analisis Deduktif-Induktif.