Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Juvenil: Jurnal Ilmiah Kelautan dan Perikanan

Perbedaan Pemberian Dosis Pakan Kombinasi Jentik Nyamuk (Culex sp) Dan Cacing Sutra (Tubifex sp) Terhadap Pertumbuhan Biomasa Ikan Cupang (Betta sp) Di Bak Pemeliharaan Maria Agustini; Muhajir Muhajir; Nahdiya Diinanaa
Juvenil Vol 3, No 2 (2022)
Publisher : Department of Marine and Fisheries, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/juvenil.v3i2.15138

Abstract

ABSTRAKIkan Cupang (Betta splendens) merupakan salah satu jenis ikan hias yang digemari di Indonesia. Peminat ikan ini bertambah seiring perkembangan teknologi dan pemasaran, baik secara online maupun offline. Pemilihan pakan yang kurang tepat menyebabkan pertumbuhan ikan yang tidak sesuai dengan usia ikan. Salah satu alternatif makanan yang biasa dipakai adalah pakan alami berupa jentik nyamuk dan cacing sutra. Penelitian ini mengkaji efektifitas pakan alami tersebut terhadap pertumbuhan ikan Cupang. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan 4 perlakuan, dan setiap perlakuan memiliki 6 ulangan. Sampel tiap perlakuan adalah 1 ekor ikan Cupang betina usia 2 bulan. Pemeliharaan selama 4 minggu, dengan pengukuran biomassa ikan setiap minggu. Parameter Kualitas air meliputi pH, suhu dan oksigen terlarut (DO). Perbedaan jenis pakan alami tidak memberikan pengaruh yang berbeda pada pertumbuhan ikan Cupang Pertumbuhan biomassa ikan Cupang dengan pakan A (100% cacing sutra) 10,2 gr, B (100%  dan D (25% cacing sutra dan 75 jentik nyamuk) sebesar 2,8 gr.  Pengukuran kualitas air selama penelitian di dapatkan pH air pada kisaran 7,2 – 7,6, sementara suhu pada 26,5 - 27,0 oC dan DO 4,2-4,8 ppm.Kata kunci: pakan alami, ikan cupang, pertumbuhan biomassa, kualitas air, perbedaan dosis ABSTRACTBetta fish (Betta splendens) is one of ornamental fishes, which are popular in Indonesia. Its enthusiasts increase because of the development of technology and marketing, both online and offline. Selections of improper food cause the fish to grow slower than its size according to the age. One commonly used alternative food is natural food such as mosquito larvae and silk worms. This study examines the effectiveness of the natural food on the growth of Betta fish. This research used a completely randomized design, with four treatments, and each treatment had six replications. Samples of each treatment were two month-old female Betta fish. The fish were treated for 4 weeks, with fish biomass measured each week. Additional parameters were pH, temperature and dissolved oxygen (DO). The different types of natural food had no different effect on the growth of Betta fish. Biomass growth of Betta fish fed with A (100% silk worms) 10.2 g, B (100% mosquito larvae) 7.8 g, C (50% silk worms and 50 % mosquito larvae) 5.8 g, and D (25% silk worms and 75 %larvae mosquitoes) of 2.8 g. pH water was in range of 7,2 – 7,6, while the temperature was at 26,5 - 27,0 oC and DO 4,2-4,8  ppm.Keywords:  natural feeds, betta fish, absolute weight growth, quality water,
Pengaruh Jenis Substrat yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Berat Mutlak dan Panjang Mutlak Kepiting Bakau (Scyllas serrata) dalam Bak Pemeliharaan Kharisma Diva Paulina Anjani Putri Nova; Maria Agustini; Sumaryam Sumaryam; Sri Oetami Madyowati
Juvenil Vol 4, No 3: Agustus (2023)
Publisher : Department of Marine and Fisheries, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/juvenil.v4i3.20508

Abstract

ABSTRAKKepiting Bakau (Scylla serrata) merupakan jenis crustacea yang hidup di perairan pantai khususnya hutan bakau (mangrove) dan memiliki peluang pasar yang terbuka luas dan prospektif, baik domestik maupun pasar mancanegara. Pemenuhan pasar permintaan kepiting bakau masih dari hasil penangkapan di alam, dan tidak dapat dipastikan segi kualitas dan kuantitasnya. Sehingga perlu diupayakan budidaya dengan menyerupai habitat aslinya (bersubstrat) untuk dapat menghasilkan kepiting bakau yang berkualitas baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui substrat manakah yang cocok untuk menghasilkan pertumbuhan kepiting bakau yang optimal. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental. Desain yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 (empat) perlakuan. Perlakuan terdiri dari; Perlakuan A (Substrat Pasir), Perlakuan B (Substrat Lumpur), Perlakuan C (Substrat Tanah), Perlakuan D (Kontrol). Kepiting yang digunakan adalah kepiting bakau berjenis kelamin jantan dengan berat rata-rata awal 50 gr dan panjang karapas awal 7 cm. Parameter uji adalah pertumbuhan berat mutlak dan panjang mutlak pada kepiting bakau, yang dihitung mulai awal hingga akhir penelitian, serta disampling setiap minggu. Data yang diperoleh selama penelitian dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan B (Substrat Lumpur) menghasilkan pertumbuhan berat mutlak paling optimal, namun pada semua perlakuan tidak terdapat pertumbuhan panjang mutlak.Kata Kunci: kepiting bakau (Scylla serrata), pertumbuhan berat mutlak, pertumbuhan panjang mutlak, substrat.ABSTRACTMangrove Crab (Scylla serrata) is a type of crustacean that lives in coastal waters, especially mangrove forests and has wide open and prospective market opportunities, both domestic and foreign markets. Fulfillment of the market demand for mangrove crabs is still caught in nature, and the quality and quantity cannot be ascertained. So it is necessary to strive for cultivation to resemble its natural habitat (substrate) in order to produce good quality mangrove crabs. The purpose of this study was to find out which substrate is suitable for optimal growth of mangrove crabs. The research method used is experimental research. The design used was a completely randomized design (RAL) with 4 (four) treatments. Treatment consists of; Treatment A (Sand Substrate), Treatment B (Mud Substrate), Treatment C (Soil Substrate), Treatment D (Control). The crabs used were male mangrove crabs with an initial average weight of 50 grams and an initial carapace length of 7 cm. The test parameters were absolute weight and absolute length growth of mangrove crabs, which were calculated from the beginning to the end of the study, and were sampled every week. The data obtained during the research were analyzed descriptively quantitatively. The results showed that Treatment B (Mud Substrate) resulted in the most optimal absolute weight growth, but in all treatments there was no absolute growth in length.Keyword: Scylla serrata, absolute weight growth, absolute length growth, substrate.
Pengaruh Salinitas Yang Berbeda Terhadap Kelangsungan Hidup Benur Vaname (Litopenaeus vannamei) PL 9 Pada Transportasi dengan Sistem Basah Tertutup Hayomi Ahmad; Sri Oetami Madyowati; Maria Agustini; Achmad Kusyairi
Juvenil Vol 4, No 4: November (2023)
Publisher : Department of Marine and Fisheries, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/juvenil.v4i4.22597

Abstract

ABSTRAKSalah satu permasalahan dalam budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang dapat menghambat usaha budidaya ini adalah tingginya tingkat mortalitas benur vaname padasaat proses transportasi, yang dimana dipengaruhi oleh parameter kualitas air yang termasuk salah satunya adalah kadar salinitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh salinitas terhadap tingkat kelangsungan hidup benur dan kadar optimum salinitas untuk benur vaname pada proses transportasi basah tertutup. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini berupa Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuam dan masing-masing terdiri dari 9 kali pengulangan terdapat 27 percobaan. Perlakuan (A) menggunakan media air dengan salinitas 17,5 ppt, perlakuan (B) media air dengan salinitas 15 ppt, Perlakuan (C) media air dengan salinitas 12,5 ppt. Sampel penelitian ini menggunakan benur vaname PL 9 sebanyak 40.500 ekor yang didapatkan dari hatchery di desa tunggul kecamatan paciran kabupaten lamongan. Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dan dianalisis dengan statistik didapati bahwa salinitas yang berbeda berpengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup benur vaname pada pengangkutan dengan sistem basah tertutup dan perlakuan (A) memberi hasil tertinggi dengan nilai tingkat kelangsungan hidup sebesar 98,45%. Hasil pengamatan pada parameter kualitas air sebelum pengangkutan, oksigen terlarut berkisar 5,5 – 6,0, Ph 7,1- 7,4 dan suhu 22,5 – 22,8 kemudian setelah pengangkutan dilakukan oksigen terlarut berkisar 5,7-6,0, pH berkisar 7,5 – 7,7 dan suhu berkisar 23,0 – 23,3. Kata kunci: Udang vaname (Litopenaeus vannamei), transportasi basah tertutup, kelangsungan hidup, salinitas, osmoregulasiABSTRACTOne of the problems in the cultivation of vannamei shrimp (Litopenaeus vannamei) which can hamper this cultivation is the high mortality rate of vannamei fry during the transportation process, which is influenced by water quality parameters, one of which is salinity. This study aims to determine the effect of salinity on the survival rate of fry and the optimum level of salinity for vannamei fry in the closed wet transportation process. This study uses an experimental method. The experimental design used in this study was a completely randomized design with 3 treatments and each consisted of 9 repetitions with 27 trials. Treatment (A) used water media with a salinity of 17.5 ppt, treatment (B) used water media with a salinity of 15 ppt, treatment (C) used water media with a salinity of 12.5 ppt. The research sample used 40,500 PL 9 vaname fry obtained from the hatchery in stump village, Paciran sub-district, Lamongan district. Based on the results of the research that has been carried out and analyzed statistically, it was found that different salinities had a significant effect on the survival rate of vannamei fry in closed wet transport and treatment (A) gave the highest yield with a survival rate of 98.45%. The results of observations on water quality parameters before transportation, dissolved oxygen ranged from 5.5 to 6.0, Ph 7.1 to 7.4 and temperature 22.5 to 22.8 then after transportation the dissolved oxygen ranged from 5.7 to 6. 0, pH ranges from 7.5 to 7.7 and temperature ranges from 23.0 to 23.3. Keywords: vannamei shrimp (Litopenaeus vannamei), closed wet transportation, survival rate, salinity, osmoregulation
Pengaruh Pemberian Cangkang Sotong (Sepia sp) Terhadap Pertumbuhan dan Frekuensi Molting Pada Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii) Di Bak Pemeliharaan Moch. Rifaldi Cakra Bagaskara; Achmad Kusyairi; Maria Agustini; Sri Oetami Madyowati
Juvenil Vol 5, No 3: Agustus (2024)
Publisher : Department of Marine and Fisheries, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/juvenil.v5i3.23937

Abstract

ABSTRAK Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) merupakan spesies endemik Indonesia dan menjadi salah satu yang memiiki potensi komersial menjadi komoditi unggulan perikanan budidaya air tawar di Indonesia. Namun pada budidayanya sering dijumpai kendala, baik dari tingkat kelulusan hidup yang rendah akibat kanibalisme dan kegagalan pada saat molting. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapakah dosis cangkang sotong yang terbaik terhadap pertumbuhan dan frekuensi molting udang galah. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental. Desain yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 (empat) perlakuan. Perlakuan terdiri dari; Perlakuan A (0% serbuk cangkang sotong), Perlakuan B (5% serbuk cangkang sotong), Perlakuan C (10% serbuk cangkang sotong), Perlakuan D (15% serbuk cangkang sotong). Udang galah yang digunakan memiliki berat rata-rata awal 3,5 gr. Parameter uji adalah pertumbuhan berat mutlak dan frekuensi molting pada udang galah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis terbaik pemberian serbuk cangkang sotong ke dalam pakan untuk mempercepat proses molting udang galah pada penelitian ini adalah pada perlakuan B (5% serbuk cangkang sotong) 1,57 kali/ekor, yaitu menghasilkan tingkat pertumbuhan berat mutlak sebesar 12,3 g.Kata kunci: cangkang sotong, pertumbuhan, frekuensi molting, udang galah (Macrobrachium rosenbergii), kualitas airABSTRACTFreshwater prawns (Macrobrachium rosenbergii) are an endemic species to Indonesia and are one that has commercial potential to become a leading commodity in freshwater aquaculture in Indonesia. However, in its cultivation problems are often encountered, both from low survival rates due to cannibalism and failure during molting. The aim of this research was to find out what is the best dose of cuttlefish shells for the growth and molting frequency of prawns. The research method used was experimental research. The design used was a Completely Randomized Design (CRD) with 4 (four) treatments. Treatment consists of; Treatment A (0% cuttlefish shell powder), Treatment B (5% cuttlefish shell powder), Treatment C (10% cuttlefish shell powder), Treatment D (15% cuttlefish shell powder). The prawns used had an initial average weight of 3.5 grams. The test parameters are absolute weight growth and molting frequency in prawns. The results of the research showed that the best dose of giving cuttlefish shell powder in the feed to speed up the molting process of freshwater prawns in this study  was treatment B (5% cuttlefish shell powder) 1.57 times/head, which resulted in an absolute weight growth rate of 12.3 g.Keywords: cuttlefish shell, growth, molting frequency, giant prawn (Macrobrachium rosenbergii), water quality