Herman Herman
Pascasarjana Universitas Halu Oleo

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Disparitas Putusan Pidana dalam Kasus Tindak Pidana Anak (Studi Kasus Putusan Nomor: 15/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Adl dan Putusan Nomor: 17/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Adl) Vivi Fatmawati A.; Herman Herman; Oheo K. Haris
Halu Oleo Legal Research Vol 4, No 1 (2022): Halu Oleo Legal Research: Volume 4 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v4i1.25157

Abstract

Dalam Perkara Nomor 15/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Adl dan Perkara Nomor 17/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Adl, terdapat pemidanaan yang berbeda untuk kasus yang sama atau serupa (sama delik). Dalam perkara Nomor 15/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Adl, anak dipidana penjara selama 6 bulan sedangkan dalam perkara Nomor 17/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Adl, anak dipidana penjara selama 2 tahun 6 bulan dalam tindak pidana yang sama (sama delik), yaitu tindak pidana “dengan sengaja membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya”. Terlihat perbedaan yang mencolok dalam putusan tersebut, yang tentunya akan menimbulkan rasa ketidakadilan bagi pelaku anak. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga terjadinya disparitas dalam perkara anak antara lain aparat penegak hukum seperti hakim, penuntut umum dan penyidik masih banyak yang belum bersertifikat keterampilan petugas anak sehingga menyebabkan perbedaan orientasi dimana aparat penegak hukum yang bersertifikat childrenfficer skill akan berorientasi pada kepentingan terbaik baik bagi anak maupun sebaliknya. Pekerja sosial yang mendampingi Korban dan PK BAPAS yang mendampingi Pelaku Anak selalu memberikan rekomendasi untuk menjebloskan Anak ke dalam Lapas. Sedangkan untuk menghindari disparitas pengambilan keputusan dalam kasus anak, maka seluruh aparat penegak hukum, PK BAPAS dan Pekerja Sosial harus memiliki orientasi dan pemahaman yang sama untuk kepentingan terbaik anak dimana hukuman merupakan upaya terakhir (ultimum remedium) dan juga harus berorientasi pada keadilan restoratif.
Pembaharuan Pelaksanaan Open Camp dalam Sistem Pemasyarakatan Terbuka (Studi Lapas Kelas IIA Kendari) Ahmad Ahmad; Herman Herman; Handrawan Handrawan
Halu Oleo Legal Research Vol 4, No 1 (2022): Halu Oleo Legal Research: Volume 4 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v4i1.25165

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pelaksanaan sistem pemasyarakatan open camp dalam sistem pemasyarakatan terbuka pada Lapas Kelas IIA Kendari dan Untuk menganalisis pembaharuan hukum open camp yang ideal dalam rangka pencapaian tujuan sistem pemasyarakatan terbuka. Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conseptual approach) dan pendakatan kasus (case approach) dengan bahan hukum primer dan sekunder dengan teknis analisis preskriptif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pelaksanaan sistem pemasyarakatan open camp dalam sistem pemasyarakatan terbuka pada Lapas Kelas IIA Kendari belum dilaksanakan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan tanggal 03 Agustus 2004 Nomor E.PK.04.10-115 Perihal Penempatan Narapidana di Lapas Terbuka sebab pelaksanaan kegiatan Lapas terbuka masih berupa asimilasi yang sifatnya terbatas dimana para narapidana setelah melaksanakan asimilasi di luar Lapas di wajibkan untuk kembali ke Lapas di sore hari. Selain itu Pelaksanaan sistem pemasyarakatan open camp dalam sistem pemasyarakatan terbuka sangat diperlukan saat ini pada lembaga pemasyarakatan Kelas IIA Kendari karena menurut hasil penelitian dan pengumpulan bahan hukum bahwa terjadi kelebihan kapasitas di dalam Lapas yang mencapai 98 % berdasarkan Pelaporan SMSLAP Kanwil Sultra. Kedua, pembaharuan hukum sistem open camp yang ideal dalam rangka pencapaian tujuan sistem pemasyarakatan terbuka pada Lapas Kelas II Kendari bahwa Perlu dirumuskan syarat pemberian dan hapusnya pemberian sistem pemasyarakatan terbuka yang berbasis open camp bagi narapidana. Solusinya Perlunya Pengaturan Sistem pemasyarakatan terbuka seperti open camp dalam peraturan perundang-undangan atau paling tidak dalam peraturan pemerintah bukan dalam bentuk surat edaran.