Dalam Perkara Nomor 15/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Adl dan Perkara Nomor 17/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Adl, terdapat pemidanaan yang berbeda untuk kasus yang sama atau serupa (sama delik). Dalam perkara Nomor 15/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Adl, anak dipidana penjara selama 6 bulan sedangkan dalam perkara Nomor 17/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Adl, anak dipidana penjara selama 2 tahun 6 bulan dalam tindak pidana yang sama (sama delik), yaitu tindak pidana “dengan sengaja membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya”. Terlihat perbedaan yang mencolok dalam putusan tersebut, yang tentunya akan menimbulkan rasa ketidakadilan bagi pelaku anak. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga terjadinya disparitas dalam perkara anak antara lain aparat penegak hukum seperti hakim, penuntut umum dan penyidik masih banyak yang belum bersertifikat keterampilan petugas anak sehingga menyebabkan perbedaan orientasi dimana aparat penegak hukum yang bersertifikat childrenfficer skill akan berorientasi pada kepentingan terbaik baik bagi anak maupun sebaliknya. Pekerja sosial yang mendampingi Korban dan PK BAPAS yang mendampingi Pelaku Anak selalu memberikan rekomendasi untuk menjebloskan Anak ke dalam Lapas. Sedangkan untuk menghindari disparitas pengambilan keputusan dalam kasus anak, maka seluruh aparat penegak hukum, PK BAPAS dan Pekerja Sosial harus memiliki orientasi dan pemahaman yang sama untuk kepentingan terbaik anak dimana hukuman merupakan upaya terakhir (ultimum remedium) dan juga harus berorientasi pada keadilan restoratif.