Handrawan
Fakuktas Hukum, Universitas Halu Oleo

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Pemulihan Hak Politik Melalui Mekanisme Konstitusional Handrawan, Handrawan
Halu Oleo Law Review Vol 2, No 1 (2018): Halu Oleo Law Review: Volume 2 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (282.176 KB) | DOI: 10.33561/holrev.v2i1.4198

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan reasionong baru dalam teori lama. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan konsep (conceptual approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hak politik bersifat dapat dibatasi (derogable right) sebab hak politik bukanlah hak sipil yang tidak boleh dibatasi (non derogable right). Pemenuhan hak politik hanya dapat dilakukan apabila telah terpenuhinya kewajiban asasi. Dalam DUHAM dan ICCPR pencabutan hak politik tidak diatur namun hal tersebut diatur di dalam peraturan-perundang-undangan nasional. Pencabutan hak politik hanya dapat dilakukan melalui mekanisme peradilan. Pencabutan hak politik tanpa melalui mekanisme peradilan adalah inkonstitusional sebab hak politik merupakan hak warga negara yang dilindungi baik dalam konteks hak asasi manusia maupun dalam konteks demokrasi. Pemulihan hak politik tanpa melalui mekanisme peradilan dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme eksekutif melalui Pasal 14 Ayat (1) dan14 Ayat (2) UUN NRI 1945 tentang Amnesti, Abolisi, grasi dan rehabilitasi sedangkan pemulihan hak politik melalui mekanisme peradilan hanya dapat dilakukan dengan melakukan upaya hukum biasa sebagaimana yang telah diatur di dalam KUHAP. Temuan dalam tulisan ini adalah pemulihan hak politik perlu dilakukan demi menjaga keutuhan demokrasi dalam konteks negara hukum sebab pencabutan hak politik tanpa melalui mekanisme peradilan akan menyebabkan demokrasi kehilangan makna. Demokrasi memiliki koherensi dengan partisipasi politik warga negara untuk menghasilkan kualitas demokrasi yang baik.
SANKSI ADAT DELIK PERZINAHAN (UMOAPI) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ADAT TOLAKI Handrawan Handrawan
Perspektif Vol 21, No 3 (2016): Edisi September
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.26 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v21i3.582

Abstract

Persetubuhan atau perzinahan baik menurut hukum pidana dan hukum adat Tolaki memiliki pandangan yang sama di mana persetubuhan atau perzinahan merupakan perbuatan melawan hukum dan patut untuk diberikan sanksi pidana atas perbuatan pidana tersebut. Namun demikian, hukum adat Tolaki dalam konsep klasifikasi persetubuhan lebih mengatur secara komprehensif tentang perzinahan, di mana perbuatan zina tidak hanya terbatas pada mereka yang telah terikat dengan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 BW tetapi mengikat pula bagi mereka yang belum terikat perkawinan dengan penerapan sanksi adat Tolaki yang berbeda-beda berdasarkan klasifikasi jenis perzinahannya atau umoapi.Promiscuity or adultery either according to the criminal law and the Tolaki customary law, have the same view where promiscuity or adultery is against the law and so it is worth to be given criminal sanctions upon the criminal act. Nevertheless, Tolaki customary law regulated about promiscuity comprehensively about adultery, where the Act of adultery is not just limited to those who had been marriage as stipulated in article 27 BW but also bind those who are not marriage yet, with the application of Tolaki different customs sanctions based on classification type of the fornication or umoapi.
PENDIDIKAN HUKUM MELALUI PENGUATAN NILAI BUDAYA LOKAL DALAM RANGKA MENCEGAH PENYEBARAN COVID-19 DI LOKASI WISATA Oheo K Haris; Handrawan Handrawan; Ahmad Firman Tarta
Jurnal Ius Constituendum Vol 6, No 2 (2021): OKTOBER
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jic.v6i2.3983

Abstract

Penelitian ini ditujukan menganalisis kepatuhan terhadap kebijakan protokol kesehatan seperti menjaga jarak dan menggunakan masker, khususnya selama berada di lokasi wisata wisata Pantai Toronipa menimbulkan kekahawatiran akan berpotensi menjadi klaster baru penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di lokasi wisata. Selanjutnya, penelitian ini menilai upaya-upaya yang harus dilakukan guna menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat atas kebijakan protokol kesehatan. Metode penelitian yang digunakan yaitu empiris. Penelitian ini menghasilkan bahwa pendidikan hukum melalui penguatan nilai-nilai budaya lokal dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19 di lokasi wisata Pantai Toronipa. Kondisi ini dapat dilakukan dengan cara penguatan regulasi berbasis komunitas integrasi dan relasi, penguatan kelembagaan secara integratif baik antara pemerintah, masyarakat maupun swasta sebagai upaya mitigasi bencana COVID-19. Selain itu, cara utama untuk mengantisipasi kondisi tersebut adalah dengan miningkatkan kecerdasan dan pemahaman hukum tentang kebijakan protokol kesehatan melalui pendidikan hukum khususnya pendidikan hukum melalui penguatan nilai-nilai budaya. Penguatan kelembagaan yang berbasis kearifan lokal dalam bentuk kesiapsiagaan, sistem peringatan dini tentang peningkatan COVID-19 di sektor pariwisata.
OPTIMALISASI BANTUAN HUKUM DI MASA PANDEMI COVID-19 DI DESA ASOLU KECAMATAN ABUKI Idaman, Handrawan, Zahrawati
Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat MEMBANGUN NEGERI Vol 5 No 1 (2021): Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Membangun Negeri
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35326/pkm.v5i1.1164

Abstract

Pengabdian ini dilaksanakan di Desa Asolu, Kecamatan Abuki, Kabupaten Konawe. Pengbdian ini dilakukan untuk menemukan masalah hukum dan memberikan solusi hukum yang dihadapi oleh masyarakat Desa Asolu, Kecamatan Abuki, Kabupaten Konawe. Metode yang digunakan dalam pengabdian ini adalah survey, wawancara dan pesentase melalui tatap muka. Permasalahan-permasalahan hukum yang ditemukan, antara lain, adanya kepemilikan sertifikat ganda atas objek tanah yang sama, adanya saling klaim antara tapal batas tanah antara masyarakat dengan pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan, adanya perkawinan anak dibawah umur dan adanya pernikahan umoapi atau pernikahan siri. Permasalahan-permasalahan itu timbul karena masyarakat dan aparat desa Asolu tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman hukum yang memadai. Akibatnya, konflik hukum yang terjadi tidak mampu diselesaikan dengan baik. Kehadiran Tim PKMI-UHO di Desa Asolu Kecamatan Abuki telah memberikan solusi, saran, pendapat serta jawaban dari setiap permasalahan hukum yang dihadapi oleh masyarakat.
Penegakan Hukum Kejahatan Penyalahgunaan Izin Perniagaan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi Jenis Solar Mustafa Mustafa; Herman Herman; Handrawan Handrawan
Halu Oleo Legal Research Vol 4, No 1 (2022): Halu Oleo Legal Research: Volume 4 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v4i1.25156

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bentuk-bentuk kejahatan penyalahgunaan perniagaan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi jenis Solar dan untuk menganalisis penegakan hukum kejahatan penyalahgunaan perniagaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar. Pendekatan perundang-undangan (statute approach), Pendekatan konseptual (conseptual approach) dan Pendekatan komparatif (comparative approach) dengan bahan hukum primer dan sekunder dengan teknis analisis preskriptif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa 1) Bentuk-bentuk Kejahatan Penyalahgunaan Perniagaan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi jenis Solar ditemukan bahwa ada tiga bentuk kejahatan atas perniagaan yang meliputi kejahatan penyimpanan tanpa izin, perniagaan tanpa izin, dan penyalahgunaan pengangkutan dan/atau niaga. Kejahatan Perniagaan ini BBM jenis solar melanggar ketentuan Pasal 382 bis KUHP, Pasal 55 UU MIGAS dan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2019 tentang Penyediaan Pendistribusian Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak 2) Penegakan hukum terhadap penjual bahan bakar minyak tanpa izin dilakukan masih belum sesuai dengan kewenangannya dan kurang efektif dalam penerapan sanksi baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Aparat penegak hukum, BPH Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan sarana dan prasarana serta peraturan yang berlaku telah berupaya melakukan tindakan hukum terhadap pengolahan bahan bakar minyak tanpa izin, pengangkutan bahan bakar minyak tanpa izin, penyimpanan bahan bakar minyak tanpa izin, perniagaan bahan bakar minyak tanpa izin, dan penyalahgunaan pengangkutan dan/atau niaga terhadap bahan bakar minyak yang telah disubsidi oleh pemerintah.
Penguatan Putusan Hukum Adat Melalui Penetapan Pengadilan dalam Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum David David; Oheo K. Haris; Handrawan Handrawan
Halu Oleo Legal Research Vol 4, No 1 (2022): Halu Oleo Legal Research: Volume 4 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v4i1.25163

Abstract

Dalam setiap Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kekuatan berlakunya hukum adat dalam penyelesaian perkara adat pidana. Untuk menganalisis kebijakan hukum pidana tentang penetapan putusan hukum adat melalui pengadilan, pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conseptual approach) dan pendekatan kasus (case approach) dengan bahan hukum primer dan sekunder dengan teknis analisis preskriptif. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Terdapat 69 kasus perkara tindak pidana yang diselesaikan melalui hukum adat di antaranya 40 kasus yang tidak dilanjutkan dan 29 kasus yang dilanjutkan ke pengadilan. Alasan pengajuan ke pengadilan karena perkara tersebut sudah terbit Surat Pemerintah Dimulainya Penyidikan (SPDP). Dalam kaitannya dengan studi pendekatan kasus atas Putusan Kasus Nomor 65/Pid.B/2019 Pengadilan Negeri Kendari maka putusan telah melanggar asas nebis in idem karena tetap menjatuhkan pidana selama 4 bulan dan putusan hakim tersebut hanya menjadikan putusan hukum adat sebagai alasan peringanan hukuman bukan penghapus pidana. Kebijakan hukum pidana tentang penetapan putusan hukum adat melalui pengadilan adalah penting untuk dimuat di dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP sebagai payung hukum atas pengakuan putusan hukum adat yang selama ini belum diatur dalam peraturan perundang-undang. Perlunya penetapan pengadilan terhadap putusan hukum adat agar menjadi dasar dalam penghentian perkara di tingkat penyidikan melalui undang-undang yang secara teknis dapat diatur melalui Peraturan Kapolri, Peraturan Kejaksaan Agung dan Peraturan Mahkamah Agung.
Pembaharuan Pelaksanaan Open Camp dalam Sistem Pemasyarakatan Terbuka (Studi Lapas Kelas IIA Kendari) Ahmad Ahmad; Herman Herman; Handrawan Handrawan
Halu Oleo Legal Research Vol 4, No 1 (2022): Halu Oleo Legal Research: Volume 4 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v4i1.25165

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pelaksanaan sistem pemasyarakatan open camp dalam sistem pemasyarakatan terbuka pada Lapas Kelas IIA Kendari dan Untuk menganalisis pembaharuan hukum open camp yang ideal dalam rangka pencapaian tujuan sistem pemasyarakatan terbuka. Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conseptual approach) dan pendakatan kasus (case approach) dengan bahan hukum primer dan sekunder dengan teknis analisis preskriptif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pelaksanaan sistem pemasyarakatan open camp dalam sistem pemasyarakatan terbuka pada Lapas Kelas IIA Kendari belum dilaksanakan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan tanggal 03 Agustus 2004 Nomor E.PK.04.10-115 Perihal Penempatan Narapidana di Lapas Terbuka sebab pelaksanaan kegiatan Lapas terbuka masih berupa asimilasi yang sifatnya terbatas dimana para narapidana setelah melaksanakan asimilasi di luar Lapas di wajibkan untuk kembali ke Lapas di sore hari. Selain itu Pelaksanaan sistem pemasyarakatan open camp dalam sistem pemasyarakatan terbuka sangat diperlukan saat ini pada lembaga pemasyarakatan Kelas IIA Kendari karena menurut hasil penelitian dan pengumpulan bahan hukum bahwa terjadi kelebihan kapasitas di dalam Lapas yang mencapai 98 % berdasarkan Pelaporan SMSLAP Kanwil Sultra. Kedua, pembaharuan hukum sistem open camp yang ideal dalam rangka pencapaian tujuan sistem pemasyarakatan terbuka pada Lapas Kelas II Kendari bahwa Perlu dirumuskan syarat pemberian dan hapusnya pemberian sistem pemasyarakatan terbuka yang berbasis open camp bagi narapidana. Solusinya Perlunya Pengaturan Sistem pemasyarakatan terbuka seperti open camp dalam peraturan perundang-undangan atau paling tidak dalam peraturan pemerintah bukan dalam bentuk surat edaran.
KEBIJAKAN FORMULASI GRATIFIKASI SEKSUAL TERHADAP PENYELENGGARA NEGARA Handrawan Handrawan; Deity Yuningsih; Ahmad Firman Tarta
Lakidende Law Review Vol. 1 No. 1 (2022): DELAREV (APRIL)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lakidende

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.792 KB) | DOI: 10.47353/delarev.v1i1.1

Abstract

Sexual gratification in Indonesia can be punished because the practice of sexual gratification can be equated with the practice of corruption because it is classified as a latent crime even though it is difficult to prove but as long as the elements of the perpetrator are people who give bribes to officials and their sexual servants as well as during transactions and services. If the sexual relationship has a connection or has something to do with the authority and position given to an official or state administrator, that person can be charged with regulations related to how the facts of the trial are developed. In addition, the phrase element in Article 12B regarding "other facilities" can be interpreted with a systematic and authentic interpretation which can be interpreted as sexual. In addition, in several countries such as Singapore and America, perpetrators of sexual gratification can be criminally charged because there is already a law that regulates it. Therefore, even Indonesia can apply this concept clearly in its laws.
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PERSFEKTIF TEORI KRIMINOLOGIS (Studi Kasus Wilayah Hukum Kepolisian Resort Kolaka) Handrawan Handrawan; Ali Rizky; Idaman Idaman; Ahmad Fatur Ridhan
Lakidende Law Review Vol. 1 No. 2 (2022): DELAREV (AGUSTUS)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lakidende

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (721.731 KB) | DOI: 10.47353/delarev.v1i2.17

Abstract

Faktor-Faktor yang menyebabkan penyalahgunaan Narkotika di Kabupaten Kolaka adalah Pertama, Faktor Geografis, Kedua, Faktor Keinginan untuk mencoba, ingin tampil beda, kurang percaya diri, akhirnya menjadi adiksi (ketergantungan). Ketiga, Faktor Pelampiasan Stres Keempat, Faktor Keamanan, narkotika merupakan salah satu bentuk kejahatan atau tindak pidana yang disepakati yang akan merusak ketahanan nasional dan pertahanan negara. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi terjadinya penyalahgunaan Narkotika di Kabupaten Kolaka oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten (selanjutnya disingkat BNNK) Kolaka dan Satresnarkoba Kabupaten Kolaka, lebih memprioritaskan atau mengutamakan bidang pencegahan dalam menanggulangi terjadinya tindak pidana narkotika. Kebijakan preventif atau upaya pencegahan yang dilakukan BNNK Kolaka adalah dengan membentuk Desa Bersih Narkoba (Bersinar). dan Upaya represif (penal) merupakan inti dari tugas dan wewenang kepolisian dan BNN Kabupaten Kolaka sebagai penegak hukum dalam kapasitasnya sebagai penyidik dalam menangani tindak pidana Penyalahgunaan Narkotika, maka polisi sebagai penyidik memandang sama dengan tindak pidana yang lain. Artinya, dalam menangani tindak pidana ini penyidik menerapkan pula tindakan-tindakan hukum standar yang bersifat penyidikan, seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan lain-lain sebagainya sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.Kata Kunci: Narkotika; Presfektif; Kriminologis
PELAKSANAAN PIDANA UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI KEJAKSAAN NEGERI KENDARI Ahmad Firman Tarta; Handrawan; Endah Widyastuti; Arfa
Lakidende Law Review Vol. 1 No. 3 (2022): DELAREV (DESEMBER)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lakidende

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.513 KB) | DOI: 10.47353/delarev.v1i3.36

Abstract

Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi selain dibekali ancaman pidana pokok juga dapat dijatuhi pidana tambahan, salah satu bentuknya adalah pembayaran uang pengganti. Eksekusi pidana uang pengganti dalam pelaksanaannya terdapat banyak hambatan, sehingga hal ini menghambat proses pengembalian kerugian negara. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan pidana uang pengganti dalam tindak pidana korupsi sebagai upaya pemulihan kerugian keuangan Negara oleh Kejaksaan Negeri Kendari dan Apakah yang menjadi hambatan-hambatan Kejaksaan Negeri Kendari dalam pelaksanaan pidana uang pengganti dalam kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Kota Kendari.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan pidana uang penggati dalam tindak pidana korupsi sebagai upaya pemulihan kerugian keuangan Negara oleh Kejaksaan Negeri Kendari, menganalisis hambatan dan solusi pelaksanaan pidana uang penggati dalam tindak pidana korupsi sebagai upaya pemulihan kerugian keuangan Negara oleh Kejaksaan Negeri Kendari.Hasil dari penelitian ini adalah a) Pelaksanaan eksekusi uang pengganti dalam Tindak Pidana Korupsi di Kejaksaan Negeri Kendari dilakukan berdasarkan keputusan Jaksa Agung Nomor : Kep-518/J.A/11/2001 tanggal 1 November 2001 dan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyelesaian Uang Pengganti Yang diputus Pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ; b) Faktor penghambat dalam pelaksanaan pidana uang pengganti oleh jaksa selaku eksekutor yaitu kurangnya kesadaran masyarakat untuk memerangi korupsi khususnya membantu pihak eksekutor uang pengganti dengan cara memberikan informasi tentang harta benda yang dimiliki terpidana, tidak adanya kesadaran dari terpidana untuk melakukan pembayaran uang pengganti, kurang tegasnya jaksa selaku eksekutor uang mengganti dan terpidana yang yang tidak memiliki harta untuk melakukan pembayaran uang pengganti yang telah dijatuhkan oleh hakim kepada terpidana, keterbasan sumber daya manusia yang dimilik di kejaksaan negeri kendari dalam melakukan pelacakan asset yang dimiliki oleh terpidana/eks terpidana dan terpidana/eks terpidana hanya mengebalikan sebagian uang pengganti; c) Solusi pelaksanaan pidana uang pengganti apat dilakukan melalui penguatan norma dalam bentuk Surat Edaran Mahkamah Agung dan Peraturan Jaksa Agung tentang petunjuk teknis dan substansi eksekusi uang penganti dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan putusan pengadilan, Perlunya Kepastian hukum dalam level UU tindak Pidana korupsi tentang keadaan hukum barang hasil tindak pidana korupsi yang baru ditemukan setelah terpidana menjalani atau sedang menjalani pidana penjara sebagai pidana penganti dari uang penganti.