mengelola pendapatannya dengan baik. Untuk memastikan akuntabilitas, gereja perlu melaporkan keuangan kepada umatnya. Studi ini berfokus pada GMIT Polycarpus Atambua yang berada di bawah Sinode GMIT. Gereja ini memiliki visi menjadi jemaat yang misioner dengan tujuan kemandirian dalam Teologi, Daya, dan Dana. Namun, website Sinode GMIT tidak menyediakan panduan pelaporan keuangan yang seharusnya dilakukan oleh setiap gereja, sehingga muncul pertanyaan tentang penerapan akuntabilitas dalam Sinode GMIT, terutama di GMIT Polycarpus Atambua. Penelitian ini menemukan bahwa GMIT Polycarpus Atambua telah melaporkan keuangan secara akuntabel kepada jemaatnya. Catatan keuangan tersebut dipertanggungjawabkan kepada jemaat dan diperiksa oleh BP3J. Namun, BP3J bukanlah pihak yang memiliki keahlian keuangan, sehingga ada kekhawatiran bahwa hasil pemeriksaan mungkin tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya dan terjadi ketidaksimetrisan informasi. Selain itu, setelah dilakukan pengawasan, laporan tahunan juga disusun. Namun, laporan tersebut masih sederhana, hanya mencakup pemasukan, pengeluaran, dan total anggaran. Hal ini jauh berbeda dengan ketentuan dalam PSAK 45 mengenai pelaporan keuangan nirlaba. Dalam kesimpulannya, GMIT Polycarpus Atambua telah melaksanakan pelaporan keuangan dengan akuntabel kepada jemaatnya. Namun, terdapat kebutuhan untuk meningkatkan profesionalisme dalam pemeriksaan keuangan serta menyusun laporan yang sesuai dengan standar yang berlaku. Dengan demikian, akan lebih baik jika Sinode GMIT menyediakan panduan yang jelas mengenai pelaporan keuangan nirlaba kepada gereja-gereja di bawahnya untuk memastikan akuntabilitas yang lebih baik dalam pengelolaan keuangan.