Ahmad Firman Tarta
Fakultas Hukum, Universitas Halu Oleo

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KEBIJAKAN FORMULASI GRATIFIKASI SEKSUAL TERHADAP PENYELENGGARA NEGARA Handrawan Handrawan; Deity Yuningsih; Ahmad Firman Tarta
Lakidende Law Review Vol. 1 No. 1 (2022): DELAREV (APRIL)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lakidende

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.792 KB) | DOI: 10.47353/delarev.v1i1.1

Abstract

Sexual gratification in Indonesia can be punished because the practice of sexual gratification can be equated with the practice of corruption because it is classified as a latent crime even though it is difficult to prove but as long as the elements of the perpetrator are people who give bribes to officials and their sexual servants as well as during transactions and services. If the sexual relationship has a connection or has something to do with the authority and position given to an official or state administrator, that person can be charged with regulations related to how the facts of the trial are developed. In addition, the phrase element in Article 12B regarding "other facilities" can be interpreted with a systematic and authentic interpretation which can be interpreted as sexual. In addition, in several countries such as Singapore and America, perpetrators of sexual gratification can be criminally charged because there is already a law that regulates it. Therefore, even Indonesia can apply this concept clearly in its laws.
PELAKSANAAN PIDANA UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI KEJAKSAAN NEGERI KENDARI Ahmad Firman Tarta; Handrawan; Endah Widyastuti; Arfa
Lakidende Law Review Vol. 1 No. 3 (2022): DELAREV (DESEMBER)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lakidende

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.513 KB) | DOI: 10.47353/delarev.v1i3.36

Abstract

Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi selain dibekali ancaman pidana pokok juga dapat dijatuhi pidana tambahan, salah satu bentuknya adalah pembayaran uang pengganti. Eksekusi pidana uang pengganti dalam pelaksanaannya terdapat banyak hambatan, sehingga hal ini menghambat proses pengembalian kerugian negara. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan pidana uang pengganti dalam tindak pidana korupsi sebagai upaya pemulihan kerugian keuangan Negara oleh Kejaksaan Negeri Kendari dan Apakah yang menjadi hambatan-hambatan Kejaksaan Negeri Kendari dalam pelaksanaan pidana uang pengganti dalam kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Kota Kendari.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan pidana uang penggati dalam tindak pidana korupsi sebagai upaya pemulihan kerugian keuangan Negara oleh Kejaksaan Negeri Kendari, menganalisis hambatan dan solusi pelaksanaan pidana uang penggati dalam tindak pidana korupsi sebagai upaya pemulihan kerugian keuangan Negara oleh Kejaksaan Negeri Kendari.Hasil dari penelitian ini adalah a) Pelaksanaan eksekusi uang pengganti dalam Tindak Pidana Korupsi di Kejaksaan Negeri Kendari dilakukan berdasarkan keputusan Jaksa Agung Nomor : Kep-518/J.A/11/2001 tanggal 1 November 2001 dan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyelesaian Uang Pengganti Yang diputus Pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ; b) Faktor penghambat dalam pelaksanaan pidana uang pengganti oleh jaksa selaku eksekutor yaitu kurangnya kesadaran masyarakat untuk memerangi korupsi khususnya membantu pihak eksekutor uang pengganti dengan cara memberikan informasi tentang harta benda yang dimiliki terpidana, tidak adanya kesadaran dari terpidana untuk melakukan pembayaran uang pengganti, kurang tegasnya jaksa selaku eksekutor uang mengganti dan terpidana yang yang tidak memiliki harta untuk melakukan pembayaran uang pengganti yang telah dijatuhkan oleh hakim kepada terpidana, keterbasan sumber daya manusia yang dimilik di kejaksaan negeri kendari dalam melakukan pelacakan asset yang dimiliki oleh terpidana/eks terpidana dan terpidana/eks terpidana hanya mengebalikan sebagian uang pengganti; c) Solusi pelaksanaan pidana uang pengganti apat dilakukan melalui penguatan norma dalam bentuk Surat Edaran Mahkamah Agung dan Peraturan Jaksa Agung tentang petunjuk teknis dan substansi eksekusi uang penganti dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan putusan pengadilan, Perlunya Kepastian hukum dalam level UU tindak Pidana korupsi tentang keadaan hukum barang hasil tindak pidana korupsi yang baru ditemukan setelah terpidana menjalani atau sedang menjalani pidana penjara sebagai pidana penganti dari uang penganti.