Zainal Sibagariang
STFT Surya Nusantara

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

THEIR WORM DOES NOT DIE AND THE FIRE IS NOT QUENCHED” IN MARK 9:48; ITS MEANING AND BACKGROUND Zainal Sibagariang
Jurnal Theologia Forum STFT Surya Nusantara Vol. 4 No. 1 (2016)
Publisher : Jurnal Theologia Forum STFT Surya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (607.949 KB)

Abstract

Penafsiran terhadap perkataan Yesus, “di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam” dalam Markus 9:48 telah menjadi bahan perdebatan dalam sejarah sejak dari gereja mula-mula. Anak kalimat yang merupakan sebuah kutipan dari buku 66:24 telah ditafsirkan berbeda-beda oleh para pakar alkitab. Sampai saat ini mereka tetap berdebat dan belum terdapat kesepakatan. Sebahagian berpendapat bahwa ini gambaran dari penyiksaan yang kekal di neraka namun di pihak lain berpendapat bahwa Yesus tidak bermaksud seperti itu. Hasil dari pendekatan studi ini dengan mengunakan metode “grammatical and historical” sampai pada kesimpulan untuk mengerti perkataan Yesus tidak cukup dengan hanya berdasarkan analisis grammatical dan sintaksis tetapi juga harus dikaji dari persfektif historis. Berdasarkan kajian konteks dan historis apa yang Yesus maksudkan dalam perkataan ini bukanlah suatu gambaran penyiksaan abadi tetapi lebih kepada konsekuensi dari pada hukuman itu sendiri. Pendapat yang menyatakan bahwa ada penyiksaan abdi di gehenna tidak berasal dari alktab itu sendiri tetapi diambil dari ide yang berasal dari luar alkitab seperti buku-buku yang muncul pada masa intertestamental dan filsafat Yunani
THE MEANING AND INTEND OF “THE FIRST DAY OF THE WEEK” IN 1 COR 16:2 Zainal Sibagariang
Jurnal Theologia Forum STFT Surya Nusantara Vol. 5 No. 1 (2017)
Publisher : Jurnal Theologia Forum STFT Surya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (631.577 KB)

Abstract

Hingga zaman modern ini, frasa “pada hari pertama tiap-tiap minggu” dalam 1 Korintus 16:2 telah menjadi bahan perdebatan diantara para pakar Perjanjian Baru sejak awal kekristenan. Cara pendekatan terhadap anjuran rasul Paulus ini telah menghasilkan penafsiran yang berbeda-beda dan sampai saat ini mereka belum terdapat kesepakatan. Sebahagian berpendapat bahwa frasa ini merupakan bukti bahwa kekristenan telah mengadakan mengadakan pertemuan pada hari Minggu sebagai hari perbaktian secara reguler pada zaman rasul-rasul. Mereka berpendapat perbaktian ini diadakan untuk menghormati hari kebangkitan Kristus sebagai ganti hari Sabat Yahudi. Namun di lain pihak banyak pakar yang menolak penafsiran ini. Menurut mereka bahwa frasa pada hari pertama tiap-tiap minggu” dalam 1 Korintus 16:2 bukanlah merupakan sebuah bukti akan perbaktian pada hari minggu pawa awal kekristenan. Mereka menolak ide ini dan mengatakan bahwa mereka mengatakan bahwa mereka telah salah dalam menggunakan teks ini untuk mendukung perbaktian hari minggu. Mereka yang menolak ide ini berpendapat bahwa frasa ini sebenarnya hanya merupakan suatu waktu untuk mengumpulkan uang persembahan. Berdasarkan analisa secara grammatikal, sintaks dan konteks sejarah, studi sampai kepada kesimpulan bahwa arti frasa ini merujuk kepada hari Minggu sebagai hari pertama, tetapi bukan sebagai hari perbaktian melainkan pengumpulan persembahan kepada orang-orang Kristen di Yerusalem.
IDENTIFICATION OF THE “TWENTY FOUR ELDERS” IN REVELATION 4:4 Zainal Sibagariang
Jurnal Theologia Forum STFT Surya Nusantara Vol. 5 No. 2 (2017)
Publisher : Jurnal Theologia Forum STFT Surya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (754.796 KB)

Abstract

Identifikasi frasa “dua puluh empat tua-tua” dalam Wahyu 4:4 telah menjadi suatu topik perdebatan hangat dalam sejarah penafsiran buku Wahyu dan telah berlangsung berabad-abad. Para ahli telah memperdebatkan identifikasi 24 tua-tua ini dan masih menyampaikan pendapat yang berbeda-beda. Beberapa pakar berpendapat bahwa 24 tua-tua ini adalah mahluk-mahluk sorgawi yang melayani di tahta Allah. Namun sebahagian berpendapat mereka adalah manusia yang telah naik ke sorga. Perbedaan pendapat ini menimbulkan keingintahuan untuk meneliti lebih lanjut siapa sebenarnya 24 tua-tua tersebut. Apa yang teks asli alkitab katakan dan merujuk kepada kepada siapa Yohanes ketika menulis Wahyu ini adalah pertanyaan yang memerlukan studi lebih dalam agar dapat menginterpretasi penglihatan sorgawi ini dengan benar. Melalui metode eksege, studi ini berusaha untuk menemukan jawaban akan pertanyaan tersebut. Studi konteks historis dan literatur yang telah dilakukan dalam paper ini mengambil kesimpulan identifikasi mereka .
HAMARTIA AND CHARIS OF GOD IN ROMANS: AN EXEGETICAL STUDY Zainal Sibagariang
Jurnal Theologia Forum STFT Surya Nusantara Vol. 6 No. 1 (2018)
Publisher : Jurnal Theologia Forum STFT Surya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.062 KB)

Abstract

Terminologi dosa dan kasih karunia (Yunani: hamartia dan charis ) adalah dua tema penting dalam pemikiran Paulus khususnya dalam buku Roma. Kedua kata ini digunakan berulangkali dan lebih banyak dibandingkan dengan penggunaannya dalam buku-buku Paulus lainnya. Dari 91 kali pemakaian kata hamartia dalam keseluruhan buku-buku karangan Paulus, sebanyak 24 kali dia gunakan hanya dalam buku Roma, sedangkan untuk kata charis, dari 105 kali kemunculannya dalam tulisan-tulisan Paulus, sebanyak 24 kali muncul. Latarbelakang kemunculannya secara berulang dan paling sering dalam buku Roma disebabkan signifikansi kedua terminologi dalam kitab ini. Menurut kitab Roma dosa telah mengakibatkan hal yang sangat buruk bagi manusia dan telah mengakibatkan perpisahan dengan Allah. Karena dosa manusia kehilangan kemulian Allah dan terancam dibawah ancaman kematian kekal tetapi dalam kasih-Nya telah memberikan kasih karunia (charis) kepada manusia sebagai penawar dari keadaan keberdosaan tersebut. Pemberian kasih karunia ini memungkinkan manusia untuk dibebaskan dari ancaman yang diakibatkan oleh dosa. Namun sayang dalam gereja Roma sebagai tujuan surat ini dan juga sepanjang zaman Kekristenan banyak orang yang salah menafsirkan dan menyalahgunakan terminologi ini. Hubungan kedua kata ini tidak dimengerti dengan jelas sehingga banyak yang berpendapat bahwa Kasih Karunia membebaskan manusia dari dosa sekalipun tetap hidup didalamnya. Namun Dalam exposisi buku Roma Paulus menunjukkan bahwa Kasih karunia ini adalah sebuah pembenaran dari Allah melalui iman atas apa yang Allah lakukan untuk keselamatan manusia dan menegaskan bahwa Kasih karunia bukanlah sebuah justifikasi bagi seseorang untuk tetap hidup dalam dosa, melainkan apabila seseorang sudah menerimanya maka haruslah dilanjutkan dengan proses yang disebut dengan penyucian.
IDENTIFICATION OF IMMANUEL IN THE CONTEXT OF ISAIAH 7:14 Zainal Sibagariang
Jurnal Theologia Forum STFT Surya Nusantara Vol. 8 No. 1 (2020): January
Publisher : Jurnal Theologia Forum STFT Surya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (222.769 KB)

Abstract

For many scholars the identification of Immanuel and his mother in Isaiah 7:14 had been a dispute for a long time. For Christian the verse Isaiah 7:14 is one of the most popular items in the foretold the future conception and birth of a child by a virgin, the “fulfillment” of which is described in the Gospels of Matthew and Luke with the accounts of Mary’s conceiving a child of the Holy Spirit and giving birth to Jesus. However many scholar questioned refute Christian’ application of this verse. The prophet Isaiah’s use of the term עַלְמָ֗ה (‘almah) and עִמָּ֥נוּאֵֽל (‘imanu'el ) in 7:14 would pose a problem. To whom Isaiah’s Immanuel and his mother intended? What is the correct interpretation of the the Immanuel and his mother of this verse contextually? This research primarily uses the inductive method to arrive at answers. Through theological reflection the following steps will be taken: firstly, the background of great controversy and analysis of the word א֑וֹת (‘ot), עַלְמָ֗ה (‘almah), הָרָה֙ (harah), and עִמָּ֥נוּאֵֽל (‘imanu'el ) in its lexical-grammatical, structural, contextual aspects. From the literary context studying and historical context of the Isaiah one must accept that this prophecy has a double meaning. Firstly is the fulfillment of the prophecy in Isaiah time and secondly the eschatological fulfillment. The text cannot be understood only from Isaiah 7:14 only, but should be explored into broader text in order to be able to interpret this prophecy correctly.
PENYELIDIKAN YESUS HISTORIS (THE QUEST OF HISTORICAL JESUS) Zainal Sibagariang
Jurnal Theologia Forum STFT Surya Nusantara Vol. 8 No. 2 (2020): Juli 2020
Publisher : Jurnal Theologia Forum STFT Surya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.034 KB)

Abstract

Yesus Kristus adalah sosok yang paling kontroversial di dunia. Hal ini nyata dari perdebatan mengenai pribadi Yesus yang telah berlangsung selama berabad-abad. Sejak abad keempat perdebatan itu difokuskan pada sifat keilahian Yesus namun sejak abad ke 18 timbul diskusi mengenai historisitas Yesus. Diskusi ini dimulai sejak sekitar abad XVIII saat Gotthold Ephraim Lessing menerbitkan fragmen-fragmen berjudul Fragments from an Unnamed Author yang dikenal kemudian sebagai Wolgenbuttel Fragments (antara 1774 sampai 1778). Cuplikan-cuplikan tulisan tersebut berasal dari karangan seorang sarjana Jerman bernama Hermann Samuel Reimarus (1694-1768) yang melakukan pendekatan untuk pertama kalinya dari sudut pandang analisis historis dalam menjawab pertanyaan tentang siapa Yesus. Perkembangan studi mengenai Yesus sejarah berlanjut hingga kini yang dikenal dengan The Third Quest of Jesus.