Nina Witasari, Nina
Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

ASTHA BRATA DAN PRANATA MANGSA: ALAM DAN RELASI KUASA DALAM KONTEKS AGRARIA DI JAWA Witasari, Nina
Paramita: Historical Studies Journal Vol 25, No 2 (2015): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v25i2.5138

Abstract

The presence of the ruler and its authority in people’s daily life is an interesting talk especially when it is related to welfare case. The understanding of the meaning of authority relation is manifested into government leadership practice, which at the same time, is connected to concern on maintaining the balance of nature. Based on the phenomena existence, this writing discusses about the problem of people’s authority relation position as exploitation object by the King in pactice. Does people accept their position and authority relation as necessity since they were born as servant. Or, instead, through people’s resignation accepting their destiny, they become more creative emerging local wisdom and knowledge based on environment. At this same time, people apply work management system called season regulation ‘pranatamangsa’. Pranatamangsa is manifestation of harmonious relation among human being – nature – God. Javanese farmer has faith that, like any other traditional ethnic people, the way God does arrange the nature is through the nature’s sign, as part of cosmological balance. Kehadiran penguasa dan kekuasaannya dalam keseharian kehidupan rakyatnya adalah hal yang menarik untuk dibicarakan terutama bila dihubungkan dengan kesejahteraan. Pemahaman tentang relasi kuasa di sini adalah yang termanifestasi dalam praktek kepemimpinan pemerintahan, yang pada saat yang sama, tersambung dengan kepedulian untuk menjaga keseimbangan alam. Berdasarkan fenomena yang ada, problematika yang ingin dibahas dalam tulisan berikut ini adalah bagaimana relasi kuasa rakyat yang dalam prakteknya diposisikan sebagai obyek eksploitasi oleh Raja. Adakah rakyat menerimanya sebagai sebuah keniscayaan atas kelahiran mereka sebagai kawula. Ataukah justru dalam kepasrahan menerima garis nasib mereka justru menjadi lebih kreatif dengan memunculkan kearifan dan pengetahuan lokal berbasis lingkungan.  Pada saat sama, dalam masyarakat berlaku sistem pengaturan kerja yang disebut pranata mangsa. Pranata mangsa merupakan wujud harmonisasi hubungan antara manusia-lingkungan alam-dan Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan petani Jawa, dan masyarakat tradisional pada etnis lain, adalah bentuk keyakinan atas cara Tuhan bekerja mengatur alam melalui tanda-tanda alam, sebagai bagian dari keseimbangan kosmologis. 
Sejarah Perkembangan Arsitektur Bangunan Indis di Purworejo Tahun 1913-1942 Prastiwi, Resti Eka; Saraswati, Ufi; Witasari, Nina
Journal of Indonesian History Vol 8 No 1 (2019): Journal of Indonesian History (JIH)
Publisher : Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jih.v8i1.32221

Abstract

Kebudayaan Indis merupakan pencerminan dari pola gaya hidup yang dianut oleh sebagian kecil penghuni Nusantara pada masa kolonial. Gaya hidup Indis mengalami masa kejayaan hingga awal abad 20. Pendukung dari kebudayaan Indis tidak hanya orang Belanda saja, tetapi golongan elit pribumi juga telah masuk dalam lingkaran budaya Indis. Perkembangan arsitektur Indis di Purworejo dipengaruhi adanya pencampuran antara budaya Belanda (Eropa) dengan budaya Jawa (lokal), perkembangan pendidikan bergaya Barat, dan juga perkembangan ekonomi kota Purworejo. Adanya dampak dari semakin sempitnya tanah perkotaan arsitektur Indis terpaksa menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan, tetapi hal ini tidak berarti arsitektur Indis hilang begitu saja, karena secara politis arsitektur Indis dipakai oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai pembela antara penguasa dan rakyat biasa, serta merupakan simbol dari kekuasaan, status sosial dan kebesaran yang dibutuhkan oleh penguasa saat itu.
ASTHA BRATA DAN PRANATA MANGSA: ALAM DAN RELASI KUASA DALAM KONTEKS AGRARIA DI JAWA Witasari, Nina
Paramita: Historical Studies Journal Vol 25, No 2 (2015): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v25i2.5138

Abstract

The presence of the ruler and its authority in people’s daily life is an interesting talk especially when it is related to welfare case. The understanding of the meaning of authority relation is manifested into government leadership practice, which at the same time, is connected to concern on maintaining the balance of nature. Based on the phenomena existence, this writing discusses about the problem of people’s authority relation position as exploitation object by the King in pactice. Does people accept their position and authority relation as necessity since they were born as servant. Or, instead, through people’s resignation accepting their destiny, they become more creative emerging local wisdom and knowledge based on environment. At this same time, people apply work management system called season regulation ‘pranatamangsa’. Pranatamangsa is manifestation of harmonious relation among human being – nature – God. Javanese farmer has faith that, like any other traditional ethnic people, the way God does arrange the nature is through the nature’s sign, as part of cosmological balance. Kehadiran penguasa dan kekuasaannya dalam keseharian kehidupan rakyatnya adalah hal yang menarik untuk dibicarakan terutama bila dihubungkan dengan kesejahteraan. Pemahaman tentang relasi kuasa di sini adalah yang termanifestasi dalam praktek kepemimpinan pemerintahan, yang pada saat yang sama, tersambung dengan kepedulian untuk menjaga keseimbangan alam. Berdasarkan fenomena yang ada, problematika yang ingin dibahas dalam tulisan berikut ini adalah bagaimana relasi kuasa rakyat yang dalam prakteknya diposisikan sebagai obyek eksploitasi oleh Raja. Adakah rakyat menerimanya sebagai sebuah keniscayaan atas kelahiran mereka sebagai kawula. Ataukah justru dalam kepasrahan menerima garis nasib mereka justru menjadi lebih kreatif dengan memunculkan kearifan dan pengetahuan lokal berbasis lingkungan.  Pada saat sama, dalam masyarakat berlaku sistem pengaturan kerja yang disebut pranata mangsa. Pranata mangsa merupakan wujud harmonisasi hubungan antara manusia-lingkungan alam-dan Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan petani Jawa, dan masyarakat tradisional pada etnis lain, adalah bentuk keyakinan atas cara Tuhan bekerja mengatur alam melalui tanda-tanda alam, sebagai bagian dari keseimbangan kosmologis. 
KERUSUHAN ANTI TIONGHOA DI SEMARANG TAHUN 1980 Wigarani, Lenisa; Bain, Bain; Witasari, Nina
Journal of Indonesian History Vol 8 No 2 (2019): Journal of Indonesian History
Publisher : Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jih.v8i2.36974

Abstract

The events of anti-Chinese riots in Semarang were riots that began in the city of Solo. The riots that hit the city of Semarang took place in 1980. Therefore, the researcher wants to analyze three problems rising from that background which are: (1) the trigger factor for the anti-Chinese riots in Semarang in 1980, (2) the chronology of anti-Chinese riots in Semarang in 1980, (3) the impact of anti-Chinese riots in Semarang in 1980. In this study the researcher uses a history research method consisting of primary and secondary source. The primary source is the archive source regarding the history of events obtained from the archive data at Depo Arsip Suara Merdeka, (BPS) Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, and KOMPAS. The researcher also conducted interviews with living witnesses relate to the riots. While secondary sources used are from books or journal related to research. Based on the research result, the researcher stated that the events of anti-Chinese riots that occurred in Semarang in 1980 were the worst inter-ethnic events in the history of the city of Semarang. Anti-Chinese riots caused considerable and serious chaos for the people of Semarang, especially the Chinese people who were affected by the casualties ranging from victims of minor injuries, serious injuries, and the destruction of buildings and transportation vehicles belonging to ethnic Chinese descendants. Keywords: Anti Chinese Riots, in 1980, Semarang.
Iksan Skuter: Perjalanan Karir Bermusik Dan Kontribusinya Dalam Bidang Sosial Budaya Di Indonesia Tahun 2000-2018 Cahyani, Fitri Dwi Nur; Witasari, Nina
Journal of Indonesian History Vol 10 No 1 (2021): Journal Of Indonesian History
Publisher : Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jih.v10i1.46911

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perjalanan karir bermusik Iksan Skuter serta kontribusinya dalam bidang sosial budaya di Indonesia. Di sisi lain penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana latar belakang kehidupan Iksan Skuter yang pada akhirnya mempengaruhi musikalitasnya. Iksan Skuter merupakan seorang musisi yang telah malang melintang dalam blantika musik Indonesia. Ia mengawali karirnya sebagai seorang gitaris serta pencipta lagu hingga dalam perjalanannya ia memutuskan untuk bersolo karir dalam jalur independent. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yakni heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Iksan Skuter mengenal musik sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar. Karir bermusiknya dimulai pada tahun 2000 dengan bergabung bersama homeband Universitas Brawijaya, Malang. Tahun 2002 ia bergabung dengan Draf Band yang dalam perjalanannya berhasil masuk dalam pentas musik nasional dan berganti nama menjadi Putih Band di bawah naungan label Alfa Record. Tahun 2012 Iksan memulai babak baru dalam karir bermusiknya dengan menjadi solois yang ada di jalur independent yang konsisten menciptakan lagu yang meupakan kritik sosial politik dan penuh pesan moral. Selama bersolo karir inilah Iksan membangun Institut Musik Jalanan, Warung Srawung, hingga menciptakan album khusus untuk anak-anak sebagai bentuk kontribusinya dalam bidang sosial budaya di Indonesia. Kata Kunci: Iksan Skuter, Perjalanan Karir, Kontribusi
Sejarah Perkembangan Arsitektur Bangunan Indis di Purworejo Tahun 1913-1942 Prastiwi, Resti Eka; Saraswati, Ufi; Witasari, Nina
Journal of Indonesian History Vol 8 No 1 (2019): Journal of Indonesian History (JIH)
Publisher : Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jih.v8i1.32221

Abstract

Kebudayaan Indis merupakan pencerminan dari pola gaya hidup yang dianut oleh sebagian kecil penghuni Nusantara pada masa kolonial. Gaya hidup Indis mengalami masa kejayaan hingga awal abad 20. Pendukung dari kebudayaan Indis tidak hanya orang Belanda saja, tetapi golongan elit pribumi juga telah masuk dalam lingkaran budaya Indis. Perkembangan arsitektur Indis di Purworejo dipengaruhi adanya pencampuran antara budaya Belanda (Eropa) dengan budaya Jawa (lokal), perkembangan pendidikan bergaya Barat, dan juga perkembangan ekonomi kota Purworejo. Adanya dampak dari semakin sempitnya tanah perkotaan arsitektur Indis terpaksa menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan, tetapi hal ini tidak berarti arsitektur Indis hilang begitu saja, karena secara politis arsitektur Indis dipakai oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai pembela antara penguasa dan rakyat biasa, serta merupakan simbol dari kekuasaan, status sosial dan kebesaran yang dibutuhkan oleh penguasa saat itu.
Kerusuhan Anti Tionghoa di Semarang Tahun 1980 Wigarani, Lenisa; Bain, Bain; Witasari, Nina
Journal of Indonesian History Vol 8 No 2 (2019): Journal of Indonesian History
Publisher : Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jih.v8i2.36974

Abstract

The events of anti-Chinese riots in Semarang were riots that began in the city of Solo. The riots that hit the city of Semarang took place in 1980. Therefore, the researcher wants to analyze three problems rising from that background which are: (1) the trigger factor for the anti-Chinese riots in Semarang in 1980, (2) the chronology of anti-Chinese riots in Semarang in 1980, (3) the impact of anti-Chinese riots in Semarang in 1980. In this study the researcher uses a history research method consisting of primary and secondary source. The primary source is the archive source regarding the history of events obtained from the archive data at Depo Arsip Suara Merdeka, (BPS) Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, and KOMPAS. The researcher also conducted interviews with living witnesses relate to the riots. While secondary sources used are from books or journal related to research. Based on the research result, the researcher stated that the events of anti-Chinese riots that occurred in Semarang in 1980 were the worst inter-ethnic events in the history of the city of Semarang. Anti-Chinese riots caused considerable and serious chaos for the people of Semarang, especially the Chinese people who were affected by the casualties ranging from victims of minor injuries, serious injuries, and the destruction of buildings and transportation vehicles belonging to ethnic Chinese descendants. Keywords: Anti Chinese Riots, in 1980, Semarang.
Iksan Skuter: Perjalanan Karir Bermusik Dan Kontribusinya Dalam Bidang Sosial Budaya Di Indonesia Tahun 2000-2018 Cahyani, Fitri Dwi Nur; Witasari, Nina
Journal of Indonesian History Vol 10 No 1 (2021): Journal Of Indonesian History
Publisher : Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jih.v10i1.46911

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perjalanan karir bermusik Iksan Skuter serta kontribusinya dalam bidang sosial budaya di Indonesia. Di sisi lain penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana latar belakang kehidupan Iksan Skuter yang pada akhirnya mempengaruhi musikalitasnya. Iksan Skuter merupakan seorang musisi yang telah malang melintang dalam blantika musik Indonesia. Ia mengawali karirnya sebagai seorang gitaris serta pencipta lagu hingga dalam perjalanannya ia memutuskan untuk bersolo karir dalam jalur independent. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yakni heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Iksan Skuter mengenal musik sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar. Karir bermusiknya dimulai pada tahun 2000 dengan bergabung bersama homeband Universitas Brawijaya, Malang. Tahun 2002 ia bergabung dengan Draf Band yang dalam perjalanannya berhasil masuk dalam pentas musik nasional dan berganti nama menjadi Putih Band di bawah naungan label Alfa Record. Tahun 2012 Iksan memulai babak baru dalam karir bermusiknya dengan menjadi solois yang ada di jalur independent yang konsisten menciptakan lagu yang meupakan kritik sosial politik dan penuh pesan moral. Selama bersolo karir inilah Iksan membangun Institut Musik Jalanan, Warung Srawung, hingga menciptakan album khusus untuk anak-anak sebagai bentuk kontribusinya dalam bidang sosial budaya di Indonesia. Kata Kunci: Iksan Skuter, Perjalanan Karir, Kontribusi
Whispers from The Forest, Local wisdom in forest conservation and utilization Witasari, Nina
Paramita: Historical Studies Journal Vol 32, No 1 (2022): Local Figure and Local History
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v32i1.27173

Abstract

Forest utilization and conservation have become a serious problem faced by many countries in the world. Forests in Java have been exploited massively since colonial rule. Exploitation not only by the colonial government but also by the indigenous rulers. Of course, this exploitation has a big impact on the ecology of Java's forests, which then experience a decline in quality and the loss of several forest areas. Behind all the chaos that occurs in forest management in Java, people instinctively have a mechanism to manage and preserve the forest where they live and make a living. The mechanism in question is to use traditions and myths that have grown and developed in society. This research is social history research, which explores the historical sources of Javanese forestry and relates to social changes that occur in society. The method used is the historical research method and is equipped with information obtained from interviews with some informants. From the results of the research conducted, it can be seen that the Javanese people, especially those who still live around the forest, are currently carrying out traditions related to forest maintenance. Although the forest area is shrinking, the tradition is still carried out, for reasons of cultural and economic preservation.Pemanfaatan dan konservasi hutan telah menjadi masalah serius yang dihadapi oleh banyak negara di dunia. Hutan di Jawa telah dieksploitasi secara besar-besaran sejak pemerintahan kolonial. Eksploitasi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah kolonial tetapi juga oleh penguasa pribumi. Tentu saja eksploitasi ini berdampak besar terhadap ekologi hutan Jawa yang kemudian mengalami penurunan kualitas dan hilangnya beberapa kawasan hutan. Di balik semua kekacauan yang terjadi dalam pengelolaan hutan di Jawa, masyarakat secara naluriah memiliki mekanisme untuk mengelola dan melestarikan hutan tempat mereka hidup dan mencari nafkah. Mekanisme yang dimaksud adalah dengan menggunakan tradisi dan mitos yang telah tumbuh dan berkembang di masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah sosial, yang menggali sumber-sumber sejarah kehutanan Jawa dan berkaitan dengan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Metode yang digunakan adalah metode penelitian sejarah dan dilengkapi dengan informasi yang diperoleh dari wawancara dengan beberapa informan. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa masyarakat Jawa khususnya yang masih tinggal di sekitar hutan saat ini menjalankan tradisi yang berkaitan dengan pemeliharaan hutan. Meski luas hutan semakin menyusut, tradisi tersebut tetap dilakukan, dengan alasan pelestarian budaya dan ekonomi.Cite this article: Witasari, N. (2022). Whispers from the Forest: Local Wisdom in forest Conservation and Utilization. Paramita: Historical Studies Journal, 32(1), 23-32. http://dx.doi.org/10.15294/paramita.v32i1.27173
Antara Kemanfaatan dan Keseimbangan: Mangkunegara VII dan Pengelolaan Hutan Mangkunegaran Nina Witasari
Jurnal Sejarah Citra Lekha Vol 2, No 2 (2017): Sejarah Politik
Publisher : Department of History, Faculty of Humanities, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (99.393 KB) | DOI: 10.14710/jscl.v2i2.15398

Abstract

Telah berabad lamanya hutan-hutan di wilayah Mangkunegaran dikelola dengan memadukan sistem pengelolaan tradisional dan pengelolaan moderen Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menggali kembali konsep-konsep yang diterapkan pemerintah Mangkunegaran, khususnya Mangkunegara VII, dalam pengelolaan hutan  yang tidak sekadar mengadopsi peraturan kolonial, tetapi juga menyandarkan pada nilai-nilai tradisional yang telah ada dan tumbuh dalam masyarakat Jawa. Nilai-nilai tradisional yang dimaksud di sini yaitu berupa local wisdom dan local knowledge yang berkaitan dengan pelestarian hutan. Konsep moderen dalam pengelolaan hutan Mangkunegaran makin menguat pada masa Mangkunegara VII terutama dalam hal penentuan wilayah dan batasnya, sistem penanaman, penentuan jenis tanaman dan kondisi tanah, pemeliharaan tanaman reboisasi serta peraturan tentang perlindungan hutan dari penyakit tanaman dan penjarahan. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah.Sumber sebagian besar didapat dari perpustakaan Rekso Pustoko Mangkunegaran Surakarta dan perpustakaan daerah Yogyakarta. Sumber yang diperolehmeliputi luas hutan milik Mangkunegaran, jumlah perusahaan dan kegiatan lain yang membutuhkan kayu baik sebagai bahan bakar maupun bahan baku, luas wilayah kerajaan, peraturan penggunaan tanah di wilayah Mangkunegaran,dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengelolaan hutan milik Praja Mangkunegaran. Dari sumber yang diperoleh kemudian dilakukan kritik sumber untuk selanjutnya dianalisis dan diinterpretasikan. Dari hasil analisis tersebut dihasilkan beberapa temuan yaitu pertama, eksploitasi yang dilakukan oleh Praja Mangkunegaran atas hutan-hutannya dengan dalih apapun telah membawa dampak buruk bagi lingkungan. Kedua, intensitas penggunaan batu bara yang menggantikan kayu sebagai bahan bakar industri menyebabkan eksploitasi hutan Mangkunegaran mengalami penurunan, tetapi pada saat yang sama produksi perusahaan dapat meningkat sehingga margin keuntungan makin besar. Ketiga, kondisi perekonomian praja yang membaik kemudian mendorong pemerintah Mangkunegaran untuk memberikan perhatian lebih kepada lingkungan, khususnya usaha-usaha untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan hutan