Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

KLASIFIKASI WARNA MASYARAKAT BETAWI DI MARUNDA, JAKARTA UTARA Satwiko Budiono
Sirok Bastra Vol 4, No 2 (2016): Sirok Bastra
Publisher : Kantor Bahasa Provinsi Bangka Belitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (571.896 KB) | DOI: 10.37671/sb.v4i2.79

Abstract

Kosakata warna sekiranya dapat memperlihatkan lingkungan penuturnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sapir bahwa kosakata apa pun dalam suatu bahasa mencerminkan lingkungan penuturnya, misalnya, masyarakat pesisir cenderung menyebut biru laut dibandingkan biru langit yang cenderung dipakai masyarakat pegunungan. Hal tersebut sekiranya membuat penamaan warna menjadi menarik untuk diteliti sebab berbeda masyarakat berbeda pula penyebutan warnanya walaupun berada dalam satu wilayah yang sama. Menariknya lagi, penelitian seperti ini masih jarang dilakukan sehingga kesempatan melakukan penelitian tentang warna masih sangat terbuka di Indonesia. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dibahas penamaan warna masyarakat Betawi di Marunda, Jakarta Utara. Masyarakat Betawi di Marunda dipilih sebagai objek penelitian karena masyarakat Betawi di Marunda sekiranya masih belum banyak mendapatkan pengaruh dari luar. Hal ini dilihat dari lokasinya yang jauh dari pusat kota dibandingkan masyarakat Betawi lainnya. Dengan begitu, dapat diketahui masyarakat Betawi di Marunda memiliki penggolongan penyebutan warna berdasarkan sebelas kategori, yaitu buah, alat berat, minuman, makanan, anggota atau bagian tubuh, bagian mobil, warna, wajah, alam, tingkat kecerahan, dan tumbuhan. Selain itu, warna yang jarang ditemui hanya disebutkan berdasarkan tingkat kecerahan muda dan tua tanpa adanya asosiasi ke hal lainnya.
STRATEGI DAN KESAHIHAN TINDAK TUTUR MEMINTA MAAF PENYANYI DANGDUT ZASKIA GOTIK DALAM KASUS PELECEHAN LAMBANG NEGARA Satwiko Budiono
Sirok Bastra Vol 5, No 1 (2017): Sirok Bastra
Publisher : Kantor Bahasa Provinsi Bangka Belitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (547.712 KB) | DOI: 10.37671/sb.v5i1.94

Abstract

Zaskia Gotik dianggap telah melakukan penghinaan terhadap lambang negara dalam salah satu acara televisi nasional. Hal itu membuat dirinya dilaporkan ke polisi dengan tuduhan kasus pelecehan lambang negara. Zaskia Gotik pun melakukan permintaan maaf di depan media sebagai bentuk penyesalan. Atas dasar kasus tersebut, penelitian ini melihat strategi dan kesahihan permintaan maaf Zaskia Gotik. Berdasarkan penelitian ini, permintaan maaf dari Zaskia Gotik bisa dibuktikan apakah benar-benar tulus atau hanya formalitas belaka. Pembuktian ini dilihat menggunakan kriteria strategi dan kesahihan tindak tutur dari Searle (1980), Austin (1962), dan Leech (1983). Hasilnya, permintaan maaf Zaskia Gotik terbukti mematuhi kriteria strategi dan kesahihan sehingga permintaan maafnya tergolong serius dan tidak dibuat-buat.
PENELUSURAN IDENTITAS DAN BAHASA MASYARAKAT BANYUWANGI BERDASARKAN KESAMAAN LEKSIKAL KOSAKATA JAWA KUNO DI BANYUMAS DAN BANYUWANGI (Exploration of Banyuwangi Society Identity and Language Based on Lexical Similarity of Classic Javanese Vocabulary in Banyumas and Banyuwangi) Satwiko Budiono
Sirok Bastra Vol 6, No 2 (2018): Sirok Bastra
Publisher : Kantor Bahasa Provinsi Bangka Belitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (114.144 KB) | DOI: 10.37671/sb.v6i2.128

Abstract

Ada beberapa kesamaan antara bahasa Jawa di Banyumas dan Banyuwangi dari aspek linguistik. Kesamaannya dapat dilihat dari (1) kemiripan bunyi, (2) kemiripan mengandung kosakata bahasa Jawa Kuno, (3) kemiripan tidak memiliki tingkat tutur, dan (4) kemiripan status sebagai daerah pinggiran. Padahal, lokasi geografis pemakai bahasa Jawa di Banyumas dan Banyuwangi memiliki jarak yang jauh. Pemakai bahasa Jawa di Banyumas terletak di bagian barat Provinsi Jawa Tengah, sedangkan pemakai bahasa Jawa di Banyuwangi terletak di bagian timur Provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu, kesamaan bahasa Jawa di Banyumas dan Banyuwangi. Dalam hal ini, penelitian ini membahas dan membuktikan kemiripan bahasa di Banyumas dan Banyuwangi dari pendekatan dialektologi. Hal ini disebabkan dialektologi mampu membuktikan kemiripan dua dialek dengan dilihat dari metode kuantitatif melalui penghitungan dialektometri dan metode kualitatif melalui analisis kesamaan leksikal dan penelusuran sejarah. Hasil penelitian ini dapat menelusuri identitas masyarakat Banyuwangi dan melihat hubungan antara masyarakat banyumas dan Banyuwangi berdasarkan kesamaan leksikal. Penelitian ini juga terkait dengan upaya pelestarian bahasa secara spesifik pada kosakata bahasa Jawa kuno.There are several similarities regarding linguistic aspect between Javanese languages in Banyumas and Banyuwangi. These similarities appear in (1) sound, (2) classic Javanese vocabulary usage, (3) level of speech absence, and (4) outlaying areas status. The geographical location of Javanese language speakers in Banyuwangi and Banyumas are far apart. The Javanese language speakers in Banyumas are situated in the western side of Central Java Province, whilst the Javanese speakers in Banyuwangi are located in the eastern side of East Java Province. Hence, the similarity between Javanese languages in Banyumas and Banyuwangi are an interesting topic to be discussed due to the insufficient number of research examining and proving the language similarity in Banyumas and Banyuwangi from a dialectological approach. This approach is able to prove the similarity of two dialects by utilizing quantitative method through dialectometry calculation, and qualitative method through lexical similarity analysis and historical investigation. The result of this research will be able to search the identity of Banyuwangi society and to observe the relation between Banyumas and Banyuwangi society absed on lexical similarity. This research is also related to the language preservation act, in particular on the classic Javanese vocabulary.
STRATEGI KESOPANAN DALAM MENGATASI TINDAK MENGANCAM MUKA: STUDI KASUS PERNYATAAN MARSHANDA PERIHAL AYAHNYA Satwiko Budiono
Kelasa Vol 16, No 2 (2021): Kelasa
Publisher : Kantor Bahasa Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/kelasa.v16i2.203

Abstract

Marshanda kembali menjadi sorotan publik dengan ditangkapnya seorang pengemis yang mengaku sebagai ayah dari artis cilik ini. Tentu saja, hal tersebut membuat masyarakat menunggu konfirmasi dari Marshanda terkait benar atau tidaknya pengakuan seorang pengemis tersebut. Ketika melakukan konfirmasi melalui konferensi pers, Marshanda membenarkan berita yang beredar dan mendapatkan tangapan positif dari masyarakat. Kondisi yang demikian membuat penulis tertarik mengidentifikasi strategi kesopanan apa yang dilakukan oleh Marshanda saat konferensi pers yang notabene ada tindak keterancaman muka pada dirinya dan malah mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, teori strategi kesopanan disertai teori tindak mengancam muka digunakan dalam tulisan ini sebagai landasan teori. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa adanya tindak mengancam muka negatif terhadap Marshanda membuat dirinya berusaha mengurangi keterancaman muka tersebut dengan menggunakan strategi kesopanan positif dan bukannya strategi kesopanan negatif. Strategi tersebut pun sukses membuat Marshanda mendapat perlokusi positif dari masyarakat.
PENANDA IDENTITAS DALAM PENAMAAN WILAYAH ADMINISTRASI DI KABUPATEN SANGGAU Satwiko Budiono; Winci Firdaus
Linguistik Indonesia Vol 40, No 2 (2022): Linguistik Indonesia
Publisher : Masyarakat Linguistik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/li.v40i2.341

Abstract

Markers of the identity of a group can be seen from the language and culture. A group that lives in an area usually names its territory using their language and cultural characteristics of the place. However, heterogeneity in Indonesia society makes the naming of regions experience changes and shifts over time. This can be seen from the naming of the administrative area in Sanggau Regency, West Kalimantan Province. As a border area between Indonesia and Malaysia, the naming of administrative areas becomes necessary and important to be preserved as an identity marker. In this regard, this study explores the naming of administrative areas in Sanggau Regency. This study aims to describe the pattern of naming administrative areas as language documentation, explore identity markers in naming administrative areas, and preserve language and cultural characteristics in naming administrative areas. The research method is based on toponymy research with descriptive qualitative analysis. Data collection techniques using questionnaires and interviews. The research data includes the naming of sub-village, village, and districts in Sanggau Regency, West Kalimantan Province. The research respondents were 50 people who were selected proportionally based on their language and ethnicity. The results of this study are the naming of administrative areas in Sanggau Regency has several semantic categories, such as fruit, rivers, trees or plants, places, people, ethnics, objects, and animals. In terms of language, the naming of the administrative area in Sanggau Regency comes from Malay, Dayak, Javanese, and Indonesian. This result was obtained from local knowledge, although not all administrative area names were explored. The number of administrative areas that have not been explored makes language documentation efforts need to be followed up by the local government. 
VITALITAS BAHASA LAMPUNG DI PEKON PENENGAHAN, KECAMATAN KARYA PENGGAWA, KABUPATEN PESISIR BARAT Satwiko Budiono; Retno Handayani; Sri Winarti
Linguistik Indonesia Vol 41, No 1 (2023): Linguistik Indonesia
Publisher : Masyarakat Linguistik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/li.v41i1.389

Abstract

Banyaknya tempat wisata di Provinsi Lampung memengaruhi penggunaan bahasa Lampung sebagai bahasa lokal setempat. Pengaruh tersebut dapat mengarah kepada hal positif maupun negatif. Hal ini disebabkan tempat wisata tersebut dapat mendatangkan wisatawan dari luar Provinsi Lampung sehingga kontak bahasa antara penutur bahasa Lampung dengan penutur bahasa lainnya menjadi meningkat. Salah satu daerah wisata di Provinsi Lampung yang sudah terkenal hingga mancanegara terletak di Kabupaten Pesisir Barat. Daerah wisata yang terkenal terhadap keindahan pantai dan ombaknya ini memiliki bandara sehingga akses ke Kabupaten Pesisir Barat sangat mudah dari Kota Bandarlampung. Dengan demikian, dampak wisata terhadap penggunaan bahasa Lampung menarik menjadi penelitian melalui status daya hidupnya. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini berusaha menelusuri status daya hidup bahasa Lampung berdasarkan penelitian vitalitas bahasa Lampung. Lokasi penelitian berada di Pekon Penengahan, Kecamatan Karya Penggawa, Kabupaten Pesisir Barat. Hal ini disebabkan Pekon Penengahan termasuk ke dalam desa tua dan dominasi masyarakatnya adalah penutur bahasa Lampung. Di samping itu, letak Pekon Penengahan dengan beberapa objek wisata terbilang cukup dekat sehingga desa ini sangat cocok sebagai representatif penelusuran status daya hidup bahasa Lampung. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kualitatif berdasarkan penghitungan indeks status daya hidup bahasa Lampung, sedangkan metode kualitatif berdasarkan analisis hasil penghitungan indeks status daya hidup bahasa Lampungnya. Hasilnya, daya hidup bahasa Lampung di Pekon Penengahan, Kecamatan Karya Penggawa, Kabupaten Pesisir Barat tergolong rentan dengan persentase indeks 0.72. Hasil indeks status daya hidup ini didominasi oleh indikator pewarisan bahasa antargenerasi dan ranah penggunaan bahasanya yang bagus. Semua masyarakat dalam berbagai tingkatan masih menggunakan bahasa Lampung dalam komunikasi sehari-hari maupun pada ranah media baru.
Mentawai Language Variations in the Mentawai Islands Regency, West Sumatra Province Satwiko Budiono; Rita Novita; Tengku Syarfina
JURNAL ARBITRER Vol. 10 No. 1 (2023)
Publisher : Masyarakat Linguistik Indonesia Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/ar.10.1.8-18.2023

Abstract

The language aspect in cultural preservation focuses more on the arts and social systems. In fact, language as a connecting medium for arts and social systems also needs to be preserved. In this regard, this study seeks to language use documentation of the Mentawai language in the Mentawai Islands Regency, specifically in dialect varieties. It is intended to find out the situation and condition of the language, make language maps, and determine the varieties of the Mentawai language in the Mentawai Islands Regency. The research data were taken from 200 Swadesh’s basic vocabularies and 200 cultural vocabularies by means of direct interviews. Comparison of research data is based on seven observation areas, namely Mongan Poula, Maileppet, Muntei, Madobag, Sioban, Matobe, and Makalo villages. This study uses a dialectological approach with quantitative and qualitative methods. In this case, the quantitative method is in the form of dialectometric calculations, while the qualitative method is a description of the situation and conditions of the Mentawai language according to the language map. As a result, the Mentawai language in the Mentawai Islands Regency has two dialects, namely, the Sipora Pagai dialect and Siberut dialect. All two have a dialectometric percentage of 51—80%.
PEMETAAN BAHASA DI KABUPATEN YAHUKIMO (Language Mapping in Yahukimo District) Ganjar Harimansyah; Tengku Syarfina; Satwiko Budiono
SAWERIGADING Vol 29, No 1 (2023): Sawerigading, Edisi Juni 2023
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/sawer.v29i1.1190

Abstract

In 2022, the Indonesian House of Representatives of the Republic of Indonesia has approved the formation of three new provinces in Papua. The new provinces are South Papua Province, Central Papua Province, and Papua Mountains Province. The expansion has encouraged the acceleration of development in Papua. One of the regencies that has a low level of accessibility is Yahukimo Regency. This is because there are only two choices of transportation to get there, such as air transportation or water transportation through the rivers. In this regard, the effort to language documentation in Yahukimo Regency is important. Language documentation effort in this study by mapping language based on a dialectological approach. This language mapping in Yahukimo Regency aims to identify the linguistic situation and conditions that existed there before the impact of regional expansion. This can be said as a language preservation effort. The research data is taken from language data that has been collected by the National Agency for Language Development and Cultivation under authority of the Ministry of Education, Culture, Research, and Technology from 1992 to 2019. Language mapping uses a dialectological approach that includes dialectometric calculations and language maps. As a result, there are 25 languages in Yahukimo Regency that have been mapped to date. However, the low level of accessibility means that not all areas in Yahukimo Regency can be identified and mapped. Further research opportunities are still wide open to identify languages in Yahukimo Regency.  AbstrakKabupaten Yahukimo merupakan kabupaten di Provinsi Papua Pegunungan—salah satu provinsi baru di Papua—yang memiliki aksesibilitas rendah. Karakteristik wilayah Yahukimo yang masih tertutup memiliki dampak keterlindungan penggunaan bahasanya dari pengaruh luar. Data pemetaan dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2019) belum menggunakan penggolongan provinsi terbaru dengan adanya penambahan tiga provinsi baru  (Provinsi Papua Pegunungan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Selatan). Upaya mendokumentasikan bahasa seperti yang ada di Kabupaten Yahukimo ini menjadi penting. Pendokumentasian bahasa dalam penelitian ini dilakukan dengan pemetaan bahasa berdasarkan pendekatan dialektologi. Pemetaan bahasa di Kabupaten Yahukimo bertujuan mengidentifikasi situasi dan kondisi kebahasaan yang ada di sana sebelum adanya dampak pemekaran wilayah. Hal ini dapat dikatakan sebagai upaya pelindungan bahasa. Data penelitian diambil dari data bahasa yang telah dikumpulkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sejak tahun 1992 hingga 2019. Pemetaan bahasa menggunakan pendekatan dialektologi yang memuat penghitungan dialektometri dan peta bahasa. Hasilnya, ada 25 bahasa di Kabupaten Yahukimo yang terpetakan hingga saat ini. Peluang penelitian lanjutan masih terbuka lebar untuk mengidentifikasi bahasa-bahasa di Kabupaten Yahukimo.
Identifikasi Status Vitalitas Bahasa Mentawai Dialek Sipora Pagai di Kabupaten Kepulauan Mentawai Satwiko Budiono; Rita Novita
Masyarakat Indonesia Vol 47, No 2 (2021): Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia
Publisher : Kedeputian Bidang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan (IPSK-LIPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jmi.v47i2.1110

Abstract

Penggunaan bahasa dalam masyarakat mengalami perubahan sesuai perkembangan zaman. Perubahan penggunaan bahasa dapat bersifat positif maupun negatif. Perubahan bersifat positif apabila sikap masyarakat mengalami peningkatan terhadap penggunaan bahasanya. Sebaliknya, perubahan bersifat negatif apabila sikap masyarakat mengalami penurunan terhadap penggunaan bahasanya. Hal ini menjadi penting karena bahasa dapat dijadikan sebagai penanda identitas dan jati diri suatu kelompok. Dalam hal ini, penggunaan bahasa Mentawai perlu dilihat status vitalitasnya sebagai langkah awal mengidentifikasi penggunaan bahasanya mengarah ke hal positif atau negatif. Maka dari itu, penelitian ini berusaha menentukan status vitalitas bahasa Mentawai, khususnya dialek Sipora Pagai. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi penggunaan bahasa Mentawai dialek Sipora Pagai dalam masyarakat. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif berupa penghitungan indeks vitalitas dan metode kualitatif berupa analisis dari observasi partisipatoris. Daftar pertanyaan menggunakan kuesioner tertutup sesuai dengan sepuluh indikator vitalitas bahasa dari UNESCO. Responden penelitian sebanyak 120 orang yang terdiri atas kelompok usia <20 tahun, 20—39 tahun, 40—59 tahun, dan >60 tahun dengan proporsi laki-laki dan perempuan seimbang setiap kelompoknya. Penelitian dilakukan di tiga desa penutur bahasa Mentawai dialek Sipora Pagai, yaitu Desa Sioban, Makalo, dan Taikako. Hasilnya, status vitalitas bahasa Mentawai dialek Sipora Pagai adalah mengalami kemunduran dengan perolehan indeks sebesar 0,48. Dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa bahasa Mentawai dialek Sipora Pagai memiliki keunggulan dalam indikator pewarisan bahasa antargenerasi. Sementara itu, bahasa dialek Sipora Pagai memiliki kelemahan dalam indikator ketersediaan bahan ajar dan literasi, serta jenis dan kualitas dokumentasi bahasa.
Retta language revitalization learning materials in Alor Regency Satwiko Budiono; Evi Noviani
Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya Vol 51, No 2 (2023)
Publisher : Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um015v51i22023p312

Abstract

Currently there are various learning materials that are able to motivate younger generations in learning local and indigenous languages. One example is the creation of songs in Retta language revitalization program in Alor Regency. In this regard, this study seeks to explain the process of revitalizing the Retta language and reviewing the effectiveness of   revitalizing the Retta language through local language songs as learning materials. This is important because language and culture transmission through songs is a novelty in a language revitalization program. The research method uses a community—based language revitalization model and a descriptive qualitative approach with observational method from the analysis of Retta language songs in the language revitalization program. As a result, the Retta language revitalization in the South Ternate Village using local language songs is effective in increasing the interest of young speakers in the local language. This is based on the impact felt by the language revitalization participants as young speakers and Retta speakers in general. Besides that, the Retta language revitalization program was also able to raise public and local government awareness with evidence of the signing of a memorandum of understanding to preserve the Retta language in the future. Thus, the Retta language revitalization program using local language songs can continue to be developed by the local government.Bahan pembelajaran revitalisasi bahasa Retta di Kabupaten AlorAda banyak bahan pembelajaran yang dapat menjadi pendukung untuk meningkatkan motivasi penutur muda dalam belajar bahasa daerah. Salah satu contohnya adalah pembuatan lagu berbahasa daerah dalam program revitalisasi bahasa Retta di Kabupaten Alor. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini berusaha menjelaskan proses revitalisasi bahasa Retta dan meninjau keefektifan bentuk revitalisasi bahasa melalui lagu berbahasa daerah sebagai bahan pembelajaran. Hal ini disebabkan transmisi bahasa dan budaya melalui lagu termasuk hal baru dalam program revitalisasi bahasa. Metode penelitian menggunakan model revitalisasi bahasa berbasis komunitas dan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode observasi dari analisis lagu berbahasa Retta dalam program revitalisasi bahasa. Hasilnya, revitalisasi bahasa Retta di Desa Ternate Selatan dengan menggunakan lagu berbahasa daerah efektif meningkatkan minat generasi muda terhadap bahasa daerah. Hal ini berdasarkan dampak yang dirasakan oleh peserta revitalisasi bahasa sebagai penutur muda dan penutur bahasa Retta secara umum. Selain itu, program revitalisasi bahasa Retta juga mampu meningkatkan kesadaran masyarakat dan pemerintah daerah dengan bukti penandatanganan nota kesepahaman untuk melestarikan bahasa Retta di masa depan sehingga program dapat terus dikembangkan oleh pemerintah daerah setempat.