Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Penerapan PHBS dengan peningkatan pengetahuan dan sikap melalui pendekatan keluarga di Desa Gaji Kabupaten Demak Siti Thomas Zulaikhah; Ratnawati Ratnawati; Joko Wahyu Wibowo; Muhammad Ulil Fuad; Elly Noerhidayati; Erwin Budi Cahyono; Muhammad Saugi Abduh; Lusito Lusito
Indonesian Journal of Community Services Vol 1, No 2 (2019): November 2019
Publisher : Universitas Islam Sultan Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/ijocs.1.2.126-133

Abstract

AbstrakDerajat kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bangsa Indonesia. Sementara itu, derajat kesehatan tidak hanya ditentukan oleh pelayanan kesehatan, tetapi yang lebih dominan justru adalah kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat. Upaya untuk meningkatkan perilaku masyarakat agar mendukung peningkatan derajat kesehatan dilakukan melalui program pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan upaya untuk memberdayakan anggota keluarga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan PHBS serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Kesadaran masyarakat akan kesehatan dan pola hidup bersih sehat, khususnya masyarakat desa masih sangat rendah.  Peningkatan pengetahuan dan sikap terkait Perilaku Hidup bersih sehat  diharapkan dapat menjadi upaya menyadarkan masyarakat akan pentingnya melakukan upaya perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari sekaligus memberikan gambaran bagaimana cara merealisasikannya sehingga bisa terwujud masyarakat yang peduli terhadap kesehatan.Target yang ingin dicapai adalah terwujudnya peningkatan pengetahuan dan sikap terhadap PHBS sehingga masyarakat  mempunyai kemampuan  mempraktekkan pola hidup bersih dan sehat secara mandiri. Metode yang digunakan adalah dengan memberikan penyuluhan, pemeriksaan kesehatan, praktek cuci tangan yang benar dan talkshow. Peserta adalah  masyarakat di desa Gaji yang diwakili oleh ibu/istri dari setiap KK yang merupakan Pasangan Usia Subur (PUS),  berjumlah 60 orang yang diambil secara cluster random sampling. Peserta diberikan pretes pada awal kegiatan dan postes pada akhir kegiatan sebagai evaluasi terhadap kegiatan yang dilaksanakan. Hasil kegiatan terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap  tentang PHBS, terlihat skor sesudah kegiatan lebih tinggi dibandingkan dengan sebelumnya (perbedaan rerata skor pengetahun sebelum dan sesudah kegiatan 24,16; sedang perbedaan rerata skor sikap sebelum dan sesudah kegiatan 23, 9. Peserta juga mampu mempraktekkan cuci tangan  dengan 6 langkah secara benar. Kata kunci: PHBS; pengetahuan; sikap; keluargaAbstractHealth degree is one of the important elements in efforts to increase the Indonesian Human Development Index (HDI). Meanwhile, the degree of health is not only determined by health services, but what is more dominant is the environmental conditions and people's behavior. Efforts to improve community behavior to support the improvement of health status are carried out through the Clean and Healthy Behavior (PHBS) development program. Clean and Healthy Behavior (PHBS) is an effort to empower family members to know, be willing and able to carry out PHBS and play an active role in the health movement in the community. Public awareness of health and a healthy clean lifestyle, especially rural communities, is still very low. Increased knowledge and attitudes related to healthy hygiene behavior is expected to be an effort to make the public aware of the importance of making clean and healthy life behavior efforts in daily life while providing an overview of how to realize it so that people who care about health can be realized. The target to be achieved is the realization increasing knowledge and attitudes towards PHBS so that the community has the ability to practice clean and healthy lifestyles independently. The method used is to provide counseling, health checks, proper hand washing practices and talk shows. Participants are people in the village of Salary, represented by mothers / wives of each KK who are Fertile Age Couples (PUS), totaling 60 people taken by cluster random sampling. Participants are given a pretest at the beginning of the activity and posttest at the end of the activity as an evaluation of the activities carried out. The results of the activity increased knowledge and attitudes about PHBS, seen after the activity score was higher compared to before (the difference in the average score of knowledge before and after the activity 24,16; while the difference in the average attitude score before and after the activity 23, 9. Participants were also able to practice washing hands with 6 steps correctly. Keywords: PHBS; knowledge; attitude; family
Gambaran Pelaksanaan Pelayanan BPJS Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di Kota Semarang Suryani Yuliyanti; Ratnawati Ratnawati
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 5, No 1 (2016)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (55.931 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v5i1.36079

Abstract

Latar Belakang: Pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh pemerintah merupakan amanat UU Nomor 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, pada tahun 2011 terbit UU Nomor 24 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) selanjutnya BPJS merupakan badan penyelenggara program JKN yang mulai dilaksanakan sejak Januari 2014. Dalam peraturan BPJS fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan. Pelayanan FKTP seharusnya mengutamakan Preventif dan Promotif tanpa melupakan kuratif dan rehabilitatif. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pelaksanaan layanan BPJS di Fasilitas kesehatan tingkat 1. Metode: Penelitian deskriptif terhadap cakupan dan pemanfaatan layanan yang tersedia di fasilitas kesehatan tingkat 1. Pengumpulan data selama bulan Januari 2015 dilakukan dengan observasi dan wawancara pada 100 pasien dan 20 dokter di fasilitas kesehatan tingkat 1. Hasil: Data yang diperoleh dari FKTP, dokter menyatakan bahwa rata – rata kunjungan pasien 10-50 orang perhari, cakupan layanan yang diberikan memenuhi aturan BPJS yaitu meliputi pemberian layanan pengobatan, preventif, promotif dan rehabilitatif. Pelayanan yang masih kurang optimal diantaranya masih terdapat 5 Faskes yang belum memberikan layanan imunisasi, layanan KB belum mencakup MKJP, dan pelayanan home care yang tidak dilaksanakan secara maksinal. Kendala yang dirasakan sulitnya prosedur layanan BPJS akibat sosialisasi yang kurang bagi pasien dan Faskes menimbulkan kesalahpahaman baik antara pasien dengan Faskes maupun antara FKTP dengan Faskes tingkat 2. Pasien mengeluh obat yang diperoleh berbeda merk, pelayanan yang kurang memuaskan, Meski demikian 100% persen responden dokter dan Pasien menyatakan bahwa BPJS bermanfaat, yaitu biaya kesehatan menjadi lebih murah. Penyakit kronis menjadi lebih terkontrol, kompetensi dokter lebih meningkat dengan adanya program pelatihan yang dilaksanakan oleh BPJS, adanya rujukan balik sebagai proses evaluasi layanan yang diberikan FKTP. Sehingga berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pelaksanaan layanan BPJS di Semarang sesuai ketentuan dan memberikan manfaat baik bagi pasien maupun bagi dokter meskipun masih perlu perbaikan pada program preventive dan promotif. Background. Implementation of the National Health Insurance program (JKN) by the government is mandated by Law No. 40 of 2004 on National Social Security System. In 2011 the government published Law No. 24 about the Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) hereinafter BPJS. BPJS is an organization who implement the JKN program that started since January 2014. BPJS at primary health facilities is an important component of health care that should give priority to preventive and promotive without forgetting curative and rehabilitative. This study aims to describe the implementation BPJS services at primary health facilities. Method. Descriptive study on the coverage and utilization of primary health facility service. Data collection at January 2015 is done by observation and interviews on 100 patients and 20 doctors at the primary health facility. Results. Data obtained from primary health facility, average of patient visits is 10-50 people per day, the availability of services is accordance with the BPJS rule, but need improvement on immunization, family planning and home care service. Obstacles of BPJS program is the lack of procedure and rule information, that cause misunderstandings between patients and doctor. Patient complain that they receive difference medicine, and the bad service when they use BPJS. Nevertheless physician and patient agree that BPJS make the health costing affordable, especially in chronical diseases. It increases medical personnel competencies through training program from BPJS and patient referral system. So the conclusion is implementation of health program from BPJS in Semarang is accordance with the rule, and give many benefits in health service. However it needs improvement in preventive and promotive service. 
Hubungan Tingkat Pencapaian Indikator Kapitasi Berbasis Kompetensi (KBK) Dengan Kepuasan Pasien Khujaefah Khujaefah; Ratnawati Ratnawati; Suryani Yuliyanti
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol 23 No 3 (2020): Buletin Penelitian Sistem Kesehatan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/hsr.v23i3.3214

Abstract

Patient satisfaction is one of the health service quality indicators. The national health insurance, the quality in First Level Health Facilities (FKTP) is translated to Competence-Based Capitation indicators. This study aims to elaborate on the correlation between CBC Indicators and Patient Satisfaction at FKTP in Semarang City. A cross-sectional design with observational study was conducted from July to August 2019. According to CBC Data, indicators achievement involving Contact Rate (AK), Non-Specialist Referral Rate (RRnS), and Ratio of Chronic Disease Management Program Attendees (RPPB) were obtained from First Level Health Facility collaborated with Social Health Insurance Administration Body (BPJSK), (consisting of 2 Health Centers, 2 Physician Practices, and 2 Primary Clinics). Furthermore, Patients Satisfaction Data were gathered from 60 respondents, where every ten patients for each FKTP use questionnaire had validation test. Satisfaction Scale uses LIKERT with range 1 for very dissatisfi ed until 5 for very satisfi ed. The Mean of patient satisfaction toward health services at FKTP in Semarang City was Quite Satisfi ed (3,74), satisfaction dimensions lowest were tangible and assurance. The Spearman test results showed that AK was 0.038(p<0,05), RRnS was 0,651(p>0,05), and RPPB was 0,939(p>0,05). It concluded a correlation between the AK indicator and patient satisfaction, whereas RRnS and RPPB indicators were not correlated with patient satisfaction at FKTP in Semarang City. Attempts to increase the contact rate through a healthy contact are needed to improve the FKTPs CBC target achievement. Abstrak Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan kesehatan. Pada era jaminan kesehatannasional, kualitas pelayanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dinyatakan dalam indikator Kapitasi Berbasis Kompetensi (KBK). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pencapaian indikator KBK dengan kepuasan pasien di FKTP di Kota Semarang. Penelitian observasional dengan rancangan cross sectional dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2019. Data capaian KBK yang terdiri dari Angka Kontak(AK), Rasio Rujukan non Spesialistik (RRnS) dan Rasio Peserta Prolanis Berkunjung (RPPB) diperoleh dari FKTP mitra BPJS yang terdiri dari 2 Puskesmas, 2 Dokter praktik mandiri, dan 2 klinik pratama. Data kepuasan pasien diperoleh dari 60 responden (masing-masing 10 pasien dari setiap FKTP) menggunakan kuesioner yang sudah di uji validitasnya. Skala kepuasan menggunakan skala LIKERT dengan nilai antara 1 untuk sangat tidak puas sampai 5 untuk sangat puas. Rerata kepuasan pasien terhadap pelayanan di FKTP di Kota Semarang adalah cukup puas (3,74), aspek kepuasan terendah terletak pada dimensi tangible dan assurance. Berdasarkan uji korelasi Spearman didapatkan nilai p<0,05 (0,038) untuk angka kontak (AK), p>0,05 (0,651) untuk RRNS dan p>0,05 untuk (0,939) RPPB. Disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pencapaian indikator KBK pada indikator AK dengan kepuasan pasien di FKTP di Kota Semarang, sedangkan untuk indikator lain tidak berhubungan. Upaya peningkatan kontak sehat diperlukan untuk memperbaiki capaian target KBK di FKTP.
Faktor Risiko Determinan Yang Konsisten Berhubungan dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 6-24 Bulan: Tinjauan Pustaka Ratnawati Ratnawati; Mohammad Zen Rahfiludin
Amerta Nutrition Vol. 4 No. 2 (2020): AMERTA NUTRITION
Publisher : Universitas Airlangga, Kampus C, Mulyorejo, Surabaya-60115, East Java, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (512.532 KB) | DOI: 10.20473/amnt.v4i2.2020.85-94

Abstract

Background : Stunting remains a global health issue with a prevalence of 21.9% in 2018. Many variables of stunting risk factors have been studied. Research results that show dominant risk factors that consistently affect stunting are needed as a priority for prevention.Objective: To determine the dominant risk factors that are consistently associated with stunting events.Methods: This systematic review was carried out using the Google Scholar search engine and Springerlink E-Journal using the keyword stunting of children aged 6-24 months.  Exclusion criteria were published >5 years, journals were not reputable on SCIMAGOJR and were referenced <10 times and has a sinta index > 2.Results: There were 3 international journal articles Q1 and 5 national journals accredited by Sinta 2. The number of variables studied in 8 journals is 51 Variables. There were 36 variables that were conducted only one study with significant results related to the incidence of stunting as many as 16 variables and 20 variables were not significant. The variables conducted by the research with inconsistent analysis results were 8 variables. Dominant variables that show a significant relationship with the incidence of stunting consistently from four different studies are low birth weight (LBW) and family income / family welfare index. The lowest & highest risk factors LBW (OR=3.26 & 5.870), Income / welfare index (OR=2.2 & 8.5). Protein Adequacy Level (OR=5.54 & 7.65) and children aged 12-24 months (AOR=2.688 & 3.24) were consistent in 2 studies.Conclusion: LBW, income / family welfare index, level of protein adequacy and children aged 12-24 months were variables with dominant and consistent stunting risk factors.ABSTRAKLatar Belakang : Stunting masih menjadi masalah kesehatan di dunia dengan prevalensi 21,9 % pada tahun 2018. Ada Banyak variabel faktor risiko stunting yang sudah diteliti. Penelurusan hasil penelitian yang menunjukkan faktor risiko dominan secara konsisten mempergaruhi stunting sangat diperlukan sebagai prioritas untuk pencegahan.Tujuan : Untuk mengidentifikasi  faktor risiko dominan yang secara konsisten bermakna hubungannya dengan kejadian stunting.Metode : Tinjauan pustaka ini dilakukan dengan mengunakan search engine google scholar dan springerlink E- Journal  mengunakan kata stunting usia 6-24 bulan. Kriteria esklusi terbit > 5 tahun terakhir, jurnal tidak bereputasi pada SCIMAGOJR dan dirujuk < 10 kali dan sinta > 2.Hasil Ulasan : Didapatkan 3 artikel jurnal internasional Q1 dan 5 jurnal nasional terakreditasi Sinta 2. Jumlah variabel yang diteliti pada 8 jurnal sebanyak 51 Variabel. Didapatkan 36 variabel yang dilakukan hanya satu kali penelitian dengan hasil yang signifikan berhubungan dengan kejadian stunting sebanyak 16 variabel dan 20 variabel tidak signifikan. Variabel yang dilakukan penelitian dengan hasil analisis yang tidak konsisten sebanyak 8 variabel. Variabel dominan yang menunjukkan hubungan bermakna dengan kejadian stunting secara konsisten dari empat penelitian yang berbeda adalah BBLR dan pendapatan keluarga/indeks kesejahteraan keluarga.  Faktor risiko yang terendah&tertinggi BBLR (OR=3,26 & 5,870), Pendapatan/Indeks kesejahteraan (OR=2,2&8,5).  Tingkat Kecukupan Protein (OR=5,54 & 7,65) dan usia anak 12-24 bulan (AOR =2,688 & 3,24) konsisten pada 2 penelitian.Kesimpulan BBLR, pendapatan /indeks kesejahteraan keluarga, tingkat kecukupan protein dan usia anak 12-24 bulan merupakan variabel dengan faktor risiko stunting yang dominan konsisten. 
Peningkatan Kemampuan Teknik Komunikasi pada Kader Kesehatan Ibu dan Anak di Banjardowo Semarang Ratnawati Ratnawati; Muhammad Ulil Fuad; Muhammad Agus Supriyanto
Jurnal ABDIMAS-KU: Jurnal Pengabdian Masyarakat Kedokteran Vol 1, No 1 (2022): Januari
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Sultan Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.914 KB) | DOI: 10.30659/abdimasku.1.1.9-16

Abstract

Status gizi dan kesehatan ibu dan anak sebagai penentu kualitas sumber daya manusia.  Periode ibu hamil dan anak sampai 2 tahun merupakan golden periode dari seoarang anak. Tujuan pengabdian ini adalah meningkatkan pengetahuan dan kemampuan kader dalam melakukan pendampingan kesehatan kepada masyarakat. Metode pelaksanaan kegiatan dalam masa pandemi ini mengunakan HP android sebagai sarana dalam melakukan peningkatan skill kader. Materi yang disampaikan kepada kader dalam bentuk link YouTube video rekaman zoom, dan file PPT. Evaluasi peningkatan pengetahuan yang diharapkan bisa meningkatkan skill kader melalui pre-test sebelum melihat materi yang disampaikan dan post-test setelah melihat/ mendengar materi. Nilai pre-test dan post-test kader dianalisis dengan Paired t-test. Hasil analisis Paired t-test nilai pre-test dan post-test didapatkan p=1 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik antara nilai pre-test dan post-test setelah penyampaian materi. Kata kunci: Kader kesehatan; komunikasi
Pengaruh Implementasi Rujukan Berjenjang terhadap Skor Faktor Risiko Ibu Bersalin Renata Ndaru Kusuma; Suryani Yuliyanti; Ratnawati Ratnawati
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Vol 12 No 02 (2023): Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33221/jikm.v12i02.1915

Abstract

Rujukan pelayanan kesehatan merupakan faktor yang dapat menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). Namun, banyaknya fasilitas kesehatan yang memiliki angka rujukan yang tinggi, menunjukkan bahwa sistem rujukan belum berjalan dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh implementasi rujukan berjenjang terhadap faktor risiko ibu bersalin di Poli Obgyn Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Penelitian observasional analitik dengan rancangan cross-sectional dilakukan pada 754 ibu bersalin yang dirawat di Poli Obgyn Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang (RSISA). Penelitian ini menggunakan data rekam medis dan Kartu Skor Poedji Rochjati. Data penelitian diuji menggunakan Uji Non parametrik Mann-Whitney. Terdapat 596 ibu bersalin sebelum dan 158 ibu bersalin setelah implementasi rujukan berjenjang dengan rerata skor Poedji Rochjati masing-masing adalah 12,61 dan 12,24. Terdapat perbedaan skor faktor risiko ibu bersalin sebelum dan sesudah implementasi rujukan berjenjang (P-value = 0,01). Kebijakan rujukan berjenjang efektif dalam menyeleksi kasus persalinan dengan risiko tinggi di rumah sakit tersier yang terlihat dari peningkatan rerata skor Poedji Rochjati bagi ibu bersalin setelah implementasi rujukan berjenjang di RSISA (12,24 vs. 14,00). Evaluasi lebih lanjut terkait skor risiko pasien di Rumah sakit tersier dan sekunder diperlukan sebagai salah satu indikator efektifitas rujukan berjenjang.
Pola Konsumsi Makanan Mempengaruhi Kadar Vitamin D dan Kualitas Hidup Anak pada Masa Growth Spurt Kedua: Food Consumption Pattern Affects Vitamin D Levels and Quality of Life in Children during the Second Growth Spurt Period Atina Hussaana; Siti Thomas Zulaikhah; Ratnawati Ratnawati
Amerta Nutrition Vol. 7 No. 1 (2023): AMERTA NUTRITION (Bilingual Edition)
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/amnt.v7i1.2023.45-53

Abstract

Background: The second growth spurt period needs attention related to the intake of macro-nutrients and micro-nutrients, including vitamin D. So far, the evaluation of vitamin D has received less attention if indoor activity patterns exacerbate it and imbalanced food consumption patterns, it raises concern to trigger vitamin D deficiency and affect the children growth, development and quality of life. Objectives: To determine the relationship between children's consumption patterns on vitamin D levels, weight, height, and quality of life of children aged 10-12 years. Methods: Observational research with the cross-sectional design was conducted on 40 children 10-14 years old without physical disability from Pondok Kun Assalam Sentono and Madrasah Ibtidaiyah At-Taqwa Semarang, Indonesia. All subjects were measured consumption patterns using the Food Frequency Questionnaire (FFQ), blood levels of vitamin D, height, weight, leg length, and quality of life measured using the Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQL). Results: The results showed that out of 40 subjects, only 3 (7.5%) children had sufficient vitamin D levels (≥30 µg/mL). There was a significant relationship between food consumption patterns and blood vitamin D levels (p<0.01), height, weight, leg length, and quality of life (p<0.05). The Spearman correlation coefficient values, respectively, between food consumption patterns and blood vitamin D levels, height, weight, leg length, and quality of life were; 0.404; 0.290; 0.369; 0.380; 0.321. Conclusions: The food consumption patterns of children in the second growth spurt period need to be considered because they are associated with vitamin D levels, height, weight, and quality of life.
PELATIHAN PRAKTEK PERSONAL HYGIENE DAN SANITASI LINGKUNGAN KERJA BAGI PEKERJA ROSOK Suparmi Suparmi; Siti Thomas Zulaikhah; Suyani Yuliyanti; Ratnawati Ratnawati; Dian Apriliana Rahmawatie
JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri) Vol 7, No 4 (2023): Agustus
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/jmm.v7i4.15238

Abstract

Abstrak: Para pekerja rosok seringkali tidak memperhatikan kesehatannya sendiri karena rendahnya praktek personal hygiene atau sanitasi lingkungan kerja dalam pemilihan sampah. Pengabdian kepada masyarakat (PkM) ini bertujuan untuk meningkatkan personal hygiene dan sanitasi lingkungan kerja bagi tukang rosok di Kelurahan Sembungharjo, Kecamatan Genuk Semarang. Metode PkM meliputi penyuluhan, pemeriksaan kesehatan, pelatihan dan praktek, serta pendampingan bagi 39 pekerja rosok. Para pekerja rosok memiliki tingkat pengetahuan tentang personal hygiene yang rendah sehingga berdampak pada rendahnya sikap dan perilaku dalam menjaga kesehatan diri maupun lingkungan. Penyakit yang banyak dikeluhkan oleh para pekerja rosok diantaranya asam lambung, asam urat, batuk, darah tinggi, flu, gatal-gatal, diabetes, dan migrain. Pelatihan dan pemberian alat pelindung diri dapat meningkatkan praktek personal hygiene dan sanitasi lingkungan kerja rosok yang baik masing-masing sebesar 10%, serta penggunaan APD sebesar 100%, sehingga dapat terjaga status kesehatannya. Diperlukan kerjasama lintas sektor baik dari instusi pemerintah, dan berbagai stakeholder sehingga para pekerja rosok merasa diperhatikan dan mendapat kesejahteraan maupun tingkat kesehatan yang memadahi.Abstract: Due to poor personal hygiene or the sanitization of the work environment in garbage selection, garbage scavengers frequently need to pay more attention to their health. Community service (PkM) aims to improve people's hygiene and sanitation in their working environment in Kelurahan Sembungharjo, Genuk, Semarang. The PkM method includes counselling, health examination, training, practice, and assistance for 39 garbage scavengers. The results show that knowledge about personal hygiene influences garbage scavengers' attitudes and behaviours towards their health and the environment was low. Garbage scavengers frequently complain of gastric acid, uric acid, cough, high blood pressure, influenza, itching, diabetes, and migraines. It is anticipated that training and the provision of self-protection apparatus improved personal hygiene and work hygiene practices by 10%, respectively, and personal protective equipment by 100%, thereby improving their health status. There is a need for cross-sector cooperation from government institutions and various stakeholders for fraudulent employees to experience a sense of well-being and health.