p-Index From 2019 - 2024
0.702
P-Index
This Author published in this journals
All Journal LEX ADMINISTRATUM
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : LEX ADMINISTRATUM

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP MASA JABATAN SERTA SYARAT PENDIDIKAN BAGI CALON KEPALA DESA MENURUT UU NO. 6/2014 Rovaldo Tune Antu; Josepus J. Pinori; Susan Lawotjo
LEX ADMINISTRATUM Vol. 11 No. 3 (2023): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan masa jabatan kepala desa menurut uu no 6 tahun 2014 dan bagaimana persyaratan Pendidikan bagi calon kepala desa menurut uu no 6 tahun 2014, dengan metode penelitian yuridis normatif, dengan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan mengenai masa jabatan kepala desa adalah 1 periode 6 tahun dan dapat menjabat sebanyak 3 kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. Masa jabatan kepala desa dan kepala desa adat juga berbeda, kepala desa dapat menjabat 3 kali masa jabatan sedangkan masa jabatan kepala desa adat di atur atau menyesuaikan berdasarkan peraturan yang hidup di desa tersebut. 2. Kepala desa yang memiliki kualifikasi pendidikan yang baik juga dapat membawa manfaat yang positif bagi pembangunan desa di tambah dengan kepala desa yang masih muda sehingga dapat menghasilkan inovasi yang progresif bagi keberlangsungan hidup masyarakat desa. Dalam hal ini menyebutkan bahwa kepala desa syarat pendidikan hanya sekolah menengah petama (SMP). kata kunci: kepala desa, masa jabatan, pendidikan
PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DALAM KAITANNYA DENGAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA Sergio Kanisius Ridwan; Josepus J. Pinori; Toar Neman Palilingan
LEX ADMINISTRATUM Vol. 11 No. 4 (2023): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui proses pembentukan desa menurut Undang-Undang No 6 Tahun 2014 dan untuk mengetahui penerapan peraturan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: Pembentukan peraturan desa harus melibatkan partisipasi masyarakat sebagai wujud desa yang demokratis. Diatur dalam Pasal 60 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni masyarakat desa berhak meminta dan memperoleh informasi dari pemerintah desa, mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaannya, pembangunan desa, hingga pembinaan kemasyarakatan desa, serta pemberdayaan masyarakat desa. Sesuai dengan konsideran bagian pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni desa memiliki hak asal usul dan tradisional untuk mengurusi kepentingan masyarakat setempat. Artinya peraturan desa harus dirancang dengan melibatkan partisipasi masyarakat karena jika tidak, aturan yang dirancang dapat berupa aturan yang tidak memihak kepada masyarakat. Penerapan peraturan desa, sesuai dengan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa harus mampu menjamin adanya kepastian hukum, ketertiban dalam menyelenggarakan pemerintahan desa dan kepentingan umum, memiliki asas keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, kearifan lokal, keberagaman, dan partisipatif. Implementasi dari penyelenggaraan pemerintahan desa harus menjamin bahwa semua asas-asas tersebut terlaksana dengan sebaik mungkin. Kata Kunci : Pembentukan Peraturan Desa
ANALISIS YURIDIS TERHADAP TRANSPARANSI PEMERINTAH DALAM PENYELESAIAN KASUS HAK ASASI MANUSIA (HAM) DI INDONESIA Novita Maria Ticoalu; Cornelis Dj. Massie; Josepus J. Pinori
LEX ADMINISTRATUM Vol. 11 No. 4 (2023): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Transparansi (keterbukaan) pemerintah adalah salah satu dari prinsip-prinsip atau karakteristik kepemerintahan yang baik atau Good Governance yang dimana merupakan prinsip yang menjadi akses kebebasan keterbukaan informasi bagi setiap orang untuk memperoleh informasi dari penyelenggaraan pemerintahan. Pemenuhan hak asasi bagi setiap warga merupakan salah satu ciri negara demokratis. Maka dalam setiap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Indonesia, pemerintah memegang peran penting dalam penyelesaiannya, secara adil dan transparan. Transparansi pemerintah dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia dapat dilihat melalui keterbukaan penyampaian informasi kepada masyarakat, mulai dari bagaimana pelanggaran itu terjadi sampai penyelesaiannya sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses penyelesaian kasus HAM di Indonesia dan bagaimana transparansi dari pemerintah dalam penyelesaian kasus HAM di Indonesia. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Indonesia dapat diselesaikan melalui 2 (dua) cara penyelesaian yaitu In Court System (melalui sarana pengadilan) dan Out Court System (di luar pengadilan). 2. Keterbukaan (transparansi) dari pemerintah dalam penyampaian informasi publik, merupakan salah satu bentuk pemenuhan dari hak asasi manusia, yang mana perlindungan dan penjaminan terhadap hak asasi manusia adalah salah satu ciri negara hukum. Kata Kunci : Transparansi Pemerintah, Hak Asasi Manusia (HAM)
PERJANJIAN KERJA ANTARA PEMBERI KERJA PT. HOME CREDIT INDONESIA DAN PEKERJA CHRISTIAN ISACC ALEXANDER ALIANTO; Lendy Siar; Josepus J. Pinori
LEX ADMINISTRATUM Vol. 11 No. 4 (2023): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perjanjian Kerja Antara Pemberi Kerja PT. Home Credit Indonesia dan pekerja merupakan perjanjian kerja perusahaan yang mengatur adanya suatu pekerjaan, yang berisi hak-hak dan kewajiban dari pemberi kerja dan pekerja serta menimbulkan perikatan dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat antara kedua belah pihak. Dalam pasal 1 angka 15 Undang-undang No 13. Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Hubungan kerja sebagai bentuk hubungan kerjasama lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha dan isi perjanjian kerja yang ada. Kata Kunci: Perjanjian kerja