Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Messages of Da'wah in the Film “Ajari Aku Islam” Muhammad - Subarkah
Cinematology: Journal Anthology of Film and Television Studies Volume 1 - Issue 2 : Cinematology: Journal Anthology of Film and Television Studies
Publisher : Program Studi Film dan Televisi, Fakultas Pendidikan Seni dan Desain, Universitas Pendidik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (626.584 KB) | DOI: 10.17509/ftv-upi.v1i2.40520

Abstract

Da'wah activities have also grown rapidly in the world of film, including the Film Ajari Aku Islam which looks at the attitudes and actions that non-Muslim men and Muslim women must take when they fall in love. In this film, there are many lessons about young people who never give up on learning Islam. Although, it begins with falling in love with his human being and then in love with his religion. Currently, this phenomenon often occurs today, how the journey of love between different religions makes them blocked by blessing. Then, they chose to change their religion which made their lives further away from their previous religion. Based on this phenomenon, further studies are needed regarding this problem by examining the da'wah messages contained in the film Ajari Aku Islam. The process of understanding the message of da'wah uses the semiotic analysis of Charles Sanders Pierce. The purpose of this study was to determine the message of da'wah in the film Ajari Aku Islam based on Charles Sanders Peirce's analysis. Based on the object, namely the icon, index, symbol. The type of research used is qualitative with descriptive method. The results of this study indicate that the film Ajari Aku Islam which has a duration of 93 minutes contains da'wah messages, namely about religion, morality, help, forbidden to come into contact with non-mahrams, iqra as a tool for learning the Koran, advice and converts. Thus, this film can also be an example for those who are in love with different religions.
Berhias Setelah Bencana: Perubahan Ruang Kota Padang Pasca Gempa Selfi Mahat Putri; Ana Fitri Ramadani; Zulqaiyyim Zulqaiyyim; Rizky Amelia Furqon
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora Vol. 6 No. 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/titian.v6i2.21969

Abstract

Abstract: Artikel ini mejelaskan perubahan fungsi ruang kota yang terjadi di Kota Padang pasca gempa 2009. Sejauh mana perubahan ruang kota tersebut mempengaruhi bentuk kota dan kehidupan masyarakat Kota Padang. Pada akhirnya akan terlihat bagaimana bencana gempa yang terjadi di Kota Padang tahun 2009 mempengaruhi perubahan ruang kota terutama ruang pemerintahan, ruang ekonomi, dan ruang publik di Kota Padang. Penelitian ini melihat bagaimana pembentukan ruang kota pasca bencana gempa di Kota Padang berdampak terhadap kehidupan masyarakat serta kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota. Apakah perubahan ruang kota tersebut sesuai dari segi keamanan dari bencana gempa dan tsunami yang mengancam Kota Padang. Data yang diperoleh merupakan hasil dari penggalian informasi melalui sumber-sumber sejarah. Pertama, sumber setempat dan sejaman; Kedua, sumber setempat dan tidak sejaman. Selain itu, dilakukan wawancara dengan para informan yang memiliki hubungan terkait permasalahan dalam penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memberikan kontribusi yang mendasar bagi bidang ilmu sosial-humaniora, terutama memberikan masukan terhadap kebijakan pemerintah terutama dalam pembentukan ruang kota pasca bencana gempa di Kota Padang. Kata Kunci : Bencana, Kota, Ruang Kota, Padang, Masyarakat.
Genosida dan Trauma dalam Novel Laut Bercerita Rizky Amelya Furqan; Armini Arbain; Selfi Mahat Putri
Jurnal Bahasa dan Sastra Vol 11, No 1 (2023)
Publisher : Faculty of Languages and Arts, Universitas Negeri Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24036/jbs.v11i1.119834

Abstract

After Indonesia's independence, various internal conflicts occurred which caused several major upheavals. These include Permesta, PRRI, 1965, and 1998 incidents. Not only upheavals, but also crimes, such as rape, looting, torture, and even genocide. This is what makes literary works present by recounting incidents of violence or disappearances that occurred during the upheaval, one of which is the novel Laut Bercerita by Leila S. Chudori which discusses the events of 1998. Genocide events can be one of the factors that cause trauma, so Hirsch explained that genocide can be a factor in the occurrence of memory transmission to the next generation. Thus, an analysis of how genocide is described to form trauma to the victim or the people around the victim is interesting to explore. The research method used in this study is descriptive narrative analysis obtained through novels or other supporting references that support the presence of a genocide narrative so that trauma can be analyzed by victims or the people around them. The result of this study is that there was a genocide in the Wiratna and Wirasena communities, they were considered to have carried out activities against the government resulting in detention, torture, and disappearances. This incident of disappearance or genocide caused the victim who managed to escape, his family, and even those around the victim to be traumatized by this event. Although, in the end, they were able to start accepting reality.
Meretas Waktu, Menggores Tinta: Pelestarian Kawasan Bersejarah Lobang Jepang Kelurahan Gunung Pangilun Sebagai Salah Satu Destinasi Pariwisata Sejarah Kota Padang Ike Revita; Dhiant Asri; Rika Handayani; Ana Fitri Ramadani; Selfi Mahat Putri; Rizky Amelya Furqan
ABDI: Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Vol 5 No 2 (2023): Abdi: Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat
Publisher : Labor Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24036/abdi.v5i2.465

Abstract

Tujuan dari Pengabdian kepada Masyarakat adalah untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap potensi yang mereka miliki, salah satunya berkaitan dengan situs bersejarah. Dengan demikian masyarakat perlu mengetahui dan mengekspos situs budaya ataupun sejarah yang mereka miliki. Pemeliharaan situs sejarah juga akan mengingkatkan kedasaran kesejarahan dalam diri individu guna membangun rasa nasionalisme dan pelestarian dari peninggalan sejarah Lobang Jepang di Kelurahan Tabiang Banda Gadang Kecamatan Nanggalo. Metode pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat yaitu pengambilan data yang dilaksanakan dengan menggunakan metode sejarah dan sosialisasi yang dilaksanakan kepada masyarakat. Hasil dari pengabdian tersebut menunjukan bahwasannya Lobang Jepang di Kelurahan Tabiang Banda Gadang memiliki nilai sejarah, sehingga nantinya keberadaan situs ini dapat menjadi salah satu tujuan dari destinasi wisata kesejarahan di Kota Padang. Keberadaan situs bersejarah Lobang Jepang ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan rasa nasionalisme pada diri masyarakat Kelurahan Tabiang Banda Gadang.
Peningkatan Kesantunan Berbahasa Indonesia: Tulis dan Lisan dalam Literasi di SMPN 43 Padang Roma Kyo Kae Saniro; M. Yusuf; Alex Darmawan; Syafril Syafril; Rizky Amelya Furqan; Aslinda Aslinda
Warta Pengabdian Andalas Vol 30 No 4 (2023)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jwa.30.4.588-598.2023

Abstract

The activity aimed to improve the language skills of SMPN 43 Padang students, both written and verbal, in writing letters. It was considered necessary due to problems arising from the impoliteness of some students of junior high school in both oral and written communication for both formal and non-formal situations. The method used in this community service was participatory, planned by the Study Program of Indonesian Literature lecturer of Universitas Andalas. Furthermore, the team visited the service centre through observation and communication with SMPN 43 Padang teachers to look for problems and solutions related to language politeness in the school. After that, the team and teachers collaborated by compiling an agenda for implementing the engagement service. During the implementation stage, the material was presented, followed by the active participation of students through oral and written communication practices. In the final stage, an evaluation was conducted to formulate the main problems and assess subsequent developments after the community service activities. Based on the review carried out through an analysis of student work results, in the form of a comparison before and after receiving the material and engaging in writing practice, this service increased students' Indonesian politeness.
Sulawesi’s Local Culture on Puya ke Puya and Natisha Persembahan Terakhir Novel: Simulacra Process Rizky Amelya Furqan; Selfi Mahat Putri; Armini Arbain
SUAR BETANG Vol 18, No 2 (2023): December 2023
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v18i2.14674

Abstract

The influence of developments over time has caused traditions and culture in society to begin to be marginalized because they are considered unreasonable or pre-logical. However, currently many parties are starting to revive the tradition, including the government through tourism and involving writers. Apart from that, writers also express traditions through literary works. This can be seen in the novels Puya ke Puya and Natisha Persembahan Terakhir. The traditions described are people's beliefs about the rambu solo and parakang ceremonies. However, the traditions depicted have been influenced by developments over time so that the traditions depicted are no longer traditions that are believed to be considered sacred like previous societies. Therefore, we can see the depiction of the existence of a tradition through a literary work. The research method used is the literary anthropology approach which discusses the relationship between literature, anthropology and culture. This research aims to see how traditions and culture exist in literary works. The result of this research is that there is a simulakra process of Sulawesi culture in the literary works of the two authors. Apart from that, there is criticism conveyed by the author towards the culture that develops through the response of society as depicted in the characters. Thus, it can be concluded that the culture presented in literary works through the simulakra process does not just introduce culture, but also criticizes society's response to cultural developments. Abstrak Pengaruh perkembangan zaman menyebabkan tradisi dan budaya yang ada di dalam masyarakat mulai dimarginalkan karena dianggap tidak masuk di akal atau bersifat pralogis. Namun, saat ini banyak pihak mulai menyuarakan kembali tradisi, di antaranya pemerintah melalui pariwisata dengan melibatkan sastrawan. Selain itu, sastrawan juga menyuarakan tradisi melalui karya sastra. Hal itu terlihat dalam novel Puya ke Puya dan Natisha Persembahan Terakhir. Tradisi yang digambarkan adalah kepercayaan masyarakat tentang upacara rambu solo dan parakang. Namun, tradisi yang digambarkan telah dipengaruhi oleh perkembangan zaman sehingga bukan lagi merupakan tradisi yang dipercaya dan dianggap sakral seperti anggapan masyarakat sebelumnya. Oleh karena itu, dapat dilihat penggambaran eksistensi sebuah tradisi melalui sebuah karya sastra. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan antropologi sastra yang membahas keterkaitan sastra, antropologi, dan budaya. Penelitian ini bertujuan melihat bagaimana tradisi dan budaya yang ada dalam karya sastra. Hasil penelitian menunjukkan adanya proses simulakra kebudayaan Sulawesi dalam karya sastra kedua pengarang. Selain itu, terdapat kritik yang disampaikan pengarang terhadap kebudayaan yang berkembang melalui respons masyarakat yang tergambar dalam tokoh. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan yang dihadirkan dalam karya sastra melalui proses simulakra tidak sekadar memperkenalkan kebudayaan, tetapi juga mengkritisi respons masyarakat terhadap perkembangan kebudayaan tersebut.