Isrojaty J. Paransa
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Pendugaan stok dan musim penangkapan ikan julung-julung dengan soma roa di perairan Tagulandang, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro Elyezer Kawimbang; Isrojaty J. Paransa; Mariana E. Kayadoe
JURNAL ILMU DAN TEKNOLOGI PERIKANAN TANGKAP Vol. 1 No. 1: Juni 2012
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jitpt.1.1.2012.701

Abstract

Ikan julung-julung (Hemirhamphus far) atau ikan roa yang oleh masyarakat diolah secara tradisional dengan cara pengasapan, yang dikenal dengan nama galafea. Gerombolan ikan roa mengadakan migrasi ke perairan Tagulandang untuk melakukan pemijahan karena ikan yang tertangkap hampir seluruhnya dalam kondisi hampir bertelur. Dalam kondisi matang gonad ini tubuh ikan menjadi berat dan gerakan renang ikan menjadi lambat, pada saat inilah ikan ditangkap dengan soma roa. Bila penangkapan ikan ini dilakukan terus-menerus dikuatirkan populasinya cenderung berkurang karena siklus hidupnya dapat terganggu. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menduga potensi lestari sumberdaya ikan julung-julung di perairan Tagulandang dan (2) menganalisa musim penangkapan ikan julung-julung dengan soma roa di perairan Tagulandang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif berdasarkan studi kasus. Data dikumpulkan dengan cara wawancara terhadap nelayan setempat, melakukan pencatatan data tentang trip operasi dan hasil tangkapan,  pengamatan langsung dan partisipasi aktif. Pendugaan stok menggunakan model Schaefer (1954) dimana CatchMSY = -0.25 × a2/b dan Fopt (EMSY) = -0.5 × a/b, dan untuk menduga musim ikan dapat diketahui dengan membandingkan Yi dengan rata-rata hasil tangkapan total (), dimana jika Yi >  berarti musim ikan atau Yi <  berarti tidak musim ikan. Potensi lestari ikan julung-julung di perairan Tagulandang 11,716 ton pertahun dengan upaya optimum 144,643 trip. Tingkat pemanfaatan mencapai 98,55 %, sehingga penambahan alat tangkap akan mengganggu kelestarian ikan julung-julung. Musim penangkapan di perairan Tagulandang terjadi dalam dua fase yaitu fase pertama terjadi pada bulan Februari sampai April dan fase kedua terjadi pada bulan Agustus sampai Oktober.
Pengaruh perbedaan pancing jigs beradium dan berlampu terhadap hasil tangkapan sotong di perairan pantai Sario Tumpaan Kota Manado Sitti Maryam; Elof M. Katiandagho; Isrojaty J. Paransa
JURNAL ILMU DAN TEKNOLOGI PERIKANAN TANGKAP Vol. 1 No. 1: Juni 2012
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jitpt.1.1.2012.702

Abstract

Banyak cara yang telah digunakan untuk meningkatkan fishing power dari pancing jigs, seperti bentuk dan corak warna yang menyerupai makanan alami, penggunaan radium pada beberapa bagian tubuh pancing dan lampu berkedip. Tetapi informasi ilmiah tentang aplikasinya belum tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbedaan pancing jigs beradium dan berlampu terhadap hasil tangkapan sotong dan juga untuk mengidentifikasi hasil tangkapan dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pengoperasian pancing jigs.Data tangkapan dianalisis dengan uji-t, yaitu perbandingan nilai tengah. Hasil tangkapan yang diperoleh selama pengoperasian pancing jigs adalah berjumlah 50, dimana 33 ekor tertangkap dengan pancing jigs beradium dan 17 ekor lainnya tertangkap dengan pancing jigs berlampu, dan semuanya dari jenis Sepioteuthis lessoniana. Faktor lingkungan utama yang mempengaruhi pengoperasian pancing jigs antara lain adalah arus, gelombang dan angin.
Pengaruh penambahan bentangan horizontal pada pancing dasar terhadap hasil tangkapan ikan-ikan karang Roland P. Katimpali; Isrojaty J. Paransa; Mariana E. Kayadoe
JURNAL ILMU DAN TEKNOLOGI PERIKANAN TANGKAP Vol. 1 No. 2: Desember 2012
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jitpt.1.2.2012.1283

Abstract

Disain pancing dasar atau “ba lot” buatan nelayan yang digunakan untuk menangkap ikan karang, pada saat pelaksanaan pengoperasian, ternyata terdapat masalah pada tali cabang yaitu: tali cabang terlalu dekat dengan tali utama yang mengakibatkan tali cabang mudah terbelit pada tali utama saat pancing diulurkan maupun dinaikkan. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas alat tangkap, maka harus dilakukan penelitian demi pengembangannya dengan perbaikan desain atau modifikasi pancing dasar buatan nelayan tersebut. Tetapi informasi ilmiah tentang aplikasinya belum tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan bentangan horizontal pada pancing dasar terhadap hasil tangkapan ikan-ikan karang dan mengidentifikasi jenis-jenis ikan karang yang tertangkap. Penelitian ini dilakukan di perairan pantai Teluk Manado, Kecamatan Maasing; dengan mengikuti metode eksperimental. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengoperasikan 6 unit alat tangkap pancing dasar (3 unit pancing dasar buatan nelayan dan 3 unit pancing dasar modifikasi dengan memberi bentangan horizontal) secara bersamaan selama 10 trip. Data tangkapan dianalisis dengan uji-t berpasangan. Hasil tangkapan yang diperoleh selama pengoperasian pancing dasar adalah berjumlah 80, dimana 30 ekor tertangkap dengan pancing dasar buatan nelayan dan 50 ekor lainnya tertangkap dengan pancing dasar modifikasi yang teridentifikasi yaitu kurisi (Etelis radiosus), kurisi bali (Pristipomoides filamentosus), kuwe (Caranx ignobilis), kerapu (Epinephelus sp.) dan cucut (Carcharhinus falciformis)
Sukses pengoperasian pukat cincin Sinar Lestari 04 dengan alat bantu rumpon yang beroperasi di Perairan Lolak Provinsi Sulawesi Utara Orison S. Kefi; Elof M. Katiandagho; Isrojaty J. Paransa
JURNAL ILMU DAN TEKNOLOGI PERIKANAN TANGKAP Vol. 1 No. 3: Juni 2013
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jitpt.1.3.2013.1345

Abstract

Sukses pengoperasian pukat cincin bergantung pada pengetahuan nelayan mengenai faktor teknis operasi dan faktor oseanografi yang berpengaruh langsung pada tingkah laku jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan di sekitar rumpon. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sukses tersebut dengan parameter yang diukur yaitu kelajuan melingkar jaring, kelajuan penarikan tali kolor, arus, suhu dan salinitas permukaan laut dalam hubungannya dengan hasil tangkapan yang diperoleh selama operasi penangkapan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengoperasian pukat cincin dengan alat bantu rumpon, kelajuan melingkar jaring memiliki pengaruh yang kecil karena ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan sudah berkumpul di bawah rumpon, kelajuan penarikan tali kolor memiliki pengaruh yang besar terhadap hasil tangkapan karena tali kolor akan ditarik melewati bawah gerombolan ikan sehingga kelajuan penarikan tali kolor yang lebih cepat akan lebih baik untuk menutup bagian bawah jaring. Hasil tangkapan yang diperoleh yaitu ikan tongkol, ikan cakalang, ikan layang, ikan selar, dan ikan tuna sirip kuning.
Kajian fungsi bridle line pada jaring insang dasar Azwar Eguh Wahyuddin; Emil Reppie; Isrojaty J. Paransa
JURNAL ILMU DAN TEKNOLOGI PERIKANAN TANGKAP Vol. 1 No. 4: Desember 2013
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jitpt.1.4.2013.3560

Abstract

Jaring insang dasar yang dioperasikan di perairan berterumbu karang akan memberikan dampak kerusakan karang, karena tali pemberat jaring bersentuhan langsung dengan dasar perairan. Penggunaan bridle line pada bagian bawah jaring insang dasar diduga dapat meminimalkan kerusakan habitat dasar perairan. Tujuan penelitian ialah untuk membandingkan jumlah tutupan karang yang terangkat dan hasil tangkapan dari jaring yang menggunakan bridle line dengan jaring tanpa bridle line, serta mengidentifikasi hasil tangkapan. Penelitian ini didasarkan pada metode eksperimental. Pengumpulan data dilakukan dengan mengoperasikan enam unit jaring insang dasar dalam 10 trip di perairan pantai Kelurahan Sario Tumpaan, Teluk Manado. Tiga unit jaring menggunakan bridle line dan tiga unit lainnya tanpa bridle line. Analisis data dikerjakan menggunakan perbandingan nilai tengah contoh pengamatan berpasangan uji-t. Hasil analisis menunjukkan bahwa jaring insang dasar yang menggunakan bridle line memberi dampak kerusakan yang lebih kecil dibanding jaring tanpa bridle line. Jenis ikan hasil tangkapan dari kedua jenis jaring insang tersebut tidak berbeda.
Distribusi tangkapan pada jaring insang cendro di perairan pantai bagian timur Kabupaten Kepulauan Kepulauan Sangihe Isrojaty J. Paransa; Aminadab Faam; Johnny Budiman
JURNAL ILMU DAN TEKNOLOGI PERIKANAN TANGKAP Vol. 1: Edisi Khusus: November 2014
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jitpt.1.0.2014.6087

Abstract

Ikan cendro (Tylosorus sp) termasuk salah satu sumberdaya ekonomis penting di Indonesia, yang menyebar di perairan Indonesia bagian Timur. Ikan ini termasuk ikan pelagis yang sulit ditangkap karena pergerakan sangat gesit, jarang tertangkap dengan jaring, umumnya tertangkap dengan pancing layang-layang.Namun, di Kabupaten Kepulauan Sangihe khususnya di Desa Simueng nelayan menangkap ikan ini dengan menggunakan jaring insang yang dikenal dengan soma sako atau soma solong. Berdasarkan 10 trip penangkapan, pada lembaran pertama yang tertangkap adalah adalah 1542  ekor (38,88 %) dan lembar kedua sebanyak 2424 ekor (38,30 %), sedangkan lembar jaring ketiga adalah 905 ekor (22,81 %),. Indikasi ini menunjukkan bahwa ikan berusaha meloloskan diri dari bagian bawah jaring sementara ikan jenis ini dikenal sebagai ikan yang bergerombol di dekat permukaan air. Sebaiknya ada penelitian lanjut mengenai lebar maksimal jaring dalam keadaan tertata saat dioperasikan berdasarkan lembaran jaring.
Pengaruh warna umpan buatan terhadap hasil tangkapan pancing noru di perairan Teluk Manado Isrojaty J. Paransa; Wilyam R. Tipinbu; Henry J. Kumajas
JURNAL ILMU DAN TEKNOLOGI PERIKANAN TANGKAP Vol. 1: Edisi Khusus: November 2014
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jitpt.1.0.2014.6168

Abstract

Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Teluk Manado dalam upaya penangkapan ikan pelagis adalah pancing ulur dengan berbagai jenis dan ukuran, baik yang menggunakan umpan alami ataupun umpan buatan.  Salah satu jenis pancing ulur yang menggunakan umpan buatan adalah pancing noru. Pancing noru dioperasikan menggunakan umpan buatan dari serat kain berwarna-warni. Untuk mendapatkan informasi ilmiah tentang warna umpan buatan yang paling disukai ikan pelagis kecil, maka perlu dilakukan penelitian tentang Perbedaan Warna Umpan Buatan Terhadap Jumlah Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil  di perairan Teluk Manado. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa umpan buatan warna merah dan biru yang paling banyak memberikan hasil tangkapan ikan pelagis kecil yakni ikan selar (Selaroides sp) dan ikan malalugis (Decapterus sp). Jumlah tangkapan pada trip I terbanyak warna merah yaitu 664 ekor, tangkapan terbanyak trip II adalah warna Kuning yakni 642 ekor,  trip IIIwarna Kuning sebanyak 433 ekor, trip IV warna Putih sebanyak 670 ekor dan trip V warna Putih sebanyak 364 ekor.  Sedangkan waktu operasiyang terbaik adalah pada jam 18.00 sampai dengan 20.59.
Estimasi penggunaan bahan jaring (webbing) dan panjang tali pemberat pada pukat cincin kecil di Sulawesi Utara Isrojaty J. Paransa
JURNAL ILMU DAN TEKNOLOGI PERIKANAN TANGKAP Vol. 1 No. 5: Juni 2014
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jitpt.1.5.2014.6928

Abstract

Ukuran panjang pukat cincin kecil yang tersebar di beberapa wilayah Sulawesi Utara sangatlah bervariasi dari 14 buah pukat cincin kecil yang dilakukan pengukuran, variasi panjang mulai dari 222,50 meter sampai dengan 450,00 meter, dan lebar mulai dari 66,00 meter sampai dengan 100,00 meter yang memiliki panjang tali pelampung dan panjang tali pemberat cenderung sama. walaupun bentuk jaring pada bagian-bagian tersebut tidaklah sama. Panjang tali pemberat yang seharusnya terpasang, tidak sesuai dengan banyaknya daging jaring yang digunakan. Tujuan dari pemotongan miring adalah untuk mengikuti bentuk sisi miring (hipotenusa) akibat adanya perbedaan lebar jaring pada masing-masing bagian. Jumlah mata jaring yang seharusnya diikatkan pada tali pemberat akan bertambah tergantung pada komposisi bentuk pemotongan, dimana selisih jumlah mata ke arah pemotongan miring dari bagian yang terlebar menuju bagian tali samping, merupakan jumlah bar dari hasil kali dua dengan selisih jumlah mata tersebut.Bertambahnya jumlah bar, dengan sendirinya akan menambah panjang tali pemberat pada bagian dimaksud dengan distribusi yang proporsional, sehingga lembaran jaring pada bagian ini akan terbentuk sesuai dengan luasan yang ada, dan mata jaring yang ada akan tertata pada sepanjang tali pemberat. Dengan demikian diharapkan dapat mencegah terjadinya penumpukan daging jaring pada bagian-bagian tertentu, yang biasanya merupakan salah satu penyebab terjadinya peristiwa terbelitnya daging jaring pada tali kolor, sehingga menghambat proses penarikan tali kolor. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif dengan studi kasus, yang meneliti suatu objek yang tujuannya untuk memberi gambaran secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta. Sedangkan studi kasus adalah mempelajari kasus tertentu pada objek yang terbatas secara intensif, terinci, dan mendalam pada gejala tertentu (Arikunto, 1998). Kasus yang dipelajari adalah perbandingan panjang tali pelampung dengan tali pemberat serta luas area yang seharusnya tertutupi oleh jaring berdasarkan bentuk jaring setelah ditata dengan menggunakan cutting rate. Hasil penelitian ini menunjukkan, sisi miring dapat terbentuk pada jaring dengan menggunakan cutting ratio berdasarkan selisih jumlah mata vertikal sebagai ketinggian jaring dan horizontal sebagai panjang jaring, terdapat kelebihan pemakaian bahan jaring pada 9 (sembilan) buah pukat cincin kecil dan kekurangan bahan pada 4 (empat) buah dan keseluruhan panjang tali pemberat tidak sama antara hasil analisis dengan panjang tali yang terpasang pada pukat cincin kecil.
Studi efisiensi penggunaan bahan pada jaring insang rarape David Wakman; Isrojaty J. Paransa; Janny F. Polii
JURNAL ILMU DAN TEKNOLOGI PERIKANAN TANGKAP Vol. 2 No. 1: Juni 2015
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jitpt.2.1.2015.8336

Abstract

Jaring insang rarape tergolong ke dalam jaring insang dasar karena daya apungnya lebih kecil dibandingkan dengan daya tenggelamnya, yang pengoperasiannya dilakukan di sepanjang pesisir pantai pada perairan dangkal dengan memanfaatkan pasang surut. Konstruksi jaring insang rarape berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran yang tidak terlalu lebar dan memiliki panjang yang lebih jika dibandingkan dengan alat tangkap sejenis. Untuk membuat jaring insang rarape hanya jumlah mata arah dalam yang sesuai dengan apa yang tertera pada label sedangkan panjang jaring dalam keadaan terentang sempurna dan besar mata jaring tidaklah sesuai. Demikian pula dengan tali, ukuran panjangnya tidak sesuai dengan informasi pasar. Dari fakta yang ditemukan ini, maka dapatlah dipahami bila nelayan terkadang kekurangan bahan dalam membuat 1 unit jaring dengan panjang dan dalam tertentu yang telah mereka rencanakan, kalau ukuran bahan tidak diketahui dengan pasti, maka nelayan akan kesulitan dalam menyediakan bahan sesuai dengan kebutuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, terdapat selisih antara informasi pasar dan perhitungan langsung pada sebagian besar bahan pembentuk jaring insang rarape; Perhitungan langsung dapat mereduksi jumlah bahan sesuai dengan kebutuhan pembuatan jaring insang rarape dan terdapat selisih biaya bahan sebesar Rp. 173.305,00 dalam setiap unit jaring atau Rp. 7.972.030,00 untuk keseluruhan 46 unit jaring yang dibangun. Kata-kata kunci: rarape, informasi pasar, jaring insang, ukuran bahan, tali
Pengaruh ukuran umpan buatan tuna hand line terhadap hasil tangkapan di perairan Manado Tua Mikhail D. Waladow; Henry J. Kumajas; Isrojaty J. Paransa
JURNAL ILMU DAN TEKNOLOGI PERIKANAN TANGKAP Vol. 2 No. 3: Juni 2016
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jitpt.2.3.2016.12319

Abstract

ABSTRACT Tuna, a dominant commodity in national capture fisheries sector, has significantly contributed to the development of the nation as a source of fishermen livelihoods and food for people. One alternative fishing gear to catch tuna is hand lines using artificial bait made of waste plastic packaging. The use of such artificial bait catches sufficient number of fish but the size of the artificial bait used cannot be determined with certainty. This study established the size of artificial bait which gives the best catches based on operating time by using Randomized Block Design and Least Significant Difference test. The analysis showed that the bait size of 7.0´0.6 cm had the most catch of Thunnus albacores and Katsuwonus pelamis. Total catch was 227 fish, total length 20 – 30 cm and width of the body 9.5 – 21.5 cm. Keywords: resource, artificial bait, tuna hand line, tuna albacore   ABSTRAK Tuna, komoditas unggulan sektor perikanan tangkap nasional, telah memberikan kontribusi yang relatif lebih besar kepada pembangunan bangsa, antara lain sebagai sumber mata pencaharian nelayan serta penyedia kebutuhan konsumsi masyarakat. Salah satu alternatif alat tangkap untuk menangkap jenis tuna adalah pancing ulur menggunakan umpan buatan dari bahan limbah plastik kemasan. Penggunaan umpan buatan ini memberikan hasil tangkapan yang cukup tetapi ukuran umpan buatan yang digunakan tidak dapat ditentukan dengan pasti.        Penelitian ini menetapkan ukuran umpan buatan mana yang memberikan hasil tangkapan terbaik berdasarkan waktu pengoperasian dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan untuk mengetahui umpan buatan yang paling baik diantara umpan buatan yang digunakan dianalisa dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Hasil menunjukkan umpan buatan ukuran 7,0 x 0,6 cm paling berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan Thunnus albacores dan Katsuwonus pelamis. Total tangkapan 227 ekor, panjang total 20 – 38 cm dan lingkar tubuh 9,5 – 21,5 cm. Kata-kata kunci: sumber daya, umpan buatan, tuna hand line, tuna albacore