Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Zoning of Social Vulnerability for Tidal Flood Disaster in Medan Belawan District, Medan City Based on Remote Sensing and Geographic Information Systems Budi Rahmah Panjaitan; Lili Somantri; Eka Wulan Safriani; Arifin (United Kingdom)
Tunas Geografi Vol 12, No 1 (2023): JURNAL TUNAS GEOGRAFI
Publisher : Department of Geography Education, Faculty of Social Sciences, Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/tgeo.v12i1.46711

Abstract

This study aims to 1) identify the social vulnerability of tidal floods in Medan Belawan District and 2) produce a zoning map of social vulnerability to tidal floods in Medan Belawan District descriptive quantitative type research. The variable used refers to Regulation of the Head of BNPB No. 2 of 2012 with changes covering population density, sex ratio, ratio of persons with disabilities, land use, and existing tidal flooding. The social vulnerability variable is then classified using a scoring technique. Data collection techniques in this study were document studies of secondary data obtained from various agencies. The results showed that five urban villages (83%) in Medan Belawan District had high tidal flood social vulnerability, and only one urban town (17%) was classified as having moderate social vulnerability. The urban villages with high tidal flood social vulnerability are Bagan Deli urban village, Belawan Bahagia urban village, Belawan Bahari urban village, Belawan I urban village, and Belawan II urban village. Meanwhile, the urban village with a moderate level of social vulnerability to tidal floods is the Belawan Sicanang Village. Belawan I Village occupies the highest tidal flood social vulnerability class, and the lowest tidal flood social vulnerability class is populated by Belawan Sicanang urban village.Keywords: Social Vulnerability, Tidal Flood, Disaster 
PENGARUH PENGUASAAN SPATIAL THINKING TERHADAP SPATIAL CITIZENSHIP MAHASISWA PASCASARJANA PENDIDIKAN GEOGRAFI DI KOTA BANDUNG Eka Wulan Safriani; Dede Rohmat; Iwan Setiawan; Budi Rahmah Panjaitan
GEOGRAPHY : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Vol 12, No 1 (2024): APRIL
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/geography.v12i1.20918

Abstract

Abstrak: Penelitian di Indonesia yang berkaitan dengan pandangan mengenai keruangan masih terbatas pada spatial thinking, spatial ability, dan thinking geographically. Terdapat pengembangan lebih lanjut terkait pandangan seputar keruangan yang sudah diteliti di luar Indonesia, yaitu spatial citizenship. Spatial citizenship dapat ditemukan di lingkungan perguruan tinggi pada bidang studi  Geografi. Kemampuan dasar yang harus dimiliki dalam pembelajaran Geografi ialah spatial thinking ability. Kemampuan berpikir spasial mahasiswa dalam menggambarkan ruang abstrak tergolong masih rendah dikarenakan kurangnya pembiasaan terhadap pengerjaan soal-soal yang mengasah kemampuan spasial. Tujuan penelitian berfokus pada 1) menganalisis tingkat penguasaan spatial thinking ability dan spatial citizenship pada mahasiswa, 2) menganalisis pengaruh spatial thinking terhadap kompetensi spatial citizenship mahasiswa pendidikan Geografi. Desain penelitian yang digunakan berupa metode survey dengan pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa pendidikan Geografi yang berjumlah 15 mahasiswa. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Teknik analisis data pada penelitian ini adalah statistik deskriptif dan statistik inferensial. Hasil analisis data menunjukan 1) mahasiswa memiliki perbedaan penguasaan spatial thinking yakni dengan tingkat penguasaan spatial thinking rata-rata sebesar 42 %, 2) penguasaan kemampuan spatial citizenship secara keseluruhan dengan rata-rata 19,8 %. 2) Spatial thinking memiliki pengaruh yang signifikan terhadap spatial citizenship dengan persentase 45%. Kajian mengenai spatial thinking dan spatial citizenship pada mahasiswa pendiidkan geografi belum optimal sehingga perlu dikaji lebih terperinci dan lebih luas bahkan terkait dengan literasinya. Hal ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan bahan ajar, evaluasi pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan berpikir spasial.Abstract:  Research in Indonesia related to spatial views is still limited to spatial thinking, spatial abilities, and thinking geographically. There is further development related to spatial citizenship that has been researched outside Indonesia, namely spatial citizenship. Spatial citizenship can be found in a university environment in the field of geography studies. The basic ability that must be possessed in learning Geography is spatial thinking ability. Students' spatial thinking ability in describing abstract space is still relatively low due to a lack of familiarity with working on questions that hone spatial abilities. The research objectives focus on 1) analyzing the level of mastery of spatial thinking ability and spatial citizenship among students, 2) analyzing the influence of spatial thinking on the spatial citizenship competence of Geography education students. The research design used is a survey method with a quantitative approach. The population of this research was all Geography education students, totaling 15 students. The sampling technique used in this research was purposive sampling. The data analysis techniques in this research are descriptive statistics and inferential statistics. The results of data analysis show 1) students have differences in mastery of spatial thinking, namely with an average level of mastery of spatial thinking of 42%, 2) overall mastery of spatial citizenship skills with an average of 19.8%. 2) Spatial thinking has a significant influence on spatial citizenship with a percentage of 45%. The study of spatial thinking and spatial citizenship among geography education students is not yet optimal so it needs to be studied in more detail and more broadly, even in relation to literacy. This can be used as a basis for preparing teaching materials, evaluating learning in improving spatial thinking skills.. 
Peran dan Strategi Komunitas Earth Hour Medan dalam Mendorong Praktik Hidup Berkelanjutan di Indonesia Budi Rahmah Panjaitan; Epon Ningrum; Bagja Waluya; Dede Sugandi; Eka Wulan Safriani
Jurnal Surya Masyarakat Vol 6, No 1 (2023): November 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26714/jsm.6.1.2023.117-125

Abstract

Komunitas memainkan peran besar dalam kelestarian lingkungan, termasuk hidup berkelanjutan. Kehadiran komunitas menjadi salah satu representasi tujuan ke-17 SDGS yaitu kemitraan untuk mencapai tujuan (partnerships for the goals). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dan strategi Komunitas Earth Hour Medan dalam mendorong praktik hidup berkelanjutan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan wawancara dan dokumentasi. Komunitas Earth Hour Medan memiliki tiga peran dalam mendorong praktik hidup berkelanjutan di Indonesia yaitu mengedukasi masyarakat tentang pentingnya hidup berkelanjutan, memperjuangkan kebijakan yang ramah lingkungan, dan melaksanakan aksi hidup berkelanjutan yang ramah lingkungan. Komunitas Earth Hour Medan menerapkan beberapa strategi dalam mendorong praktik hidup berkelanjutan di Indonesia yaitu melaksanakan rekrutmen relawan (volunteer) untuk menjadi bagian dari aksi yang dilakukan, melakukan pendekatan sosial media kepada masyarakat dan pemuda, turun langsung ke lapangan dalam mengedukasi masyakarakat maupun pemuda, dan berupaya menjaga eksistensi dengan tampil di media massa. Komunitas Earth Hour Medan juga melakukan langkah konkret dengan mengedukasi dan advokasi konservasi habitat alam, mendorong pemanfaatan pekarangan rumah untuk menanam sayuran dan tanaman apotek hidup, mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk kimia, mengkampanyekan pengurangan sampah plastik, mendorong kebiasaan memasak sendiri makanan di rumah, menggunakan pangan lokal, dan memanfaatkan bahan makanan yang tersedia di sekitar pekarangan rumah. Rendahnya kesadaran masyarakat, kurangnya dukungan pemerintah dan lembaga-lembaga terkait, dan kurangnya sumber daya tetap menjadi hambatan dalam menjalankan program-program berkelanjutan.Kata kunci: Komunitas, Hidup Berkelanjutan, kemitraan, lingkungan