Eka Afrima Sari, Eka Afrima
Unknown Affiliation

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Level of Anxiety and Depression in Post-Stroke Patients at DR. Hasan Sadikin Hospital Bandung Pratiwi, Sri Hartati; Sari, Eka Afrima; Hernawaty, Taty
JURNAL PENDIDIKAN KEPERAWATAN INDONESIA Vol 3, No 2 (2017): Vol 3, No.2 (2017)
Publisher : Universitas Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jpki.v3i2.9419

Abstract

ABSTRAK            Pasien paska stroke dapat mengalami berbagai gejala sisa sehingga dibutuhkan perawatan dalam jangka waktu yang lama. Kondisi tersebut dapat menjadi penghambat dan sumber stress bagi pasien paska stroke. Stres dan depresi dapat menjadi penghambat dan memperberat kondisi pasien. Banyak faktor yang mempengaruhi kecemasan dan depresi pasien sehingga dapat berbeda-beda di berbagai tempat. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kecemasan dan depresi di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung sehingga dapat dijadikan bahan dasar dalam memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif terhadap pasien paska stroke yang kontrol ke poliklinik saraf RS. Hasan Sadikin Bandung. Teknik sample yang digunakan adalah konsekutive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hospital Anxiety Depression Scale (HADS). HADS memiliki kelebihan yaitu dapat mengukur kecemasan dan depresi dalam waktu yang sama. Data yang terkumpul akan dianalisa dengan distribusi frekuensi. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa 74% pasien paska stroke berada dalam kondisi kecemasan normal, 24% mengalami kecemasan ringan, 2% kecemasan sedang dan tidak ada yang mengalami kecemasan berat. Responden berada pada kondisi depresi ringan 8%, 92 % berada dalam kategori normal dan tidak ada satupun yang mengalami depresi sedang maupun berat. Hasil penelitian ini dapat dipengaruhi oleh karakteristik sebagian besar responden yang berusia pada tahapan dewasa madya, memiliki status menikah, dan tidak memiliki penyakit penyerta apapun. Kecemasan dan depresi sebagian besar pasien paska stroke berada dalam kondisi normal namun ada beberapa yang mengalami kecemasan dan depresi. Tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan dapat mengkaji dan memberikan intervensi terhadap kecemasan dan depresi sedini mungkin dengan memberikan konseling sebagai program tambahan dalam rehabilitasi. Keywords: Kecemasan, depresi, stroke  ABSTRACT Post-stroke patients may experience a variety of residual symptoms that require long-term treatment. These conditions can be a source of stress for patients post-stroke. Stress and depression can be aggravate the condition of the patient. There is many factors can affect anxiety and depression in patients so they can differ in different places. Therefore, this study was conducted to assess anxiety and depression in  post-stroke patients at Hasan Sadikin Hospital so that it can be used as a basic data of nursing intervention and implementation to match the conditions that exist there. This research was a descriptive study of post-stroke patients who control at the neurological polyclinic of Hasan Sadikin Hospital Bandung. The sample technique used consecutive sampling with a sample size of 50 people. The instrument used in this study was Hospital Anxiety Depression Scale (HADS). HADS is an instrument for assessing anxiety and depression at the same time in patients at the hospital. The collected data were analyzed by using frequency distribution. The results of this study showed that 74% of post-stroke patients were in normal anxiety states, 24% had borderline abnormal, 2% abnormal. There were 8% of respondens who had borderline abnormal,  92% were in the normal category and none of them had abnormal. The results of this study can be influenced by the characteristics of most respondents who are at middle age mature, married and do not have comorbidities so that his anxiety is low and his coping skills are good. Most of post-stroke patients had normal level of anxiety and depression, only some who experienced mild and severe level of anxiety and depression. Health workers, especially nurses are expected to early assess and provide intervention to anxiety and depression as early as possible by providing counseling as an additional program in rehabilitation.
Perbandingan Hematoma Pasca Kateterisasi Jantung Berdasarkan Penekanan Bantal Pasir dan Cold Pack Sari, Eka Afrima; Arifin, M Z; Fatimah, Sari
JURNAL PENDIDIKAN KEPERAWATAN INDONESIA Vol 3, No 2 (2017): Vol 3, No.2 (2017)
Publisher : Universitas Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jpki.v3i2.9414

Abstract

ABSTRAK Kateterisasi jantung merupakan prosedur untuk mendiagnosis dan/atau mengevaluasi arteri koroner. Pada akhir prosedur, dilakukan pelepasan femoral sheath dan penekanan manual maupun mekanik pada arteri femoralis untuk mengontrol perdarahan hingga tercapai hemostasis. Teknik penekanan yang tidak adekuat pada sisi akses arteri setelah kateterisasi jantung merupakan salah satu penyebab terjadinya hematoma. Ditemukan kejadian hematoma pada pasien pasca kateterisasi jantung yang timbul beberapa waktu setelah penekanan mekanik bantal pasir. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan ukuran hematoma dalam waktu 24 jam pasca kateterisasi jantung berdasarkan penekanan mekanik bantal pasir dan cold pack.  Penelitian ini merupakan penelitian komparatif dengan pendekatan after-only non-equivalent control group design. Subjek penelitian adalah 20 orang pasien pasca kateterisasi jantung yang dibagi menjadi kelompok eksperimen dengan penekanan mekanik cold pack selama 20 menit setelah pelepasan femoral sheath dan kelompok kontrol dengan penekanan mekanik bantal pasir 2,5 Kg selama 6 jam setelah pelepasan femoral sheath. Kejadian hematoma dilihat setelah penekanan manual, penekanan mekanik, dan setiap jam selama 24 jam. Perbedaan kejadian hematoma dilihat dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna ukuran hematoma setelah penekanan manual, penekanan mekanik dan setiap jam dalam waktu 24 jam pada pasien pasca kateterisasi jantung yang menggunakan bantal pasir maupun cold pack (ρ 0,05). Pada kelompok eksperimen ukuran hematoma mengecil di akhir jam ke-24 dan pada kelompok kontrol ukuran hematoma membesar di akhir jam ke-24. Penggunaan penekanan mekanik cold pack dapat mengurangi risiko hematoma sebagaimana bantal pasir, sehingga cold pack dapat digunakan sebagai pilihan alat tekan mekanik pada pasien pasca kateterisasi jantung.  ABSTRACT Cardiac catheterization is a procedure to diagnose and/or  evaluate coronary arteries. At the end of procedure, performed manual and mechanical compression on the femoral artery to control bleeding until homeostasis is achieved. Inadequate compression techniques on the arterial access after cardiac catheterization is one of the causes of hematoma. Found in hematoma incidence in patients after cardiac cathetherization that arise  after mechanical compression using sandbags. The purpose of this study was to compare the size of the hematoma within 24 hours after cardiac catheterization using sandbags and cold pack mechanical compression. The study design was a comparative study with after-only non-equivalent control group design. Research subjects included of 20 after cardiac catheterization patients were divided into an experimental group with cold pack mechanical compression for 20 minutes after femoral sheath release and control group with sandbags mechanical compression for 6 hours after femoral sheath release. Incidence of hematoma was observed after manual compression, mechanical compression, and every hour for 24 hours. Mann-Whitney test was used to see the difference the incidence of hematoma of both of groups. The results showed no significant difference in the size of the hematoma after manual compression, mechanical compression, and every hour within 24 hours after cardiac catheterization in both of groups (ρ 0.05). But the size of the hematoma in the end of observation time was smaller in experiment group, and bigger in the control group. The use ofcold pack mechanical compressions could reduce the risk of hematoma as well as sandbags. Thus, cold pack could be used as an alternative mechanical compression tool in patients with post cardiac catheterization. 
MOTIVASI MAHASISWI KEPERAWATAN DALAM PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI SEBAGAI DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA Sari, Eka Afrima
KEPERAWATAN Vol 4, No 1 (2016): JURNAL KEPERAWATAN
Publisher : LPPM BSI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (326.106 KB)

Abstract

Abstract - The incidence of Breast Cancer is the second highest cancer in Indonesia, positioning after cervix cancer, which has annually increased. Detecting cancer as earlier as possible, as well as doing the good treatment, can lead in better wellness and longer life expectancy. Women who have been high risk for this case or older than 20 years are encouraged in doing breast cancer self-assessment (Periksa Payudara Sendiri/ Sadari) routinely. However, motivation is highly needed. This research was conducted to identify the motivation among female nursing students in doing Sadari. This descriptive research had involved 121 respondents. Data was collected by using questionnaire and analyzed by T score. The result was categorized into two levels of motivation namely high motivation and low motivation. The results show that more than a half of respondents (53.72%) had low motivation in doing Sadari. More than 50% of them (52.89%) had low intrinsic motivation as slightly same as low extrinsic motivation (51.24%). These results describe that the motivation of female nursing students in doing Sadari has to be improved in order to prevent lately detecting of breast cancer. Keyword: breast cancer, motivation, sadari  Abstrak - Kanker payudara merupakan penyakit kedua terbanyak setelah kanker serviks di Indonesia serta memiliki kecenderungan untuk meningkat dari tahun ke tahun. Dengan adanya kecenderungan ini, wanita yang berisiko tinggi atau berumur lebih dari dua puluh tahun dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri (Sadari) secara rutin. Dengan dideteksinya kanker payudara secara dini serta penanganan yang cepat dan tepat dapat memberikan kesembuhan dan harapan hidup yang lebih baik (operable dan curable). Adanya hambatan dalam melakukan Sadari baik dari dalam diri individu maupun dari luar diri individu, diperlukan adanya motivasi untuk melaksanakan Sadari tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai motivasi mahasiswi keperawatan dalam pelaksanaan Sadari. Penelitian ini dilakukan pada 121 orang mahasiswi keperawatan dengan jenis penelitian deskriptif dan instrumen yang digunakan berupa kuisioner. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan skor T kemudian dikategorikan menjadi motivasi tinggi dan motivasi rendah. Hasil penelitian menggambarkan bahwa motivasi mahasiswi keperawatan dalam pelaksanaan Sadari termasuk dalam kategori rendah (53.72%), dengan motivasi intrinsik rendah (52.89%) dan motivasi ekstrinsik rendah (51,24%). Berdasarkan hasil penelitian, maka motivasi mahasiswa keperawatan perlu ditingkatkan agar mahasiswi keperawatan dapat memanfaatkan Sadari sebagai upaya deteksi dini kanker payudara. Kata Kunci : kanker payudara, motivasi, sadari
Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner Pada Masyarakat Pangandaran Pratiwi, Sri Hartati; Sari, Eka Afrima; Mirwanti, Ristina
Jurnal Keperawatan BSI Vol 6, No 2 (2018): JURNAL KEPERAWATAN
Publisher : LPPM Universitas BSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.949 KB) | DOI: 10.31311/jk.v6i2.3840

Abstract

ABSTRAKInsidensi Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Indonesia semakin meningkat. Hal ini berkaitan dengan tingkat kesadaran masyarakat tentang pencegahan PJK masih kurang termasuk faktor risiko PJK yang mungkin dimilikinya. Pangandaran merupakan daerah pesisir pantai di Jawa Barat yang belum memiliki pelayanan yang memadai sehingga deteksi dini faktor risiko PJK pada masyarakatnya belum maksimal. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor risiko PJK pada masyarakat pangandaran. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional study yang dilakukan pada 87 masyarakat Pangandaran dengan mengkaji faktor risiko PJK seperti riwayat penyakit sebelumnya, tingkat aktivitas, usia, pekerjaan, pemeriksaan gula darah, kadar kolesterol, pengukuran lingkar perut dan body Mass Index (BMI). Berdasarkan hasil deteksi dini tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat Desa Pangandaran berada pada status nutrisi overweight (47,1%) dan memiliki lingkar perut yang kelebihan ringan (36,8%), tidak berolahraga (64%), memiliki kadar gula darah normal (69%), dan kadar kolesterol tinggi (74,7%). Sedangkan tekanan darah sebagian besar masyarakat desa Pangandaran adalah normal (60,9%). Masyarakat Pangandaran memiliki faktor risiko PJKdiantaranya overweight, kelebihan lingkar perut, kurang beraktivitas, dan hiperkolesterolemia. Oleh karena itu, petugas kesehatan diharapkan dapat memberikan pendidikan kesehatan mengenai pencegahan PJK terutama untuk mengatasi hiperkolesterolemia, overweight dan kelebihan lingkar perut yaitu dengan beraktivitas yang cukup dan menjaga pola diet.Kata kunci: Faktor risiko, Pangandaran, Penyakit Jantung Koroner.  ABSTRACTIncidence of Coronary Heart Disease (CHD) in Indonesia has increased. This relates to the level of public awareness on the prevention of CHD is still less including CHD risk factors that may be held. Pangandaran is a coastal area in West Java that has not had adequate services so that early detection of risk factors for CHD in the community has not been maximized. This study was conducted to identify risk factors of CHD in Pangandaran society. This research is a quantitative descriptive research with cross sectional study approach conducted on 87 Pangandaran community by examining CHD risk factors such as previous disease history, activity level, age, occupation, blood glucose examination, cholesterol level, measurement of abdominal circumference and body mass index (BMI). Based on the results of early detection it can be seen that most of the people of Pangandaran Village are in overweight nutritional status (47.1%) and have abdominal circumferences that are overweight (36.8%), not exercised (64%), have normal blood glucose (69%), and high cholesterol (74.7%). While the blood pressure of most people in Pangandaran village is normal (60.9%). Pangandaran community has risk factors for CHD including overweight, excess abdominal circumference, lack of activity, and hypercholesterolaemia. Therefore, health workers are expected to provide health education on the prevention of CHD, especially to overcome hypercholesterolemia, overweight and excess abdominal circumference that is with enough activity and maintain diet patterns.Keywords: Coronary Heart Disease, Pangandaran, Risk factors
LITERASI KESEHATAN PASIEN HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG Pratiwi, Sri Hartati; Sari, Eka Afrima; Kurniawan, Titis
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan Vol 16, No 2 (2020): JURNAL ILMIAH KESEHATAN KEPERAWATAN
Publisher : LPPM STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26753/jikk.v16i2.364

Abstract

Pasien hemodialisis harus menjalankan berbagai pengobatan untuk mengurangi gejala yang dirasakannya. Dalam menjalankan pengobatan tersebut, pasien hemodialisis perlu menjalankan self-management. Berbagai penelitian menunjukan bahwa banyak pasien hemodialisis yang tidak patuh dalam menjalankan self-management. Literasi kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kepatuhan pasien dalam pengobatan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengidentifikasi literasi kesehatan pasien hemodialisis. Tekhnik sampel yang digunakan adalah Concecutive sampling dengan jumlah 129 orang. Kriteria inklusi Pasien hemodialisis yang memiliki kesadaran penuh disertai tanda-tanda vital stabil. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari HLS-EU-Q47 pada pasien dialisis yang dikembangkan oleh Martin et.al. (2012). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar sebagian besar responden memiliki literasi kesehatan yang cukup yaitu 96 orang (74,4%) dan 33 orang memiliki literasi yang baik (25,6%).  Item yang dirasakan cukup mudah oleh responden adalah mencari informasi kesehatan di semua ruang lingkup, memahami informasi dalam pencegahan penyakit, menilai informasi kesehatan di semua lingkup, serta menggunakan informasi dalam promosi kesehatan. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah sebagian besar pasien hemdoialisis memiliki literasi kesehatan yang cukup, tetapi masih ada beberapa item yang dirasakan masih sulit untuk dilakukan pasien. Perawat diharapkan dapat membantu untuk meningkatkan literasi pasien dengan memberikan edukasi, motivasi dan evaluasi secara menyeluruh dan berkesinambungan.
KEPATUHAN MENJALANKAN MANAJEMEN DIRI PADA PASIEN HEMODIALISIS Pratiwi, Sri Hartati; Sari, Eka Afrima; Kurniawan, Titis
Jurnal Perawat Indonesia Vol. 3 No. 2 (2019): August 2019
Publisher : Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (67.358 KB) | DOI: 10.32584/jpi.v3i2.308

Abstract

Pasien gagal ginjal kronik harus menjalankan manjemen diri diantaranya hemodialisis, pengobatan, pembatasan cairan dan diet. Angka morbiditas dan mortalitas pada pasien hemodialisis akan meningkat apabila tidak menjalankan manajemen diri dengan baik. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kepatuhan pasien hemodialisis dalam menjalankan manajemen diri. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan kepada pasien di Unit Hemodialisis di salah satu rumah sakit terbesar di Jawa Barat. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling dengan jumlah responden 129 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner kepatuhan menjalankan manajemen diri pada pasien hemodialisis diadaptasi dari kuesioner End Stage Renal Disease Adherence. Data dianalisis dengan menggunakan distribusi frekuensi berupa frekuensi, persentase, dan mean. Sebagian besar responden tidak patuh dalam menjalankan manajemen diri 92 orang dan patuh sebanyak 28,7% yaitu 37 orang. Kepatuhan pasien dalam menjalankan hemodialisis sesuai jadwal sudah baik dengan rata-rata skor 271,3. Kepatuhan pasien hemodialisis masih kurang dalam membatasi asupan cairan dengan rata-rata skor 120, makanan dengan rata-rata skor 147, dan pengobatan dengan rata-rata skor 133).  Tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan dukungan kepada pasien dengan memberikan edukasi, konseling dan promosi kesehatan dengan menggunakan berbagai media termasuk media sosial terkait pentingnya pengontrolan cairan dan makanan. Kata kunci: Hemodialisis, Kepatuhan manajemen diri Abstract Compliance with running self-management on hemodializing patients Patients with chronic kidney failure must carry out self-management including hemodialysis, treatment, fluid and dietary restrictions. The morbidity and mortality rates in hemodialysis patients will increase if they do not carry out self-management properly. This study was conducted to identify the compliance of hemodialysis patients in carrying out self-management. This research was a descriptive study conducted on patients at the Hemodialysis Unit in one of the largest hospitals in West Java. The sampling technique used was consecutive sampling with the number of respondents 129 people. Data collection techniques carried out by compliance questionnaire method of running self management in hemodialysis patients adapted from the End Stage Renal Disease Adherence questionnaire. Data were analyzed using frequency distributions in the form of frequency, percentage, and mean. Most of the respondents were not obedient in carrying out self-management as many as 71.3%, 92 people and obedient as many as 28.7%, 37 people. Patient compliance in conducting hemodialysis schedule has been good with mean 271.3. Compliance with hemodialysis patients was still lacking in limiting fluid intake with mean 120, food with mean 147, and treatment with mean 133. Health workers are expected to be able to provide support to patients by providing education, counseling and health promotion by using various media including social media related to the importance of controlling fluids and food that must be carried out by hemodialysis patients. Keywords: Adherance, Hemodialysis, Self-Management
MOTIVASI KADER KESEHATAN DALAM MENGKAJI SELF-CARE PADA PASIEN HIPERTENSI Sari, Eka Afrima; Mirwanti, Ristina; Herliani, Yusshy Kurnia
Jurnal Perawat Indonesia Vol. 3 No. 2 (2019): August 2019
Publisher : Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (69.19 KB) | DOI: 10.32584/jpi.v3i2.310

Abstract

Penyakit kardiovaskular yang menjadi penyebab utama kematian nomor satu di dunia adalah hipertensi. Hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan terjadinya komplikasi sehingga salah satu upaya untuk mencegahnya adalah dengan pengendalian hipertensi. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan perawatan diri (self-care) hipertensi sehingga kualitas hidup dan derajat kesehatan pasien akan meningkat. Dalam pelaksanaannya, pengendalian hipertensi ini memerlukan keterlibatan unsur masyarakat, salah satunya kader. Agar kader mampu berperan serta dalam mendampingi dan mendukung pasien dalam self-care hipertensi, diperlukan adanya suatu kemampuan dan motivasi yang kuat untuk melaksanakannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi motivasi kader dalam mengkaji self-care pasien hipertensi. Desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Sampel pada penelitian ini adalah 37 orang  kader kesehatan yang didapatkan dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria inklusi aktif sebagai kader. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuisioner motivasi. Analisis data menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kader dalam mengkaji self-care pasien hipertensi hampir setengahnya berada pada kategori tinggi dan sebagian besar berada pada kategori rendah. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa sebagian besari dari kader memiliki motivasi yang rendah dalam mengkaji self-care pasien hipertensi. Sehingga perlu adanya pelatihan khusus dari pihak puskesmas mengenai self-care pada pasien hipertensi. Kata Kunci: Hipertensi, kader kesehatan, motivasi, self-care Abstract Motivation of health care in assessing self-care in hypertension patients. Hypertension is one of the cardiovascular diseases that causes death number one. Uncontrolled hypertension will cause complications, so that efforts are needed to prevent it, one of which is by controlling hypertension. Control of hypertension can be done with self-care, so that it can improve the health status and quality of life of patients.In its implementation, controlling hypertension involves community elements, one of which is a health cadre. There needs to be strong motivation and ability  from cadres to be able to participate in helping and supporting patients in self-care. This study aimed to identify health cadre motivation in studying self-care for hypertensive patients. It used a descriptive quantitative approach. Participant consisted of 37 health cadre, acquired through purposuve sampling with inclusion criteria is active as cadre. Motivation was measured using a questionnaire. Data were analyzed using frequency distribution. The results showed that cadre motivation in studying self-care for hypertensive patients wa in the high category (48.6%) and in the low category (51.4%). Can be concluded that most of cadres have low motivation in studying self-care for hypertensive patients. There needs to be training from health center regarding self-care in hypertensive patients. Keywords: Health Cadres, Hypertension, Motivation, Self-Care
Observasi Penggunaan Posisi High Fowler Pada Pasien Efusi Pleura di Ruang Perawatan Penyakit Dalam Fresia 2 RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung : Studi Kasus Windiramadhan, Alvian Pristy; Sicilia, Asha Grace; Sari, Eka Afrima; Pratiwi, Sri Hartati; Platini, Hesti; Hamidah, Hamidah
Jurnal Perawat Indonesia Vol. 4 No. 1 (2020): May 2020
Publisher : Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.984 KB) | DOI: 10.32584/jpi.v4i1.446

Abstract

Efusi pleura merupkaan penimbunan cairan yang berlebihan pada rongga pleura sehingga menyebabkan seseorang mengalami sesak nafas. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi sesak nafas dan meningkatkan oksigenasi agar tidak ketergantungan dengan pemberian oksigen dalam jangka panjang yaitu dengan posisi high fowler. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan studi kasus tentang penggunaan posisi high fowler pada pasien efusi pleura di Ruang Fresia 2 RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung. Penelitian dilakukan dengan pendekatan studi kasus pada 3 orang pasien dengan krieria pasien yang di diagnosis efusi pleura pasien yang mengalami sesak nafas (RR > 24 x/menit), pasien dewasa atau lanjut, pasien dapat berkomunikasi dan bersedia diwawancara, terpasang CTT atau pigtail dan terpasang oksigen. Setelah dilakukan observasi selama tiga hari ada perbedaan nilai pernafasan dan saturasi oksigen sebelum dan sesudah posisi high fowler. Rentang nilai pernafasan sebelum posisi high fowler adalah 24 – 30 kali/menit dengan nilai saturasi oksigen 97 – 98%. Sedangkan rentang nilai pernafasan sesudah posisi high fowler adalah 22 – 27 kali/menit dengan nilai saturasi oksigen 98 – 99%. Posisi high fowler merupakan posisi pilihan untuk pasien yang mengalami sesak nafas khususnya pada pasien yang mengalami efusi pleura. Observation of Using High Fowler Position in Pleura Efficient Patients in The Medical Ward in Fresia 2 Dr. Hasan Sadikin Bandung Hospital: Case Study. Pleural effusion is an excessive accumulation of fluid in the pleural cavity and causing a person to experience shortness of breath. Actions that can be taken to reduce shortness of breath and increase oxygenation so as not to depend on the provision of oxygen in the long term is by positioning high fowler. Therefore researchers interested in conducting a case study of the use of high fowler positions in pleural effusion patients in Fresia Room 2 Dr.Hasan Sadikin Hospital Bandung. The study was conducted with a case study approach on 3 patients with patients who were diagnosed with pleural effusion of patients experiencing shortness of breath (RR> 24 x / min), adult or advanced patients, patients can communicate and be willing to be interviewed, CTT or pigtail attached and attached oxygen. After observing for three days there were differences in respiratory values and oxygen saturation before and after the high fowler position. The range of respiratory values before the high fowler position is 24-30 times / minute with an oxygen saturation value of 97-98%. While the range of respiratory values after the high fowler position is 22-27 times / minute with an oxygen saturation value of 98 - 99%. The high fowler position is the position of choice for patients who experience shortness of breath, especially in patients who experience pleural effusion. 
Observasi Latihan Relaksasi Nafas Pada Pasien Chronic Kidney Diseases Dengan Fatigue Rohaeti, Sri Elis; Sutandi, Andi; Sari, Eka Afrima; Pratiwi, Sri Hartati; Platini, Hesti; Hamidah, Hamidah
Jurnal Perawat Indonesia Vol. 4 No. 1 (2020): May 2020
Publisher : Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (187.509 KB) | DOI: 10.32584/jpi.v4i1.452

Abstract

Menilai fatigue merupakan hal yang sangat penting karena fatigue sering meningkat secara langsung setelah dialysis.Masalah akan timbul jika fatigue pada pasien CKD tidak teratasi salah satunya adalah kualitas hidup yang buruk. Latihan nafas adalah teknik alami merupakan bagian strategi holistik self care untuk mengatasi keluhan seperti fatigue. Menggunakan teknik pernafasan yang efektif untuk menurunkan tingkat fatigue dapat menjadi manajemen fatigue yang dapat ditawarkan pada pasien CKD. Studi kasus ini bertujuan untuk mengobservasi penggunaan latihan nafas untuk mengatasi fatigue pada pasien CKD di Ruang Fresia 2 RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung. Penelitian dilakukan dengan pendekatan studi kasus pada 3 orang pasien dengan kriteria: pasien CKD stadium 5 dengan usia > 18 tahun, menjalani hemodialisis kurang dari 1 tahun, yang mengalami fatigue, dan lama rawat inap minimal 3 hari. Ketiga pasien mengalami fatigue dengan skor rata-rata fatigue hari pertama sebelum latihan relaksasi nafas 59.6 dan skor rata-rata setelah latihan relaksasi nafas adalah 55.6, skor rata-rata fatigue hari kedua sebelum latihan 54.6 dan setelah latihan 49, terdapat penurunan skor rata-rata setelah pasien mempraktikan latihan nafas pada hari pertama dan kedua. Hasil latihan relaksasi nafas yang dilakukan pasien dapat menurunkan level fatigue yang dirasakan pasien.Breathing relaxation observation in chronic kidney diseases patients with fatigue. Assessing fatigue is very important because fatigue often increases directly after dialysis. Problems will arise if fatigue in CKD patients is not resolved, one of which is poor quality of life. Breath training is a natural technique that is part of a holistic self care strategy to deal with complaints such as fatigue. Using effective breathing techniques to reduce the level of fatigue can be a management of fatigue that can be offered to CKD patients. This case study aims to observe the use of breathing exercises to overcome fatigue in CKD patients in Fresia Room 2 Dr.Hasan Sadikin Hospital Bandung. The study was conducted with a case study approach on 3 patients with criteria: stage 5 CKD patients> 18 years old, undergoing hemodialysis less than 1 year, who experienced fatigue, and a minimum stay of 3 days. All three patients experienced fatigue with an average score of fatigue the first day before breathing relaxation exercise 59.6 and the average score after breathing relaxation exercise was 55.6, the average score of fatigue the second day before exercise 54.6 and after exercise 49, there was a decrease in the average score after the patient practices breathing exercises on the first and second day. Conclusion: The results of breathing relaxation exercises by the patient can reduce the level of fatigue that is felt by the patient. 
Persepsi Terhadap Penyakit pada Pasien Hemodialisis di Bandung Hartati Pratiwi, Sri; Afrima Sari, Eka; Kurniawan, Titis
Sehat MasadaJurnal Vol 14 No 2 (2020): Sehat Masada Journal
Publisher : stikes dharma husada bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38037/jsm.v14i2.136

Abstract

Gagal ginjal terminal yang dialami pasien hemodialisis dapat menimbulkan berbagai perubahan dalam kehidupannya. Persepsi yang positif terhadap penyakit dapat membantu pasien hemodialisis dalam menerima keadaannya dan meningkatkan motivasi untuk menjalankan berbagai tindakan pengobatan. Apabila pasien hemodialisis memiliki persepsi yang negatif terhadap penyakit, maka akan cenderung mudah mengalami berbagai masalah psikologis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persepsi terhadap penyakit pada pasien hemodialisis di Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang dilakukan kepada pasien hemodialisis di salah satu Rumah Sakit di Bandung. Teknik sample yang digunakan adalah consecutive sampling sebanyak 126 orang. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis dan memiliki tanda-tanda vital yang stabil. Instrumen yang digunakan untuk mengukur persepsi terhadap penyakit adalah kuesioner persepsi penyakit singkat (Brief-IPQ) yang dikembangkan oleh Broadbant, et.al. tahun 2005, dan sudah dilakukan back translate ke dalam bahasa Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien hemodialisis memiliki persepsi terhadap penyakit yang negatif (50,4%). Sebagian besar pasien merasakan berbagai dampak penyakit terhadap kehidupannya dan mengalami perubahan secara emosional semenjak mengalami gagal ginjal terminal. Persepsi terhadap penyakit yang negatif pada pasien hemodialisis dapat mempengaruhi kualitas hidup, angka kesakitan dan capaian pengobatan yang dijalaninya. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan keluarga dan sosial. Petugas kesehatan khususnya perawat diharapkan dapat memberikan edukasi dan konseling pada pasien hemodialisis untuk meningkatkan persepsi pasien terhadap penyakit.