Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Siklus Reproduksi Lutung Jawa (Trachypithecus uratus) Betina Berdasarkan Kadar Hormon Estrogen dan Luteinizing Hormone Nurina Titisari; Aulia Firmawati; Ahmad Fauzi; Made Ayu; Ida Masnur; Iwan Kurniawan
Jurnal Veteriner Vol 22 No 1 (2021)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.072 KB) | DOI: 10.19087/jveteriner.2021.22.1.41

Abstract

Currently, the information about Javan langurs female reproductive cycle in both cycle length and hormonal patterns is still widely unknown. Meanwhile, this information can be used as a guide in determining the fertile period of Javan langurs to conduct mating with higher pregnancy rate. The purpose of this study was to determine the reproductive cycle of adult female Javan langurs based on estrogen and luteinizing hormone (LH) levels. The experimental animals was originated from Coban Talun forest in Batu, which was undergoing a rehabilitation program. Feces samples of two female Javan langurs were taken for 40 days. Examination of estrogen and LH hormone levels in the feces was carried out by the enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method and then analyzed descriptively. The results showed that fluctuations in the graphs of the hormones estrogen and LH appeared on days 8 to 16 and days 30 to 40 which showed the existence of two reproductive cycles. Whereas younger langur showed a pattern of hormonal fluctuations that are less regular, making identification of the reproductive cycle difficult. Based from the results, we concluded that the reproductive cycle of female Javan langur was estimated about 24 days with a hormonal pattern consisting of the follicular phase, the ovulation period and the luteal phase.
Spermatogenesis Duration on Adult Javan Langur (Trachypithecus auratus) Based on Testosteron Hormone and Luteinizing Hormone (LH) Olea Rody Sangen; Aulia Firmawati; Agung Pramana Warih Marhendra; Nurina Titisari
Jurnal Medik Veteriner Vol. 4 No. 1 (2021): April
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jmv.vol4.iss1.2021.110-117

Abstract

This study aimed to determine the duration of the process of spermatogenesis in adult Javan langurs (Trachypithecus auratus) by measuring levels of the hormone testosterone and luteinizing hormone (LH), as one of the efforts to increase the success of mating this endemic animals. Two Javan langurs aged 3-5-year-old, named Luki and Moses were taken their feces for 30 days. Feces extraction process used PBS with a ratio of 1: 9, while the measurement of hormone levels used Monkey Luteinizing Hormone ELISA BT Lab brand with Cat.No E0052MK for LH and Cat No E0008MK for testosterone. Hormone consentration data was a graph with fluctuating patterns which are then analyzed descriptively. The results of this study were the concentration of the hormone testosterone is in the range of 4.81 ng / gram of feces to 15.08 ng / gram of feces. While LH level is in the range of 12.59 mIU/gram to 26.24 mIU/gram. In conclusion, we could estimated that the duration of the spermatogenesis cycle every month in langur Luki occurs for 14 days, while Langur Moses for 10 days.
Potensi Kombinasi Kurkumin dan Vitamin E Terhadap Ekspresi Interleukin-1 (Il-1) dan Cyclooxigenase-2 (Cox-2) pada Ovarium Tikus (Rattus Norvegicus) Model Kanker Mammae Dyah Ayu Oktavianie Ardhiana Pratama; Herawati Herawati; Aulia Firmawati; Putri Dewi; Anna Roosdiana
Jurnal Riset Agribisnis dan Peternakan Vol. 3 No. 1 (2018)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purworejo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (300.944 KB)

Abstract

Kanker mammae merupakan jenis neoplasma ganas yang menyerang jaringan mammae, yang dapat dipicu oleh agen karsinogenik DMBA (dimethyl benz (α) anthracene). Kanker mammae akibat induksi DMBA mempunyai kemungkinan untuk menyebar ke organ lain seperti ovarium. Peningkatan jumlah ROS secara sistemik dapat menimbulkan kondisi stress oksidatif pada ovarium, hal ini memicu makrofag untuk mengaktivasi sitokin proinflamatori, yaitu IL-1 dan COX-2 untuk menimbulkan reaksi inflamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi kombinasi kurkumin dengan vitamin E dalam menurunkan ekspresi IL-1 dan COX-2 pada ovarium tikus model kanker mammae yang diinduksi oleh DMBA. Pembuatan hewan model kanker mammae dilakukan dengan induksi DMBA dosis 10 mg/kg BB dan estrogen dosis 20.000 IU/kg BB. Penelitian ini dibagi dalam 5 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif (KN), kontrol positif (KP), perlakuan satu (P1) terapi dengan kurkumin 48mg/kg BB dan vitamin E 300 IU/ekor, perlakuan dua (P2) dosis 72mg/kg BB dan 200 IU/ekor, dan perlakuan tiga (P3) dosis 108mg/kg BB dan 100 IU/ekor. Ekspresi IL-1 dan COX-2 diamati dengan Imunohistokimia. Analisis data dilakukan dengan uji ANOVA, karena terdapat perbedaan nyata hasil antar perlakuan, maka dilakukan uji Tukey (α<0,05). Hasil penelitian menunjukkan terapi kombinasi kurkumin dan vitamin E pada tikus kanker mammae mampu menurunkan ekspresi IL-1 sebesar 60% dan COX-2 sebesar 43% secara signifikan dengan dosis efektif kurkumin 108 mg/kg BB dan vitamin E 100 IU/ekor.
Seroprevalensi Brucellosis dan Tingkat Gangguan Reproduksi Pada Sapi Perah di Kota Batu Ani Setianingrum; Mira Fatmawati; Aulia Firmawati; Dahliatul Qosimah; Fidi Nur Aini E P Dameanti; Wahyu Islami; Utami Kurniawati; Lisa D Andriyani
Jurnal Ilmu Peternakan Terapan Vol 4 No 1 (2020): Jurnal Ilmu Peternakan Terapan
Publisher : Politeknik Negeri Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study aimed to measure the incidence rate of brucellosis in dairy cattle at Batu City based onserological tests (seroprevalence) and to determine the relationship between the incidence ofbrucellosis and reproductive disorders. Cross-sectional epidemiological research was conducted todetermine the prevalence of brucellosis in dairy cows. Serum samples were obtained from 130dairy cows over 6 months of age, reproductive disorders data using a questionnaire on 21 farmers.Serological testing used the Rose Bengal Test (RBT) and continued with the Complement FixationTest (CFT). The data analysis used Pearson's Chi-Square correlation statistical test. Theseroprevalence of brucellosis at Batu City was 0.7%. The prevalence of reproductive disorders indairy cows was 29.2% consisted of 8.5% abortion and 20.8% repeated mating. There was acorrelation between brucellosis and the incidence of abortion (2 = 10.90; P<0.05) and a correlation between the incidence of abortion and the age more than 3 years (2 = 5.35; P<0.05). The conclusion of this study showed that the prevalence of brucellosis at Batu city was low (<2%).The results of this study could be used as the basis for implementing a vaccination program anderadicating brucellosis at East Java
Program Edukasi Perbaikan Pakan dan Pelayanan Inseminasi Buatan di Kelompok Ternak Sapi Perah Desa Medowo, Kecamatan Kandangan, Kota Kediri Viski Fitri Hendrawan; Desi Wulansari; Galuh Chandra Agustina; Yudit Oktanella; Aulia Firmawati
Jurnal Nutrisi Ternak Tropis Vol 3, No 2 (2020): JNT | Jurnal Nutrisi Ternak Tropis September 2020
Publisher : Jurnal Nutrisi Ternak Tropis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jnt.2020.003.02.7

Abstract

Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengidentifikasi permasalahan peternak yang berkaitan dengan bidang pakan, reproduksi dan meningkatkan pengetahuan peternak dalam hal kesehatan ternak dan pentingnya management pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) yang baik sehingga tercapai efisiensi reproduksi. Kegiatan ini dilakukan mulai bulan Juni hingga Agustus 2020 yang terdiri atas kegiatan pemeriksaan kesehatan ternak, penyuluhan dan pelaksanaan IB serta kegiatan evaluasi. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa sebanyak 20 (19%) dari 105 ekor sapi mengalami estrus, 20 (19%) ekor bunting, 4 (4,8%) kasus hipofungsi ovarium dan 9 (8,6%) kasus CLP yang didiagnosa dengan palpasi rektal sedangkan sisanya 51 ekor (48,6%) dalam kondisi tidak bunting (fase luteal dan dara). Sapi perah sebanyak 13 (65%) dari 20 ekor berhasil bunting setelah diinseminasi, sedangkan sisanya 7 ekor (35%) tidak bunting, hal ini disebabnya factor manajemen dan ketepatan pelaksanaan IB. Perbaikan reproduksi pada kasus hipofungsi dan CLP dapat diperbaiki dengan perbaikan pakan, pemberian vitamin A D E K dan perbaikan manajemen post partus, selain itu perlu juga dilakukan pengobatan hormonal. Kondisi sapi perah peternak anggota  KUD Kerta Jaya menunjukkan penampilan yang baik dilihat dari keberhasilan kebuntingan yang mencapai 65% setelah diberi perlakuan pakan, vitamin dan hormone serta secara umum tidak ada ternak yang mengalami gangguan reproduksi.
Pemberian Vitamin Sebagai Penanganan Gangguan Reproduksi Sapi Kelompok Ternak Desa Babakan, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang Viski Fitri Hendrawan; Aulia Firmawati; Desi Wulansari; Yudit Oktanela; Galuh Chandra Agustina
Jurnal Nutrisi Ternak Tropis Vol 2, No 1 (2019): JNT | Jurnal Nutrisi Ternak Tropis Maret 2019
Publisher : Jurnal Nutrisi Ternak Tropis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jnt.2019.002.01.7

Abstract

-Sapi merupakan ternak ruminansia yang sangat potensial di Indonesia. Setiap induk ternak mempunyai tiga kemungkinan status reproduksi yaitu: berada pada kondisi kesuburan yang normal, kondisi kemajiran yang ringan atau infertil, kondisi kemajiran yang tetap atau steril. Infertilitas adalah keadaan dimana derajat kesuburan ternak menurun yang disebabkan oleh adanya gangguan organ reproduksi. Infertil sifatnya sementara dan masih dapat diobati dan bila pengobatan berhasil maka masih dapat bereproduksi kembali. Kemajiran dengan derajat yang berat sifatnya permanen atau steril yaitu berhentinya proses reproduksi secara penuh dan tidak dapat diobati. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kemajiran pada ternak khususnya sapi, yang mayoritas merupakan gangguan hormonal terutama hormon reproduksi yang menimbulkan gejala seperti silent heat (birahi tenang) dan subestrus (birahi pendek) disebabkan oleh rendahnya kadar hormon estrogen. Sedangkan untuk kasus delayed ovulasi (ovulasi tertunda), anovulasi (kegagalan ovulasi) dan kista folikuler disebabkan oleh rendahnya kadar hormon gonadotropin (FSH dan LH). Gangguan hormonal tersebut dapat terjadi pada indukan sapi perah berproduksi susu tinggi serta akibat adanya endometritis yang berasal dari kelahiran yang tidak normal, seperti: abortus, retensi sekundinarum, kelahiran premature, kelahiran kembar, distokia, ataupun perlukaan saat melakukan pertolongan kelahiran. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menanggulangi gangguan reproduksi sapi serta dapat memperbaiki performa reproduksi sapi dengan melihat peningkatan angka kejadian birahi pada kelompok ternak di Desa Babakan Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang.
The Effect of Black Cumin (Nigella sativa) on Histopathology of Liver and Kidney in Albino Rats with Organophosphate Exposure Viski Fitri Hendrawan; Yudit Oktanella; Aulia Firmawati; Galuh Chandra Agustina
Jurnal Medik Veteriner Vol. 6 No. 1 (2023): April
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jmv.vol6.iss1.2023.35-42

Abstract

This study aimed to determine the effect of black cumin extract (Nigella sativa) on the histopathological of the liver and kidneys in albino rats exposed to organophosphates. This study used 20 male mice divided into five treatment groups, i.e. (K-) without organophosphate and black cumin, (K+) induced by organophosphate 40 mg/kg BW, treatment group induced by organophosphate 40 mg/kg BW and black cumin extract as therapy (P1 ) 200 mg/kg BW, (P2) 400 mg/kg BW, and (P3) 600 mg/kg BW. Organophosphate administration for eight weeks and black seed extract therapy was given for three weeks then the mice were euthanized, the liver and kidney organs were taken for histopathological observation using Haematoxylin-Eosin (HE). Data were analyzed using OneWay ANOVA test followed by Tukey test. The results showed that there were significant differences between the treatment groups for liver and kidney damage (p<0,05). Hepatic degeneration and necrosis in the P2 and P3 groups differed from K+ with an average of 2,24±0,9, in the kidneys with an average of 2,52±0,8. It can be concluded that black cumin extract has a significant effect on improving the liver and kidneys in groups P3 (600 mg/kgBW).