Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI PENGAWAS APLIKASI PINJAMAN ONLINE DALAM MELINDUNGI DEBITUR YANG CIDERA JANJI AKIBAT FORCE MAJEURE Cornelya Ellsa Papona; Mercy M. M. Setlight; Victor Kasenda
LEX PRIVATUM Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran daripada Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas aplikasi pinjaman online dan perlindungan hukum apa yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada debitur yang cidera janji akibat force majeure. Metode penelitian yang di gunakan dalam penulisan ini adalah metode pendekatan Yuridis Normatif, dan kesimpulan yang di dapat: 1. Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam pengawasan aplikasi pinjaman online meliputi pendaftaran, dan lisensi Perusahaan penyelenggara fintech, verifikasi berkas, penilaian kesesuaian, dan pengawasan operasional Perusahaan; 2. Perlindungan hukum yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan bagi debitur pinjaman online yang cidera janji akibat force majeure yaitu menciptakan pengaturan Otoritas Jasa Keuangan bagi debitur-debitur yang melakukan kegiatan jasa keuangan di lingkup layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Kata Kunci : Otoritas Jasa Keuangan, Pinjaman Online, Cidera Janji (Wanprestasi), Force Majeure
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMERASAN DAN PENGANCAMAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Valentino Reza Unio; Herlyanty Y. A. Bawole; Victor Kasenda
LEX ADMINISTRATUM Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui, serta memahami tinjauan yuridis tentang pemerasan dan pengancaman menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan untuk mengetahui, serta memahami sanksi pidana bagi pelaku pemerasan dan pengancaman menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Pemerasan dengan kekerasan diatur dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana lama yang masih berlaku hingga saat ini. Selain itu, tindak pidana pemerasan dengan kekerasan juga terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana baru, yaitu Pasal 482 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang akan mulai diberlakukan tiga tahun sejak ditetapkan (tahun 2026). Tindak pidana pengancaman diatur dalam Pasal 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana lama yang masih berlaku hingga saat ini. Selain itu, tindak pidana pengancaman juga terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana baru, yaitu Pasal 483 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang akan mulai diberlakukan tiga tahun sejak ditetapkan (tahun 2026). 2. Sanksi pidana bagi pelaku pemerasan dan pengancaman menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu berupa pidana penjara. Maksimal sembilan tahun untuk tindak pidana pemerasan, dan maksimal empat tahun untuk tindak pidana pengancaman. Apabila ada pemberatan, maka pidana penjara untuk tindak pidana pemerasan, maksimal dua puluh tahun. Kata Kunci : pemerasan pengancaman
PENEGAKAN HUKUM MAIN HAKIM SENDIRI (EIGENRICHTING) STUDI KASUS TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN DAN PEMBAKARAN TERHADAP SEORANG WANITA DI KOTA SORONG Joshua Anugerah Rasubala; Victor Kasenda
LEX PRIVATUM Vol. 13 No. 3 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui landasan yuridis atau penegakan hukum terhadap tindakan main hakim sendiri berdasarkan hukum positif yang berlaku dan untuk mengetahui terkait penerapan sanksi hukum tindak pidana main hakim sendiri berdasarkan dalam Putusan PN Sorong No. 59/PID.B/PN SON. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 menegaskan Indonesia sebagai negara hukum, di mana segala aspek kehidupan diatur oleh aturan hukum. Meskipun istilah :Main Hakim Sendiri: tidak secara eksplisit diakui dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), beberapa pasal, seperti Pasal 351 tentang :penganiayaan:, dapat dikaitkan dengan tindakan sewenang-wenang masyarakat terhadap individu yang dianggap bersalah dan Pasal 170 KUHP mengatur tentang hukuman terhadap kekerasan bersama-sama di muka umum, dengan peningkatan hukuman sesuai dengan konsekuensinya, termasuk ketika tindakan tersebut mengakibatkan korban jiwa. Dengan demikian, tindakan main hakim sendiri, meskipun mungkin dipicu oleh respons terhadap kejahatan, seharusnya tidak diterima secara hukum, dan para pelakunya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 2. Putusan Pengadilan Sorong Nomor 59/PID.B/2023/PN SON terhadap para pelaku menetapkan hukuman, namun terdapat perbedaan dalam tingkat keberatan hukuman antara kedua kasus tersebut. Penjatuhan sanksi hukum pidana terhadap tindakan main hakim sendiri perlu diperhatikan dan ditinjau dengan seksama, mengingat sanksi yang diberikan kepada para pelaku terkesan ringan dan mungkin tidak mencerminkan beratnya tindakan kekerasan yang dilakukan. Kata Kunci : Eigenrichting, Penganiayaan, Pembakaran
TINJAUAN HUKUM MENGENAI WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL ANTARA PEMILIK TANAH DAN PENGGARAP Armando Rosario Gabriel Pandeinuwu; Merry Elisabeth Kalalo; Victor Kasenda
LEX PRIVATUM Vol. 13 No. 3 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penduduk Indonesia yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani mengakibatkan banyak orang yang ingin bercocok tanam tetapi tanpa modal pertanian yang diperlukan. Akibatnya, kesepakatan bagi hasil dibuat antara pemilik tanah dan petani penggarap. Petani mengadakan pengaturan bagi hasil ini dengan tujuan untuk saling membantu terlepas dari keuntungan yang akan diperoleh di awal. Di Indonesia, tanah sangat penting karena sebagian besar negara adalah negara agraris, dengan mayoritas penduduk mengandalkan tanah pertanian untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Bagi mereka yang tinggal di daerah pedesaan, yang sebagian besar adalah petani, hal ini benar adanya. Karena semakin banyaknya masyarakat yang membutuhkan tanah untuk tempat tinggal, maka arti pentingnya tanah menjadi semakin signifikan.3 Perjanjian Bagi Hasil tanah pertanian merupakan perbuatan hubungan hukum yang diatur dalam hukum Perdata. Perjanjian Bagi Hasil adalah suatu bentuk perjanjian antara seorang yang berhak atas suatu bidang tanah pertanian dari orang lain yang disebut penggarap, berdasarkan perjanjian dimana penggarap diperkenankan mengusahakan tanah yang bersangkutan dengan pembagian hasilnya antara penggarap dan yang berhak atas tanah tersebut menurut imbangan yang telah disetujui bersama. Kata Kunci: Penduduk, Petani, Perjanjian Bagi Hasil
IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 98 TAHUN 2013 TERKAIT BATAS USIA ANGKUTAN DI KOTA MANADO Nia Debora br Meliala; Dani Robert Pinasang; Victor Kasenda
LEX PRIVATUM Vol. 13 No. 4 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Peraturan Menteri Perhubungan nomor 98 tahun 2013 terkait batas usia pengoperasian angkutan kota di manado. Metode penelitian yang digunakan yaitu dilakukan dengan penelitian yuridis empiris, sehingga dapat disimpulkan: 1. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 98 Tahun 2013 telah cukup jelas mengatur mengenai batas usia beroperasi angkutan kota tersebut yaitu selama 20 tahun; 2. Untuk Implementasi dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 98 Tahun 2013 mengenai batas usia angkutan kota dalam kota manado belum berjalan semaksimal mungkin akibat kurangnya perhatian dari masyarakat dan kurangnya kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah dalam menyukseskan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 98 Tahun 2013 terkhususnya dalam membatasi angkutan kota beroperasi di jalan. Kata kunci: Pembatasan usia angkutan kota di manado, Implementasi Peraturan Menteri Perhubungan terkait batas usia
KEWENANGAN POLISI KEHUTANAN TERHADAP TINDAK PIDANA PERUSAKAN HUTAN Febri Grifin Rakian; Herlyanty Y. A. Bawole; Victor Kasenda
LEX PRIVATUM Vol. 13 No. 4 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk kejahatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana kehutanan dan untuk mengetahui ketentuan hukum kewenangan polisi kehutanan terhadap pelaku tindak pidana perusakan hutan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Kejahatan kehutanan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dibidang kehutanan, dapat terjadi dalam bentuk merusak sarana dan prasarana perlindungan hutan serta menimbulkan kerusakan hutan, membakar hutan, menebang pohon dan memiliki hasil hutan secara illegal (Illegal Loging), melakukan penambangan dan eksplorasi serta eksploitasi bahan tambang tanpa ijin, memiliki hasil hutan tanpa surat keterangan, membawa alat-alat berat tanpa ijin. Sehubungan 2. Berkaitan dengan kewenangan Polisi Kehutanan dalam menanggulangi pelaku tindak pidana perusakan hutan, berdasarkan ketentuan yang berlaku Polisi Kehutanan dapat bertindak sebagai penyidik. Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindung Hutan, dijelaskan bahwa Polisi Kehutanan yang telah memenuhi persyaratan dapat diangkat menjadi Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kehutanan. Proses penyidikan dilakukan dengan berkoordinasi dengan aparat penyidik Polri berdasarkan hukum pidana formil. Kata Kunci : polisi kehutanan, tindak pidana kehutanan
KETENTUAN HUKUM PERDATA MENGENAI KEPENGURUSAN HARTA PENINGGALAN YANG TIDAK ADA KUASANYA Christian Maleke; Dani Robert Pinasang; Victor Kasenda
LEX PRIVATUM Vol. 14 No. 2 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, dan memahami pengaturan mengenai kepengurusan harta peninggalan yang tidak ada kuasanya dan untuk mengetahui, dan memahami pelaksanaan kepengurusan harta peninggalan yang tidak ada kuasanya? Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Kepengurusan harta peninggalan yang tidak ada kuasanya secara perdata terdapat dalam Pasal 1126 sampai dengan Pasal 1130 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimana harta tersebut akan jatuh kepada negara. Negara dalam mengurus harta peninggalan yang tak terurus, diwakili oleh sebuah lembaga bernama Balai Harta Peninggalan. 2. Pelaksanaan kepengurusan harta peninggalan yang tidak ada kuasanya, proses pengurusan oleh Balai Harta Peninggalan hampir sama dengan ketidakhadiran, hanya berbeda kedudukan hukumnya. Secara umum prosedurnya dimulai dari permohonan oleh pemohon dengan dokumen pendukung, proses verifikasi, ada perjanjian sewa-menyewa, permohonan pembelian boedel, proses jual beli di hadapan notaris, dan pelaporan. Kata Kunci : harta peninggalan yang tidak ada kuasanya