Andrianto Prabowo
Fakultas Hukum Universitas Bojonegoro

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

KEDUDUKAN HUKUM BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA Andrianto Prabowo
JUSTITIABLE - Jurnal Hukum Vol. 2 No. 1 (2019): JUSTITIABLE - Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Bojonegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, menjelaskan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pemerintahan desa tidak hanya terdiri dari kepala desa beserta perangkat-perangkat lain di bawahnya, namun juga terdiri dari masyarakat setempat yang tergabung menjadi suatu kelompok yang disebut Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Hal tersebut agar tercipta asas check and balances yang mendukung demokrasi agar pemerintah desa tidak bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan jabatannya. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Perubahan tugas dan fungsi BPD berpengaruh pasang naik dan surutnya demokrasi di desa. Desa sebagai republik kecil menginginkan setiapwarganya memiliki hak untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Karena itu, BPD menjadi lembaga demokrasi perwakilandi tingkat desa. Dalam penulisan Penelitian ini, penulis membahas dua rumusan masalah yaitu : Kedudukan dan kewenangan Badan Permusyawaratan Desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif, yang menggunakan studi kasus hukum normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji rancangan undangundang. Menggunakan sumber bahan hukum peraturan perundang-undangan dan analisis deskriptif kualitatif.
JAMINAN KEBEBASAN DAN KEPASTIAN HUKUM DALAM BERAGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DI KABUPATEN BOJONEGORO Andrianto Prabowo
JUSTITIABLE - Jurnal Hukum Vol. 2 No. 2 (2020): JUSTITIABLE - Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Bojonegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan yaitu untuk mengetahui jaminan kepastian hukum dari negara terhadap kebebasan masyarakat dalam beragama di Kabupaten Bojonegoro dan mengetahui prosedur penyelesaian jika terdapat praktek diskriminasi dalam beragama di kehidupan masyarakat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan hukum normatif dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder serta analisa data menggunakan analisa deskriptif kualitatif. Agama seseorang menjadi tidak bermakna sama sekali jika dilakukan tanpa keyakinan dan semata-mata ditentukan oleh faktor di luar diri sendiri. Seperti halnya di dalam Islam bahwa secara tegas dinyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Beragama dengan keterpaksaan adalah sebuah kemunafikan. Kebebasan beragama dalam negara telah diperjelas dalam beberapa pasal-pasal dalam UUD 1945, yaitu Pasal 28E, Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2 : Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. penyelesaian terhadap konfilk antar agama di masyarakat, para pemuka agama di Kabupaten Bojonegoro, menerapkan beberapa cara diantaranya adalah Penanganan berbasis kekuatan atau kekuasaan (power-based approach), yaitu pendekatan menggunakan represi, ancaman, dan intimidasidalam penyelesaian konflik, Pendekatan berbasis hak melalui proses hukum di pengadilan (right-based approach), dan pendekatan berbasis kepentinganatau interest-based approach, yang saat ini sedang diupayakan sebagai model penanganan alternatif dalam menyelesaikan konflik keberagaman.
Tinjauan Yuridis Dan Analisa Hukum Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Perkara Tindak Pidana Pencabulan Andrianto Prabowo
JUSTITIABLE - Jurnal Hukum Vol. 3 No. 1 (2020): JUSTITIABLE - Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Bojonegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penanganan anak bermasalah tetap berpegang teguh pada prinsip bahwa peyelenggaraan peradilan pidana anak, diharapkan tetap berpengang teguh bahwa mereka merupakan bagian intekgral dari kesejahterahan anak, dapat memberikan jaminan bahwa setiap reaksi terhadap anak yang berkonflik dengan dengan hukum selalu diperlakukan secara proporsonal sesuai dengan situasi lingkungan pelaku atau perbuatanya. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, menentukan bahwa sistem peradilan pidana anak dilaksanakan berdasarkan asas:perlindungan, keadilan, nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak yang berkonflik dengan hukum. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan mengemukakan beberapa rumusan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu: Bagaimana tinjauan yuridis dan analisa hukum terhadap anak yang berhadapan dengan perkara tindak pidana pencabulan dan Upaya apakah yang dapat dilakukan terhadap anak yang berhadapan dengan perkara tindak pidana pencabulan. Jenis metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah Deskriptif analisis dan Yuridis normatif.
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan andrianto prabowo
JUSTITIABLE - Jurnal Hukum Vol. 4 No. 2 (2022): JUSTITIABLE - Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Bojonegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hukum memberikan jalan untuk perceraian, namun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan berusaha semaksimal mungkin menekan angka per-ceraian. Pembuat undang-undang juga menyadari bahwa perceraian yang dilakukan sewenang-wenang akan mengakibatkan kehancuran bukan saja kepada pasangan suami isteri tersebut, tetapi juga kepada anak yang mestinya diasuh dan dipelihara dengan baik, sehingga anak tersebut semakin terjerembab sebagai korban dari perceraian. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan mengemukakan beberapa rumusan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu : “Bagaimanakah proses hukum yang dapat ditempuh apabila terdapat seorang anak yang tidak terpenuhi hak – haknya oleh orang tua yang telah bercerai?”. Adapun tujuan penelitian ini adalah: “Untuk mendekripskan proses hukum yang dapat ditempuh apabila terdapat seorang anak yang tidak terpenuhi hak – haknya oleh orang tua yang telah bercerai” Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, karena sasaran penelitian ini adalah hukum atau kaidah (norm). Beberapa pendekatan masalah yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach). Penelitian tentang perundang-undangan digunakan untuk mengetahui keseluruhan peraturan hukum mengenai nafkah anak pasca perceraian Upaya Pemenuhan Hak Nafkah Anak Pertama, Permohonan eksekusi dimana salah satu diantara keluarga dari anak atau Pemohon dapat mengajukan permohonan eksekusi nafkah ke Pengadilan Agama terkait. Kedua, Pencabutan Kuasa Hak Asuh. Ketiga, upaya pemenuhan hak nafkah tanpa kedua orang tuanya bercerai. Yaitu dengan mengajukan gugatan nafkah ke Pengadilan Agama terkait. Apabila pihak ayah melalaikan tanggung jawabnya dan tidak memberi nafkah kepada anaknya, maka ibu bisa mengajukan gugatan nafkah namun tidak mengajukan gugatan perceraian di pengadilan. Akan tetapi hal ini masih sangat jarang terjadi, karena masyarakat belum banyak mengenal. Kebetulan di Pengadilan Agama Surakarta belum pernah menjumpai adanya gugatan nafkah. Akan tetapi gugatan nafkah boleh saja diajukan asalnya dengan alasan yang sesungguhnya dan dapat dibuktikan.