This Author published in this journals
All Journal Jurnal Anti Korupsi
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Urgensi Pemiskinan Koruptor sebagai Bentuk Ius Constituendum dalam Penegakan Hukum di Indonesia (Studi Putusan Nomor 1146 K/Pid.Sus/2010) Susandi Decapriu Putra Pamungkas; Gloria Puspa Wardhana; Shafwah Humairah Vialdy; Agustinus Andre Sinaga; Siti Alvina
JURNAL ANTI KORUPSI Vol 3 No 1 (2013): Edisi Mei 2013: Studi Kasus dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Mendalami Fenome
Publisher : PUSAT KAJIAN ANTI KORUPSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/jak.v2i1.38698

Abstract

Penegakan terhadap kasus korupsi di Indonesia tidak akan mencapai idealisme masyarakat, dimana diskriminasi sistemik tidak lagi tersumbang akibat mengakarnya tindak pidana korupsi yang masih dilanggengkan oleh pemangku jabatan negara, jika tindakan preventif serta represif kehilangan atas ketegasannya dalam realitas dogmatik. Di Indonesia praktik korupsi sudah semakin menggurita, baik di tingkat daerah maupun pusat. Korupsi, sebuah delik kejahatan luar biasa (extraordinary crime) tentu akan memberi dampak kerugian dan kesengsaraan hajat hidup orang banyak. Upaya pemberantasan korupsi sejatinya telah direalisasikan pada masa pemerintahan Presiden BJ. Habibie yang kemudian seiring berkembangnya zaman termuat dalam UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berbicara mengenai pemiskinan koruptor sejalan dengan adanya peristiwa korupsi yang dilakukan oleh Gayus Tambunan pada tahun 2011 silam. Putusan Pengadilan Nomor 1146 K/Pid.Sus/2010 Mahkamah Agung berpendapat bahwa Putusan Pengadilan Negeri Tangerang No. 49/Pid.B/2010/PN.TNG tanggal 12 maret 2010 tidak dapat dipertahankan lagi. Oleh karena itu, harus dibatalkan dan mahkamah agung akan mengadili sendiri perkara tersebut. Pemiskinan koruptor yang merupakan kejahatan luar biasa hadir diharapkan akan menjadi sebuah efek jera bagi pelaku korupsi untuk tidak mengulangi perilaku perbuatannya kembali. Dengan menyita seluruh aset serta kekayaan yang dimiliki nantinya bisa memberikan dampak terpuruk yang bisa dirasakan oleh pelaku korupsi khususnya yang ada di Indonesia. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum atau biasa disebut legal research yang menitikberatkan pada pemecahan isu yang berkembang di masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan mengkolaborasikan dengan pendekatan konseptual dan pendekatan undang-undang. Kata Kunci: Pemiskinan Aset, Korupsi, Kejahatan Luar Biasa.
Dilematika Korupsi Sebagai Potret Pelanggaran Ham: Kasus Korupsi E-KTP 2011-2013 Shafwah Humairah Vialdy; Gebby Yanuar Dwiyanti; Erika Wulandari; Camelina Desinta Yulia Agung
JURNAL ANTI KORUPSI Vol 12 No 2 (2022): November 2022
Publisher : PUSAT KAJIAN ANTI KORUPSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/jak.v12i2.38814

Abstract

Hak asasi manusia harus dilindungi dan dihormati oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang. Jika kita tidak bisa melindungi hak asasi manusia maka akan banyak terjadi pelanggaran hak asasi manusia terutama yang merugikan bagi warga masyarakat. Pelanggaran hak asasi manusia disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah dengan adanya kasus korupsi. Korupsi bisa melanggar hak asasi manusia seseorang atau masyarakat, karena korupsi pasti merugikan bagi seseorang atau sekelompok orang. Kekeliruan serta kelalaian implementasi, aplikasi, serta penegakan hukum tindak pidana korupsi pada pokoknya sedikit demi sedikit pula akan melanggengkan pembiasan dampak korupsi. Sama halnya dengan seseorang aktif dalam memperkaya dirinya sendiri melalui tindak pidana korupsi, begitu juga dengan tindakan pasif dalam meniadakan pertanggungjawaban negara atas penghormatan hak asasi manusia. Sebuah keprihatinan isu degradasi moral dalam birokrasi tingkat kepemerintahan (grand scale corruption) tercetak kembali pada sejarah mega korupsi di Indonesia, yang mana terdapat nama-nama para elite kekuasaan memenuhi deretan penerima aliran dana kasus korupsi E-KTP (2011-2013). Hal ini memantik permasalahan berjenjang makro-nasional dikarenakan hak para WNI dalam menerima pembaharuan versi penanda identitas kewarganegaraannya merupakan bagian esensial dari pemenuhan HAM. Demikianlah sensibilitas para pembentuk legislasi terhadap kewenangan pokoknya, berkaitan dengan nilai universal yang ditegakkan oleh PBB dalam Konvensi UNCAC, diperlukan sebagai salah satu di antara kunci untuk membentuk instrumen hukum anti-korupsi yang tersusun atas jalinan pertimbangan sistematis untuk membalas skema-skema praktik korupsi yang mengakar bagian demi bagian ke dalam struktural.