Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM PERJANJIAN ELEKTRONIK DI MEDIA SOSIAL Moch Ilham Nurdiansyah; Humiati Humiati; Ahmad Sukron
Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukum Vol 4, No 3 (2022): DESEMBER
Publisher : Universitas Merdeka Pasuruan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51213/yurijaya.v4i3.86

Abstract

Mengulas mengenai penggunaan Bahasa Indonesia dalam perjanjian elektronik dimedia sosial dalam Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No 24 Tahun 2009. Pesatnya dinamika zona ekonomi serta bisnis, mempengaruhi pula pada perkembangan bidang hukum yang merupakan“ rule of the game” dari kegiatan ekonomi. Perkembangan hukum tersebut tidak cuma berhenti pada apa yang dikomersialkan namun pada model, mekanisme serta tipologi dari bisnis itu sendiri. Model bisnis berkembang dengan adannya sesuatu perjanjian diantara dua orang yang setuju untuk mengadakan perjanjian hukum yang menentukan hak dan kewajiban hukum masing-masing.Salah satu perkembangan teknologi merupakan ditemukanya internet, ialah teknologi yang membolehkan kita melaksanakan pertukaran infomasi dengan siapapun serta di manapun orang tersebut berada tanpa dibatasi oleh ruang serta waktu. Sehingga perjanjian/ kontrak bisa dilakukan lewat media elektronik. Materi serta ulasan yang dicoba oleh penulis yakni menggunakan pendekatan yuridis normatif. Termasuk dalam kehidupan dokumen- dokumen serta keputusan- keputusan dan pidato- pidato yang dikeluarkan oleh pemerintah. Akibat hukum yang terjalin apabila tidak memakai bahasa Indonesia artinya tidak memenuhinya faktor ketentuan objektif sebagaimana sudah didetetapkan pada Pasal 1320 Ayat (3) serta Ayat (4) Kitab Undang- Undang Hukum Perdata( KUHPerdata), merupakan batal demi hukum, batal demi hukum (void ataupun neietig) dapat dipahami sebagai kontrak antara pihak-pihak yang awalnya tidak diyakini atau tidak pernah.
Penindakan Terhadap Anak yang Melalaikan Shalat Dalam Perspektif Hukum Islam dan Pasal 76C Undang Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Khoirul Ulum; Wiwin Ariesta; Ahmad Sukron
Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukum Vol 5, No 3 (2023): DESEMBER
Publisher : Universitas Merdeka Pasuruan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51213/yurijaya.v5i3.111

Abstract

Seorang anak yang melalaikan shalat, secara hukum islam perlu diadakan penindakan berupa pemukulan. Bentuk penindakan harus didasari alasan mendidik terhadap anak, dengan didasari beberapa prinsip, antara lain prinsip keTuhanan, prinsip Amar ma’ruf nahi munkar, prinsip perlindungan hak, prinsip keselamatan dan prinsip keamanan. Penindakan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak yang melalaikan shalat harus dilakukan sesuai dengan sebagaimana mestinya dan tidak melebihi serta melanggar batas-batas yang telah ditetapkan oleh syari’at yaitu a) memukul dilakukan berselang-seling b) ada jeda antara dua pukulan c) dalam memukul tidak boleh mengangkat siku terlalu tinggi d) tidak boleh memukul dalam keadaan marah e) anak tidak boleh dipukul kecuali telah berumur 10 tahun. Orang tua harus mempertanggungjawabkan perbuatannya bilamana  berlebihan dalam  memberikan penindakan terhadap anak
TANGGUNG JAWAB YURIDIS PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM MELAKUKANPENDAMPINGAN TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA M Amin Tohari; Kristina Sulatri; Ahmad Sukron
Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukum Vol 4, No 2 (2022): SEPTEMBER
Publisher : Universitas Merdeka Pasuruan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51213/yurijaya.v4i2.78

Abstract

Anak sering kali menjadi korban kekerasan, baik di sekolah, di tempat mereka bermain, bahkan di dalam lingkungan keluarga mereka sendiri. Dengan adanya Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) korban yang mengalami kekerasan tersebut mendapatkan bantuan dan diberikan perlindungan. Tujuan penelitian ini adalah peranan P2TP2A dalam pendampingan pada anak korban tindak pidana berdasarkan pasal 90 ayat (1) huruf c Undang-Undang Republik Indonesia No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Kota Pasuruan serta mengetahui strategi dalam mengatasi hambatan tersebut. Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah jenis pendekatan yuridis empiris atau sosiologis, Data diperoleh dengan teknik kajian kepustakaan dan wawancara. Hasil penelitian ini mendeskripsikan tentang kemudahan dalam pemberian informasi proses perkembangan perkara kepada anak korban tindak pidana di P2TP2A Kota Pasuruan. Hambatan atau kendala yang dialami P2TP2A Kota Pasuruan ketika penyampaian informasi mengenai perkembangan perkara yaitu keterbatasan layanan telekomunikasi korban dan keluarga korban yang tidak kooperatif ketika sudah diberikan informasi sehingga pemberian informasi-informasi selanjutnya menjadi terhambat. Upaya P2TP2A Kota Pasuruan dalam mengatasi Hambatan atau kendala tersebut yaitu dengan mendatangi rumah korban secara langsung dan melalui pendekatan persuasif.
Peran Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam Penyelesaian Sengketa Waris Tanah Secara Mediasi Diptya Hardi Nugroho; Ahmad Sukron; Yudhia Ismail
Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukum Vol 5, No 2 (2023): AGUSTUS
Publisher : Universitas Merdeka Pasuruan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51213/yurijaya.v5i2.102

Abstract

Menghadapi permasalahan hukum terkait dengan tanah menjadi salah satu masalah yang sukar untuk dihadapi. Sehingga dalam aturan hukum tercipta proses penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui mekanisme non litigasi dalam upaya penyelesaiannya. Berkaitan dengan hal tersebut Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Abritrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menjadi salah satu upaya yang dapat dilalui dalam menyelesaikan perkara sengketa tanah.  Berdasarkan topik permasalahan penulis mengangkat dua rumusan masalah dalam membatasi ruang lingkup permasalahan antara lain (1) Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa non litigasi dalam pembagian hak waris atas tanah? (2) Bagaimana model pembagian hak atas tanah yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Kota Pasuruan?. Guna mengetahui secara mekanisme Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Abritrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Serta terjun ke lapangan guna melakukan wawacara terhadap masyarakat mengenai mekanisme serta proses dalam mediasi penyelesaian sengketa. Serta mengetahui peran dari ATR/BPN dalam suatu perkata nonlitigasi yang terjadi, nantinya di analisa secara kualitatif. Setelah melakukan penelitan lapangan maka dapat disimpulkan rumusan masalah diantaranya : (1) Adapun mediasi dilakukan sebanyak 4 kali telah mendapatkan keputusan bahwa istri yaitu M berhak mendapatkan aset almarhum suami, serta keterangan yang diberikan oleh pihak keluarga yakni M klaim tidak dapat dibuktikan. (2) Pihak ATR/BPN Kota Pasuruan bersifat pasif dan hanya melakukan sertifikasi setelah ada kejelasan huku atas tanah. Mengingat ATR/BPN tidak memiliki tupoksi atas pembagian tanah, melainkan hanya melakuan sertifikasi berdasarkan surat keterangan yang tersedia dan memiliki kekuatan hukum yang tetap.
Tanggungjawab Pekerjaan Tukang Gigi Ditinjau dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Pembinaan, Pengawasan dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi Saropah Saropah; Istijab Istijab; Ahmad Sukron
Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukum Vol 5, No 1 (2023): APRIL
Publisher : Universitas Merdeka Pasuruan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51213/yurijaya.v5i1.96

Abstract

Jenis dan bentuk perlindungan hukum yang berlaku untuk pekerjaan dokter gigi dibahas dalam jurnal ini, bersama dengan metode untuk membela supremasi hukum jika pekerjaan dokter gigi dilanggar. Satu-satunya ruang lingkup praktik dokter gigi adalah pembuatan dan penempatan gigi palsu lepasan sebagian dan / atau seluruhnya yang terbuat dari bahan pengawet panas akrilik. Tukang gigi harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum, perdata, dan administratif jika mereka bertindak dengan cara yang merugikan masyarakat secara keseluruhan atau melampaui ruang lingkup otoritas mereka. Pemerintah perlu melakukan upaya perlindungan terhadap tukang gigi dengan menggunakan jenis perlindungan preventif dengan bentuk perlindungan konkrit berupa pemeberian izin terhadap tukang gigi dalam menjalankan praktek pekerjaanya sehingga tukang gigi mempunyai legalitas serta diakui secara hukum sebagai pelaku usaha pelayanan Kesehatan tradisional dibidang Kesehatan dan perawatan gigi.