Ubi kayu atau singkong merupakan komoditas industri dan komponen penting pada ketahanan pangan di Indonesia, tetapi informasi jejak karbon dari kegiatan budidaya masih terbatas. Jejak karbon adalah salah satu pendekatan untuk memahami sumber emisi gas rumah kaca (GRK) yang berguna untuk mitigasi pemanasan global. Penelitian bertujuan melakukan asesmen jejak karbon budidaya ubi kayu pada berbagai taraf pupuk NPK dan karbon organik tanah (C-org). Penelitian dilakukan pada September 2022 hingga Mei 2023 di Kebun Percobaan IPB Jonggol. Data emisi diestimasi menggunakan skenario tier 1. Budidaya ubi kayu memiliki jejak karbon 2,511.2-10,641.4 kg CO2-eq ha-1 tergantung dosis NPK dan C-org. Budidaya mengemisikan karbon rata-rata 6,455.5 kg CO2-eq ha-1 dengan emisi langsung 4,532.3 kg CO2-eq ha-1dan tidak langsung sebesar 1,923.2 kg CO2-eq ha-1. Input NPK dan pupuk kandang menyumbang emisi langsung terbesar yakni berturut-turut 36.99% dan 54.96%. Pada waktu yang bersamaan, budidaya menskuestrasi karbon 27,445.1- 61,684.2 kg CO2-eq ha-1 (rata-rata 51,032.4 kg CO2-eq ha-1) sehingga budidaya memiliki neraca karbon positif yang berarti mengurangi GRK, yakni sebesar 24,933.9-54,493.1 kg CO2-eq ha-1 (rata-rata 44,577.0 kg CO2-eq ha-1). Berdasarkan regresi, tingkat C-org 4.8% dan dosis NPK (15-15-15) 440.7 kg ha-1 memberikan pengurangan (offsets) emisi GRK maksimum. Upaya mencapai budidaya ubi kayu rendah emisi diprioritaskan melalui pengurangan input pupuk misalnya dengan mengembalikan limbah biomasa budidaya. Kata kunci: emisi karbon, emisi GRK, ketahanan pangan, rendah emisi, singkong