Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

DISTRIBUSI DAN KONDISI KOMUNITAS LAMUN DI BANGKA SELATAN, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Okto Supratman; Wahyu Adi
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol. 10 No. 3 (2018): Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
Publisher : Department of Marine Science and Technology, Faculty of Fisheries and Marine Science, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2095.456 KB) | DOI: 10.29244/jitkt.v10i3.20614

Abstract

ABSTRAKBangka Selatan memiliki potensi keanekaragaman lamun yang tinggi, tetapi informasi yang berkaitan dengan sebaran spesies dan kondisi komunitas lamun masih belum banyak diketahui. Tujuan penelitian yaitu menentukan jumlah spesies, sebaran dan kondisi komunitas lamun di Bangka Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 sampai Mei 2017. Lokasi penelitian dilakukan di beberapa wilayah Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung. Sebaran dan jumlah spesies lamun ditentukan berdasarkan gabungan data primer dan data sekunder. Pengambilan data kondisi padang lamun meliputi data tutupan dan kerapatan lamun dilakukan menggunakan transek kuadrat berukuran 50 cm x 50 cm. Hasil penelitian di Bangka Selatan ditemukan sebanyak 10 spesies lamun. Sebaran lamun  meliputi Pantai Tanjung Kerasak (9 spesies), Pulau Lepar  (8 spesies), Pesisir Desa Tukak (8 spesies), Pulau Anak Air (5 spesies), Pantai Puding dan Pulau Kelapan ditemukan hanya 4 spesies. Kondisi padang lamun di Bangka Selatan dengan kerapatan yaitu 633,37 tegakan/m2sampai 1066,76 tegakan/m2. Rata-rata persentase tutupan lamun yaitu 29,61% dikategorikan miskin.ABSTRACTSouth Bangka has a high potential for seagrass diversity, but information relating to the distribution of species and the condition of seagrass communities is still not widely understood. The research objective was to determine the number of species, distribution and conditions of seagrass communities in South Bangka. The research was conducted in June 2016 until May 2017. The location of the research was carried out in several areas of South Bangka, Bangka Belitung Islands. The distribution and number of seagrass species was determined based on a combination of primary data and secondary data. Data collection of seagrass condition includes seagrass coverage and density carried out using quadratic transect measuring 50 cm x 50 cm. The results of research in South Bangka found 10 species of seagrass. Seagrass distribution includes Tanjung Kerasak Beach (9 species), Lepar Island (8 species), Coastal Tukak Village (8 species), Anak Air Island (5 species), Puding Beach and Kelapan Island found only 4 species. Seagrass conditions in South Bangka with a density of 633.37 stands/m2 to 1066.76 stands/m2. The average percentage of seagrass cover is 29.61% which is categorized as poor.
KARAKTER MORFOLOGI DAN DIMORFISME SEKSUAL SIPUT GONGGONG (Strombus turturella) Okto Supratman; Mualimah Hudatwi; Indah Auliana
JBIO: jurnal biosains (the journal of biosciences) Vol 6, No 1 (2020): Jurnal Biosains
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jbio.v6i1.15903

Abstract

Penentuan dimorfisme seksual dapat dilakukan cara mengukur secara morfometrik dan maristik pada cangkang. Jika dimorfisme seksual telah diketahui maka bisa membedakan jenis kelamin jantan dan betina secara eksternal, tanpa mengganggu organ internal siput gonggong. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik morfologi dan dimorfisme seksual siput gonggong. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni s.d November 2019. Pengambilan sampel siput gonggong dilakukan di beberapa lokasi di Pulau Bangka. Tahapan penelitian meliputi 1) Pengambilan sampel siput gonggong di lapangan dengan jumlah sampel minimal 100 individu setiap lokasi, 2) Pengukuran karakteristik morfologi jantan dan betina, dan 3) Analisis data untuk menentukan dimorfisme seksual yang dilakukan menggunakan Uji-Z. Karakteristik morfologi cangkang siput gonggong yaitu n badan seluk (body whorle) relatif besar, mulut cangkang (aperture) ditandai adanya lekukan stromboid (stromboid notch) dan operkulum berwarna coklat gelap tipis berbentuk sabit bergerigi.  Dimorfisme seksual pada siput gonggong (S. turturella) sangat mirip antara jenis kelamin jantan dengan betina. Akan tetapi beberapa parameter yang bisa dijadikan acuan untuk menentukan dimorfisme seksual siput gonggong yaitu perbandingan antara panjang apature (AL) dengan panjang cangkang (SL) (AL/SL), panjang apature (AL) dengan panjang body whorle (AL/BW) dan panjang apature (AL) dengan lebar cangkang (SW) (AL/SW).
KEPADATAN DAN POLA SEBARAN BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN PULAU SEMUJUR, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Okto Supratman; Sudiyar Sudiyar; Arthur Muhammad Farhaby
JBIO: jurnal biosains (the journal of biosciences) Vol 5, No 1 (2019): Jurnal Biosains
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jbio.v5i1.11862

Abstract

Bivalvia merupakan memiliki peran penting baik ditinjau dari nilai ekologi dan ekonomi. Tingginya nilai ekonomi dapat menyebabkan terjadinya eksploitasi secara berlebihan (overexploitation), kemudian berdampak pada ancaman hewan tersebut di alam.  Kondisi ini sehingga perlu dilakukan penelitian dasar yang berkaitan dengan kepadatan, keanekaragaman dan pola sebaran bivalvia di Pulau semujur. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai April 2018 di Pulau Semujur, Kepulauan Bangka Belitung. Pengambilan data di lapangan meliputi, pengambilan sampel bivalvia, pengukuran parameter fisika kimia perairan dan identifikasi vegetasi lamun. Pengambilan data bivalvia menggunakan kuadrat berukuran 0,5 cm x 0,5 cm. Bivalvia ditemukan di Pulau Semujur sebanyak  8 spesies dari 4 famili. Kepadatan bivalvia di Pulau semujur berkisar 8,4 ind/m2 s.d 21.2 ind/m2. Indeks keanekaragaman (H’) bivalvia berkisar 1,54 s.d 2,184 yang dikategorikan keanekaragaman sedang. Indeks keseragaman (E) di berkisar antara 2,55 s.d 3,22, dikategorikan keseragaman tinggi. Selain itu dilihat dari indeks dominansi bivalvia di Pulau semujur dikategorikan rendah, karena nilai indek dominansi <0,5. Pola sebaran bivalvia bervariasi disetiap spesies ada pola sebaran seragam, acak dan mengelompok. Pola sebaran bivalvia menglompok terdiri dari spesies G.  tumidum, T. palatum dan T. magnum. Pola sebaran acak terdiri dari spesies A. antiquata, G. dispar dan T.vigrata, sedangkan pola sebaran seragam yaitu T. spengleri dan B.  lacerata
Karakteristik Habitat Siput Gonggong Strombus turturella di Ekosistem Padang Lamun Okto Supratman; Tati Suryati Syamsudin
Jurnal Kelautan Tropis Vol 21, No 2 (2018): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (693.639 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v21i2.2969

Abstract

Characteristic of Dog Conch Strombus turturella Habitat on The Seagrass Ecosystem  Strombus turturella or commonly known as dog conch is one of marine shellfish which has important ecological role, as well as high economical value as fisheries commodity. The objectives of the study were to determine the density and biomass of the shellfish, as well as to observe the distribution pattern and the characteristics of dog conch habitat in the seagrass ecosystem. The research was conducted at Tukak Island and Anak Air Island, Bangka Belitung Islands. Density of the shellfish, seagrass coverage, seagrass density as well as water chemistry and physical parameters, while data collection in laboratory, measurement of dog conch biomass, substrate texture test and organic matter content. Habitat characteristics were determined using principal component analysis (PCA), which connects between dog conch  density variables, seagrass vegetation and chemical physics parameters. The average density of dog conch in all locations is 2312 ind / ha. The pattern of distribution of dog conch at the study site there is a pattern of uniform distribution and clumping, but the overall pattern of distribution is clustering. The PCA results show dog conch, with habitat characteristics that is very low seagrass cover (1-5%), overgrown species of Halophila minor seagrass, with the condition of muddy sand substrate and low content of organic matter. Result of the correlation matrix dog conch was correlated with H. Minor seagrass (0.88), very low seagrass cover (0.86) and muddy sand substrate (0.9). This is aimed at dog conch keeping specific microhabitat in the seagrass ecosystem.  Siput gonggong memiliki peranan ekologis yang penting di habitatnya. Nilai ekonomis siput gonggong yang tinggi sebagai komoditas perikanan telah menyebabkan eksploitasi berlebihan terhadap spesies tersebut. Tujuan penelitian yaitu 1)menentukan kepadatan dan biomassa siput gonggong, 2)Pola sebaran dan 3)Karakteristik habitat siput gonggong di ekosistem padang lamun. Penelitian dilakukan di Pesisir Tukak dan Pulau Anak Air, Kepulauaan Bangka Belitung. Pengambilan data di lapangan melputi pengukuran kepadatan, perhitungan tutupan lamun, kerapatan lamun dan pengukuran parameter fisika kimia perairan, sedangkan pengambilan data di laboratorium meiputi, pengukuran biomassa siput gonggong, uji tekstur substrat dan kandungan bahan organik. Karakteristik habitat ditentukan menggunakan analisis komponen utama (PCA), yang menghubungkan antar variabel kepadatan siput gonggong, vegetasi lamun dan parameter fisika kimia perairan. Kepadatan rata-rata siput gonggong di semua stasiun yaitu 2312 ind/ha. Pola sebaran siput gonggong di stasiun penelitian ada pola sebaran seragam dan mengelompok, tetapi secara keseluruhan pola sebaran yaitu mengelompok. Hasil PCA menujukan  siput gonggong, dengan karakteristik habitat yaitu tutupan lamun sangat rendah (1-5 %), ditumbuhi spesies lamun Halophila minor, dengan kondisi substrat pasir berlumpur dan rendah kandungan bahan organik. Selain itu berdasarkan hasil matrik korelasi bagian dari output PCA siput gonggong berkorelasi positif dengan lamun H. Minor (0,88), tutupan lamun sangat rendah (0,86) dan substrat pasir berlumpur (0,9). Hal ini menujukan siput gonggong menepati mikrohabitat yang spesifik di ekosistem padang lamun. 
DNA Barcoding and CITES-Listed Wedgefish (Rhynchobatidae, Rhinidae) from South Bangka, Indonesia Siti Aisyah; Novi Santia; Okto Supratman; Ahmad Fahrul Syarif; Anggraeni Anggraeni
Jurnal Kelautan Tropis Vol 24, No 2 (2021): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jkt.v24i2.10454

Abstract

Overfishing of wedgefish greatly affects its population and the balance of the marine ecosystem. This is exacerbated by their relatively low fecundity, slow growth, and late maturity results in one of the lowest population growth rate within elasmobranch species. However, lacking database information results in insufficient regulations and surveillance of wedgefish fishing. The current situation is feared to the risk of wedgefish’s survival, especially in Bangka Belitung Islands, Indonesia. Fundamental to a database is the accurate identification of wedgefish species based on mitochondrial DNA (mtDNA) analysis. This study aimed to use DNA barcodes to identify, determine the conservation status, and the status according to the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). We collected samples including unidentified fin samples from confiscated illegal fishing catches, the traditional markets and fishing docks, South Bangka. In this research, we used DNA Barcoding (mitocondrial DNA, COI gene) to identify and examine of wedgefish samples. The tissue samples used in this study were identified as species listed in CITES Appendix II, they are Rhynchobatus australiae, Rhynchobatus springeri and Rhina ancylostoma. According to the IUCN Red List, 100% of the wedgefish species found are Critical Endangered at the global level.
Pola Pertumbuhan Siput Gonggong Strombus turturella, Röding, 1798 (Gastropoda: Strombidae) di Pulau Bangka, Bangka Belitung Okto Supratman; Indah Auliana; Mualimah Hudatwi; Eva Utami
Jurnal Kelautan Tropis Vol 22, No 2 (2019): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (452.442 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v22i2.5479

Abstract

Strombus turturella on Bangka Island is under pressure and threatens the effects of anthropogenic activity. This condition is necessary to carry out various efforts to manage the dog conch on an ongoing basis. Based on these problems, it is necessary to conduct research related to various parameters of the growth of the dog conch on Bangka Island. The purpose of the study was to determine the growth parameters of the dog conch which included growth patterns, estimation of growth model von bertalanffy and length-weight relationship. The research was carried out in several stages, namely: 1) Sampling in the field conducted in Teluk Kelabat waters, Ketawai Island and Anak Air Island, 2) Measurement of shell length and weight, and 3) Analysis of growth parameters using the FiSAT II application, then estimated von Bertalanffy's growth. The results of the frequency distribution of the size of the gonggong snail class in Teluk Kelabat were 47.85- 66.35 mm, on Ketawai Island 44.10-77.45 mm, while those on Anak Air Island were 44.10-62.65 mm. The results of Von Bertalanffy's growth model in the first year or age of one year growth accelerated with the length of the shell in Teluk Kelabat (44.46 mm), Ketawai Island (46.63 mm) and Pulau Anak Air (32, 80 mm). Then in the following year the growth slowed down to asymptotic length with around 11 years of age in T. Kelabat, 14 years in P. Ketawai and 15 years in P. Anak Air. The relationship between the length and weight of the dog conch in three locations on Bangka Island with a value of b <3 so that a negative allometric growth pattern can be determined. The negative allometric growth pattern shows an increase in the length of the snail bark faster than the weight gain. Siput gonggong (Strombus turturella) di Pulau Bangka mengalami tekanan dan ancaman dampak dari aktivitas antropogenik. Kondisi ini maka perlu dilakukan berbagai upaya pengelolaan siput gonggong secara berkelanjutan. Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian berkaitan berbagai parameter pertumbuhan siput siput gonggong di Pulau Bangka.  Tujuan penelitian yaitu menentukan beberapa parameter pertumbuhan siput gonggong yang meliputi distribusi kelas ukuran, pendugaan model pertumbuhan von bertalanffy dan hubungan panjang berat. Penelitian dilakukan beberapa tahapan yaitu 1) Pengambilan sampel di lapangan yang dilakukan di Perairan Teluk Kelabat, Pulau Ketawai dan Pulau Anak Air, 2) Pengukuran panjang cangkang dan berat, dan 3) Analisis parameter pertumbuhan dengan menggunakan aplikasi FiSAT II, selanjutnya dihitung pendugaan pertumbuhan von Bertalanffy. Hasil distribusi frekuensi kelas ukuran siput gonggong di Teluk Kelabat yaitu 47.85 mm s.d 66.35 mm, di Pulau Ketawai 44.10 mm s.d 77.45 mm, sedangkan di Pulau Anak Air yaitu 44.10 mm s.d 62.65 mm. Hasil model pertumbuhan Von Bertalanffy pada tahun pertama atau umur satu tahun pertumbuhan mengalami percepatan dengan panjang cangkang di Teluk Kelabat (44,46 mm), Pulau Ketawai (46,63) dan Pulau Anak Air (32, 80) mm. Kemudian pada tahun selanjutnya pertumbuhan semakin melambat sampai mecapai panjang asimtotik dengan umur sekitar 11 tahun di T. Kelabat, 14 tahun di P. Ketawai dan 15 tahun di P. Anak Air. Hubungan panjang dan berat siput gonggong di tiga lokasi di Pulau Bangka dengan nilai b < 3 sehingga dapat ditentukan pola pertumbuhan alometrik negatif. Pola pertumbuhan alometrik negatif  menunjukan pertambahan panjang siput gonggong lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan berat.
Population Structure and Life Table of Dog Conch (Strombus turturella) in Bangka Belitung Islands, Indonesia [Struktur Populasi dan Tabel Hidup Siput Gonggong (Strombus turturella) di Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia] Okto Supratman; Tati Suryati Syamsudin
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 11 No. 2 (2019): JURNAL ILMIAH PERIKANAN DAN KELAUTAN
Publisher : Faculty of Fisheries and Marine Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (849.694 KB) | DOI: 10.20473/jipk.v11i2.13112

Abstract

AbstractDog Conch (Strombus turturella) has an essential economic value in Bangka Belitung Islands. Allegedly, the population of Dog Conch is decreasing due to overexploitation. The purpose of this study is to provide information related to the distribution of long frequency, growth pattern, age group, recruitment time estimation and life table of Dog Conch. This research took place on the coast of Tukak Village and Anak Air Island, Bangka Belitung Islands. Samples of Dog Conch were taken using 3x3 m2 square. The shell length of Dog Conch found ranged between 18.18 to 77.49 mm, consisting of three age groups. Asymptotic length value (L∞), growth coefficient (K) and theoretical age on zero-length (t0) were 83.94 mm, 0.79/year and -0.152 sequentially. In the first year, Dog Conch grows to 50.18 mm and slows down when it grows older until it is 13 years old. The proportion of high mortality rate was at 1 to 2 years old and 3 to 4 years old or in adult individuals, while the highest life expectancy rate was in the age group of 0-1-year old or young individuals. It indicated that the high mortality rate was in the group in which people use to consume or sell in the marketsAbstrakSiput gonggong (Strombus turturella) memiliki nilai ekonomis penting di Kepulauan Bangka Belitung. Diduga populasi siput gonggong semakin menurun akibat dari eksploitasi berlebihan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi terkait distribusi frekuensi panjang, pola pertumbuhan, kelompok umur, estimasi waktu rekruitmen dan tabel hidup siput gonggong. Lokasi penelitian berada di Pesisir Desa Tukak dan Pulau Anak Air, Kepulauan Bangka Belitung.Pengambilan sampel siput gonggong dilakukan dengan menggunakan kuadrat 3x3 m2. Panjang cangkang siput gonggong yang ditemukan berkisar antara 18.18 s.d 77.49 mm yang terdiri atas 3 kelompok umur. Nilai panjang asymptotic (L∞), koefisien pertumbuhan (K) dan umur teoritis ketika panjang sama dengan nol (t0) adalah 83.94 mm, 0.79/tahun dan -0.152 secara berurutan. Pada tahun pertama siput gonggong mengalami pertumbuhan, mencapai 50.18 mm dan melambat ketika umur semakin tua hingga umur 13 tahun. Proporsi laju kematian tinggi terdapat pada umur 1 s.d 2 tahun dan 3 s.d 4 tahun atau pada individu dewasa, sedangkan nilai harapan hidup tertinggi terdapat pada kelompok umur 0-1 tahun atau individu muda. Hal ini menunjukkan bahwa kematian tertinggi terdapat pada kelompok umur yang telah diambil oleh masyarakat untuk dikonsumsi dan dijual ke pasaran.
KESESUAIAN LOKASI RESTOKING SIPUT GONGGONG (Levistrombus turturella) DI BANGKA SELATAN, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Okto Supratman
JURNAL ENGGANO Vol. 6 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31186/jenggano.6.1.125-137

Abstract

Siput gonggong di Pulau Bangka, khususnya di Bangka Selatan mengalami ancaman serius dampak eksploitasi berlebihan dan perusakan habitat dari aktivitas penambangan timah di laut. Kondisi tersebut terjadinya penurunan ukuran populasi siput gonggong. Mencegah dan melindungi siput gonggong perlu dilakukan upaya penambahan stok siput gonggong di alam melalui proses restoking. Akan tetapi keberhasilan kegiatan restoking perlu dilakukan analisis kesesuaian lokasi, sehingga perlunya dilakukan penelitian ini. Tujuan penelitian yaitu Menganalisis kesesuian lokasi untuk restoking siput gonggong di Pulau Bangka berdasarkan parameter fisika, kimia, biologi dan kondisi perairan. Penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yaitu 1) Pengambilan data di lapangan yang meliputi pengukuran vegetasi lamun, parameter lingkungan dan sampel air dan sedimen 2) Pengambilan data di Laboratorium yang meliputi pengukuran tekstur substrat dan uji klorofil-a, 3) Analisis data yang berdasarkan hasil dari lapangan dan laboratorium, untuk membuat matrik kesesuaian lokasi restoking siput gonggong. Hasil penelitian ditemukan 8 spesies lamun dengan tutupan berkisar antara 2.8 s.d 37,53 %. Berdasarkan perhitungan analisis kesesuaiaan lokasi restoking di Bangka Selatan dengan nilai berkisar 76,98 s.d 86,51 atau dapat di kategorikan dari cukup sesuai s.d sangat sesuai. Lokasi yang sangat sesuai terdapat pada Stasiun 2 dengan nilai yaitu 86,51, hasil ini menunjukkan area yang akan di jadikan kawasan restoking tidak mempunyai faktor pembatas yang sangat berarti. Sedangkan lokasi yang cukup sesuai meliputi Stasiun 1 (77,78), Stasiun 3 (77,78), Stasiun 4 (78,57), Stasiun 5 (77.78) dan Stasiun 6 (76.98) sehingga apabila di jadikan kawasan restoking lokasi ini memempunyai faktor pembatas yang berarti. Hasil analisis lokasi yang paling cocok untuk dijadikan kawasan restoking yaitu Stasiun 2 di Pulau Anak Air, Bangka Selatan. 
KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN GASTROPODA PADA ZONA INTERTIDAL DI PULAU BANGKA BAGIAN TIMUR Okto Supratman; Arthur Muhammad Farhaby; Jemi Ferizal
JURNAL ENGGANO Vol 3, No 1
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (417.927 KB) | DOI: 10.31186/jenggano.3.1.10-21

Abstract

 AbstractEnvironmental damage from anthropogenic activity will lead to a decrease in water quality, which then affects aquatic organisms including Gastropoda. So it is necessary to do a study of diversity and abundance of gastropods in East Bangka Island.The study was conducted from June to December 2017. The research locations were divided into 6 stations. Data collection of gastropods using squares of size 50 cm x 50 cm, performed by direct gastropod removal by hand, then identified in Water Resource Management Laboratory. The results of this study found 12 species of gastropods from 8 families. The families found are Cerithideidae (2 species), Cerithiidae (1 species), Cirridae (1 species), Nassariidae (2 species), Neritidae (2 species), Planaxidae (1 species), Muricidae (1 Species) and Costellariidae (2 Species ). The highest abundance of gastropods is Certhidea cingulata species with an average abundance of 124.54 ind / m2. The value of diversity index of gastropod in the eastern part of the island of Bangka categorized small, it is thought to be caused by loss of habitat as a result of mining activities at sea. Keywords: Gastropods, Diversity, Abundance, Intertidal Zone
IDENTIFIKASI MOLEKULER SIRIP IKAN HIU MENGGUNAKAN GEN MITOKONDRIA CYTOCHROME C OXYDASE SUBUNIT I (COI) YANG DIDARATKAN DI PESISIR KABUPATEN BANGKA SELATAN Siti Aisyah; Thania Thania; Okto Supratman; Ahmad Fahrul Syarif; Anggraeni Anggraeni
JURNAL ENGGANO Vol. 6 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31186/jenggano.6.1.99-109

Abstract

Usaha perikanan hiu yang menjanjikan di negara Indonesia ini menjadikan nilai produksi hiu terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut catatan FAO, Indonesia berada diposisi teratas yang banyak memproduksi hiu setiap tahunnya. Tingginya aktivitas penangkapan hiu berpengaruh besar terhadap populasi yang memengaruhi keseimbangan ekosistem laut, khususnyadi perairan Kepulauan Bangka Belitung. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi sirip ikan hiu secara molekuler dengan menggunakan gen mitokondria cytochrome c oxydase subunit I (COI) yang didaratkan di pesisir Kabupaten Bangka Selatan. Metode penelitian terdiri dari tiga tahap: pengumpulan sampel sirip ikan hiu, identifikasi molekuler (mtDNA gen Cytochrome Oxidase Subunit 1/COI), analisis filogenetik dan status konservasi ikan hiu. Hasil pencocokan karakter nukleotida gen COI dilakukan dengan menggunakan program BLAST yang terintegrasi pada laman GenBank dan menunjukkan bahwa kode sampel MSPUBB_HC_01 memiliki tingkat kemiripan 100% dengan spesies Chiloscyllium punctatum, MSPUBB_HK_02 dan MSPUBB_HS_03 masing-masing memiliki tingkat kemiripan 99.80% dan 99.69% dengan spesies Carcharhinus sealei.Jika ditinjau dari data IUCN Red List, spesies Chiloscyllium punctatumdan Carcharhinus sealeimasuk dalam kategori Near threatened(Hampir Terancam).