Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Perbandingan Penilaian Visual Analog Scale dari Injeksi Subkutan Morfin 10 mg dan Bupivakain 0,5% pada Pasien Pascabedah Sesar dengan Anestesi Spinal Fadinie, Wulan; Arifin, Hasanul; Wijaya, Dadik Wahyu
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 4, No 2 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (497.157 KB)

Abstract

Obat anestesi lokal dan opioid dapat disuntikkan langsung pada luka untuk mengurangi nyeri pascabedah. Penelitian bertujuan menilai intensitas nyeri menggunakan visual analog scale (VAS) dapat menjadi metode yang sangat efektif dalam penilaian nyeri pascabedah. Membandingkan nilai VAS pada saat istirahat dan batuk dari infiltrasi lokal morfin 10 mg dengan bupivakain 0,5% 2 mg/kgBB pada pascabedah sesar dengan metode uji klinis acak tersamar ganda pada 100 sampel. Kriteria inklusi adalah perempuan hamil, usia 20–40 tahun, dengan status fisik menurut American Society of Anesthesia (ASA) kelas I–II yang menjalani bedah sesar elektif dan emergensi di RSUP Haji Adam Malik, RSU dr. Pirngadi, RS Putri Hijau, RS Haji, dan RSU Sundari pada bulan Juli 2014. Sampel dibagi menjadi kelompok A dengan infiltrasi lokal morfin 10 mg dan kelompok B dengan infiltrasi lokal bupivakain 0,5% 2 mg/kgBB. Nilai VAS dianalisis secara statistik dengan Mann-Whitney. Nilai VAS lebih rendah pada kelompok A, yaitu 4,72 (SB=1,54) dibanding dengan kelompok B, yaitu 2,14 (SB=1,21). Simpulan, infiltrasi lokal morfin 10 mg lebih baik dibanding dengan bupivakain 0,5% 2 mg/kgBB.Kata kunci: Bupivakain, infiltrasi lokal, manajemen nyeri, morfin, visual analog scaleComparison of Visual Analog Scale Assestment of Subcutaneous Injection of 10 mg Morphine and 0.5% Bupivacaine in Post-Caesarean Section under Spinal AnesthesiaAbstractLocal anesthetic agent and opioid can subcutaneously be injected into the wound to reduce postoperative pain. This study was conducted to evaluate pain intensity using visual analog scale (VAS), which can be a very effective method of postoperative pain assessment, and to compare VAS when resting and coughing between local infiltration of 10 mg morphine and 2 mg/kgBW 0.5% bupivacaine after caesarian section. This study was a double blinded randomized clinical trial on 100 subjects. The inclusion criteria were pregnant women, aged 20–40 years, with physical ASA I–II status who underwent elective and emergency caesarean section in Haji Adam Malik Hospital, dr. Pirngadi Hospital, Putri HijauHospital, Haji Hospital, and Sundari Hospital during the period of July 2014. Subjects were divided into group A with 10 mg morphine infiltration and group B with 2 mg/kgBW 0.5% bupivacaine local infiltration. The resulting VAS scores were analyzed statistically using Mann-Whitney. ItLower VAS scores were found in group A 4.72 (SB=1.54) when compared to group B 2.14 (SB=1.21). In conclusion, local infiltration of 10 mg morphine is better compared to 2 mg/kgBW 0.5% bupivacaine.Key words: Bupivacaine, local infiltration, morphine, pain management, visual analog scale DOI: 10.15851/jap.v4n2.826
Perbandingan Penilaian Visual Analog Scale dari Injeksi Subkutan Morfin 10 mg dan Bupivakain 0,5% pada Pasien Pascabedah Sesar dengan Anestesi Spinal Wulan Fadinie; Hasanul Arifin; Dadik Wahyu Wijaya
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 4, No 2 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (497.157 KB)

Abstract

Obat anestesi lokal dan opioid dapat disuntikkan langsung pada luka untuk mengurangi nyeri pascabedah. Penelitian bertujuan menilai intensitas nyeri menggunakan visual analog scale (VAS) dapat menjadi metode yang sangat efektif dalam penilaian nyeri pascabedah. Membandingkan nilai VAS pada saat istirahat dan batuk dari infiltrasi lokal morfin 10 mg dengan bupivakain 0,5% 2 mg/kgBB pada pascabedah sesar dengan metode uji klinis acak tersamar ganda pada 100 sampel. Kriteria inklusi adalah perempuan hamil, usia 20–40 tahun, dengan status fisik menurut American Society of Anesthesia (ASA) kelas I–II yang menjalani bedah sesar elektif dan emergensi di RSUP Haji Adam Malik, RSU dr. Pirngadi, RS Putri Hijau, RS Haji, dan RSU Sundari pada bulan Juli 2014. Sampel dibagi menjadi kelompok A dengan infiltrasi lokal morfin 10 mg dan kelompok B dengan infiltrasi lokal bupivakain 0,5% 2 mg/kgBB. Nilai VAS dianalisis secara statistik dengan Mann-Whitney. Nilai VAS lebih rendah pada kelompok A, yaitu 4,72 (SB=1,54) dibanding dengan kelompok B, yaitu 2,14 (SB=1,21). Simpulan, infiltrasi lokal morfin 10 mg lebih baik dibanding dengan bupivakain 0,5% 2 mg/kgBB.Kata kunci: Bupivakain, infiltrasi lokal, manajemen nyeri, morfin, visual analog scaleComparison of Visual Analog Scale Assestment of Subcutaneous Injection of 10 mg Morphine and 0.5% Bupivacaine in Post-Caesarean Section under Spinal AnesthesiaAbstractLocal anesthetic agent and opioid can subcutaneously be injected into the wound to reduce postoperative pain. This study was conducted to evaluate pain intensity using visual analog scale (VAS), which can be a very effective method of postoperative pain assessment, and to compare VAS when resting and coughing between local infiltration of 10 mg morphine and 2 mg/kgBW 0.5% bupivacaine after caesarian section. This study was a double blinded randomized clinical trial on 100 subjects. The inclusion criteria were pregnant women, aged 20–40 years, with physical ASA I–II status who underwent elective and emergency caesarean section in Haji Adam Malik Hospital, dr. Pirngadi Hospital, Putri HijauHospital, Haji Hospital, and Sundari Hospital during the period of July 2014. Subjects were divided into group A with 10 mg morphine infiltration and group B with 2 mg/kgBW 0.5% bupivacaine local infiltration. The resulting VAS scores were analyzed statistically using Mann-Whitney. ItLower VAS scores were found in group A 4.72 (SB=1.54) when compared to group B 2.14 (SB=1.21). In conclusion, local infiltration of 10 mg morphine is better compared to 2 mg/kgBW 0.5% bupivacaine.Key words: Bupivacaine, local infiltration, morphine, pain management, visual analog scale DOI: 10.15851/jap.v4n2.826
Perbandingan Efek Analgesi Infiltrasi Morfin 10 Mg dan Bupivakain 0,5% 2 Mg/KgBB pada Seksio Sesarea dengan Teknik Anestesi Spinal Wulan Fadinie; Dadik Wahyu Wijaya; Hasanul Arifin
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 3 No 2 (2020): September
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v3i2.45

Abstract

Latar Belakang: Persalinan dengan seksio sesarea sangat umum dilakukan dan setiap intervensi yang dapat mengurangi rasa sakit pasca operasi layak diteliti lebih lanjut. Cara terbaik untuk mengurangi rasa sakit dengan memberikan analgesi yang langsung bekerja pada area luka. Telah diketahui morfin memiliki reseptor perifer sehingga pemberian secara subkutan dapat menjadi metode yang sangat efektif dalam manajemen nyeri pasca operasiTujuan: Membandingkan efek analgesi dari infiltrasi lokal morfin 10 mg dengan bupivakain 2mg/kgBB 0,5% pada pasca seksio sesarea dengan anestesi spinal. Subjek dan Metode: Penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar ganda dengan 100 sampel wanita hamil, usia 20-40 tahun, PS-ASA I-II yang akan menjalani seksio sesarea elektif dan darurat dengan anestesi spinal. Setelah dihitung secara statistik, sampel dibagi secara acak menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama mendapat morfin 10 mg dan kelompok kedua mendapat bupivakain 0,5% 2 mg/kgBB secara infiltrasi lokal subkutan didaerah luka operasi. Skala nyeri dinilai dengan VAS. Hasilnya diuji dengan uji T-independent, Chi-Square, dengan nilai signifikan 95% (p <0,05%, signifikan secara statistik). Hasil: Pada kelompok morfin pemberian analgesi tambahan lebih sedikit daripada kelompok bupivakain, hasilnya berbeda bermakna secara statistik (p <0.05) pada setiap jam pengamatan. Efek samping tidak ditemukan pada kedua kelompok. Kelompok morfin meringankan rasa sakit lebih baik daripada kelompok bupivakain dengan skor VAS yang lebih rendah pada setiap jam pengamatanSimpulan: Infiltrasi lokal subkutan 10 mg morfin memberikan efek analgetik yang lebih baik pada pasien pasca seksio sesarea dengan anestesi spinal dibandingkan dengan bupivacain 0,5% 2 mg/kgBB, tanpa efek samping. Comparison of the Analgesic Effects of 10 mg Morphine and 2mg/BW Bupivacaine 0.5% Infiltration in Cesarean Section with Spinal Anesthesia Technique Abstract Background: Nowadays, deliveries by cesarean section are more commonly done, any intervention that can make progression to reduce post-operative pain are feasible for further study. The best way to reduce pain is by administration pain relieve drug that directly act in wound. It is known that morphine has peripheral receptors, so subcutaneous administration can be a very effective method of postoperative pain management. Objective: To compare analgetic effect from local infiltration of 10 mg morphine with 2mg/BW bupivacaine 0.5% in post cesarean section with spinal anesthesiaSubject and Methods: This study was done by double blinded randomized clinical trial with 100 samples of pregnant women, age 20-40 years, PS-ASA I-II that will undergo elective and emergency cesarean section with spinal anesthesia. After calculated statistically, all samples divided randomly into 2 groups. First group got morphine 10 mg and second group got bupivacaine 0.5% 2 mg/BW infiltration at the area of surgical wound. Pain scale was evaluated by VAS. The result was tested by T-independent test, Chi-Square, with significant value 95% (p<0.05%, statistically significant). Result: In morphine group, the additional analgesia was less than bupivacaine group, the results were statistically significant (p <0.05) at each hour of observation. No side effects were found in either group. The morphine group relieved pain better than the bupivacaine group with lower VAS scores at each hour of observation.Conclusion: Infiltration of 10 mg morphine subcutaneous compared to bupivacaine 0.5% 2mg/BW give better analgetic effect in post cesarean section patients with spinal anesthesia, without any side effects
Autoregulasi Serebral dalam Kehamilan Wulan Fadinie; Yusmein Uyun
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 5 No 3 (2022): November
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v5i3.107

Abstract

Autoregulasi merupakan suatu proses penting untuk menjaga sirkulasi saat terjadi peningkatan maupun penurunan tekanan arteri secara mendadak. Batas autoregulasi otak ini memiliki rentang fisiologi pada 50–150 mmHg. Cerebral Blood Flow (CBF) dipengaruhi oleh volume dan kekentalan darah, tekanan perfusi, dan tekanan intrakranial. Adaptasi sirkulasi serebral dalam kehamilan berfungsi untuk mempertahankan oksigenasi dan pengiriman nutrisi terhadap janin serta fungsi ekskresi yang sama seperti dalam keadaan tidak hamil, terutama dalam menghadapi perubahan hemodinamik sistemik yang luar biasa terkait dengan kehamilan. Banyak hal yang dapat mempengaruhi autoregulasi, salah satunya adalah hipertensi. Hipertensi adalah salah satu komplikasi medis yang paling sering dijumpai dalam kehamilan, dan menjadi penyebab kematian ibu. Hipertensi dalam kehamilan mempengaruhi beberapa organ, tetapi pengaruh paling besar adalah terhadap organ serebrovaskular karena dapat menyebabkan kematian atau morbiditas jangka panjang. Meskipun begitu perubahan serebrovaskuler di otak, tidak selalu diiringi dengan kenaikan tekanan intrakranial yang menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan tindakan dan obat yang dipakai dalam anestesi.
Serial Kasus: Perdarahan dan Transfusi Masif pada Plasenta Akreta Wulan Fadinie; Yusmein Uyun
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 6 No 1 (2023): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v6i1.123

Abstract

Placenta Accreta Spectrum (PAS) adalah gangguan pertumbuhan plasenta yang menyimpang di dinding rahim, penyebab utama perdarahan peripartum dan kematian ibu. Anestesi neuraksial paling sering digunakan, tetapi bila invasinya sudah tinggi dinilai dari Placenta Accreta Index Score (PAIS), maka anestesi umum adalah pilihan yang lebih baik. Plasenta akreta memiliki risiko tinggi untuk pendarahan intraoperatif oleh karena itu persiapan darah dan protokol transfusi masif sangat penting. Empat pasien dengan plasenta akreta menjalani seksio sesarea, terjadi perdarahan masif dan dilakukan protokol transfusi masif. Histerektomi intraoperatif dilakukan pada tiga pasien, sedangkan pada satu pasien lainnya terjadi adhesi plasenta ke abdomen karena kehamilan intraabdominal. Pembiusan dilakukan dengan teknik anestesi umum pada satu pasien, tetapi pada tiga pasien lainnya dimulai dengan anestesi epidural dengan perubahan menjadi anestesi umum intraoperatif karena hemodinamik tidak stabil akibat perdarahan dan pada keempat pasien dipasang alat monitoring invasif. Pascaoperasi dipindahkan ke Surgical Intensive Care Unit (SICU), tidak ada reaksi transfusi ataupun kematian ibu. Protokol transfusi masif penting dalam penanganan perdarahan masif, persiapan darah serta perhitungan jumlah perdarahan intraoperatif menjadi faktor yang penting. Kapan dilakukan histerektomi juga membuat perbedaan untuk jumlah perdarahan. Perubahan teknik anestesi dari regional ke umum harus dilakukan untuk menjaga kestabilan hemodinamik dan menjamin oksigenasi agar memberikan hasil yang baik serta masa rawatan pascaoperasi di SICU yang lebih singkat. Keberhasilan penatalaksanaan plasenta akreta dengan perdarahan masif merupakan hasil dari manajemen perioperatif yang tepat, persiapan yang matang dan kerja sama antar disiplin ilmu yang baik.