This Author published in this journals
All Journal PACTUM LAW JOURNAL
Nargis, Nilla
Fakultas Hukum

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PELAKSANAAN PERKAWINAN NYENTANA PADA MASYARAKAT ADAT BALI (STUDI PADA MASYARAKAT ADAT BALI DI DESA RAMA NIRWANA KECAMATAN SEPUTIH RAMAN LAMPUNG TENGAH) Saras Puspa, Ni Komang Putri; Aprilianti, Aprilianti; Nargis, Nilla
PACTUM LAW JOURNAL Vol 1, No 04 (2018): Pactum Law Journal
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkawinan nyentana adalah suatu istilah yang diberikan kepada sepasang suami istri, suami dipinang (diminta) oleh keluarga istri dan masuk kedalam garis leluhur keluarga istri serta melepaskan ikatan keturunan dari keluarga asalnya. Terjadinya perkawinan ini dikarenakan keluarga dari pihak perempuan tidak mempunyai keturunan laki-laki.  Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana akibat hukum yang timbul dalam terjadinya perkawinan nyentana pada masyarakat adat bali di Desa Rama Nirwana Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian ini adalah penelitian empiris dengan tipe penelitian deskriptif.Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis sosiologis. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari studi lapangan dengan cara wawancara kepada Tokoh Adat, Kepala Desa, dan Parisadha Hindu Dharma Indonesia serta menyebarkan kuisioner, data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan. Analisis data dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif.Hasil penelitian mengenai akibat hukum perkawinan nyentana adalah perubahan status dalam sistem perkawinan nyentana. Pelaksanaan perkawinan nyentana diawali dengan pihak perempuan ngidih (meminang)pihak laki-laki untuk dibawa ke rumah perempuan dan dilakukan upacara pawiwahan(perkawinan)yang kemudian pihak laki-laki tersebut masuk kedalam garis keturunan pihak perempuan dan melepaskan garis keturunan pada keluarga asalnya.Hak dan kewajiban suami dan istri yang melakukan perkawinan nyentana adalah suami mendapatkan hak mewaris dari orang tua angkatnya, namun berkewajiban mengurus orang tua pihak istri di masa tua, wajib melaksanakan upacara ngaben (penguburan) kepada orang tua yang telah meninggal, wajib melaksanakan kewajiban kepada banjar/desa. Sedangkan hak istri adalah mendapatkan status sebagai sentana rajeg/purusa (berstatus laki-laki), keturunan yang lahir dari perkawinan nyentana yang dilakukan akan ikut garis keturunan ibu dan berkewajiban sebagai istri pada umumnya. Adapun akibat hukum dari perkawinan nyentana yaitu status laki-lakidan perempuandalam hukum adatnya berubah dari brahmacari menuju grhasta, dan pihak laki-laki berubah statusnya menjadi meawak luh (berstatus wanita) dan lepas dari garis keturunan keluarga asalnya.Kata Kunci: Perkawinan, Nyentana, Masyarakat adat bali Seputih Raman
NUSYUZ SUAMI TERHADAP ISTRI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Nurlia, Aisyah; Nargis, Nilla; Nurlaili, Elly
PACTUM LAW JOURNAL Vol 1, No 04 (2018): Pactum Law Journal
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkawinan dalam Islam tidak semata-mata sebagai hubungan antara suami dan istri, tetapi lebih dari itu Islam memandang perkawinan merupakan suatu perbuatan yang bernilai ibadah karena setiap tindakan yang dilakukan masing-masing pasangan ketika menunaikan hak dan kewajibannya dalam perkawinan adalah perbuatan yang bernilai baik dan buruk. Hak dan kewajiban dalam rumah tangga yang tidak berjalan sebagaimana yang sudah diatur hal ini dalam Islam dikenal dengan istilah nusyuz. Permasalahan nusyuz di Indonesia selalu dikaitkan dengan istri, begitupula di dalam pengaturan hukumnya yaitu dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) hanya mengatur mengenai nusyuz istri. Nusyuz yang terjadi dalam rumah tangga dapat datang dari pihak istri atau pihak suami, sebagaimana dalam Q.S An-Nisaa’ [4] : 128 dijelaskan nusyuz yang datang dari pihak suami dilakukan dengan meninggalkan kewajibannya dan tidak memenuhi hak-hak istri. Selain ayat di atas, Q.S An-Nisaa’ [4] ayat 20-21 dan 129-130, hadits Nabi Saw (Shollalahualaihiwassalam) (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan Nasa’i) dan Pasal 116 huruf (d), (g), (k) KHI di dalamnya menjelaskan mengenai nusyuz yang datang dari pihak suami. Secara sosial suami juga dapat melakukan nusyuz hal ini seperti yang terjadi di Bandar Lampung, suami tidak menjalankan kewajiban dalam rumah tangga dengan tidak memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dan tipe penelitiannya adalah tipe peneltian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, klasifikasi data dan sistematisasi data. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif lalu ditarik kesimpulan dengan metode deduktif.Hasil penelitian dan pembahasan bahwa di dalam Q.S An-Nisaa’ [4] ayat 20-21 dan 128-130, hadits Nabi Saw (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan Nasa’i), Pasal 116 huruf (d), (g), (k) KHI mengatur mengenai nusyuz suami. Adapun kriteria nusyuz suami yaitu terdiri dari perbuatan suami yang tidak dibenarkan oleh syara’, salah satu yaitu kondisi ketidaksukaan suami terhadap istri. Nusyuz yang datang dari pihak suami memiliki akibat hukum yang dapat dirasakan oleh istri dan anak, akibat hukum nusyuz suami yang diterima istri dan anak sangat merugikan keduanya yaitu dijelaskan bahwa istri memberikan sebagian haknya atas suami untuk tidak dipenuhi dalam mencapai sebuah perdamaian agar tidak terjadinya perceraian, sedangkan terhadap anak hal ini dapat dilihat dari kasus yang terjadi di Bandar Lampung yaitu anak tidak mendapatkan haknya sebagai anak yang harus dipenuhi oleh ayahnya yaitu dalam hal pemeliharaan dan pendidikan. Upaya hukum penyelesaian nusyuz suami sebaiknya dilakukan dengan jalan perdamaian yang didahului dengan istri menasehati suami seperti yang dijelaskan dalam Q.S Al-Imran [3] :104 dan Q.S At-Tahrim [66] : 6, namun apabila tidak berhasil dan suami tetap melakukan nusyuz bahkan sampai membahayakan nyawa keluarga, maka istri dapat mengajukan gugatan cerai dengan jalan khulu’.Kata Kunci: Perkawinan, Hak dan Kewajiban, Suami, Nusyuz
AKIBAT HUKUM GADAI SYARIAH DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM (Studi Pada Pegadaian Syariah Cabang Radin Intan) Farani, Rabbiyatussha; Rodliyah, Nunung; Nargis, Nilla
Pactum Law Journal Vol 2, No 01 (2018): Pactum Law Journal
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Gadai syariah (Rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah (Rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atas pinjaman (Marhun bih) yang diterimanya. Marhun memiliki nilai ekonomis, sehingga pihak yang menahan (Murtahin) memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Transaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak akan menimbulkan suatu peristiwa hukum dan hubungan hukum antara kedua belah pihak serta akibat hukum yang bertimbal balik. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum  primer,  sekunder, dan  tersier.  Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, studi dokumen, dan wawancara terhadap informan pengguna jasa gadai syariah. Pengelolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan dan pengaturan data yang selanjutnya dianalisis. Hasil penelitian ini menunjukan gadai syariah di Indonesia diatur dalam beberapa regulasi yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 Tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian Menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha Pergadaian, dan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn. Akibat hukum transaksi gadai syariah meliputi hak dan kewajiban, rahin yang berhak mendapatkan piutangnya dan berkewajiban menyerahkan barangnya, serta murtahin yang berhak mendapatkan biaya ujrah dan berkewajiban memberikan uang pinjaman kepada rahin.Kata Kunci : Gadai Syariah, Pegadaian Syariah, Akibat Hukum
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK AKIBAT PERCERAIAN ORANG TUA YANG MURTAD (Studi Putusan PA No. 0936/Pdt.G/2011/PA.JS & No. 0456/Pdt.G/2013/PA.Ska) Denita, Devara; Amnawaty, Amnawaty; Nargis, Nilla
Pactum Law Journal Vol 2, No 01 (2018): Pactum Law Journal
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satu akibat hukum perceraian adalah adanya hak pengasuhan anak (hadhanah). Timbul permasalahan apabila orang tua yang telah ditentukan sebagai pemegang hadhanah keluar dari agama Islam (murtad) karena salah satu syarat bagi pemegang hadhanah adalah beragama Islam. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap anak dari orang tua yang murtad, pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Timggi Agama (PTA) Nomor 135/Pdt.G/2011/PTA.JK dan Nomor 217/Pdt.G/2014/PTA.Smg, kedudukan hukum orang tua murtad serta akibat hukumnya terhadap anak. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan tipe deskriptif, pendekatan masalah secara yuridis teoritis, serta menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen, pengolahan data dengan cara pemeriksaan data, klasifikasi data dan sistematisasi data yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini bahwa perlindungan hukum terhadap anak dari orang tua yang murtad dapat dilakukan dengan mencabut hadhanah dari orang tua yang murtad tersebut demi kemaslahatan anak. Pertimbangan Hakim pada Putusan No. 135/Pdt.G/2011/PTA.JK yang mencabut hadhanah ibu demi mewujudkan keaslian akidah seorang anak muslim dan Putusan No. 217/Pdt.G/2014/PTA.Smg yang mencabut hadhanah ibu karena agama anak mengikuti agama kedua orangtuanya saat melangsungkan perkawinan. Hak pengasuhan beralih ke orang tua yang seagama dengan anak. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Hadhanah, Murtad
Penyelesaian Waris Bagi Ahli Waris Mafqud Menurut Hukum Waris Islam Sariani, Sariani; Nargis, Nilla; Nurhasanah, Siti
PACTUM LAW JOURNAL Vol 2, No 3 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mafqud adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau sudah meninggal, sedangkan hakim menetapkan kematiannya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah penyelesaian waris bagi ahli waris mafqud menurut hukum waris Islam. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, tipe penelitian ini adalah penelitian hukum deskriptif, pendekatan masalah adalah pendekatan yuridis teoritis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian pembahasan ini adalah waris mafqud diatur di dalam Al-Quran, AlHadist dan Ijtihad. Menurut Ijtihad Para Ulama bahwa pengaturan ahli waris mafqud diserahkan kepada hakim, dan hakim menggunakan dua pertimbangan dalam memutus perkara mafqud yaitu berdasarkan bukti-bukti otentik secara syar’i dan batas waktu lamanya kepergian (hilangnya) orang tersebut, dengan melihat teman-teman segenerasinya yang berada di tempat asalnya. Penyelesaian pembagiannya dikerjakan dahulu bagian masing-masing dengan menganggap ahli waris mafqud masih hidup, dan dikerjakan menurut perkiraan ahli waris mafqud sudah meninggal. Para ahli waris diberikan bagian yang terkecil dari perkiraan, sisanya ditahan untuk ahli waris mafqud sampai ada kejelasan, melalui vonis hakim yang menyatakan tentang kematiannya, disebut mati hukmy. Kata Kunci : Penyelesaian Waris, Ahli Waris, Mafqud, Hukum Waris Islam.