cover
Contact Name
Yahya Wijaya
Contact Email
gemateologika@staff.ukdw.ac.id
Phone
+62274563929
Journal Mail Official
gemateologika@staff.ukdw.ac.id
Editorial Address
Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin no 5-25 Yogyakarta 55225
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
GEMA TEOLOGIKA : Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
ISSN : 25027743     EISSN : 25027751     DOI : https://doi.org/10.21460/gema.2020.52.614
GEMA TEOLOGIKA receives articles and book reviews from various sub disciplines Theology, particularly contextual theology Divinity Studies in the context of socio cultural religious life Religious Studies Philosophy of Religion Received articles will be reviewed through the blind review process. The submitted article must be the writers original work and is not published in another journal or publisher in any language. Writers whose articles are accepted and have account in google scholar profile will be requested to participate as peer reviewers.
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian" : 9 Documents clear
Penguasa, Tuhan, dan Rakyat: Membaca Apokalips Daniel 7 sebagai Subversi Setio, Robert
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2019.42.481

Abstract

AbstractBecause of its cryptic nature apocalypse Daniel 7 has been interpreted in many ways. Often it is linked to the end of time teachings. This kind of interpretation is problematic. First, while emphasizing the dark side of the prophecy, it fails to capture its main intention which is optimism toward the future. Second, apocalypse contains dualistic ideas, but, they are not supposed to be separated, let alone taking one side over the other. Apocalyptic dualism should be treated as an oscillating, always negotiating positions, tensional but creativecollisions. This article shows a reading of apocalypse that reveals dualism as an integrated entity. It also considers theological consequences of such a reading. While being placed within the world’s history, God is deeply involved in worldly drama which consists of tragedy, as well as, comedy. On the political side, this reading demonstrates that imperial history does not run by itself, but, always prones to subversive movements. AbstrakApokalips Daniel 7 telah menimbulkan banyak penafsiran karena kemisteriusannya. Dari sekian banyak penafsiran terdapat kecenderungan untuk mengaitkannya dengan ajaran-ajaran tentang akhir zaman. Penafsiran seperti ini problematis. Pertama, dengan menekankan pada sisi gelap dari nubuatan di teks itu, penafsiran semacam itu telah gagal untuk menangkap maksud utamanya, yaitu sikap optimis terhadap masa depan. Kedua, apokalips mengandung gagasan-gagasan dualistik, namun gagasan-gagasan tersebut tidak seharusnya dipisahkan apalagi diambil salah satunya saja. Dualisame dari apokalips seharusnya dilihatsebagai osilasi, sebagai posisi-posisi yang selalu bernegosiasi, terkadang menegang namun menghasilkan kreativitas. Tulisan ini memperlihatkan dualisme apokalips sebagai entitas yang integratif. Juga mempertimbangkan konsekuensi teologisnya. Dengan menempatkan Tuhan dalam sejarah kehidupan, Tuhan juga dilihat terlibat aktif dalam drama kehidupan yang terdiri dari tragedi di samping komedi. Di sisi politik, pembacaan ini mengungkapkan sejarah imperialisme tidak berjalan sendiri namun selalu disandingi oleh gerakan subversif.
Etika Animalitas Borrong, Robert Patannang
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2019.42.444

Abstract

AbstractWhy animal ethics? The importance of animal ethics for the Indonesian public is to respond to the extinction threat of some animal species in Indonesia, like Tiger in Sumatera, Orang Utan in Kalimantan, Anoa in Sulawesi, and Cendrawasih in Papua. The way humans consume animals is often cruel, causing pain and suffering on the part of the animals. Such an attitude indicates the lack of moral standing in animal sphere. Philosophicallyand theologically, animal has sentience and intrinsic values which with humans have to recognise as the moral standard for animal.Using the theological-ethical concept that human being was created in the image of God, which means that they are not only endowed with senses but also the intellect to make them moral standing creature, this article points to the capacity as well as responsibility of humans to the environment, specifically to the animal world (animalities). As such, animals have to be regarded as having moral standing in the context of human beings’moral attitude and treat. Animals have to be respected and loved morally because they have sense, sentience and intrinsic value. Animals have feeling of pleasure and suffering which with human beings must honor and make as a moral standard. Like human beings, animals have the right to enjoy contentment and to be protected as the good creatures created by God. Although consuming animals can be considered part of natural order and natural recycle, animals have the right to enjoy liberation and prosperity during they are living, and to be avoided from suffering. In this sense, life and death must be accepted in balance. As a conclusion, in relating to animals, humans should demonstrate the virtues of respect, love, justice, and restrained attitudes. Animal ethics, thus, concerns with the sustainability of the peace and welfare of the whole creation on the planet earth. AbstrakMengapa etika animalitas diperlukan? Bagi publik Indonesia, etika animalitas sangat penting karena ada banyak hewan/binatang di Indonesia terancam punah akibat perburuan yang tidak mempertimbangkan etika, antara lain: Harimau di Sumatera, Orang Utan di Kalimantan, Anoa di Sulawesi, burung Cenderawasih di Papua, dan masih banyak lagi. Demikian pula, cara orang Indonesia memotong hewan untuk dikonsumsi sering kalitidak mempertimbangkan penderitaan dan rasa sakit animalitas. Perlakuan semacam itu mencerminkan kurangnya pertimbangan moral dalam bersikap terhadap animalitas. Padahal, baik filsafat maupun teologi meyakini bahwa hewan/binatang memiliki nilai-nilai bawaan yang perlu dihargai dan menjadi standar moral animalitas.Menggunakan konsep etika-teologis bahwa manusia diciptakan sebagai citra Allah, yang bermakna bahwa mereka tidak hanya diperlengkapi dengan perasaan tetapi juga dengan intelektualitas yang memungkinkan mereka memiliki kapasitas moral, artikel ini menunjuk kepada tanggung jawab moral manusia terhadap lingkungan sekelilingnya, khususnya dunia animalitas.Meskipun mengonsumsi binatang barangkali dapat dianggap sebagai bagian dari tata ciptaan dan daur alam, binatang memiliki hak untuk menikmati kebebasan dan kesejahteraan selama mereka hidup dan harus dihindarkan dari penderitaan. Dalam pengertian demikian kehidupan dan kematian harus diterima secara seimbang. Kesimpulannya, dalam hubungan dengan animalitas, manusia harus menunjukkan sikap moral menghargai, mengasihi, adil, dan mengendalikan diri. Kepedulian dari etika animalitas adalah keberlanjutan kehidupan yang damai dan sejahtera bagi seluruh ciptaan di planet bumi ini.
Resensi: Demokrasi dan Sentimentalitas—Dari “Bangsa Setan-Setan”, Radikalisme Agama sampai Post-Sekularisme Kristianto, Paulus Eko
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2019.42.484

Abstract

Resensi: Mereka Juga Citra Allah—Hakikat dan Sejarah Diakonia Termasuk bagi yang Berkebutuhan Khusus (Buruh, Migran, dan Pengungsi, Penyandang Disabilitas, LGBT) Manoe, Herman Arnolus
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2019.42.451

Abstract

Ekoteologi Fungsi Hutan Oenaek: Penyimpangan Paradigma Ekologis Menuju Perilaku Eksploitatif Awang, Nirwasui Arsita; Setyawan, Yusak B; Timo, Ebenhaizer L Nuban
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2019.42.423

Abstract

Abstract This study aims at describing and analyzing the change of Camplong residents’ perspective towards the function of forest which brings an impact on the damage of Oenaek Forest. In addition, the purpose of this study is also to conduct an ecotheological observation about this viewpoint shift. There is a Natural Tourism Park in Camplong with various kinds of flora and fauna. In Timorese belief, this forest functions as a palace for Usi (the highest god) and a shelter for the spirits of passed away ancestors. The shift of the forest status fromnatural forest (restricted forest) to productive forest has caused the change of residents’ perspective towards the function of the forest. In the past they used to perceive the forest as a subject, but now it has been seen as an object of economic enterprise. The change of this standpoint has influenced the behavior of Camplong people who live around the forest area: the forest is no longer served as a place for celebrating traditional rituals, but merely as a tourist destination. The method applied in this research is qualitative descriptive whichis carried out through observation and in-depth interview. AbstrakTujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan dan menganalisis perubahan pandangan masyarakat Camplong terhadap fungsi hutan yang berdampak pada perusakan Hutan Oenaek dan melakukan tinjauan ekoteologis tentang perubahan pandangan masyarakat Camplong terhadap fungsi hutan. Di Camplong terdapat Taman Wisata Alam yang menjadi tempat tinggal beberapa flora dan fauna serta dalam kepercayaan masyarakat Timor (atoni meto), Hutan Camplong merupakan tempat bagi Usi sebagai ilah tertinggi dalam kepercayaan atoni meto dan roh para leluhur yang telah meninggal berdiam. Informan sebagai sumberdata dalam penelitian ini yaitu LPA (Lembaga Pemangku Adat) wilayah kefetoran Fatuleu, KRPH Fatuleu Barat sebagai pemangku kawasan, GMIT Betania Camplong sebagai salah satu institut keagamaan dan beberapa masyarakat lokal yang ada di Camplong. Akibat dari adanya perubahan status hutan dari hutan alam (hutan larangan = nais talas) menjadi hutan produksi berakibat pada perubahan pandangan masyarakat yang menganggap hutan bukan lagi sebagai subjek melainkan sebagai objek yang siap digunakam karena memiliki nilai produktif. Perubahan pandangan ini memengaruhi perilaku yang awalnya hutan dijadikan sebagai tempat ibadah atau pelaksanaan ritual kini hanya menjadi objek wisata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu deskriptif kualitatif yang dicapai dengan cara observasi dan wawancara mendalam.
Paulus dalam Konflik Antarumat Beragama: Membaca Konflik di Maluku Utara Berdasarkan Sikap Nasionalisme Paulus Nataniel, Demianus
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2019.42.458

Abstract

AbstractThe imagination reflected in this article is what if Paul as a nationalist Jew living in the Roman imperium milieu became part of the North Maluku people in the late twentieth century. What would he likely have done when recognizing that there were signs that the conflict involving Muslims and Christians tended to develop into a religious war? Based on the discourses among scholars in the New Perspectives on Paul, arguing that Paul’sletters were part of his rhethoric againts his opponents including Roman imperialism, this article shows that as an educated leader, he was trying hard to prevent a religious war form occuring. Such an imagining is helpful for reflecting on the context of post-conflict North Maluku, where, as Christopher Duncan assumes, there has never been a truly reconciliation. AbstrakArtikel ini membayangkan bagaimana seandainya Paulus sebagai seorang nasionalis Yahudi yang hidup di masa kekaisaran Romawi menjadi bagian dari masyarakat di Maluku Utara pada akhir abad kedua puluh. Apa yang mungkin akan dia lakukan ketika menyadari adanya tanda-tanda akan terjadi perang agama antara umat Islam dan Kristen? Dengan memanfaatkan pandangan para pakar the New Perspectives on Paul, khususnya yang memahami bahwa surat-surat Paulus merupakan bagian dari retorikanya dalam menghadapi lawan-lawannya, termasuk imperialisme Romawi, tulisan ini ingin menunjukkan bahwa sebagai seorang pemimpin yang terpelajar, Paulus tampaknya akan berusaha melakukan langkah-langkah persuasif untuk menghindari terjadinya perang agama. Pembayangan semacam ini bermanfaat dalam rangka merefleksikan konteks Maluku Utara pascakonflik, di mana, menurut Christoper Duncan, belum pernah ada rekonsiliasi yang sesungguhnya.
Teologi Guanxi: Sebuah Upaya Memahami Aspek Teologi Relasional dalam Budaya Tionghoa Baito, Linus
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2019.42.434

Abstract

AbstractThis article aims at constructing a theology of business starting from the Chinese principle of relationship which is known as guanxi. Many have seen the role of guanxi in the process of China’s economic growth. Guanxi plays a philosophical role not only in economic life, but also in social as well as cultural ones. Using Robert Schreiter’s method of intercultural theology, this study finds that the philosophical concept of guanxi offers values compatible with a Christian theology of relationship. Interacting the two resources would provide a strong basis for constructing a theology of business. AbstrakArtikel ini bertujuan membangun sebuah teologi bisnis yang bertitik tolak dari prinsip Tionghoa yang dikenal sebagai guanxi. Banyak orang telah menyadari peran guanxi dalam proses pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Guanxi memainkan peran filosofis bukan hanya dalam kehidupan ekonomi, tetapi juga sosial dan kultural. Menggunakan metode teologi interkultural dari Robert Schreiter, studi ini menemukan bahwa konsep filosofis guanxi menawarkan nilai-nilai yang kompatibel dengan teologi relational Kristen.
Resensi: Relasionalitas, Filsafat Fondasi Interpretasi—Aku, Teks, Liyan, Fenomen Hutabarat, Haleluya Timbo
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2019.42.473

Abstract

Buku yang ditulis Armada Riyanto ini menggunakan filsafat fenomenologis dalam memaknai dan memahami relasi antara 'Aku, teks, liyan, fenomen'. Cara kerja dan hasilnya, bisa dilihat dalam framework hermeneutika teks, tetapi juga studi intersubjektifitas lainnya seperti riset fenomenologis, sosiologi interpretatif, studi indentitas, penelitian sumber daya manusia, teori pendidikan, dan sosio-politis-kultural-religius kearifan lokal. Buku yang terdiri dari 10 babini memiliki banyak manfaat dan menjawab kebutuhan akademis sekaligus tantangan kemanusiaan jaman sekarang.
Bom Surabaya 2018: Terorisme dan Kekerasan Atas Nama Agama Tamawiwy, August Corneles
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2019.42.443

Abstract

AbstractThe socio-political analysis of the acts of terrorism has produced phrases such as “terrorism/terrorist has no religion”. Such expressions overlook ethical-theological approaches in analyzing the acts of terrorism. This article aims to show that without an ethical-theological analysis, the socio-political interpretation of acts of terrorism is inadequate because of very strong theological elements that influence the person or group of people committing such acts of terror. Studying the case of the Surabaya Bombing in May 2018, this articledemonstrates that socio-political ideology is not strong enough to make a person or group of people to carry out acts of terrorism unless they are based on theologically informed belief. AbstrakAnalisa sosial-politis terhadap aksi terorisme berhasil melahirkan diksi seperti “terorisme/teroris tidak beragama”. Hal ini muncul karena adanya upaya untuk menyingkirkan analisa etis-teologis dalam menganalisis aksi tersebut. Tulisan ini hendak memperlihatkan bahwa tanpa pendekatan etis-teologis, analisa sosial-politis terhadap aksi terorisme belum memadai karena ada unsur-unsur teologis yang sangat kuat yang memengaruhi seseorang melakukan aksi tersebut. Dengan menganalisis kasus Bom Surabaya Mei 2018, tulisan ini hendak memperlihatkan bahwa ideologi sosial-politis tidaklah cukup kuat untuk membuat seseorang atau sekelompok orang melakukan aksi terorisme jika tanpa dilandasi oleh keyakinan-keyakinan yang diimajikan secara teologis.

Page 1 of 1 | Total Record : 9


Filter by Year

2019 2019


Filter By Issues
All Issue Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 1 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 7 No. 2 (2022): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 7 No. 1 (2022): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 2 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 6 No. 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 5 No 2 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 5 No 1 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 1 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 4 No. 1 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 3 No 2 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 3 No. 2 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 3 No. 1 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 3 No 1 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 2 No. 2 (2017): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 2 No. 1 (2017): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 1 No 2 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 2 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 1 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian More Issue