cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Forum Arkeologi
Published by Balai Arkeologi Bali
ISSN : 08543232     EISSN : 25276832     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Forum Arkeologi Journal as a media for disseminating various information related to culture in the past, based on the results of archaeological research and cultural scientific studies. Forum Arkeologi Journal is a scientific journal published by Balai Arkeologi Bali since 1988. Forum Arkeologi Journal published twice a year. Each article published in Forum Arkeologi reviewed by at least two peer-reviewers who have the competence and appropriate field of expertise. Editorial received writings of archaeological research, history, ethnography, anthropology, and other supporting science related to human and culture. Forum Arkeologi is accredited as national scientific journal number 772 / AU1 / P2MI-LIPI / 08 / 2017. Starting at the end of 2016, Forum Arkeologi begins to use electronic journal systems following technological and information developments and facilitate reader access.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "VOLUME 26, NOMOR 1, APRIL 2013" : 7 Documents clear
IDEOLOGI KEDOK MUKA KALA PADA BANGUNAN SUCI DI BALI TELAAH TENTANG IDEOLOGI-RELIGI I Made Surada
Forum Arkeologi VOLUME 26, NOMOR 1, APRIL 2013
Publisher : Balai Arkeologi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (750.345 KB) | DOI: 10.24832/fa.v26i1.64

Abstract

Religion is a part of the culture systems that can explain the things that humans do not understand, to find serenity in order to face things out of reach. So that, it is necessary to do research on the religious of the past and its continuation until now mainly on the kedok muka kala (face mask decoration) which probably a continued tradition from the creepy face mask decoration of sarcophagus ornaments. The problems to be discussed in this study is the ideology of kedok muka kala. There are two theories used in this study namely religious theory which relates to rites and ceremonial equipment and theory of symbol which elaborate that symbol is a media of communication and dialogue between man and beyond. Based on the analysis it can be seen that kala is energy of the universe, the laws of nature with regard to good and evil, space and time, as well as a means of solving problems with ruwatan tradition and balancing the universe so that natural well-being and everything in it can be created.Religi bagian dari sistem budaya yang dapat menerangkan hal-hal yang tidak dipahami manusia, sehingga mendapat ketenangan untuk menghadapi hal-hal di luar jangkauan. Untuk itu perlu diadakan penelitian mengenai religi masa lampau dan keberlanjutannya hingga kini, terutama mengenai hiasan kedok muka kala kiranya merupakan tradisi berlanjut dari hiasan kedok muka menyeramkan dari hiasan sarkofagus. Permasalahan yang ingin dibahas dalam penelitian ini mengenai ideologi kedok muka kala. Untuk membahas permasalahan ini digunakan dua teori yaitu ; teori religi yang berkaitan dengan peralatan ritus dan upacara, dan teori simbol yang menguraikan mengenai simbol, merupakan media komunikasi dan dialog manusia dengan yang di luar manusia. Berdasarkan analisis, dapat diketahui bahwa kala adalah energi alam semesta, hukum alam yang berkaitan dengan baik dan buruk, ruang dan waktu, serta cara penyelesaian permasalahan hukum alam dengan tradisi ruwatan dan penyeimbangan alam semesta, sehingga tercipta kesejahteraan alam dan segala isinya.
PERKEMBANGAN PERADABAN DI KAWASAN SITUS TAMBLINGAN Anak Agung Gde Bagus
Forum Arkeologi VOLUME 26, NOMOR 1, APRIL 2013
Publisher : Balai Arkeologi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5251.671 KB) | DOI: 10.24832/fa.v26i1.60

Abstract

Research on civilization of Tamblingan site is a part of the research on Development of Tamblingan area for Tourist Destination which was done by Balai Arkeologi Denpasar in 2012. The research of The Development of Civilization at Tamblingan Site Area aims to know the history of the residential and social culture that flourished in the region Tamblingan. Theoretical basis used were functional theory and theory of symbols, while the methods used were library research, observation, and interviews. The data were analyzed qualitatively. From the data analysis, it is known that the area had been inhabited from prehistoric (Planting Era) continued to Perundagian (megalithic tradition), and then to the Hindu-Buddhist (Classical Period in 9th century), continued to the Dutch Colonial Period. Culture that flourished in Prehistoric Time namely ancestor and nature power worship to invoke fertility, safety, by using the media of stone throne, menhir (upright stone), and dolmen (stone table), which until now still utilized and conserved. During the Hindu Buddhist Period, ancestor worship continued by using media in the forms of goddess statue, the worship of the gods Trimurti, the existance of social stratification, and developing metal crafts. In the Dutch colonial era, there were cultural influences in architecture, which combined with the local architecture and up to now are still preserved and turned into a tourist attraction.Penelitian peradaban kawasan situs Tamblingan adalah bagian dari penelitian Kawasan Tamblingan Untuk Pengembangan Destinasi Wisata yang dilakukan oleh Balai Arkleologi Denpasar tahun 2012. Penelitian Peradaban Kawasan Tamblingan yaitu: ingin mengetahui sejarah hunian dan kehidupan sosial budaya yang berkembang di kawasan Tamblingan. Landasan teori yang digunakan adalah teori fungsional, dan simbol, sedangkan metode yang digunakan yaitu: perpustakaan, observasi, dan wawancara. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Dari analisis data yang dilakukan bahwa kawasan situs Tamblingan telah dihuni dari masa prasejarah (bercocok tanam) berlanjut ke masa perundagian (tradisi megalitik), kemudian ke masa Hindu- Buddha (klasik abad IX M), terus ke masa kolonial Belanda. Budaya yang berkembang pada masa prasejarah pemujaan terhadap nenek moyang dan kekuatan alam untuk memohon kesuburan, keselamatan, dengan media pemujaan tahta batu, menhir, dan dolmen, sampai saat sekarang masih dimanfaatkan dan dilestarikan. Pada masa Hindu Budha pemujaan terhadap leluhur berlanjut dengan media pemujaan arca perwujudan Bhatara-Bhatari, pemujaan terhadap dewa Trimurti, sudah ada pelapisan sosial, berkembang kerajinan logam. Pada masa kolonial Belanda, terdapat pengaruh budaya bidang arsitektur yang dipadukan dengan arsitektur lokal dan sampai saat sekarang masih dilestarikan dan dijadikan obyek wisata
LINGKUNGAN VEGETASI DULU DAN KINI DI SITUS KOBATUWA II, NUSA TENGGARA TIMUR Vita Matori
Forum Arkeologi VOLUME 26, NOMOR 1, APRIL 2013
Publisher : Balai Arkeologi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7122.67 KB) | DOI: 10.24832/fa.v26i1.65

Abstract

Kobatuwa II site is located in the Soa Basin, at an altitude of 345 metres above sea level, surrounded by hills and volcanoes, i.e. to the North is Mount Weawavo, Mount Hill Rega, Nuke, and Mangu, South of there is the mountain Inerie and the mountain Logobada, on the West by Mount Meze (Wolo Meze), on the East by Mount Matataka, in the Southeast by Mount Abulobo astronomically, it lay in the 08 position 41 & 23.5 South latitude and longitude 121 05' & amp; 09,3 " East longitude. The purpose of this research is to know the state of vegetation environment that supports human life and the environment of prehistoric vegetation is now associated with the utilization of the natural resources that exist in the vicinity of the site. The method used is the method the vegetation survey and analysis of sediment pollen (Palinology). The survey results indicate that the site Kobatuwa II this included into the savanna vegetation blend, this is because the savanna in this region is dominated by an open forest canopies are composed by plants in the form of trees and shrubs and layers below it overgrown by a mixture of grasses and shrubs are tolerant of drought. The open Savanna Woodland pastures in this region is the dominant terrestrial type. Tree kesambi (Schleichera oleosa) which is one of the dominant species of tree savanna. From the results of the analysis of pollen while it can be noted that there has been a change in the vegetation which has been proven by the discovery of fossils of the Fagaceae only pollen found in wet forests. There has been also a changes in the vegetation of wet forest to savanna vegetation that is currently dominated by the expanse of grassland.Situs Kobatuwa II terletak di daerah cekungan Soa, pada ketinggian 345 meter dari permukaan laut yang dikelilingi oleh perbukitan dan gunung api, yaitu disebelah Utara Bukit Weawavo, Bukit Rega, Bukit Nuke, dan Bukit Mangu, di Selatan Gunung Inerie dan Gunung Logobada, di Barat Gunung Meze (Wolo Meze), di Timur Gunung Matataka, di sebelah tenggara Gunung Abulobo, secara astronomis terletak pada posisi 0841 23,5 LS dan 12105 09,3 BT. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keadaan lingkungan vegetasi yang mendukung kehidupan manusia prasejarah dan lingkungan vegetasi sekarang yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam di sekitar situs. Metode yang digunakan adalah metode survei dan analisa polen sedimen (Palinology). Hasil survei menunjukkan bahwa situs Kobatuwa II termasuk ke dalam vegetasi savana campuran, hal ini disebabkan karena savana di wilayah ini didominasi tajuk hutan terbuka yang disusun dari jenis tumbuhan berupa pohon maupun semak belukar dan lapisan bawahnya ditumbuhi campuran rumput dan perdu yang toleran terhadap kekeringan. Savana di daerah ini merupakan jenis terestrial yang dominan. Pohon Kesambi (Schleichera oleosa) merupakan salah satu jenis pohon yang dominan. Dari hasil analisis polen diketahui bahwa telah terjadi perubahan vegetasi sejak dulu, terbukti dengan ditemukannya fosil polen jenis Fagaceae yang hanya terdapat pada hutan-hutan basah. Telah terjadi pula perubahan vegetasi dari hutan basah ke vegetasi savana yang saat ini didominasi oleh hamparan padang rumput.
REVITALISASI IDENTITAS MASYARAKAT DI KECAMATAN SANGGAR MELALUI DUNIA PENDIDIKAN Ni Putu Eka Juliawati
Forum Arkeologi VOLUME 26, NOMOR 1, APRIL 2013
Publisher : Balai Arkeologi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1284.741 KB) | DOI: 10.24832/fa.v26i1.61

Abstract

Sanggar in the past was a kingdom on the Island of Sumbawa. Currently, Sanggar is a district in Bima Regency, West Nusa Tenggara Province. Sanggar has cultural remains, either tangible or intangible who had almost forgotten. In recent years, Sanggar people began to realize the importance of identity. Sanggar started to revitalize their cultural elements, one of them through formal education. This study raised the questions: What cultural elements are revitalized and what are the strategies undertaken in an effort to revitalize the Sanggar identity. The study was conducted in the District of Sanggar. Data were collected by the method of observation, library research and interviews. This research is a qualitative research. Data were analyzed with depth descriptive analysis and subsequently accommodated in the form of narrative. Sanggar cultural elements which are revitalized can be classified into tangible cultural elements which include a mosque, mausoleum, fort ruins and other artifacts and intangible cultural elements which include language and dances. The strategies carried out in an attempt to revitalize Sanggar cultures are by putting Sanggar local culture learning into the curriculum and conducting outside activities, namely nature tracking and visiting historical sites in Sanggar and performing arts activities.Sanggar di masa lalu adalah sebuah kerajaan di Pulau Sumbawa. Saat ini Sanggar merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Sanggar memiliki tinggalan budaya baik benda maupun tak benda, yang sempat hampir terlupakan. Belakangan ini, masyarakat Sanggar mulai menyadari tentang pentingnya arti identitas. Unsur-unsur budaya Sanggar mulai direvitalisasi, salah satunya melalui dunia pendidikan formal. Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah unsur-unsur budaya apa sajakah yang dibangkitkan kembali serta strategi apa sajakah yang dilakukan dalam upaya merevitalisasi identitas Sanggar. Penelitian dilakukan di wilayah Kecamatan Sanggar. Data dikumpulkan dengan metode observasi, studi pustaka dan wawancara. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data dianalisis dengan metode deskriptif analitik mendalam dan selanjutnya diakomodasikan dalam bentuk naratif. Adapun unsur budaya Sanggar yang dibangkitkan kembali bisa diklasifikasikan ke dalam unsur budaya benda yang meliputi masjid, makam, sisa benteng dan artefak-artefak lainnya serta unsur budaya tak benda yang meliputi bahasa dan tarian. Strategi yang dilakukan dalam usaha merevitalisasi budaya Sanggar adalah dengan memasukkan pembelajaran budaya lokal Sanggar ke dalam kurikulum dan mengadakan kegiatan di luar jam kelas yaitu Lintas Alam mengunjungi situs-situs bersejarah di Sanggar dan kegiatan pentas seni.
MELACAK SUMBER LOGAM DI SITUS TAMBLINGAN I Putu Yuda Haribuana
Forum Arkeologi VOLUME 26, NOMOR 1, APRIL 2013
Publisher : Balai Arkeologi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2690.89 KB) | DOI: 10.24832/fa.v26i1.66

Abstract

Archaeological site of Tamblingan had been studied for several steps but still kept a basic thing which has not been revealed, related to the argument that this site was a metal processing site. It was indicated by the existence of metal in this site. In this study, it was traced the existence of metal and natural resources potential in this area. The research was done through some methods namely survey, excavation, photograph and video records and library research. Primary data were analyzed descriptively and qualitatively which reflected lithological condition in that area. From data analysis, it was known that there was metallic mineral element in that area. Besides that, there is also potential of minerals which are still exploited until today.Situs arkeologi Tamblingan telah diteliti selama beberapa tahapan namun masih menyimpan suatu hal yang mendasar yang belum terungkap, terkait dengan pernyataan situs ini merupakan situs olah logam. Hal tersebut adalah keberadaan bahan logam di situs ini. Dalam penelitian ini perlu ditelusuri keberadaan bahan logam dan potensi sumberdaya alam lainnya yang terdapat disini. Penelitian dilakukan dengan metode survei, ekskavasi, perekaman data foto dan video, serta studi kepustakaan. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan pada data data primer yang mencerminkan kondisi litologi daerah penelitian. Dari hasil analisis data diketahui bahwa di situs Tamblingan memang terdapat jejak unsur mineral logam, disamping itu terdapat juga potensi bahan galian yang sampai saat ini masih diekploitasi.
CERAMICS ALONG THE SPICE TRADE ROUTE IN THE INDONESIAN ARCHIPELAGO IN THE 16th-19th CENTURY* Naniek Harkantiningsih
Forum Arkeologi VOLUME 26, NOMOR 1, APRIL 2013
Publisher : Balai Arkeologi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1879.261 KB) | DOI: 10.24832/fa.v26i1.62

Abstract

Perdagangan rempah-rempah, merupakan aktivitas komersial yang telah berlangsung sejak masa lampau. Wilayah Nusantara sebagai salah satu penghasil rempah-rempah telah terkait dengan jaringan perdagangan ini khususnya pada abad ke 17 - 18. Munculnya bandar-bandar besar sebagai pelabuhan utama niaga, yang saling terkoneksi satu dengan yang lain, menandai puncak lancarnya perdagangan rempah-rempah jarak jauh, baik antara India, Timur Tengah, Cina, maupun Eropa. Aktivitas ini juga ditandai dengan keberadaan komunitas asing di Nusantara, untuk mencari komoditi itu. Keberadaan komunitas tersebut, berdampak pada variabilitas komoditas yang mereka bawa dari tempat asalnya, salah satunya adalah keramik. Keramik menjadi kunci penting sejarah pelayaran dan perdagangan, karena kita tidak hanya mengenal perdagangan rempah-rempah hanya dari berbagai sumber tertulis, tetapi bersamaan dengan keberadaan keramik, kita menemukan bukti-bukti yang meyakinkan untuk lebih memperjelas gambaran tentang proses perdagangan itu. Dalam konteks kapal karam, keramik dan hasil alam, merupakan bagian dari muatannya. Melalui bukti-bukti komoditi itu kita dapat mengetahui darimana dan bagaimana jaringan antarkomoditas itu terjadi. Tulisan ini, secara khusus akan mengamati jejak aktivitas perdagangan rempah-rempah yang berdampak pada keberadaan barang komoditi lain, yaitu keramik. Keberadaan keramik dan sumber rempah-rempah di Nusantara, dapat dikaitkan sebagai bukti adanya jaringan perdagangan antara negara produsen dan konsumen. Paling tidak pembuktian ini dapat ditelusuri melalui penelitian arkeologi.The spice trade was one of the worlds ancient commercial activities. The Indonesian Archipelago (Nusantara), as spice producer, was crucial in this trade network, particularly in the 17th 18th century. The emergence of big ports as the main trade harbours marks the peak of the thriving long distance spice trade connecting India, the Middle East, China, and Europe. The trade was also marked by the existence of foreign communities in the archipelago in their search for spice. The presence of foreigners influenced the types of commodities that they brought from their homelands, among which is ceramics. Ceramics were key to the history of sea navigation and trade. The presence of ceramics offered additional detail of the spice trade and evidence of reciprocal relations between spice producers and their consumers. For example, in shipwrecks, we find ceramics and natural product in their cargo and these commodities prove the reciprocal trade relations that took place. This article will particularly discuss the spice trade, which had an impact on the existence of other types of commodities, including ceramics. This can be carried out by means of archaeological investigations.This mode of research can be viewed as one of the regionalinterregional studies to be used as a foundation to reconstruct the ancient trade network.
ARCA GARUDA WISNU DI PURA GELANG AGUNG, BUANGGA, GETASAN, PETANG, BADUNG I Wayan Suantika
Forum Arkeologi VOLUME 26, NOMOR 1, APRIL 2013
Publisher : Balai Arkeologi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2985.645 KB) | DOI: 10.24832/fa.v26i1.63

Abstract

The background of this research is the finding of the Garuda Wisnu statue, with very unique and maybe just only one in Bali until presentday, and also other several archaeological remains at Gelang Agung Temple, Buangga Villages, District of Petang, Badung regency. The aim is to do accurate analisys about presented of the statue and others archaeological remains, to know the role and function in the ancient time.Iconografic method was carried out in this research including form;style;materials and other. The result of analysis is that the Garuda Wisnu is the image statue from the King Dharmaudayana Warmadewa, a King of Bali Kuna Kingdom, from the 10 AD. Bassically from the other archaeological remains, it was assumed that sorounding the Temple of Gelang Agung,was erected a bulding of candi in the past.Penelitian ini dilatar belakangi adanya temuan sebuah arca Garuda Wisnu yang sangat unik dan mungkin hanya satusatunya di Bali hingga saat ini, serta adanya beberapa tinggalan arkeologis lainnya di Pura Gelang Agung Desa Buangga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung.Tujuannya adalah mengkaji dengan cermat tentang keberadaan arca dan tinggalan arkeologi lainnya, dengan harapan dapat diketahui peran dan fungsinya pada masa lampau.Metode penelitian yang diterapkan adalah metode analisis ikonografis,yang meliputi bentuk,gaya, bahan dan lainnya. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa Arca Garuda Wisnu tersebut diduga sebagai Arca Perwujudan Raja Dharmaudayana Warmadewa, seorang raja dari kerajaan Bali Kuna yang berkuasa pada abad ke 10 masehi. Berdasarkan tinggalan arkeologi lainnya, diduga di sekitar lokasi Pura Gelang Agung, dahulunya pernah berdiri sebuah bangunan candi.

Page 1 of 1 | Total Record : 7


Filter by Year

2013 2013


Filter By Issues
All Issue VOLUME 34, NOMOR 2, OKTOBER 2021 VOLUME 34, NOMOR 1, APRIL 2021 VOLUME 33, NOMOR 2, OKTOBER 2020 VOLUME 33, NOMOR 1, April, 2020 VOLUME 32, NOMOR 2, OKTOBER, 2019 VOLUME 32, NOMOR 1, APRIL, 2019 VOLUME 31, NOMOR 2, OKTOBER, 2018 VOLUME 31, NOMOR 1, APRIL 2018 VOLUME 30, NOMOR 2, OKTOBER 2017 VOLUME 30, NOMOR 1, APRIL 2017 VOLUME 29, NOMOR 3, NOVEMBER 2016 VOLUME 29, NOMOR 2, AGUSTUS 2016 VOLUME 29, NOMOR 1, APRIL 2016 VOLUME 28, NO 3, NOVEMBER 2015 VOLUME 28, NOMOR 3, NOVEMBER 2015 VOLUME 28, NOMOR 2, AGUSTUS 2015 VOLUME 28, NOMOR 1, APRIL 2015 VOLUME 27, NOMOR 3, NOVEMBER 2014 VOLUME 27, NOMOR 2, AGUSTUS 2014 VOLUME 27, NOMOR 1, APRIL 2014 VOLUME 26, NOMOR 3, NOVEMBER 2013 VOLUME 26, NOMOR 2, AGUSTUS 2013 VOLUME 26, NOMOR 1, APRIL 2013 VOLUME 25, NOMOR 3, NOVEMBER 2012 VOLUME 25, NOMOR 2, AGUSTUS 2012 VOLUME 25, NO 1, APRIL 2012 VOLUME 25, NOMOR 1, APRIL 2012 VOLUME 24, NOMOR 3, NOVEMBER 2011 VOLUME 24, NOMOR 2, AGUSTUS 2011 VOLUME 24, NOMOR 1, APRIL 2011 VOLUME 23, NOMOR 3, NOVEMBER 2010 VOLUME 23, NOMOR 2, AGUSTUS 2010 VOLUME 23, NOMOR 1, APRIL 2010 VOLUME 22, NOMOR 1, MEI 2009 VOLUME 21, NOMOR 3, OKTOBER 2008 VOLUME 21, NOMOR 2, JULI 2008 VOLUME 21, NOMOR 1, MEI 2008 VOLUME 20, NOMOR 1, MEI 2007 VOLUME 19, NOMOR 2, OKTOBER 2006 VOLUME 19, NOMOR 1, MEI 2006 VOLUME 17, NOMOR 1, JUNI 2004 VOLUME 16, NOMOR 3, SEPTEMBER 2003 VOLUME 16, NOMOR 2, JUNI 2003 VOLUME 15, NOMOR 2, SEPTEMBER 2002 VOLUME 15, NOMOR 1, JUNI 2002 VOLUME 14, NOMOR 1, JULI 2001 VOLUME 13, NOMOR 2, NOVEMBER 2000 VOLUME 13, NOMOR 1, JUNI 2000 VOLUME 11, NOMOR 2, DESEMBER 1999 VOLUME 11, NOMOR 2, DESEMBER 1998 VOLUME 11, NOMOR 1, JANUARI 1998 VOLUME 10, NOMOR 2, NOVEMBER 1997 VOLUME 10, NOMOR 1, JUNI 1997 VOLUME 9, NOMOR 1, JANUARI 1996 VOLUME 8, NOMOR 2, MARET 1995 VOLUME 6, NOMOR 2, SEPTEMBER 1993 VOLUME 6, NOMOR 1, MARET 1993 VOLUME 2, NOMOR 2, FEBRUARI 1990 VOLUME 2, NOMOR 1, FEBRUARI 1989 More Issue