cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Bina Mulia Hukum
ISSN : 25287273     EISSN : 25409034     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Bina Mulia Hukum (JBMH) adalah jurnal ilmu hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, terbit secara berkala setiap tahunnya pada bulan Maret dan September. Artikel yang dimuat pada Jurnal Bina Mulia Hukum adalah artikel Ilmiah yang berisi tulisan dari hasil penelitian dan kajian analitis kritis di bidang hukum.
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022" : 10 Documents clear
KONSEKUENSI HUKUM LOGO YANG DIDAFTARKAN SEBAGAI CIPTAAN DAN MEREK SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA Adi Arief Havinando
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jbmh.v6i2.305

Abstract

ABSTRAKLogo saat ini bukan hanya sebagai identitas semata, tapi lebih dari itu peran dari logo telah menjadi suatu urgensi untuk mempresentasikan makna terkait suatu daerah, sosial, ekonomi, dan sebagainya sehingga logo perlu didaftarkan sebagai sebuah karya intelektual. Sebelum berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, logo sebagai sebuah karya intelektual masih dapat dicatat sebagai sebuah ciptaan dan merek. Namun, ketika berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, logo tidak lagi dapat dimohonkan untuk dicatat sebagai sebuah ciptaan. Dengan menggunakan penelitian yuridis normatif dan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis penerapan hukum positif yang ada dengan praktek yang terjadi di masyarakat. Berdasarkan kajian analisis menunjukkan hasil bahwa kasus tumpang tindih terhadap suatu karya intelektual yang didaftarkan sebagai ciptaan dan merek menjadi salah satu konsekuensi hukum seperti konsekuensi itikat tidak baik dari pihak yang memungkinkan memanfaatkan karya intelektual berupa logo untuk didaftarkan secara pribadi tanpa hak sehingga dapat ditiru dan dimodifikasi sebagai klaim dari kepemilikian pihak lain. Selain itu, konsekuensi hukum lainnya memicu timbulnya kegiatan passing off. Kata kunci: hak cipta; konsekuensi hukum; logo. ABSTRACTLogo is not only an identity, more than that the logo has become an urgency to present meanings related to an area, social, economic, and so on, so the logo needs to be registered as an intellectual property rights. Before the enactment of Law number 28 of 2014 about Copyright, a logo as intellectual property works can still be recorded as a copyright and a trademark. However, when Law number 28 of 2014 about Copyright estabilished, after that a logo can no longer requested to be recorded as a copyright. By using normative juridical research and statutory and conceptual approaches, this study is intended to analyze the application of existing positive law with practices that occur in society. Based on the analysis, the results show that an overlapping case of a copyright law that is registered as a copyright and a trademark is one of the legal consequences such as a bad faith consequence from the party that allows the use of intellectual works in the form of logos to be registered privately without rights so that they can be copied and modified as claims from ownership of other parties. In addition, other legal consequences trigger passing off activities. Keywords: copyright; legal consequence; logo.
URGENSI PENGATURAN MENGENAI ARTIFICIAL INTELLIGENCE PADA SEKTOR BISNIS DARING DALAM MASA PANDEMI COVID-19 DI INDONESIA Enni Soerjati Priowirjanto
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jbmh.v6i2.355

Abstract

ABSTRAK Pandemi COVID-19 berdampak pada aktivitas bisnis online yang semakin digemari oleh masyarakat, perkembangan bisnis online ini didukung oleh pemanfaatan teknologi informasi. Artificial Intelligence (AI) yang merupakan bagian dari teknologi informasi membantu pelaku usaha memfasilitasi komunikasi dengan konsumen, sehingga pemasaran dari produk yang mereka tawarkan dapat meningkat. AI yang dirancang dan digunakan untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan manusia dibidang bisnis dapat membantu pengusaha mengolah setiap data dan informasi dari konsumen, sehingga memudahkan dalam pemetaan perilaku calon konsumen yang menjadi target pemasaran produk. Artikel ditulis dengan tujuan untuk menunjukkan urgensi regulasi yang mengatur AI di bidang bisnis, agar tidak menimbulkan penyalahgunaan terhadap data yang diambil dan diolah menggunakan AI, sehingga menimbulkan kerugian bagi pemilik data. Metode yang digunakan adalah yuridis empiris disertai pendekatan kualitatif. Data yang diteliti adalah data sekunder berupa tulisan-tulisan dari para ahli di bidang teknologi informasi dan ahli hukum, untuk melihat hubungan antara teknologi informasi di bidang bisnis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan AI harus diatur dan diawasi oleh badan khusus untuk memberikan perlindungan kepada pihak yang memanfaatkannya. Selain itu juga untuk memberikan batasan pertanggungjawaban atas penggunaan yang tidak sesuai dengan tujuan pembuatannya. Kata kunci: artificial intelligence; bisnis online; pengaturan. ABSTRACT The COVID-19 pandemic has an impact on online business activities that are increasingly favored by the public, which is supported by using information technology. Artificial Intelligence (AI) which is part of information technology helps businesses facilitate communication with consumers, which can increase their products marketing. AI that is designed and used to facilitate the human activities in business sectors can help businesses to update every data and information from consumers and making it easier to mapping the behavior of potential consumers. The aim of this article is to show the urgency of regulations governing AI in the business sector that cause misuse of data captured and processed by using AI. The method used is juridical empirical accompanied by a qualitative approach. The data studied are secondary data in the form of writings from experts in the field of information technology and from legal experts, to see how the relationship between information technology in business sector. The result shows that AI must be regulated and supervised by special body in order provide protection to its users. In addition, to provide limits on liability for use that is not in accordance with the purpose for which it was made. Keywords: artificial intelligence; online business; regulation.
PENYELESAIAN SENGKETA SISTEM PEMBAYARAN CASH ON DELIVERY (COD) PADA MEDIA E-COMMERCE Afida Ainur Rokfa; Angel Rezky Pratama Tanda; Arytasia Dewi Anugraheni; Widya Agung Kristanti
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jbmh.v6i2.533

Abstract

ABSTRAK Internet (interconnection network) sebagai media informasi dan komunikasi dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan terutama dalam perdagangan yakni electronic commerce (E-Commerce). Salah satu sistem pembayarannya ialah Cash on delivery COD yang dilakukan secara langsung di tempat setelah pesanan dari kurir diterima oleh pembeli. Penerapan COD menimbulkan permasalahan dan kerugian bagi pembeli karena barang tidak sesuai dan mitra (kurir) menjadi pihak yang disalahkan atas tidak sesuainya gambar yang dideskripsikan pada situs E-Commerce seperti ukuran, warna, dan produk. Untuk menjawab isu hukum tersebut digunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Terdapat hak dan kewajiban penjual dan pembeli yang diatur dalam Pasal 612 KUH Perdata dan 1419 KUHPerdata. Penyelesaian yang dapat dilakukan yakni berdasarkan UU ITE dan/atau PP PSTE. Pasal 49 ayat (1) pada PP PSTE menjelaskan pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik wajib menyediakan informasi yang lengkap dan benar. Jika barang yang diterima tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, maka memenuhi unsur wanprestasi sebagaimana diatur di dalam Pasal 1243 KUHPerdata sehingga pelaku usaha wajib untuk mengganti biaya, ganti rugi dan/atau bunga kepada konsumen, serta penyelesaian sengketa dapat dilakukan baik melalui litigasi dan non-litigasi. Kata kunci: cash on delivery; e-commerce; kontrak; pertanggungjawaban. ABSTRACT Internet (interconnection network) as a medium of information and communication can be used for various activities, especially in trade, namely electronic commerce (E-Commerce). One of the payment systems is Cash on delivery COD which is carried out directly on the spot after the order from the courier is received by the buyer. The application of COD causes problems and losses for buyers because the goods do not match and the partner (courier) becomes the party to blame for the inappropriateness of the images described on the E-Commerce site such as size, color, and product. To answer these legal issues, a statutory approach (status approach) and a conceptual approach (conceptual approach) are used. There are rights and obligations of sellers and buyers as regulated in Article 612 of the Civil Code and 1419 of the Civil Code. The settlement that can be done is based on the ITE Law and/or PSTE Government Regulation. Article 49 paragraph (1) of PP PSTE explains that business actors who offer products through an electronic system are required to provide complete and correct information. If the goods received are not in accordance with the agreement, then it fulfills the element of default as regulated in Article 1243 of the Civil Code so that business actors are obliged to reimburse costs, compensation and/or interest to consumers, and for the dispute resolution, the party shall conducted in litigation and/or non-litigation. Keywords: accountability; cash on delivery; contract; e-commerce.
INDONESIAN ANTI-TRUST RELAXATION: URGENCY FOR IMPLEMENTATION PROVISION AND ITS CORRELATION WITH GOTONG ROYONG PRINCIPLE Tresnawati Tresnawati
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jbmh.v6i2.571

Abstract

ABSTRACT During the Covid-19 pandemic, numerous jurisdictions have used Anti-Trust Relaxation, also known as Anti-Trust Immunity (ATI) in the United States, recognized as block exemption, authorization, or dispensation in other jurisdictions. Essentially, this ATI states that collaboration between business actors does not always imply an infringement in competition. There are times when cartels and teamwork can be beneficial to the environment. Many businesses have suffered enormous losses because of the Covid-19 outbreak, and they require assistance and support to survive in this unique scenario. Most likely, survival is only possible when business competitors embrace 'gotong royong' or collaboration. Anti-trust immunity, which allows collaboration-usually defined as cartel in normal situation-will be assessed and authorized accordingly by Business Competition Supervisory Commission (KPPU). Another possibility is to include this ATI in the new bill, which would be even more authoritative. On November 2020, KPPU Regulation No. 3 of 2020 on Competition Relaxation was enacted. However, detailed implementation provision will be required in implementation of the Regulation. Keywords: anti-trust immunity; authorization; block exemption; cartel relaxation; dispensation.
VALUASI KERUGIAN LINGKUNGAN HIDUP: STUDI ATAS PERSEPSI HAKIM DALAM PUTUSAN PENGADILAN PADA 2009-2019 Indra Perwira; Giri Taufik; Mulki Sahder
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jbmh.v6i2.619

Abstract

ABSTRAK Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemerintah Republik Indonesia telah melakukan upaya-upaya perlindungan lingkungan hidup secara represif melalui mekanisme gugatan perdata, khususnya terhadap kerusakan dan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Dalam kurun waktu 2009-2019, tercatat terdapat 15 perkara yang diajukan oleh pemerintah ke pengadilan. Upaya pemerintah tersebut telah menghasilkan putusan yang mewajibkan perusahaan untuk membayar sejumlah ganti kerugian dengan nilai yang signifikan. Tulisan ini melakukan analisis terhadap perspesi hakim terkait dengan valuasi kerusakan lingkungan hidup. Analisis dilakukan untuk melihat persoalan-persoalan hukum yang diperdebatkan di dalam perkara putusan tersebut, dan bagaimana hakim di dalam putusannya menyelesaikan persoalan hukum tersebut. Dengan menggunakan metode empiris normatif dalam melakukan analisa terhadap putusan dari perkara tersebut, tulisan ini menemukan 2 (dua) persoalan hukum, yakni: penerapan prinsip tanggung jawab mutlak dan perhitungan kerugian kerusakan lingkungan hidup. Kata kunci: gugat perdata lingkungan; kebakaran hutan dan lahan; kerusakan lingkungan hidup; valuasi kerugian lingkungan hidup. ABSTRACT Since the enactment of Law Number 32 Year 2009 on Protection and Management of the Environment. The Indonesian Government has conducted a series of repressive measure to protect environment through civil litigation against polluters. The majority of litigation process have been done against polluters who caused damages to the forest and land ecosystem. Between 2009-2019, the government sued 15 companies to the civil court. The government effort resulted in substantial amount of damage award for the government. The analysis focuses on the legal issues in application of damage valuation applied by judges in those decisions. The analysis employs empirical approach to analyses the court decisions, and found two legal issues on the application, namely, the application of strict liability and the method in valuing the environmental damages. Keywords: environmental damages valuation; environmental civil litigation; environmental damages; land and forest fire.
EVOLUSI HAK PEKERJA DI ERA DIGITAL: PRAWACANA RIGHT TO DISCONNECT DI INDONESIA Sayid Muhammad Rifqi Noval
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jbmh.v6i2.637

Abstract

ABSTRAK Bagi seorang pekerja saat ini, waktu kerja tidak selalu berakhir ketika telah meninggalkan kantor. Pekerja dalam berbagai profesi kerap menerima komunikasi elektronik dari klien, kolega dan pimpinannya sepanjang waktu, termasuk pada akhir pekan maupun hari libur. Walaupun pekerja secara fisik telah meninggalkan kantor, namun tidak serta merta pekerja turut meninggalkan pekerjaannya. Pandemi Covid-19 turut kembali menguatnya keterhubungan pekerja dengan serangkaian instruksi pengusaha. Hal ini sesungguhnya telah mencederai hak dasar pekerja, bahkan merusak iklim ketenagakerjaan yang berorientasi pada keseimbangan kehidupan pribadi dan pekerjaan. Right to disconnect dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat diadopsi sebagai solusi dini. Tiga nilai utama Right to Disconnect adalah: (1) ) hak pekerja untuk tidak melakukan pekerjaan di luar jam kerja normal; (2) hak untuk tidak menanggung akibat negatif karena melakukannya dan (3) kewajiban pihak lain untuk menghormati right to disconnect. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang, kasus, analitis dan perbandingan. Ditemukan kesesuaian kebijakan Right to Disconnect yang diberlakukan oleh Perancis, khususnya mengenai serikat pekerja, peraturan perusahaan serta sanksi. Kata kunci: hak digital; jam kerja; right to disconnect. ABSTRACT For current employees, working time does not always end when they leave their office. Employees from various professions often receive electronic communications from clients, colleagues and bosses all the time, including on weekends and holidays. Even though the employee has physically left the office, it does not mean the employee leave their job. The Covid-19 pandemic has also strengthened the relationship between employees and a series of employer instructions. This actually has violated the basic rights of employees, and even damaged the workforce climate which is oriented towards the balance of personal life and work. Right to disconnect can be an alternative that can be adopted as an early solution. The three main values of Right to Disconnect are: (1) the right of workers not to work outside normal working hours; (2) the right not to endure negative consequences for doing it and (3) the obligation of other parties to respect the right to disconnect. The research method used was juridical normative with a statute approach, case approach, analytical approach, and comparative approach. It was found that the suitability of the Right to Disconnect policy imposed by France, particularly regarding labor unions, company regulations and sanctions. Keywords: digital right; right to disconnect; work hours
REFORMASI AGRARIA DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH Ahmad Fauzi
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jbmh.v6i2.678

Abstract

ABSTRACT Penelitian ini membahas bagaimana pembaruan agraria dipercayai sebagai proses perombakan agraria di daerah dan pembangunan kembali struktur sosial masyarakat, serta terjaminnya kepastian penguasaan atas tanah bagi rakyat sebagai sumberdaya kehidupan mereka, sistem kesejahteraan sosial dan jaminan sosial bagi rakyat di daerah. Metode penelitian yang digunakan yuridis normatif, hanya meneliti normanya saja sehingga hanya meneliti bahan kepustakaan. Penelitian ini menggunakan spefikasi penelitian yang bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang menggambarkan secara menyeluruh dan sistematis dari pokok masalah. Hasil yang diperoleh diharapkan memberikan gambaran yang sebenarnya dari permasalahan, maka daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Urusan pelayanan pertanahan secraa yuridis formal adalah merupakan urusan wajib yang diberikan oleh Undang-undang kepada pemerintahan daerah, untuk tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Keywords: agraria; otonomi daerah; reformasi. ABSTRACT This study discusses how agrarian reform is believed to be a process of overhauling land in the region and rebuilding the social structure of society, as well as ensuring certainty over land tenure for the people as their source of livelihood, social welfare system and social security for the people in the region. The research used is normative juridical, only researching the norms so that only researching library materials. In this study, the author uses research specifications that are descriptive analytical, namely research that describes thoroughly and systematically from the subject matter. From the results obtained, it is expected to provide a true picture of the problem. So the regions are expected to be able to increase competitiveness by taking into account the principles of democracy, equity, justice, privilege, and specificity as well as the potential and diversity of regions in the system of the Unitary State of the Republic of Indonesia. The affairs of land services are mandatory matters given by law to regional governments. To achieve legal certainty and protection as well as justice and prosperity for all Indonesian people, the government issued Presidential Regulation Number 86 of 2018 concerning Agrarian Reform. Keywords: agrarian; reform; regional autonomy.
TANGGUNG JAWAB DOKTER ATAS INSIDEN KESELAMATAN PASIEN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT SEBAGAI INSTITUSI KESEHATAN Veronica Komalawati; Erga Febrianti Triswandi
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jbmh.v6i2.687

Abstract

ABSTRAK Pelayanan kesehatan merupakan salah satu unsur upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Pelayanan kesehatan perseorangan baik dilakukan secara praktik mandiri atau terorganisir dalam sarana kesehatan seperti klinik dan rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional, yaitu dokter. Profesi dokter merupakan profesi luhur yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang kedokteran yang memiliki kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Seorang dokter dituntut untuk melaksanakan profesinya sesuai dengan standar ilmu serta kewenangan yang dimilikinya. Akan tetapi insiden keselamatan pasien tidak selalu semata-mata terjadi akibat kelalaian dokter. Insiden keselamatan pasien dapat terjadi akibat perkembangan pesat teknologi kesehatan yang selalu ditawarkan oleh rumah sakit. Rumah sakit tidak lagi semata-mata sebagai institusi kesehatan, tetapi juga sebagai institusi bisnis yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanannya dengan menerapkan manajemen bisnis guna mendapatkan keuntungan. Guna mewujudkan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada keselamatan pasien, maka rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien dan dokter hanya bertanggungjawab atas kesalahan yang mengakibatkan terjadinya insiden keselamatan pasien di rumah sakit. Kata kunci: keselamatan pasien; pelayanan kesehatan; tanggungjawab dokter. ABSTRACT Health services is one element of efforts that can be made to improve the health status of both individuals and groups or society as a whole. Individual health services, whether carried out in independent practice or organized in health facilities such as clinics and hospitals, can only be provided by health professionals, namely doctors. The medical profession is a noble profession that devotes itself to the health sector and has knowledge and skills in the medical field and has the authority to carry out health efforts. A doctor is required to carry out his profession in accordance with the standards of knowledge and the authority he has. However, in carrying out their duties in health care, safety incidents often occur in patients. However, patient safety incidents do not always occur solely due to the negligence of doctors. Patient safety incidents can occur due to the rapid development of health technology that is always offered by the hospital. Hospitals are no longer solely as health institutions, but also as business institutions that are influenced by scientific developments and technological advances to improve the quality and reach of their services by implementing business management for profit. In order to realize patient safety-oriented health services, the hospital is obliged to apply patient safety standards and doctors are only responsible for errors that result in patient safety incidents in the hospital. Keywords: patient safety; health care; doctor's responsibility.
PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP: SEBUAH “TRADE-OFF” PADA SISTEM WTO YANG MEMERLUKAN PENYELESAIAN Siti Muslimah; Emmy Latifah
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jbmh.v6i2.689

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana ketentuan WTO memberikan perlindungan terhadap lingkungan, dan bagaimana solusi atas multitafsir aturan-aturan WTO terkait dengan perlindungan lingkungan. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data menggunakan library research, sedangkan teknik analisis data menggunakan penafsiran hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa ketentuan WTO yang mengatur tentang perlindungan lingkungan, khususnya terkait dengan akses pasar. Aturan tersebut adalah: (1) standardisasi internasional, aturan teknis, dan standar teknis; (2) aturan pengecualian Pasal XX GATT 1994; dan (3) eco-label. Namun demikian, dalam implementasi, aturan ini ditafsirkan secara berbeda-beda oleh negara anggota WTO sehingga menyebabkan timbulnya sengketa. Bahkan, bagi negara miskin dan berkembang, aturan-aturan ini dianggap sebagai proteksi terselubung negara maju atas pasar dan produk nasional mereka. Sebagai penyelesaian atas masalah ini, maka diperlukan penafsiran yang bijaksana dari negara anggota WTO dengan berdasarkan pada kemampuan masing-masing negara. Bahkan Dispute Settlement Body (DSB) WTO juga harus memberikan penafsiran yang proporsional dan berkeadilan jika perbedaan penafsiran diantara negara anggota WTO ini kemudian menimbulkan sengketa dan masuk ke lembaga tersebut. Kata kunci: perdagangan internasional; perlindungan lingkungan; world trade organization. ABSTRACTThis research aims to examine on how the provisions of the WTO provide protection for the environment, and explores elucidations to multiple interpretations of WTO rules on environmental protection. This research constitutes a normative legal research. The data used are secondary data containing primary legal materials, secondary dan tertiary legal ones. The technique of conveying data uses library research, while the technique of data analysis uses legal interpretation. The results of the study denote that many WTO provisions provide environmental protection, specifically related to market access. Those rules are: (1) international standardization, technical rules, and technical standards; (2) General Exception of Article XX of GATT 1994; and (3) eco-labeling. However, in implementation, these rules were opposed differently by WTO member countries so that leading to disputes. Moreover, for least-developed and developing countries, these rules are considered as hidden protection of developed countries for their domestic markets and products. As a solution, a challenging interpretation of the WTO member countries is needed with the capabilities of each country. Even the Dispute Settlement Body (DSB) of WTO should also provide a proportional and fair interpretation if the multiple interpretation between the WTO member countries then cause a disputes.Keywords: environmental protection; international trade; world trade organization.
KONSEP ASURANSI PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA DAN PERBANDINGANNYA DENGAN NEGARA LAIN Yusuf Saepul Zamil; Supraba Sekarwati; Yani Pujiwati; Ida Nurlinda
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jbmh.v6i2.769

Abstract

ABSTRAKDalam sistem pendaftaran tanah positif yang perlu disiapkan oleh pemerintah adalah membentuk lembaga asuransi pendaftaran tanah. Lembaga asuransi pendaftaran tanah diperlukan untuk menjamin kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsep asuransi pendaftaran tanah dengan cara melakukan perbandingan dengan negara-negara lain yang sudah menerapkan asuransi pendaftaran tanah. Metode penelitian dilakukan secara yuridis normatif, dengan data sekunder sebagai data utama, dengan didukung data primer. Pemerintah dapat membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melakukan usaha dalam bidang asuransi pendaftaran tanah dengan bertugas membayar ganti rugi kepada masyarakat yang memenangkan gugatan dipengadilan atau kepada pemilik hak atas tanah yang dibatalkan kepemilkan hak atas tanahnya berdasarkan putusan pengadilan. Negara membayar premi kepada perusahaan asuransi terhadap setiap hak atas tanah yang sudah didaftarkan. Premi asuransi dibayarkan satu kali setelah terbit sertipikat hak atas tanah sepanjang tanah tersebut tidak dialihkan, sedangkan apabila dilakukan pengalihan hak atas tanah seperti melalui jual beli atau melalui pengalihan lainnya, maka setiap pengalihan hak tanah, pemerintah harus membayarkan kembali premi asuransi kepada perusahaan asuransi pendaftaran tanah. Kata kunci: asuransi; konsep; pendaftaran tanah. ABSTRACT In a positive land registration system that needs to be prepared by the government is to form a land registration insurance institution. Land registration insurance institutions are needed to ensure legal certainty of ownership of land rights. Therefore, this study aims to obtain the concept of land registration insurance by comparing it with other countries that have implemented land registration insurance. The research method was carried out in a normative juridical manner, with secondary data as the main data, supported by primary data. The government can form a State Owned Enterprise (BUMN) that conducts business in the field of land registration insurance with the task of paying compensation to the community who wins the lawsuit in court or to the owner of land rights whose ownership of land rights has been canceled based on a court decision. The state pays a premium to the insurance company for any registered land rights. The insurance premium is paid once after the issuance of the certificate of land rights as long as the land is not transferred, whereas if the transfer of land rights is carried out such as through buying and selling or through other transfers, then every transfer of land rights, the government must pay back the insurance premium to the land registration insurance company. Keywords: concept; insurance; land registration.

Page 1 of 1 | Total Record : 10


Filter by Year

2022 2022


Filter By Issues
All Issue Vol. 8 No. 1 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 8 Nomor 1 September 2023 Vol. 7 No. 2 (2023): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Number 2 Maret 2023 Vol. 7 No. 1 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 7 Nomor 1 September 2022 Vol. 6 No. 2 (2022): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 2 Maret 2022 Vol. 6 No. 1 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 6 Nomor 1 September 2021 Vol. 5 No. 2 (2021): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 2 Maret 2021 Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 5 Nomor 1 September 2020 Vol 4, No 2 (2020): VOL 4, NO 2 (2020): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol. 4 No. 2 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 2 Maret 2020 Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 1 September 2019 Vol. 3 No. 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 2 Maret 2019 Vol 4, No 1 (2019): JURNAL BINA MULIA HUKUM Vol 3, No 2 (2019): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 3 Nomor 1 September 2018 Vol. 2 No. 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 2 Maret 2018 Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017 Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 2 Maret 2017 Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 1 Nomor 1 September 2016 Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Bina Mulia Hukum More Issue