cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
Aqlam: Journal of Islam and Plurality
ISSN : 25280333     EISSN : 25280341     DOI : -
Core Subject : Social,
AQLAM: Journal of Islam and Plurality (P-ISSN 2528-0333; E-ISSN: 2528-0341) is a journal published by the Ushuluddin, Adab and Dakwah Faculty, State Islamic Institute of Manado, Indonesia. AQLAM published twice a year and focused on the Islamic studies especially the basic sciences of Islam, including the study of the Qur’an, Hadith, Islamic Philosophy, Islamic History and Culture, Theology, Mysticism, and Local Wisdom in Indonesia. It is intended to communicate original research and current issues on the subject. This journal warmly welcomes contributions from scholars of related disciplines. Every article submitted and will be published by AQLAM will review by two peer review through a double-blind review process | Address: Jl. Dr. S.H. Sarundajang Kompleks Ring Road I, Kota Manado, Sulawesi Utara, 95128 | E-Mail; aqlam@iain-manado.ac.id | Phone: +62431860616 | AQLAM has become a CrossRef Member since the year 2018. Therefore, all articles published by AQLAM will have unique DOI number.
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 1 (2020)" : 12 Documents clear
ABDURRAHMAN WAHID’S CONTRIBUTION FOR INTER-RELIGIOUS DIALOGUE IN INDONESIA Achmad Munjid
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (548.701 KB) | DOI: 10.30984/ajip.v5i1.1134

Abstract

Abstract: By understanding the historical development of inter-religious dialogue in Indonesia and its global setting since 1970s from rhetoric strategy to meaningful encounter, this paper seeks to situate important contribution of Abdurrahman Wahid’s legacy besides those of other key figures in the field. The paper will critically analyze how and why Abdurrahman’s ideas and works in inter-religious dialogue are intertwined with his family and personal biography, socio-political context of the New Order and after and his traditionalist Muslim background. In particular, Abdurrahman’s reinterpretation of Islamic texts, doctrine and tradition will be discussed in the light of his vision for Indonesian democracy. His notion of religious pluralism, tolerance, peaceful co-existence, mutual understanding, and indigenization of Islam will be explained as intellectual and political enterprises by which he navigates and challenges all forms of injustices especially created by the New Order’s politics of fear, exploitation of anti-Communist sentiment, ethnicity, religion, race and inter-social groups (SARA) and developmentalist ideology under Suharto’s presidency. His engagement in inter-religious dialogue will be read against the developing context of the New Order’s post-1965 politics of religion to the 1990s re-Islamization, the persistent growth of Islamic sectarianism, exclusivism, and identity politics that eventually results in interreligious tension and mutual suspicion, especially between Muslims and Christians. The paper seeks to understand how and why Abdurrahman Wahid as a prominent leader of Muslims as majority group explores inter-religious dialogue as a means by which religious communities are supposed to contribute and work together in overcoming common problems faced by the society. His commitment for and advocacy of the local culture, tradition, minority rights, and Islamic inclusivism will be understood as his struggle as statesman, religious leader, public intellectual and social activist for the creation of equality and justice for all citizens and human dignity in accordance with Islamic teaching and principles of democracy.Keywords: Inter-religious Dialogue, Religious Pluralism, Indigenization of Islam, Islamic Sectarianism, Identity Politics, Democracy. Abstrak: Dengan memahami perkembangan historis dialog antar-agama di Indonesia serta latar globalnya sejak 1970-an dari strategi retoris menjadi perjumpaan yang bermakna, paper ini akan menempatkan sumbangan warisan Abdurrahman Wahid bersama para tokoh kunci lainnya dalam bidang ini. Secara kritis paper ini akan menganalisis bagaimana dan kenapa gagasan serta karya Abdurrahman Wahid dalam dialog agama terjalin erat dengan biografi pribadi dan keluarganya, konteks sosial-politik Orde Baru dan sesudahnya serta latar belakang Islam tradisional yang menjadi basisnya. Secara khusus, penafsiran ulang Abdurrahman Wahid terhadap teks, doktrin, dan tradisi akan didiskusikan dalam kaitannya dengan visinya tentang demokrasi Indonesia. Pengertiannya tentang pluralism agama, toleransi, hidup berdampingan secara damai, saling memahami, dan pribumisasi Islam akan dijelaskan sebagai ihtiar intelektual dan politisnya yang dengan itu ia melakukan navigasi dan menggugat segala macam bentuk ketidakadilan khususnya yang muncul sebagai akibat dari politik ketakutan Orde Baru, eksploitas terhadap sentiment anti-Komunis, SARA dan ideologi pembangunan selama masa Suharto. Keterlibatannya dalam dialog antar-agama akan dibaca dalam kaitannya dengan perkembangan konteks politik agama pasca-1965 yang dilakukan Orde Baru hingga re-Islamisasi 1990an dan kian mengerasnya Islamisme, ekslusivisme serta politik identitas yang akhirnya mengakibatkan ketegangan hubungan antar-agama dan saling curiga, khususnya antara Muslim dan Kristen. Paper ini berusaha untuk memahami bagaimana dan mengapa Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin terkemuka Islam sebagai kelompok mayoritas mengeksplorasi dialog antar-agama sebagai sarana bagi komunitas agama untuk berkontribusi dan bekerjasama satu sama lain dalam mengatasi problem bersama yang dihadapi masyarakat.  Komitmen serta pembelaannya terhadap budaya lokal, tradisi, hak-hak minoritas dan inklusivisme Islam akan dipahami sebagai bagian dari perjuangannya sebagai seorang negarawan, pemimpin agama dan intelektual publik serta aktivis sosial dalam upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan bagi setiap warga negara serta martabat bagi semua manusia sesuai dengan ajaran Islam dan prinsip-prinsip demokrasi.Kata kunci: Dialog Antar-agama, Pluralism Agama, Pribumisasi Islam, Sektarianisme Islam, Politik Identitas, Demokrasi.
الأغراض البلاغية في التشبيهات النبوية من الأحاديث الصحيحة Fatkhul Ulum
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (418.374 KB) | DOI: 10.30984/ajip.v5i1.1138

Abstract

 مستخلص البحث :ويهدف هذا البحث إلى كشف أغراض التشبيه التي تتضمن في أحاديث النبي ﷺ الصحيحة، مع إظهار فصاحة لسانه، وروعة تعبيره، والكشف عن أسراره. والأحاديث التي هي موضوع البحث مأخوذة من كتاب اللؤلؤ والمرجان فيما اتفق عليه الشيخان. وهذا البحث يعتبر البحث المكتبي الذي  يعتمد على المنهج الوصفي التحليلي.ومن نتائج هذا البحث أن التشبيه في الأحاديث النبوية  تحتوي على معظم أغراض التشبيه في علم البلاغة؛ وهي بيان إمكان وجود المشبه، وبيان حاله، وتقرير حاله، وبيان مقداره، وتحسين المشبه وتقبيحه. الكلمات المفتاحية: التشبيه، الحديث, البلاغةAbstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap maksud dan tujuan dari gaya bahasa al-Tasybih (agrad al-Tasybih) yang terkandung didalam hadis-hadis nabi ﷺ yang sahih, serta menonjolkan keindahan bahasa, kefasihannya dan untuk mengetahui  rahasia yang terkandung didalam setiap ungkapannya. Hadis-hadis yang menjadi Obyek didalam penelitian ini diambil dari kitab al-Lukluk wa al-Marjan fima ittafaqa ‘alaihi al-Syaikhan.Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (dirasah maktabiyah) dengan pendekatan deskriptif analitis  (al-Manhaj al-Washfi al-Tahlili).Hasil dari penelitian ini, bahwa gaya bahasa al-Tasybih didalam hadis-hadis nabi ﷺ  mencakup sebagian besar tujuan- tujuan al-Tasybih di dalam ilmu al-Balagah;  yaitu pernyataan tentang kemungkinan keberadaan musyabbah, pernyataan tentang keadaan musyabbah, penegasan akan keadaan musyabbah, pernyataan akan jumlahnya, dan pernyataan untuk memperindah musyabbah atau memburukkannya. Kata Kunci: Tasybih, Hadis, Balagah
IDEOLOGI KOMUNIS DALAM PERSPEKTIF AL -QUR’AN (ANALISIS PENAFSIRAN AYAT-AYAT BERNUANSA KOMUNIS) Qois Azizah Bin Has; Nugraha Andri Afriza; Anton Widodo
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (685.055 KB) | DOI: 10.30984/ajip.v5i1.1141

Abstract

Abstract: The rise of the issues in circulation regarding the rise of communist ideology lately was sufficient to ignite the ideology of war in the society. The Qur'an as the main doctrines and references of Muslims in all aspects of the complex life, of course have the thematic verses to be used as a foundation describing the related things about sosisal life, politics and power. One of them is about this communist ideology. It is as if the communist ideology existed in the Qur'an. And make interconnectivity between human ideology with instructions Qur'anic must be done by Muslims. This idea arises from the phenomena that occur in the community and then interpreted for easy understanding of society. Hermenutika-Phenomenology is used to study the verses of the Communist Quran. Unfortunately, the communist-held ideology was propagated and imposed on the multitude using methods deemed inhuman; Violent slaughter, murder, abduction and others. This is what makes the ideology claimed by Marx as a revolutionary ideology, thus becoming a cursed ideology. The fatal mistake in Communist ideology is its application by the people in it. As Islam as a religion that Rahmatan Li al-'lamin becomes corrupted due to his false interpretation. In general, this communist ideology is contrary to the Qur'an.Keywords: Hermeneutics, Phenomenology, Communist Ideology. Abstrak: Maraknya isu-isu yang beredar perihal kebangkitan ideologi komunis akhir-akhir ini cukup untuk menyulut perang ideologi di lapisan masyarakat. Al-Qur’an sebagai doktrin dan rujukan utama umat Islam dalam segala aspek kehidupan yang kompleks, tentu memiliki ayat-ayat tematik guna dijadikan landasan yang menerangkan tentang hal-hal yang berkaitan tentang kehidupan sosisal, politik dan kekuasaaan.salah satunya tentang ideology komunis ini. Seolah-olah ideologi komunis ada dalam Al-Qur’an. Dan menjadikan interkoneksitas antara ideologi manusiawi dengan petunjuk Qur’ani harus di lakukan oleh umat Islam. Ide ini muncul dari fenomena-fenomena yang terjadi dimasyarakat kemudian ditafsirkan agar mudah dipahami masyarakat. Hermenutika-fenomenologi digunakan untuk mengkaji ayat Al-Qur’an bernuansa komunis ini. Sayangnya, Ideologi yang diusung komunis disebarkan dan dipaksakan kepada khalayak ramai menggunakan metode yang dianggap tak manusiawi; kekerasan pembantaian, pembunuhan, penculikan dan lain-lain. Penghalalan segala cara tersebutlah yang membuat ideologi yang diklaim oleh Marx sebagai ideologi revolusioner, justru menjadi ideologi terkutuk. Kesalahan fatal dalam ideologi komunis adalah penerapannya oleh orang-orang yang ada di dalamnya. Sebagaimana Islam sebagai sebuah agama yang Rahmatan li al-‘lamin menjadi rusak karena interpretasi penganutnya yang salah. Secara umum ideologi komunis ini bertentangan dengan al-Qur’an.Kata Kunci: Hermeneutika, Fenomenologi, Ideologi Komunis.
AKOMODASI KULTURAL DALAM RESOLUSI KONFLIK BERNUANSA AGAMA DI INDONESIA Zaenuddin Hudi Prasojo; Mustaqim Pabbajah
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (823.113 KB) | DOI: 10.30984/ajip.v5i1.1131

Abstract

Abstract: Ethnic and religious diversity in Indonesia have become not only a wealth but in the same time also a threat to the country. They have also become the sources of cultural diversity as cultural assets that need attention. In fact, these cultural assets have potentials in the emergence of social and religious conflicts. This article suggests important findings carrying three main issues in looking at conflicts in the name of religion. With qualitative data analysis, the three main issues are collaborated. First, the conflict that took place in Indonesia tends to occur in three forms including; communal conflicts, sectarian conflicts and political installation conflicts. Second, conflict in the name of religion is triggered by several factors including lacking of understanding of the cultural, ethnic and religious diversities in Indonesia. Third, cultural accommodation by looking at the potential of local wisdom has been evidence to offer useful, needed alternatives in solving conflicts that occur in the community. This work recommends that it is necessary to deepen and disseminate all parties in empowering the potential of local culture in Indonesia. Keyword: Accomodation, Culture, Religion, Conflict Resolution Abstrak: Keragaman etnis dan agama di Indonesia merupakan kekayaan sekaligus sebagai ancaman bagi negara ini. Keragaman etnis dan agama menghasilkan keragaman budaya yang merupakan aset kultural serta perlu mendapatkan perhatian. Aset kultural tersebut berpotensi besar dalam kemunculan konflik sosial maupun agama. Artikel ini menawarkan temuan penting mengenai tiga isu utama dalam melihat konflik atas nama agama. Dengan analisis data kualitatif, ketiga isu utama tersebut dielaborasi. Pertama, konflik yang berlangsung di Indonesia cenderung diperlihatkan dalam tiga bentuk antara lain: konflik komunal, konflik sektarian, dan konflik eskalasi politik. Kedua, faktor konflik agama dipicu beberapa faktor yang meliputi masih minimnya pemahaman realitas keragaman suku, etnis, dan agama di Indonesia. Ketiga, akomodasi kultural dengan melihat potensi kearifan lokal telah mampu dijadikan sebagai perangkat penyelesaian permasalahan konflik yang terjadi di tengah masyarakat. Rekomendasi artikel ini adalah diperlukan pendalaman dan sosialisasi semua pihak dalam memberdayakan potensi budaya lokal di Indonesia. Keyword: Akomodasi, Kultural, Agama, dan Resolusi Konflik
BUSANA MUSLIMAH DAN DINAMIKANYA DI INDONESIA Hanung Sito Rohmawati
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (707.5 KB) | DOI: 10.30984/ajip.v5i1.1151

Abstract

Abstract: Muslimah fashion has become a tren and debate in Muslim society. Amid its growing popularity, some Muslims consider jilbab is the Muslimah fashion in accordance with Islamic sharia. Some other Muslims consider jilbab is only  an Arab tradition and a cultural issue so that this group considers women not required to wear jilbab. The author focuses on the concept of Muslim fashion, the history of Muslimah dress, the pros and cons of Muslimah fashion and the phenomenon of Muslimah fashion in Indonesia. This research shows that Muslimah fashion in it varieties is a symbol of religiosity for its users. The use of Muslimah clothing is interpreted as one of the observances of Muslim women in practicing their religion, covering their “aurat.” Key Words: Muslimah Clothes, Headscarves, Prohibitions and Coercion in Muslimah ClothingAbstrak: Tren berbusana muslimah merupakan salah satu fenomena dalam masyarakat Muslim. Sebagian muslim menganggap berbusana muslimah harus sesuai syari’at Islam. Sebagian muslim yang lain menganggap persoalan busana muslimah hanyalah tradisi Arab dan merupakan persoalan budaya sehingga kelompok ini menggap wanita tidak wajib mengenakan busana muslimah. Atas dasar inilah penulis tertarik untuk meneliti tentang konsep busana muslimah, sejarah busana muslimah, pro-kontra busana muslimah dan Fenomena busana muslimah di Indonesia. Penelitian ini menunjukan bahwa busana muslimah merupakan simbol religiusitas bagi penggunanya. Penggunaan busana muslimah dimaknai sebagai salah satu ketaatan muslimah dalam menjalankan agamanya, menutup aurat. Kata Kunci: Busana Muslimah, jilbab, larangan dan paksaan berbusana muslimah
REINTERPRETASI DAKWAH ISLAM UNTUK MENGATASI PROBLEM-PROBLEM KEMANUSIAAN Zaenal Muttaqin
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (597.532 KB) | DOI: 10.30984/ajip.v5i1.1132

Abstract

Abstract: Most muslims still understand da’wa in its literal meaning, namely spreading Islam and adding to the quantity of Muslims. In a more current plural environment, this understanding sometimes creates tensions and even conflicts with other religious believers. In addition to abiding to its principles which includes wisdom, good examples and better argument, Muslims also should reinterpret da’wa in a way it constitutes a common call for universal good. By doing so, the da’wa is more about spreading the values of Islam and implementing them in the broader context. This paper elaborated the reinterpretation of Islamic da’wa and its contextualization to help overcoming common humanity problems, such as poverty, gender inequality, climate change, among others.Keywords: Islamic da’wa, Reinterpretation, Contextualization Abstrak: Sebagian besar umat Islam masih memahami dakwah secara literal, yaitu usaha untuk menyebarkan Islam dan menambah jumlah populasi umat Islam. Dalam lingkungan yang semakin plural sekarang ini, pemahaman tersebut kadang-kadang menimbulkan ketegangan dan bahkan konflik dengan penganut agama lain. Selain berpegang pada prinsip-prinsip dakwah yaitu dilakukan secara bijaksana, mengedepankan contoh yang baik dan melakukan perdebatan yang argumentative, umat Islam perlu menafsirkan ulang dakwah sebagai upaya untuk menyeru kepada kebajikan universal. Dengan upaya reinterpretasi tersebut, dakwah dimaksudkan sebagai upaya untuk menyebarkan nilai-nilai keislaman dan menerapkannya dalam konteks yang lebih luar. Artikel ini mengelaborasi upaya reinterpretasi dakwah Islam dan kontekstualisasinya dalam rangka membantu menyelesaikan persoalan-persoalan kemanusiaan, seperti kemiskinan, kesenjangan gender, perubahan iklim, dan lain-lain. Kata kunci: Dakwah Islam, Reinterpretasi, Kontekstualisasi 
AKOMODASI KULTURAL DALAM RESOLUSI KONFLIK BERNUANSA AGAMA DI INDONESIA Zaenuddin Hudi Prasojo; Mustaqim Pabbajah
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30984/ajip.v5i1.1131

Abstract

Abstract: Ethnic and religious diversity in Indonesia have become not only a wealth but in the same time also a threat to the country. They have also become the sources of cultural diversity as cultural assets that need attention. In fact, these cultural assets have potentials in the emergence of social and religious conflicts. This article suggests important findings carrying three main issues in looking at conflicts in the name of religion. With qualitative data analysis, the three main issues are collaborated. First, the conflict that took place in Indonesia tends to occur in three forms including; communal conflicts, sectarian conflicts and political installation conflicts. Second, conflict in the name of religion is triggered by several factors including lacking of understanding of the cultural, ethnic and religious diversities in Indonesia. Third, cultural accommodation by looking at the potential of local wisdom has been evidence to offer useful, needed alternatives in solving conflicts that occur in the community. This work recommends that it is necessary to deepen and disseminate all parties in empowering the potential of local culture in Indonesia. Keyword: Accomodation, Culture, Religion, Conflict Resolution Abstrak: Keragaman etnis dan agama di Indonesia merupakan kekayaan sekaligus sebagai ancaman bagi negara ini. Keragaman etnis dan agama menghasilkan keragaman budaya yang merupakan aset kultural serta perlu mendapatkan perhatian. Aset kultural tersebut berpotensi besar dalam kemunculan konflik sosial maupun agama. Artikel ini menawarkan temuan penting mengenai tiga isu utama dalam melihat konflik atas nama agama. Dengan analisis data kualitatif, ketiga isu utama tersebut dielaborasi. Pertama, konflik yang berlangsung di Indonesia cenderung diperlihatkan dalam tiga bentuk antara lain: konflik komunal, konflik sektarian, dan konflik eskalasi politik. Kedua, faktor konflik agama dipicu beberapa faktor yang meliputi masih minimnya pemahaman realitas keragaman suku, etnis, dan agama di Indonesia. Ketiga, akomodasi kultural dengan melihat potensi kearifan lokal telah mampu dijadikan sebagai perangkat penyelesaian permasalahan konflik yang terjadi di tengah masyarakat. Rekomendasi artikel ini adalah diperlukan pendalaman dan sosialisasi semua pihak dalam memberdayakan potensi budaya lokal di Indonesia. Keyword: Akomodasi, Kultural, Agama, dan Resolusi Konflik
BUSANA MUSLIMAH DAN DINAMIKANYA DI INDONESIA Hanung Sito Rohmawati
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30984/ajip.v5i1.1151

Abstract

Abstract: Muslimah fashion has become a tren and debate in Muslim society. Amid its growing popularity, some Muslims consider jilbab is the Muslimah fashion in accordance with Islamic sharia. Some other Muslims consider jilbab is only  an Arab tradition and a cultural issue so that this group considers women not required to wear jilbab. The author focuses on the concept of Muslim fashion, the history of Muslimah dress, the pros and cons of Muslimah fashion and the phenomenon of Muslimah fashion in Indonesia. This research shows that Muslimah fashion in it varieties is a symbol of religiosity for its users. The use of Muslimah clothing is interpreted as one of the observances of Muslim women in practicing their religion, covering their “aurat.” Key Words: Muslimah Clothes, Headscarves, Prohibitions and Coercion in Muslimah ClothingAbstrak: Tren berbusana muslimah merupakan salah satu fenomena dalam masyarakat Muslim. Sebagian muslim menganggap berbusana muslimah harus sesuai syari’at Islam. Sebagian muslim yang lain menganggap persoalan busana muslimah hanyalah tradisi Arab dan merupakan persoalan budaya sehingga kelompok ini menggap wanita tidak wajib mengenakan busana muslimah. Atas dasar inilah penulis tertarik untuk meneliti tentang konsep busana muslimah, sejarah busana muslimah, pro-kontra busana muslimah dan Fenomena busana muslimah di Indonesia. Penelitian ini menunjukan bahwa busana muslimah merupakan simbol religiusitas bagi penggunanya. Penggunaan busana muslimah dimaknai sebagai salah satu ketaatan muslimah dalam menjalankan agamanya, menutup aurat. Kata Kunci: Busana Muslimah, jilbab, larangan dan paksaan berbusana muslimah
REINTERPRETASI DAKWAH ISLAM UNTUK MENGATASI PROBLEM-PROBLEM KEMANUSIAAN Zaenal Muttaqin
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30984/ajip.v5i1.1132

Abstract

Abstract: Most muslims still understand da’wa in its literal meaning, namely spreading Islam and adding to the quantity of Muslims. In a more current plural environment, this understanding sometimes creates tensions and even conflicts with other religious believers. In addition to abiding to its principles which includes wisdom, good examples and better argument, Muslims also should reinterpret da’wa in a way it constitutes a common call for universal good. By doing so, the da’wa is more about spreading the values of Islam and implementing them in the broader context. This paper elaborated the reinterpretation of Islamic da’wa and its contextualization to help overcoming common humanity problems, such as poverty, gender inequality, climate change, among others.Keywords: Islamic da’wa, Reinterpretation, Contextualization Abstrak: Sebagian besar umat Islam masih memahami dakwah secara literal, yaitu usaha untuk menyebarkan Islam dan menambah jumlah populasi umat Islam. Dalam lingkungan yang semakin plural sekarang ini, pemahaman tersebut kadang-kadang menimbulkan ketegangan dan bahkan konflik dengan penganut agama lain. Selain berpegang pada prinsip-prinsip dakwah yaitu dilakukan secara bijaksana, mengedepankan contoh yang baik dan melakukan perdebatan yang argumentative, umat Islam perlu menafsirkan ulang dakwah sebagai upaya untuk menyeru kepada kebajikan universal. Dengan upaya reinterpretasi tersebut, dakwah dimaksudkan sebagai upaya untuk menyebarkan nilai-nilai keislaman dan menerapkannya dalam konteks yang lebih luar. Artikel ini mengelaborasi upaya reinterpretasi dakwah Islam dan kontekstualisasinya dalam rangka membantu menyelesaikan persoalan-persoalan kemanusiaan, seperti kemiskinan, kesenjangan gender, perubahan iklim, dan lain-lain. Kata kunci: Dakwah Islam, Reinterpretasi, Kontekstualisasi 
ABDURRAHMAN WAHID’S CONTRIBUTION FOR INTER-RELIGIOUS DIALOGUE IN INDONESIA Achmad Munjid
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30984/ajip.v5i1.1134

Abstract

Abstract: By understanding the historical development of inter-religious dialogue in Indonesia and its global setting since 1970s from rhetoric strategy to meaningful encounter, this paper seeks to situate important contribution of Abdurrahman Wahid’s legacy besides those of other key figures in the field. The paper will critically analyze how and why Abdurrahman’s ideas and works in inter-religious dialogue are intertwined with his family and personal biography, socio-political context of the New Order and after and his traditionalist Muslim background. In particular, Abdurrahman’s reinterpretation of Islamic texts, doctrine and tradition will be discussed in the light of his vision for Indonesian democracy. His notion of religious pluralism, tolerance, peaceful co-existence, mutual understanding, and indigenization of Islam will be explained as intellectual and political enterprises by which he navigates and challenges all forms of injustices especially created by the New Order’s politics of fear, exploitation of anti-Communist sentiment, ethnicity, religion, race and inter-social groups (SARA) and developmentalist ideology under Suharto’s presidency. His engagement in inter-religious dialogue will be read against the developing context of the New Order’s post-1965 politics of religion to the 1990s re-Islamization, the persistent growth of Islamic sectarianism, exclusivism, and identity politics that eventually results in interreligious tension and mutual suspicion, especially between Muslims and Christians. The paper seeks to understand how and why Abdurrahman Wahid as a prominent leader of Muslims as majority group explores inter-religious dialogue as a means by which religious communities are supposed to contribute and work together in overcoming common problems faced by the society. His commitment for and advocacy of the local culture, tradition, minority rights, and Islamic inclusivism will be understood as his struggle as statesman, religious leader, public intellectual and social activist for the creation of equality and justice for all citizens and human dignity in accordance with Islamic teaching and principles of democracy.Keywords: Inter-religious Dialogue, Religious Pluralism, Indigenization of Islam, Islamic Sectarianism, Identity Politics, Democracy. Abstrak: Dengan memahami perkembangan historis dialog antar-agama di Indonesia serta latar globalnya sejak 1970-an dari strategi retoris menjadi perjumpaan yang bermakna, paper ini akan menempatkan sumbangan warisan Abdurrahman Wahid bersama para tokoh kunci lainnya dalam bidang ini. Secara kritis paper ini akan menganalisis bagaimana dan kenapa gagasan serta karya Abdurrahman Wahid dalam dialog agama terjalin erat dengan biografi pribadi dan keluarganya, konteks sosial-politik Orde Baru dan sesudahnya serta latar belakang Islam tradisional yang menjadi basisnya. Secara khusus, penafsiran ulang Abdurrahman Wahid terhadap teks, doktrin, dan tradisi akan didiskusikan dalam kaitannya dengan visinya tentang demokrasi Indonesia. Pengertiannya tentang pluralism agama, toleransi, hidup berdampingan secara damai, saling memahami, dan pribumisasi Islam akan dijelaskan sebagai ihtiar intelektual dan politisnya yang dengan itu ia melakukan navigasi dan menggugat segala macam bentuk ketidakadilan khususnya yang muncul sebagai akibat dari politik ketakutan Orde Baru, eksploitas terhadap sentiment anti-Komunis, SARA dan ideologi pembangunan selama masa Suharto. Keterlibatannya dalam dialog antar-agama akan dibaca dalam kaitannya dengan perkembangan konteks politik agama pasca-1965 yang dilakukan Orde Baru hingga re-Islamisasi 1990an dan kian mengerasnya Islamisme, ekslusivisme serta politik identitas yang akhirnya mengakibatkan ketegangan hubungan antar-agama dan saling curiga, khususnya antara Muslim dan Kristen. Paper ini berusaha untuk memahami bagaimana dan mengapa Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin terkemuka Islam sebagai kelompok mayoritas mengeksplorasi dialog antar-agama sebagai sarana bagi komunitas agama untuk berkontribusi dan bekerjasama satu sama lain dalam mengatasi problem bersama yang dihadapi masyarakat.  Komitmen serta pembelaannya terhadap budaya lokal, tradisi, hak-hak minoritas dan inklusivisme Islam akan dipahami sebagai bagian dari perjuangannya sebagai seorang negarawan, pemimpin agama dan intelektual publik serta aktivis sosial dalam upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan bagi setiap warga negara serta martabat bagi semua manusia sesuai dengan ajaran Islam dan prinsip-prinsip demokrasi.Kata kunci: Dialog Antar-agama, Pluralism Agama, Pribumisasi Islam, Sektarianisme Islam, Politik Identitas, Demokrasi.

Page 1 of 2 | Total Record : 12