cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan
ISSN : 19799187     EISSN : 25282751     DOI : -
Core Subject : Economy,
First published in 2007, Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan (BILP) is a scientific journal published by the Trade Analysis dan Development Agency (Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan - BPPP), Ministry of Trade, Republic of Indonesia. This bulletin is expected to be a media of dissemination and analysis of research results to be used as references for academics, practitioners, policy-makers, and the general public. In collaboration with professional associations, The Indonesian Society of Agricultural Economics (Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia - PERHEPI), BILP publishes research reports and analysis of trade sector and/or sector-related trade which have not been published in any other journals/scholarly publications, either in Bahasa Indonesia or English. Publishing twice a year in July and December, this Bulletin is directly disseminated to stakeholders both in print and online.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 11 No 2 (2017)" : 7 Documents clear
THE LEVEL OF COMPARATIVE ADVANTAGES OF WORLD MAIN COFFEE PRODUCERS Nia Rosiana; Rita Nurmalina; Ratna Winandi; Amzul Rifin
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan Vol 11 No 2 (2017)
Publisher : Trade Analysis and Development Agency, Ministry of Trade of Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (816.007 KB) | DOI: 10.30908/bilp.v11i2.274

Abstract

Tingkat pertumbuhan produksi kopi dunia cenderung menurun dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan konsumsi kopi dunia. Hal ini disebabkan oleh menurunnya produksi kopi di negara-negara penghasil utama. Hal ini berdampak pada jumlah kopi yang diekspor untuk pemenuhan kebutuhan kopi dunia. Penelitian ini menganalisis tingkat persaingan antar negara produsen utama dalam lima periode waktu dengan menggunakan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Dynamic Revealed Comparative Advantage (DRCA). Hasil menunjukkan bahwa pada periode 2001-2003, rata-rata pertumbuhan daya saing antar negara paling tinggi dibanding periode lainnya. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan ekspor yang cukup signifikan dari negara Honduras yang berdampak pada nilai RCA. Dalam periode 2012-2015, Colombia merupakan negara yang memiliki tingkat pertumbuhan daya saing paling tinggi karena peningkatan jumlah ekspor yang cukup signifikan. Perubahan daya saing dapat mempengaruhi perubahan posisi pasar ekspor suatu negara. Dalam periode 2012-2015, terdapat penurunan pangsa pasar yang terjadi di Vietnam, Ethiopia, India, Honduras, Guatemala dan Peru sedangkan peningkatan pangsa pasar terjadi di Brazil, Colombia, Indonesia, dan Uganda. Posisi Indonesia di pasar kopi dunia tahun 2015 yaitu failing stars dimana pangsa kopi Indonesia lebih tinggi dari pangsa kopi dunia. Peningkatan daya saing akan meningkatkan pangsa pasar suatu negara yang didukung oleh peningkatan teknologi, kualitas dan produktivitas kopi. The rate of world coffee production growth tends to decrease compared to the growth rate of world coffee consumption. This is due to the decline of coffee production in some major producing countries. This has an impact on the quantity of exported coffee to meet the demand of world's coffee. This paper analyzed the level of competition among major producing countries in five periods of time using the analysis of RCA and DRCA. The results showed that during the period 2001-2003,the average growth of competitiveness among countries was found to be the highest compared to other periods. This was due to a significant increase in export from Honduras which affected the value of RCA. During the period 2012-2015, Colombia became a country that achieved the highest growth rate of competitiveness due to the significant increase in the number of export. Change in competitiveness can affect the export market position of a country. During the period 2012-2015, the decline in market shared occurred in Vietnam, Ethiopia, India, Honduras, Guatemala, and Peru, while the increasing market share occurred in Brazil, Colombia, Indonesia, and Uganda. Indonesia’s position in the world coffee in 2015 was at failing stars in which the coffee share in that country was higher than in the world market. Increased competitiveness will enhance the market share of a country that is supported by improvement of the technology, quality and productivity of coffee.
DETERMINING PRIORITY PRODUCTS OF SMALL MEDIUM ENTERPRISES FOR EXPORT THROUGH TRADING HOUSES Fitria Faradila; Hasni Hasni
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan Vol 11 No 2 (2017)
Publisher : Trade Analysis and Development Agency, Ministry of Trade of Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (645.941 KB) | DOI: 10.30908/bilp.v11i2.261

Abstract

Upaya mempercepat laju ekspor Indonesia melalui peningkatan ekspor dari sektor usaha kecil dan menegah (UKM) merupakan pendekatan yang strategis. UKM telah terbukti sebagai sektor yang mampu bertahan dalam situasi krisis ekonomi domestik dan global. Namun demikian, UKM menghadapi beberapa kendala dalam menembus pasar internasional. Trading House dapat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi kendala tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun kriteria prioritas produk potensial ekspor dan sekaligus menentukan produk prioritas ekspor UKM yang akan dimasukkan dalam Trading House. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari BPS dan data primer yang berasal dari FGD. Metode yang digunakan adalah metode Analytical Network Process (ANP). Metode ANP diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih bagus mengingat kemampuannya dalam memperhitungkan interaksi dua arah antar elemen dan kluster dalam kerangka penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa kriteria prioritas untuk menentukan produk Trading House adalah pangsa ekspor, impor dunia dan ketersediaan bahan baku lokal. Produk prioritas Trading House adalah perhiasan dan aksesoris, furnitur, makanan olahan, produk tekstil dan garmen, minyak atsiri (produk spa aromaterapi). Pemerintah perlu segera membangun Trading House yang komprehensif dan mensosialisasikan fungsinya kepada pelaku usaha terutama UKM. One of the efforts to accelerate Indonesian exports can be done through increasing small and medium enterprises (SMEs) which is a strategic approach. SMEs are able to survive in the domestic and global economic crisis even though they experienced some obstacles in getting an access to international market. Trading House could be a solution in overcoming the SMEs difficulties. This study aims to establish priority criteria of potential export products as well as priority of export products of SMEs through Trading House. This study utilized both secondary data coming from BPS and primary data from Focus Group Discussion (FGD), and used Analytical Network Process (ANP) method. The ANP is aimed to give the best solution of the problem since it considers two way interactions between elements or clusters (feedback). The results show that the priority criteria for determining Trading House products include the share of exports, world imports and the availability of local raw materials. Trading House priority products are jewelry and accessories, furniture, processed foods, textile and garment products, essential oils (aromatherapy spa products).The government must immediately build a comprehensive Trading House and socialize its functions to business players, especially SMEs.
PERANAN NEGARA PERANTARA EKSPOR BAGI INDONESIA Azis Muslim
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan Vol 11 No 2 (2017)
Publisher : Trade Analysis and Development Agency, Ministry of Trade of Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (891.225 KB) | DOI: 10.30908/bilp.v11i2.224

Abstract

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekspor tidak langsung berperan dalam meningkatkan perdagangan. Terlepas dari fakta tersebut, beberapa pemangku kebijakan berpendapat bahwa proses ekspor tidak langsung perlu didorong menjadi ekspor langsung untuk meningkatkan ekspor Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peranan negara perantara ekspor bagi Indonesia dengan cara mengidentifikasi negara yang menjadi perantara dan produknya; serta mengetahui alasan pelaku bisnis melakukan ekspor tidak langsung. Penelitian ini menggunakan metode estimasi untuk mengidentifikasi ekspor tidak langsung Indonesia dengan mitra dagang dari tahun 2009 hingga 2013 dengan menggunakan data UN-Comtrade. Hasil kajian menunjukkan bahwa Malaysia, Thailand, dan Vietnam merupakan negara perantara ekspor Indonesia disamping negara perantara perdagangan internasional konvensional (Singapura, Hong Kong, Belanda, dan Jerman). Ekspor tidak langsung adalah optional bagi pelaku ekspor.Negara perantara ekspor memiliki peran positif untuk memfasilitasi ekspor bagi eksportir yang memiliki keterbatasan. Pemerintah perlu mendorong eskpor tidak langsung jika menguntungkan pelaku bisnis, dan perlu meningkatkan efektifitas peranan Atase dan ITPC dalam memberikan informasi pasar ekspor jika ekspor tidak langsung menjadi penghambat. Some researchers found that indirect export could contribute to increase trade. Likewise, Indonesian policy maker believes that changes of indirect export to direct export will contribute to increase Indonesian export. The purpose of this study is to identify the importance of indirect export for Indonesia especially to identify Indonesian indirect export countries and products, and also to find out the reason of exporters in doing indirect export.This study used indirect export identified process method of Indonesian trade data with trading partners from 2009 to 2013 from UN-Comtrade.The result shows that Malaysia, Thailand, Vietnam as intermediary country for Indonesia besides the conventional intermediary countries (Singapore, Hong Kong, Netherlands, and Germany) .Indirect export process is optional for exporters. Indirect export countries have a positive role to facilitate exports for exporters with some limitations. The Government need to push the indirect export if it is profitable for business. On the other hand, If indirect export is an obstacle, it can be reduced by increasing the effectiveness of the role of the Attache and ITPC to give import market information.
KETIDAKEFEKTIFAN KEBIJAKAN ANTI-DUMPING PRODUK IMPOR BAJA INDONESIA: SEBUAH ANALISIS AWAL Aditya Paramita Alhayat
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan Vol 11 No 2 (2017)
Publisher : Trade Analysis and Development Agency, Ministry of Trade of Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1577.392 KB) | DOI: 10.30908/bilp.v11i2.230

Abstract

Meskipun Indonesia telah mengenakan tindakan anti-dumping terhadap beberapa jenis produk baja, namun impor produk tersebut masih meningkat. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah importasi melalui produk yang dimodifikasi secara tidak substansial atau melalui negara ketiga yang tidak dikenakan tindakan anti-dumping, yang dalam perdagangan internasional umum disebut sebagai praktik circumvention. Studi ini ditujukan untuk membuktikan bahwa circumvention mengakibatkan tindakan anti-dumping atas impor produk baja Indonesia tidak efektif dan untuk memberikan masukan berdasarkan praktik di negara lain supaya kebijakan anti-dumping Indonesia lebih efektif. Circumvention dianalisis dengan membandingkan pola perdagangan antara sebelum dan setelah pengenaan bea masuk anti-dumping (BMAD) menggunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) maupun Global Trade Information Services (GTIS). Hasil analisis menunjukkan adanya indikasi kuat bahwa circumvention mengkibatkan pengenaan tindakan anti-dumping impor produk baja di Indonesia menjadi tidak efektif. Oleh karena itu, sangat penting bagi Pemerintah Indonesia untuk segera melakukan penyempurnaan terhadap Peraturan Pemerintah No. 34/2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan dengan memasukkan klausul tindakan anti-circumvention yang setidaknya mencakup bentuk-bentuk dan prosedur tindakan, sebagaimana yang telah dilakukan beberapa negara seperti: AS, EU, Australia, dan India. Although Indonesia has imposed anti-dumping measures on several types of steel products, the import of steel products is still increasing. One possible cause is that imports are made by non-substantial modification of product or through a third country which is not subject to anti-dumping measures, which is generally referred as circumvention practice. This study is aimed to prove that circumvention made Indonesian anti-dumping actions on the steel products ineffective. This also study provides recommendation for a best practice for other countries so that Indonesia's anti-dumping policy can be more effective. Circumvention was analyzed by comparing trade patterns between before and after the imposition of anti-dumping duty using secondary data from the Central Bureau of Statistics (BPS) and the Global Trade Information Services (GTIS). The results of the analysis indicate that circumvention became the reason why Indonesian anti-dumping measures on imported steel products are ineffective. Therefore, it is very important for the Government of Indonesia to immediately make amendments to the Government Regulation No. 34/2011 on Antidumping, Countervailing, and Safeguard Measures by adopting clauses of anti-circumvention. This can be done bycovering the forms/types and procedures of action, as has been implemented by several countries such as the US, EU, Australia, and India.
TINGKAT INTEGRASI PASAR AYAM BROILER DI SENTRA PRODUKSI UTAMA: STUDI KASUS JAWA TIMUR DAN JAWA BARAT Rahayu Ningsih; Dwi Wahyuniarti Prabowo
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan Vol 11 No 2 (2017)
Publisher : Trade Analysis and Development Agency, Ministry of Trade of Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (444.485 KB) | DOI: 10.30908/bilp.v11i2.231

Abstract

Ayam broiler merupakan salah satu komoditi pangan yang harganya cenderung meningkat dan mengalami fluktuasi harga cukup tinggi diantara komoditi pangan lainnya. Fluktuasi harga yang tinggi menyebabkan disinsentif bagi pelaku usaha sektor perunggasan karena mengakibatkan ketidakpastian berusaha. Studi ini bertujuan untuk menganalisis integrasi pasar vertikal ayam broiler di tingkat peternak-pedagang besar dan pedagang besar-pengecer di sentra produksi utama yakni Jawa Timur dan Jawa Barat. Tingkat transmisi harga dalam studi ini dianalisis dengan menggunakan pendekatan model Ravallion. Hasil analisis menyimpulkan bahwa tidak terjadi integrasi pasar di tingkat peternak-pedagang besar baik di Jawa Timur maupun Jawa Barat begitu pula di tingkat pedagang besar-pengecer di Jawa Barat. Namun demikian untuk Jawa Timur, terjadi integrasi pasar di tingkat pedagang besar-pengecer. Dengan tidak terintegrasinya pasar secara vertikal, maka ada kecenderungan bahwa margin keuntungan tidak terdistribusi dengan baik di tiap pelaku dalam rantai distribusi. Hasil studi ini merekomendasikan perlu adanya peningkatan transmisi harga dari pedagang pengecer ke pedagang besar dan selanjutnya ke peternak melalui peningkatan akses informasi pasar secara transparan dengan menyediakan fasilitas dan infrastruktur informasi harga secara online. As one of the staple foods in Indonesia, chicken broiler prices tend to increase and experience price fluctuation. This high price fluctuation generates disincentive for the poultry sector that leads to business uncertainty. This study analyzed vertical market integration of chicken broiler at the level of farmers-wholesalers and wholesalers-retailers in the main production centers (East Java and West Java Province). The Ravallion model approach was used to analyze price transmission. The results of the analysis concluded that there was no vertical market integration at the farmers-wholesalers level in both East Java and West Java as well as at the level of wholesalers-retailers in West Java. However, for East Java there was a vertical market integration in the wholesalers-retailers level. Vertical price disintegration reflects a tendency that profit margins werenot well distributed in the distribution chain. This study recommended that increasing the transmission of prices from retailers to wholesalers and subsequently to the farmers can be done through increasing the access of market information by providing facilities and infrastructure in the form of online price information.
ANALISIS DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN BARANG PADA PERUNDINGAN INDONESIA–EU CEPA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Steven Raja Ingot; Ridho Meyrandoyo Hastjarjo
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan Vol 11 No 2 (2017)
Publisher : Trade Analysis and Development Agency, Ministry of Trade of Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (675.517 KB) | DOI: 10.30908/bilp.v11i2.223

Abstract

Uni Eropa (EU) merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor Indonesia, namun pangsa pasar Indonesia di Uni Eropa masih di bawah beberapa negara ASEAN lainnya. Pada tahun 2015, pangsa pasar Indonesia di Uni Eropa baru mencapai 0,37% masih berada di bawah pangsa pasar Thailand (0,48%), Malaysia (0,49%), dan Vietnam (0,74%) (Trademap 2017). Indonesia membutuhkan akses pasar untuk dapat meningkatkan pangsa pasar di Uni Eropa dan salah satunya adalah dengan melakukan liberalisasi perdagangan barang. Studi ini bertujuan untuk menganalisis dampak liberalisasi perdagangan barang terhadap perekonomian Indonesia dengan dua opsi, yaitu Simulasi 1 (SIM1) yaitu penghapusan tarif 100% untuk 4.945 pos tarif HS 6 digit. Simulasi 2 (SIM2) yaitu penghapusan tarif 100% kecuali untuk Uni Eropa sebanyak 260 pos tarif dan  Indonesia sebanyak 235 pos tarif. Simulasi 2 digunakan untuk mempertimbangkan modalitas yang mirip dengan modalitas Vietnam-EU Partnership and Cooperation Agreement (Vietnam-EU PCA). Metode analisis yang digunakan adalah model Computable General Equilibrium (CGE) yang terdapat pada Global Trade Analytical Project (GTAP). Hasil analisis menunjukkan bahwa simulasi 1 memberikan dampak yang lebih baik dibandingkan dengan simulasi 2, karena tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan Indonesia pada simulasi 1 lebih besar daripada simulasi 2. Namun demikian, Indonesia tetap dapat menggunakan modalitas sebagaimana dilakukan oleh kerjasama Vietnam-EU PCA sebagai dasar perundingan Indonesia – European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) karena selisihnya dikategorikan tidak terlalu besar. European Union (EU) is one of the main destinations of Indonesian export; however, the Indonesia’s market share has been left behind compared to some other ASEAN countries. In 2015, Indonesia's market share in the EU has reached only 0.37%, which was still left behind from the market share of Thailand (0.48%), Malaysia (0.49%) and Vietnam (0.74%) (Trademap, 2017). Indonesia requires a market access to increase market share in the EU, for instance by liberalizing trade in goods. This study aims  to analyze the impact of liberalization of trade in goods on the Indonesian economy with two options: Simulation 1(SIM 1) by reducing tariff 100% for 4,945 tariff lines based on HS 6 digits, and Simulation 2 (SIM 2) by reducing 100% tariffs except 260 tariffs lines of EU and 235 tariff lines of Indonesia. Simulation 2 was conducted to consider the similiar modalities undertaken by Vietnam-EU Partnership and Cooperation Agreement (Vietnam-EU PCA). The analytical methods used Computable General Equilibrium (CGE) model in the Global Trade Analytical Project (GTAP). The result shows that simulation 1 gives a better impact compared to simulation 2, as the level of economic growth and the welfare of Indonesia. Simulation 1 is larger than Simulation 2. However, Indonesia can use the modalities similar with Vietnam-EU PCA modalities as the basis of the Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) negotiations because the difference is not significant. 
THE IMPACT OF WORLD CPO PRICE CHANGE TOWARDS PRICES, ECONOMIC ACTIVITIES, AND INCOME DISTRIBUTION IN INDONESIA Wisnu Winardi; Hadi Susanto; Kadim Martana
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan Vol 11 No 2 (2017)
Publisher : Trade Analysis and Development Agency, Ministry of Trade of Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (635.335 KB) | DOI: 10.30908/bilp.v11i2.66

Abstract

Paper ini menganalisis dampak perubahan harga CPO dunia terhadap harga-harga, aktivitas ekonomi, dan distribusi pendapatan rumah tangga di Indonesia dengan pendekatan model CGE. Model pertama mengasumsikan Indonesia tidak mampu memengaruhi harga, sedangkan model kedua mengasumsikan Indonesia mampu memengaruhi harga. Data utama yang digunakan bersumber dari Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia tahun 2008. Hasil simulasi menunjukkan bahwa apabila Indonesia berperan sebagai penerima harga, peningkatan harga CPO dunia diperkirakan akan berdampak pada penguatan nilai tukar, penurunan tingkat harga, dan meningkatkan aktivitas ekonomi, namun sedikit mengurangi kemerataan distribusi pendapatan. Di sisi lain, penurunan harga CPO dunia akan memberikan dampak yang sebaliknya. Apabila Indonesia dapat berperan memengaruhi harga, perubahan harga CPO dunia diperkirakan akan berdampak sama dengan bila Indonesia tidak dapat memengaruhi harga, namun dengan nilai perubahan yang relatif lebih kecil. Hasil ini mengindikasikan bahwa Indonesia sebaiknya dapat berperan sebagai penerima harga ketika harga CPO dunia bertendensi meningkat dan berperan memengahuhi harga ketika harga CPO dunia bertendensi turun. This paper analyzes the impact of world CPO change price towards prices, economic activities, and household income distribution using CGE Models. The first model assumes that Indonesia is a price taker, while the second model assumes that Indonesia could influence the price. The main data were taken from Indonesian Social Accounting Matrix 2008. The simulation results suggest that if Indonesia takes the role as a price taker, an increase in world CPO price will affect exchange rate, decrease prices, and improve economic activities, but it slightly worsened household income distribution. On the other hand, a decrease in world CPO price will bring about the opposite impacts respectively. Conversely, if Indonesia takes the role as a main price influencer, world CPO price change will lead to a similar result with less magnitude impacts. These findings suggest that Indonesia should be able to take the role as a price taker when world CPO price is increasing and as a main price influencer when world CPO price is decreasing.

Page 1 of 1 | Total Record : 7