cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Anestesiologi Indonesia
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 23375124     EISSN : 2089970X     DOI : -
Core Subject : Health,
Jurnal Anestesiologi Indonesia (JAI) diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) dan dikelola oleh Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (UNDIP) bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) cabang Jawa Tengah.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 3 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia" : 7 Documents clear
Pengaruh Profilaksis Trombosis Vena Dalam dengan Heparin Subkutan dan Intravena terhadap aPTT dan Jumlah Trombosit pada Pasien Kritis di ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang Satrio Adi Wicaksono; Jati Listiyanto Pujo; Ery Leksana
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 4, No 3 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (646.169 KB) | DOI: 10.14710/jai.v4i3.6423

Abstract

Latar belakang: Heparin telah digunakan sebagai terapi maupun sebagai profilaksis primer TVD, walaupun keamanan heparin khususnya pada pasien kritis yang memiliki risiko tinggi perdarahan masih merupakan subyek perdebatan. Belum ada studi prospektif komparatif yang tegas menunjukkan efektivitas dan keamanan pemberian heparin subkutan sebagai profilaksis TVD pada pasien kritis di ICU.Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan pengaruh pemberian heparin subkutan dibandingkan intravena sebagai profilaksis TVD terhadap nilai aPTT dan jumlah trombosit pada pasien kritis di ICU.Metode: Uji klinik dilakukan pada 30 pasien selama 3 hari dengan pemberian heparin subkutan 5000 IU b.i.d sebagai kelompok SK (n=15) dan heparin 500 IU/jam intravena sebagai kelompok IV (n=15) kemudian dibandingkan beberapa parameter koagulasi (D- dimer, aPTT dan trombosit) pada pasien kritis di ICU.Hasil: Setelah 3 hari diberikan profilaksis TVD didapatkan hasil yang bermakna penurunan kadar D-dimer pada kedua kelompok, kelompok SK 959.73(1127.539) (p=0.05) dan kelompok IV 1621.33(1041.654) (p=0.00). Tetapi didapatkan hasil yang tidak bermakna pada perubahan nilai aPTT, kelompok SK 0.032(0.5284) (p=0.815) dan kelompok IV 0.068(0.5718) (p=0.652). Perubahan jumlah trombosit didapatkan hasil tidak bermakna pada kelompok SK 413.3(51489.76) (p=0.815) sedangkan pada kelompok IV didapatkan perubahan yang bermakna dalam penurunan jumlah trombosit 30186.6(53488.86) (p=0.046).Simpulan: Pemberian heparin subkutan 5000 IU b.i.d dan heparin 500 IU/jam intravena sebagai profilaksis TVD secara bermakna dapat menurunkan kadar D-dimer. Tetapi didapatkan hasil yang tidak bermakna pada perubahan nilai aPTT dan perubahan yang bermakna pada kelompok heparin IV dalam penurunan jumlah trombosit
Pemberian Lidokain 1,5 mg/Kg/Jam Intravena untuk Penatalaksanaan Nyeri Pasien Pasca Laparatomi Dicky Hartawan; Hariyo Satoto; Uripno Budiono
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 4, No 3 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (655.232 KB) | DOI: 10.14710/jai.v4i3.6424

Abstract

Latar Belakang: Penanggulangan nyeri post operasi yang efektif merupakan salah satu hal yang penting dan menjadi problema bagi ahli anestesi. Salah satu jenis pembedahan dengan tingkat nyeri pasca operasi tinggi adalah laparotomi. Menurut penelitian terdahulu IVLI (intravenous lidokain infusion) berpotensi dan efektif untuk mengurangi nyeri paska operasi pada kasus bedah abdominal.Tujuan: Mengetahui apakah penggunaan lidokain intravena 1,5mg/kg/jam dapat menjadi salah satu alternatif pengelolaan nyeri paska operasi laparotomiMetode: Penelitian ini merupakan uji eksperimental klinis dengan desain acak tersamar di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUP Dr. Kariadi Semarang. Sampel diambil dari pasien yang menjalani operasi laparatomi menggunakan “consecutive sampling” dan dibagi menjadi dua kelompok : Kelompok 1 (K1) diberikan lidokain 1mg/kg/iv 30 menit sebelum insisi kulit dan dilanjutkan dengan lidokain 1,5mg/kg/jam sampai 48 jam paska operasi; Kelompok 2 (K2) diberikan plasebo. Pasien dinilai Score Analog Visual dan parameter hemodinamik post operatif, bila SAV >5 pasien mendapatkan rescue analgesia. Analisis statistik dengan SPSS for Windows versi 17.Hasil: Pasca operasi terdapat perbedaan bermakna pada kebutuhan rescue analgesia (4 vs 15 subjek , p=0.01), waktu dimulainya rescue analgesia(jam ke 18.0±6.92 vs 14.5±5.19, p=0.01), penggunaan opioid (12,9±1,53 vs 16,57±2,59 mg , p=0.01), VAS 12 jam (3,8±0,88 vs 5,3±0,56, p=0.00),VAS 24 jam (4,1±0,54 vs 5,6±0,62, p=0.00),VAS 48 jam (4,5±0,51 vs 5±0,0,p=0,02), dan laju jantung (p=0,00) kedua kelompokSimpulan: Pemberian Lidokain 1,5 mg/kg intravena cukup efektif dalam pengelolaan nyeri post laparotomi dan dapat menurunkan kebutuhan penggunaan analgetik opioid dalam pengelolaan nyeri post laparotomi
Pengaruh Simvastatin Terhadap Kadar Nitric Oxide Makrofag Mencit Balb/C yang Diberi Lipopolisakarida Taufik Eko Nugroho; Mohamad Sofyan Harahap; Heru Dwi Jatmiko
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 4, No 3 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (661.006 KB) | DOI: 10.14710/jai.v4i3.6420

Abstract

Latar belakang: Nitric oxide (NO) berperan dalam patogenesis terjadinya hipotensi sistemik pada syok septik. Pajanan endotoksin akan menyebabkan peningkatan pelepasan NO yang dipengaruhi oleh aktivasi sitokin proinflamasi. Simvastatin diduga menekan produksi sitokin proinflamasi akibat pajanan lipopolisakarida (LPS),  sehingga pembentukan NO dapat dihambat.Tujuan: Membuktikan pengaruh pemberian simvastatin dosis 0,03 mg, 0,06 mg dan 0,12 mg peroral dapat menyebabkan kadar NO mencit yang diberi lipopolisakarida intraperitoneal menjadi lebih rendah.Metode: Penelitian eksperimental laboratorik dengan desain randomized post test only controlled group pada 20 ekor mencit Balb/c yang disuntik lipoplisakarida intraperitoneal dan simvastatin dosis 0,03 mg; 0,06 mg dan 0,12 mg peroral. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok secara random, yaitu K1 sebagai kontrol, K2 yang mendapat simvastatin 0,03 mg, K3 yang mendapat simvastatin 0,06 mg, dan K4 yang mendapat simvastatin 0,12 mg. Pemeriksaan NO diambil dari kultur makrofag intraperitoneal setelah 6 jam pemberian simvastatin dengan metode Griess. Uji statistik yang digunakan adalah parametrik ANOVA dan dilanjutkan uji Posteriori.Hasil: Kadar rerata NO pada kelompok K1(0,680±0,116), K2(0,313±0,136), K3 (0,109±0,005) dan K4(0,091±0,011). Terdapat penurunan yang bermakna kadar NO pada kelompok K2, K3 dan K4 dibanding K1 dengan p <0,05. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar NO kelompok K2 dengan kelompok K3 dan K4, serta kelompok K3 dibanding K4 (p > 0,05).Simpulan: Simvastatin secara bermakna dapat menyebabkan kadar NO makrofag intraperitoneal mencit yang diinduksi lipopolisakarida menjadi lebih rendah.
Anestesi pada Pediatrik dengan Kelainan Porfiria Herediter Agus Rukmana; Johan Arifin
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 4, No 3 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (471.226 KB) | DOI: 10.14710/jai.v4i3.6425

Abstract

Pasien dengan porfiria terjadi perubahan biologi yang penting diketahui berkaitan dengan penggunaan oksigen, transportasi, bentuk dan penyimpanan. Jalur sintetis yang terlibat dalam produksi porfirin kompleks dan melibatkan banyak enzim. Defek pada salah satu hasil enzim dalam akumulasi perantara sebelumnya menghasilkan satu bentuk atau bentuk lain dari penyakit yang dikenal sebagai porfiria.Empat jenis dari porfiria herediter diklasifikasikan sebagai porfiria akut. Cacat enzimatik mengakibatkan akumulasi prekursor porfirin (biasanya ALA dan PGB). Jumlah prekursor ini mungkin normal atau sedikit meningkat pada periode laten tetapi peningkatan selama krisis porphyric dapat menyebabkan bahaya pada tubuh. Induksi iatrogenik dari sintetase ALA dengan pemberian pemicu tertentu (barbiturat) hanya salah satu dari beberapa faktor yang berkontribusi terhadap krisis porphyric. Tanda dan gejala serangan porphyric akut terutama terdiri dari disfungsi neurologis, yang terjadi sekunder pada neurotoksisitas ALA atau berkurang tingkat heme intraneuronal.Setiap pasien yang dicurigai porfiria membutuhkan anamnesa yang teliti mengenai riwayat penyakit, termasuk riwayat keluarga dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk penilaian neurologis. Titk berat perhatian khusus pada ada atau tidak adanya neuropati perifer dan ketidakstabilan otonom.Manajemen anestesi pada porfiria membutuhkan pengetahuan tentang jenis porfiria (akut vs non-akut), penilaian laten dibandingkan aktif (fase krisis), kesadaran gambaran klinis serangan porphyric, dan pengetahuan tentang intervensi farmakologis yang aman.Persiapan pra operasi pada pasien dengan porphyric meliputi penilaian keseimbangan cairan elektrolit dan status. Teknik anestesi dapat dilakukan regional ataupun anestesi umum tergantung pada kondisi pasien. Premedikasi, teknik anestesi, induksi, pemeliharaan dan pasca anestesi harus yang cukup aman bagi pasien.
Pengaruh Blok Paravertebral Injeksi Tunggal dan Multipel Terhadap Kadar Kortisol Plasma Pasien Tumor Payudara Yang Dilakukan Eksisi Biopsi Dian Nugraha; Himawan Sasongko; Witjaksono Witjaksono
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 4, No 3 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (547.768 KB) | DOI: 10.14710/jai.v4i3.6421

Abstract

Latar Belakang: Tindakan bedah definitif payudara banyak dilakukan dengan anestesi umum. Namun, dengan anestesi umum ada sebagian rangsang nyeri yang tidak terhambat ke otak dan medulla spinalis. Anestesi umum juga dikaitkan dengan insidensi mual dan muntah. Beberapa tehnik anestesi regional yang pernah disebutkan dalam literatur untuk operasi payudara antara lain dengan infiltrasi lokal, anestesi epidural torakal dan blok paravertebral torakal. Blok paravertebral torakal merupakan teknik injeksi lokal di samping vertebra torakal yang menyebabkan blokade saraf somatik dan simpatik ipsilateral pada dermatom torakal di atas dan di bawah lokasi injeksi. Trauma pembedahan menyebabkan respon inflamasi lokal dan respon metabolik endokrin sistemik. Respon sistemik setelah pembedahan meliputi peningkatan hormon katabolik seperti katekolamin, kortisol, renin, aldosteron, dan glukagon.Tujuan: Membandingkan pengaruh antara blok paravertebral injeksi tunggal dan multipel terhadap kadar kortisol plasma dan VAS pasien yang dilakukan operasi eksisi biopsi.Metode: Penelitian ini dilakukan pada 20 penderita tumor payudara yang menjalani operasi eksisi biopsi. Pengambilan sampel darah perifer untuk pemeriksaan kortisol pada jam 8 pagi sebelum operasi dan jam 8 pagi besoknya. Nilai VAS diperiksa pada jam ke-0 (saat pasien masuk ruang pemulihan), dan jam ke-24. Penderita dikelompokkan secara random menjadi 2 kelompok. Kelompok M mendapat injeksi multipel dan kelompok T mendapat injeksi tunggal. Dilakukan uji normalitas distribusi kadar kortisol darah dan VAS dengan menggunakan Shaphio-Wilk test. Apabila p>0,05 maka distribusinya disebut normal. Analisis statistik dilakukan untuk menguji perbedaan kelompok dengan pre dan post test group design, signifikan bila p<0,05.Hasil: Data karakteristik sampel penelitian tiap kelompok terdistribusi normal(p>0,05). Kadar kortisol plasma pasca operasi pada kelompok M (224,73 ± 0,73) dan T (234,01 ± 0,84) lebih rendah dibandingkan sebelum operasi pada kelompok M (256,55 ± 0,91) dan T (258,34 ± 0,91) tetapi tidak berbeda bermakna (p>0,05). VAS pasca operasi jam ke-0 pada kelompok M (3,5 ± 0,2) lebih rendah dibanding kelompok T (3,9 ± 0,2) dan berbeda bermakna (p=0,02). VAS pasca operasi jam ke-24 pada kelompok M (3,3 ± 0,7) lebih rendah dibanding kelompok T (3,7 ± 0,7) tetapi tidak bermakna (p=0,388).Kesimpulan: VAS pasca operasi jam ke-0 kelompok M lebih rendah secara signifikan dibanding kelompok T. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kadar kortisol plasma dan VAS jam ke-24 pasca operasi antara injeksi multipel (M) dan injeksi tunggal (T) pada pasien yang menjalani eksisi biopsi.
Perbandingan Pemberian Heparin Subkutan dan Intravena terhadap Studi Koagulasi dan D-Dimer Pasien dengan Risiko Trombosis Vena Sigit Kusdaryono; Danu Soesilowati; Himawan Sasongko
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 4, No 3 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (465.922 KB) | DOI: 10.14710/jai.v4i3.6422

Abstract

Latar Belakang :Trombosis di Amerika Serikat adalah penyebab kematian terbanyak. Sekitar 2 juta orang meninggal setiap tahun karena trombosis arteri dan vena. Dengan 80-90% thrombosis diketahui penyebabnya. Trombosis juga menyebabkan morbiditas yang signifikan, salah satunya adalah trombosis vena dalam (Deep Vein Thrombosis, DVT) yang dapat berlanjut menjadi emboli paru. Tanpa tromboprofilaksis, kejadian DVT nosokomial adalah 10-40% dari keseluruhan pasien medis dan bedah dan 40-60% pada pasien pasca bedah ortopedi mayor.Tujuan: Untuk membandingkan efektivitas dosis profilaksis heparin subkutan dan intravena terhadap nilai D-Dimer, PPT dan aPTT pada pasien dengan risiko trombosis vena dalam.Metode: Penelitian ini menggunakan desain kelompok pre dan post test dan dilakukan pada 20 pasien dengan risiko trombosis vena dalam. Sampel darah diambil setelah 1 jam injeksi heparin, kemudian disimpan dalam botol yang mengandung EDTA. Sampel dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan. Subyek dibagi menjadi dua kelompok secara random sampling. Grup A menerima heparin intravena dan kelompok B menerima heparin subkutan. Analisis statistik dilakukan untuk menguji perbedaan antar kelompok dengan SPSS versi 15.Hasil: Hasil pemeriksaan aPTT dan PPT antara kelompok intravena dan subkutan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p> 0,05). Hasil pengujian pada D-Dimer intravena dan subkutan juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p> 0,05).Kesimpulan: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pemberian heparin intravena dan subkutan dalam nilai aPTT, PPT dan D-Dimer sebagai pencegahan risiko thrombosis vena dalam.
Heparin Intravena Terhadap Rasio PF pada Pasien Acute Lung Injury (ALI) dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Aditya Kisara; Mohamad Sofyan Harahap; Uripno Budiono
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 4, No 3 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (723.206 KB) | DOI: 10.14710/jai.v4i3.6417

Abstract

Latar Belakang: Dengan adanya ICU dan penggunaan ventilator mekanik, ARDS menjadi salah satu perhatian di bidang medis. Pasien ALI/ ARDS berhubungan dengan reaksi inflamasi dalam paru-paru dan terjadinya deposit fibrin yang mengakibatkan kerusakan paru, salah satu tandanya adalah terjadi penurunan PF Ratio. Heparin mungkin dapat mengurangi proses inflamasi dan deposit fibrin dalam paru. Pada penelitian ini dilakukan penilaian apakah pemberian heparin intravena dosis rendah dapat meningkatkan nilai perbandingan PO2/FiO2 (PF ratio).Tujuan: Untuk menilai pengaruh pemberian heparin intravena pada pasien ALI/ARDS dengan ventilator mekanik.Metode: Tiga puluh pasien yang diperkirakan membutuhkan ventilator minimal dua hari dipilih secara acak dan di ikutkan dalam penelitian. Group pertama ( 15 pasien) diberi heparin 10 unit/kgbb/ jam dan group kedua sebagai kontrol. Untuk membandingkan rerata kedua group digunakan tes Mann-Whitney U dan dilakukan uji post hoc dengan LSD.Hasil: Pemberian heparin intravena tidak menunjukkan peningkatan rasio PF secara bermakna baik pada hari 0 (p=0,152) , hari 1 (p=0,287) atau hari 2 (p=0,287). Jumlah rata-rata trombosit juga menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna baik pada hari 0 (p=0,216), hari 1 (p=0,911) atau hari 2 (p=0,941).Simpulan: Pemberian heparin intavena dengan dosis 10 unit/kgbb/ jam pada pasien ALI/ARDS dengan ventilator mekanik menghasilkan rasio PF yang berbeda tidak bermakna dengan kelompok kontrol. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi hasil penelitian ini

Page 1 of 1 | Total Record : 7


Filter by Year

2012 2012


Filter By Issues
All Issue Vol 15, No 2 (2023): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 15, No 1 (2023): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 3 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 2 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 1 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 3 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia (Issue in Progress) Vol 13, No 3 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 2 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 1 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Publication In-Press Vol 12, No 3 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 12, No 2 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 12, No 1 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 3 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 2 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 1 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 3 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 2 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 1 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 3 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 2 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 1 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 3 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 2 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 1 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 3 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 2 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 1 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 3 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 2 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 1 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 3 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 2 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 1 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 3 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 2 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 1 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 3 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 2 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 1 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 3 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 2 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 1 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 3 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 2 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 1 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia More Issue