cover
Contact Name
ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Contact Email
jurnaladliya@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnaladliya@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
ISSN : 19788312     EISSN : 26572125     DOI : -
Adliya : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan merupakan terbitan berkala ilmiah ini berisi artikel bidang ilmu Hukum yang diterbitkan secara berkala 2 kali dalam satu tahun yaitu pada bulan Juni dan Desember.
Arjuna Subject : -
Articles 126 Documents
Harmonization of Islamic Legal Institutions into The Indonesian Legal System Oyo Sunaryo Mukhlas
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 16, No 1 (2022): ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/adliya.v16i1.22726

Abstract

AbstractThis research aims to analyse the basic principles of the development of Islamic law which is open to accepting the integration of various elements of social change and community traditions as long as they do not conflict with the Qur'an and al-Hadith which then become part of the National law. This research is a type of qualitative research with a normative juridical approach. The technique used is library research. The results of this research can be concluded: First, the presence of Islam in the archipelago is accompanied by the teachings it carries, namely in the form of shari'ah and various results of the ijtihad of scholars who have been packaged in fiqh; Second, Islamic law that intersects with muamalah affairs is very flexible and elastic, so it is easily accepted by the wider community; Third, the great traditions of Islam can blend with local traditions which can then give birth to qanun, where Islam encourages innovation in world affairs while still paying attention and tolerance to legal values that live in society; Fourth, social changes that occur in Indonesian society are another aspect of the basic principles that encourage the integration of Islamic fiqh values into the national legal system, thus forcing new innovations that are considered to provide legal certainty, justice and benefit for the community.AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis prinsip dasar pengembangan hukum Islam yang terbuka dalam menerima pembauran pelbagai unsur perubahan sosial dan tradisi masyarakat selama tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Hadist yang selanjutnya menjadi bagian dari hukum Nasional. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Teknik yang digunakan adalah studi kepustakaan (library research). Hasil penelitian ini dapat disimpulkan: Pertama, kehadiran Islam di bumi nusantara disertai dengan ajaran yang dibawanya, yaitu berupa syari’ah dan berbagai hasil ijtihad para ulama yang sudah dikemas dalam fiqh; Kedua, hukum Islam yang bersinggungan dengan urusan muamalah sangat fleksibel dan elastis, sehingga mudah diterima oleh masyarakat luas; Ketiga, tradisi besar Islam dapat berbaur dengan tradisi lokal yang kemudian dapat melahirkan qanun, di mana agama Islam mendorong untuk berinovasi dalam urusan dunia dengan tetap memperhatikan dan toleransi terhadap nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat; dan Keempat, perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat Indonesia merupakan aspek lain dari prinsip dasar yang mendorong terjadinya pembauran nilai-nilai fiqh Islami ke dalam tata hukum nasional, sehingga memaksa adanya inovasi-inovasi baru yang dipandang dapat memberikan kepastian hukum, keadilan dan kemaslahatan bagi masyarakat.
Proteksi Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara Hofifah Hofifah
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 16, No 2 (2022): ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/adliya.v16i2.18275

Abstract

The relocation of the State Capital requires the existence of binding legal rules, inseparable from the main purpose of the existence of a constitution is the protection of Human Rights. Considering that prior to the transfer of IKN these areas already had indigenous people, it must be ensured that IKN Law does not contain discrimination and protects the rights of indigenous peoples as part of human rights.. This paper aims to examine the extent to which human rights protection is guaranteed in the IKN Law. This research uses normative juridical with the IKN Law as the object of research. The IKN Law has provided protection for certainty and human rights guarantees in several articles related to guaranteeing customary cultural heritage and guaranteeing a decent life, but this law has not succeeded in providing socio-economic guarantees for indigenous peoples from the impacts of the development of the IKN, accompanied by not giving equal democratic rights to the IKN community in choosing their leaders which will have an impact on economic discrimination between immigrant communities and indigenous peoples and deprivation of the people's democratic right to choose their own leaders, so the essence of democracy will not be achieved.Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) mengharuskan adanya aturan hukum yang mengikat, tidak terlepas dari tujuan utama dari adanya konstitusi adalah perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Mengingat sebelum adanya pemindahan IKN daerah-daerah tersebut telah memiliki penduduk asli, maka harus dipastikan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) tidak mengandung diskriminatif serta melindungi hak-hak masyarakat adat sebagai bagian dari HAM. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana keterjaminan proteksi HAM dalam UU IKN. Dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif atau penelitian dogmatik dengan UU IKN sebagai objek penelitian. UU  IKN sudah memberikan proteksi kepastian dan keterjaminan HAM dalam beberapa pasal terkait keterjaminan warisan budaya adat dan keterjaminan hidup layak, akan tetapi UU ini belum berhasil memberikan keterjaminan sosial ekonomi terhadap masyarakat adat dari dampak pembangunan IKN, disertai tidak diberikannya hak demokrasi yang sama bagi masyarakat IKN dalam memilih pemimpinnya yang akan berdampak pada diskriminatif ekonomi antara masyarakat pendatang dan masyarakat adat serta terampasnya hak demokrasi masyarakat untuk memilih sendiri pemimpinnya, dengan begitu esensi dari demokrasi tidak akan tercapai.
Educational Rights For Children With Special Needs Through Joint Monitoring In Inclusive Education Fenny Fatriani; Neng Yani Nurhayani
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 16, No 2 (2022): ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/adliya.v16i2.21334

Abstract

This study aims to analyze the role of inclusive education in increasing access to education and improving the quality of educational services for Children with Special Needs (ABK) as mandated by the Minister of National Education Number 70 of 2009. This research uses a descriptive-analytical method with a case study approach at SD Sains Al Biruni Bandung, the first inclusion school in Bandung. The focus of this study is on community participation, which includes the involvement of parents and accompanying teachers who are directly related to Children with Special Needs (ABK). The results showed that parental involvement and support could be seen in the admission process of new students to school at the time of identification from the Psychologist. The school supports through accompanying teachers who contribute significantly and inform the student activities through a daily report book. The openness of schools in terms of inclusive education plays an essential role in inclusion education. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran pendidikan inklusi untuk meningkatkan akses pendidikan dan meningkatkan mutu layanan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sebagaimana amanat dari Permendiknas Nomor 70 tahun 2009. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan studi kasus di SD Sains Al Biruni Bandung sebagai sekolah inklusi pertama di kota Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, peran serta dan dukungan orang tua dapat terlihat pada proses penerimaan siswa baru di sekolah pada saat identifikasi dari Psikolog. Kedua, adanya dukungan sekolah melalui guru pendamping memberikan kontribusi besar serta informasi mengenai aktivitas siswa melalui buku laporan harian. Ketiga, keterbukaan sekolah dalam hal pendidikan inklusi merupakan peran penting terhadap pendidikan inklusi. Adapun fokus dari penelitian ini adalah pada aspek partisipasi masyarakat yang meliputi partisipasi orang tua dan guru pendamping yang berhubungan secara langsung dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Penerapan Beban Pembuktian dalam Woeker Ordonantie 1938 Untuk Membuktikan Adanya Ketidakseimbangan dalam Suatu Perjanjian Amir Minabari
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 16, No 2 (2022): ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/adliya.v16i2.19356

Abstract

The public's need for financing is increasing, both for consumption and productive purposes. Along with this need, many individual financing services provide loans with an easy and fast process. Many times, in urgent situations, debtors are not aware of the high loan interest, which eventually ensnared them.  This study aims to analyse the pieces of evidence according to the provisions of the 1938 Woekerordonantie, where the creditor is burdened with proof to refute the alleged law regarding the situation by the creditor by taking advantage of the lack of consideration (lichtzinnig), lack of experience (onevaren), and the urgency (noodtoestand) of the debtor. This study examined laws and regulations using the normative-descriptive research method, including the Kotamobagu District Court decision and other supporting library materials or secondary data. The result of this research is the evidence in the Woekerordonantie of 1938 is balanced. Both of parties, the debtor and creditor, need to prove their own stance.  The debtor is burdened with proof regarding the existence of an extraordinary imbalance of obligation, giving rise to legal allegations that the creditor has abused the weaknesses of the debtor. On the other hand, the creditor is only burdened with proof if the debtor succeeds in proving the allegations by evidencing that he did not abuse the debtor or the debtor has considered the consequences of the agreement.Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan dewasa ini kian meningkat, baik yang bersifat konsumtif maupun produktif, dan seiring dengan kebutuhan tersebut, juga telah banyak penyedia jasa pembiayaan dari perorangan yang menawarkan pinjaman dengan proses yang mudah dan cepat, namun disisi lain ternyata bunga yang diterapkan kepada si peminjam sangat tinggi, sehingga perlu untuk menge­tahui perlindungan hukum seperti apa yang diberikan kepada si peminjam apabila tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya tersebut, khususnya dalam hal membuktikan adanya penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis beban pembukti­an menurut ketentuan woeker­ordo­nantie 1938, di mana kreditur dibebani pembuktian untuk membantah persangkaan undang-undang mengenai adanya penya­lah­gunaan keadaan oleh kreditur dengan memanfaatkan kurang pertimbangan (lichtzinnig), kurang pengalaman (onevaren), serta keadaan terdesak (noodtoestand) dari debitur, dengan metode penelitian deskriptif normatif, yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. serta peraturan perundang-undangan, di mana Penulis melakukan penelitian pada Pengadilan Negeri Kotamobagu. Hasil penelitian ini adalah beban pembuktian dalam woekerordonantie 1938 ternyata berimbang, di mana debitur yang pertama dibebani pembuktian mengenai adanya ketidak­seimbangan prestasi yang luar biasa, sehingga menimbulkan persangkaan undang-undang, bahwa kreditur telah menyalahgunakan kelemahan debitur, sedangkan kreditur baru dibebani pembuktikan apabila debitur berhasil membuktikannya, dengan cara membuktikan ia tidak menyalah­gunakan kelemahan debitur atau sebenarnya debitur telah memper­tim­bangkan akibat perjanjian. 
Kontradiksi Putusan Judicial Review Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Dian Sunardi
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 16, No 2 (2022): ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/adliya.v16i2.20368

Abstract

Based on the Republic of Indonesia Constitution, 1945, the authority of judicial review in Indonesia is currently held by two judicial institutions, the Supreme Court and the Constitutional Court. One of the problems raised from this overlapping jurisdiction between the two institutions is the disparity in judicial review decisions, and they even tend to be contradictory. The purpose of this paper is to analyze the background of the issue regarding the cause of the contradiction that arises from the judicial review decision of the Supreme Court and the judicial review decision of the Constitutional Court. The research methodology in this writing uses the normative juridical method, namely by describing problems through literature and regulations related to the problem.  The conclusions obtained in this paper are: the cause of the contradiction of the judicial review decisions of the Supreme Court and the Constitutional Court is due to the equality of the two institutions, the absence of legal provisions that require the Supreme Court to conduct judicial reviews to refer to the judicial review decisions of the Constitutional Court and the application of the principle of freedom for judges in conducting judicial proceedings. There are several concepts to answer the problem, namely: giving the sole judicial review authority to the Constitutional Court, or eliminating the Constitutional Court so that the judicial review authority is back to the Supreme Court.Pengujian undang-undang merupakan suatu hal baru dalam praktik ketatanegaraan Indonesia. Kewenangan judicial review saat ini diemban oleh dua lembaga yudikatif yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Putusan-putusan hasil judicial review yang dilakukan oleh kedua lembaga tersebut tidak luput dari permasalahan, seperti adanya kontradiksi antara putusan judicial review dari kedua lembaga. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis latarbelakang permasalahan berkenaan dengan sebab terjadinya kontradiksi yang muncul dari putusan judicial review Mahkamah Agung dan putusan judicial review Mahkamah Konstitusi. Adapun metodologi penelitian dalam penulisan ini meng­gunakan metode yuridis normatif yakni dengan menggambarkan permasalahan melalui kepustakaan dan peraturan yang berhubungan dengan permasalahan. Adapun kesimpulan yang diperoleh dalam penulisan ini yakni: sebab terjadinya kontradiksi putusan judicial review Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi diakibatkan kesetaraan kedua lembaga, belum adanya ketentuan hukum yang mewajibakan Mahkamah Agung dalam melakukan judicial review merujuk pada putusan judicial review Mahkamah Konstitusi dan penerapan asas bebas bagi hakim dalam melakukan proses peradilan. Terdapat beberapa konsep untuk menajwab permasalahan yakni: penggabungan satu atap kewenangan Judicial review di Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga court of law secara utuh; menghilangkan kelembagaan Mahkamah Konstitusi sehingga kewenangan judicial review berada di Mahkamah Agung dan menjadikan Mahkamah Agung sebagai satu-satunya pemegang kekuasaan kehakiman.
Dampak Penafsiran Konstitusi Terhadap Perkembangan Politik Hukum Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Alwi Khoiri Ramdani; Hikam Hulwanullah
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 16, No 2 (2022): ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/adliya.v16i2.20586

Abstract

This study aims to investigate the dynamics of legal politics in the creation of a particular judicial body with the power to resolve election disputes in local government elections (elections); the influence of constitutional interpretation, which has the potential to become the main legal politics governing the power of state institutions. This study examines normative legal issues, the evolution of legal politics, legislation, historical context, constitutional court rulings, and the idea of the institution's ability. Beginning with the interpretation of the constitution about the dynamics of the meaning of the implementation of elections and the process for resolving election result disputes, the prospect for the legitimacy of the Constitutional Court's ability to settle disputes over election results is impacted by the evolution of the interpretation of article 22E paragraph (2) of the 1945 Constitution, which most recently surfaced. The reason for this is that the definitions of elections and general elections have become synonymous. As a result, article 24C of the 1945 Constitution systematically covers the ability to resolve disputes over election results.Penelitian ini bermaksud menggali dinamika politik hukum dalam pembentukan badan peradilan khusus yang berwenang menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota (pemilihan); serta pengaruh penafsiran konstitusi yang berpeluang menjadi politik hukum dasar kewenangan lembaga negara menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menganalisis perkembangan politik hukum peraturan perundang-undangan, latar belakang dan pertimbangan Penafsiran konstitusi dalam Putusan MK serta konsep kewenangan lembaga yang menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan. Hasil penelitian menunjukan adanya pasang surut politik hukum penyelesaian perselisihan hasil pemilihan, ditandai dengan adanya perkembangan penafsiran konstitusi yang berdampak pada beberapa kali perubahan perundang-undangan. Dinamika pemaknaan penyelenggaraan pemilihan serta mekanisme penyelesaian sengketa hasil pemilihan diawali adanya penafsiran konstitusi yang memasukkan pemilihan dalam rezim pemilihan umum (pemilu); kemudian menegaskan pemisahannya; hingga terakhir adanya peluang peng­gabungan kembali pemilihan dalam rezim pemilu sebagai pilihan model keserentakan yang konstitutional berdasarkan Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019. Perkembang­an penafsiran Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 yang terakhir muncul berpengaruh pada peluang adanya legitimasi kewenangan MK menyelesaikan sengketa hasil pemilihan. Pasalnya, pemaknaan pemilu dan pemilihan telah melebur menjadi satu, sehingga secara sistematis kewenangan penyelesaian sengketa hasil pemilu dalam Pasal 24C UUD 1945 dapat melingkupi kewenangan penyelesaian sengketa hasil pemilihan. 

Page 13 of 13 | Total Record : 126