cover
Contact Name
Rois Leonard Arios
Contact Email
rolear72@yahoo.co.id
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
Jl. Raya Belimbing No. 16 A Kuranji Padang, Sumatera Barat
Location
Kota padang,
Sumatera barat
INDONESIA
JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA
ISSN : 25026798     EISSN : 25026798     DOI : https://doi.org/10.36424/jpsb
Core Subject : Humanities, Art,
Jurnal Penelitian Sejarah dan budaya memfokuskan pada isu sentral memuat hasil penelitian maupun kajian konseptual yang berkaitan dengan kesejarahan dan nilai budaya yang dilakukan oleh peneliti, penulis lepas, akademisi, dan pemerhati kebudayaan. Terbit 2 kali setahun (Mei dan Nopember) oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 9, No 1 (2023)" : 7 Documents clear
TIONG HWA HWE KOAN (THHK): PERKUMPULAN ORANG TIONGHOA PADA MASA HINDIA BELANDA DI PADANG Zulfa Saumia; Erniwati Erniwati
JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA Vol 9, No 1 (2023)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36424/jpsb.v9i1.340

Abstract

Tiong Hwa Hwe Koan (THHK) adalah organisasi Tionghoa modern yang didirikan pada tahun 1900 oleh Phoa Keng Hek dan Lie Kim Hok di Batavia. Organisasi ini berfungsi sebagai organisasi pendidikan dan penyebar nasionalisme di Tiongkok karena minimnya fasilitas pendidikan bagi etnis Tionghoa. THHK ada hampir di seluruh Hindia Belanda. Salah satunya THHK Padang. Kajian ini bertujuan untuk melihat bagaimana proses kemunculannya, apa yang menjadi bagian dari gerakan nasionalis Tionghoa, dan pembentukan identitasnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah melalui langkah-langkah heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan penjelasan. Studi pustaka diperoleh dari arsip, jurnal, dan buku yang relevan. Bagaimana proses pendirian THHK dengan misi Pendidikan, budaya dan kegiatan sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa THHK memiliki banyak peran di Padang, seperti pendidikan dan kegiatan sosial. Di bidang pendidikan, THHK memberikan pendidikan “kebudayaan” dan ilmu-ilmu lainnya. Di bidang sosial memberikan bantuan untuk bencana alam, mengadakan pertemuan untuk merayakan rasa kebersamaan. persatuan dan nasionalisme terhadap Tiongkok dan sesama etnis Tionghoa. Partisipasi ini tidak hanya di antara pengurus tetapi juga didukung oleh organisasi Tionghoa lainnya dan seluruh masyarakat Tionghoa.
RAGAM HIAS SEBAGAI IDENTITAS BUDAYA KABUPATEN LABUHANBATU Sefri Doni; Rita Purnama Sari; Eryanti Manurung; Anawahidah Rizky Manurung; Siti Masliyah Lubis
JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA Vol 9, No 1 (2023)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36424/jpsb.v9i1.325

Abstract

Belum terungkapnya identitas khas Labuhabatu dalam bentuk ragam hias merupakan latar belakang dari penelitian ini. Metode yang dipergunakan adalah kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa Diskusi Kelompok Terpumpun atau FGD, wawancara, observasi dan kajian dokumen. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa ragam hias khas Labuhanbatu baru mulai ada sejak tahun 1992 sebagaimana tercantum dalam Pokok-Pokok Pemikiran Pengenalan Industri Kecil Tenunan Kain Tradisionil Dengan Menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Di Daerah Tingkat II Labuhanbatu dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II Labuhanbatu, Nomor 3 Tahun 1992 tentang Kain Songket Daerah Labuhanbatu sedangkan pada masa sebelum itu ragam hias yang ada adalah ragam hias melayu pada umumnya. Beberapa motif ragam hias khas yang menggambarkan identitas daerah Kabupaten Labuhanbatu yang telah diidentifikasi dari penelitian ini diantaranya adalah: 1) Pilar, 2) Tumbuk Lada, 3) Ompat Tepak, 4) Sisik dan Buah Nonas, 5) Ajir Sawit dan Bukit Barisan, 7) Ompat Nonas dan Ompat Pohon Kelapa Sawit, 8) Pagar, 9) Bunga Lawang, 10) Terubuk, 11) Pohon Karet, 12) Pucuk Rebung, dan 13) Lebah Bergantung. Sedangkan indikasi geografis yang dapat dan memiliki potensi dijadikan sebagai unsur pembentuk motif ragam hias baru yang menggambarkan kekhasan daerah Kabupaten Labuhanbatu berdasarkan penelitian ini adalah Pilandok, Gamak, Pohon Karet, Sungai, Berombang.
MENATA PURA PAKUALAMAN: PRAKTIK REORGANISASI AGRARIA DI REGENTSCHAP ADIKARTO Muhammad Ngafifudin Yahya; Nanang Setiawan
JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA Vol 9, No 1 (2023)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36424/jpsb.v9i1.344

Abstract

Kebijakan reorganisasi agraria memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat. Sebelum abad ke-20, pemilikan dan penguasaan tanah di Yogyakarta ditentukan dengan sistem apanage. Dimana tanah dimiliki dan dikuasai oleh raja sedangkan rakyat sebagai penghuni tanah hanya memiliki hak nggadhuh dengan kewajiban menyerahkan sebagian hasil garapannya. Hal itu yang kemudian menjadi latar belakang penentuan topik penelitian. Melalui empat tahap dalam metode sejarah yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi, penelitian ini difokuskan pada praktik reorganisasi agraria di Regentschap Adikarto. Didukung berbagai sumber dari arsip laporan resmi pemerintah seperti Rijksblad Kasultanan dan Pakualaman, menunjukkan bahwa tindakan reorganisasi membawa perubahan pada status hukum, seperti menghapuskan sistem apanage, pembentukan unit administrasi kelurahan, memberikan kepastian hak-hak penggunaan tanah, pengadaan peraturan sistem sewa tanah, pengurangan wajib kerja penduduk, dan perbaikan pemindahan hak atas tanah. Pelaksanaan reorganisasi pada akhirnya memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat Regentschap Adikarto. Berkat kebijakan itu banyak lahan milik masyarakat beralih untuk perluasan bisnis perkebunan berakibat pada terbatasnya tanah pertanian dan monetisasi semakin memperjelas perubahan pola hidup masyarakat.
DINAMIKA PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG DI YOGYAKARTA TAHUN 1942-1945 Faisal Anas
JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA Vol 9, No 1 (2023)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36424/jpsb.v9i1.368

Abstract

Indonesia atau yang sebelumnya bernama Hindia Belanda menjadi bagian dari wilayah penjajahan Jepang pada tahun 1942. Jepang sebagai penguasa baru memiliki kebijakan berbeda dibandingkan pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pada masa ini, umat Islam mendapat ruang yang lebih luas dalam berbagai bidang. Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam yang memiliki pengaruh di Indonesia turut mendapat tempat dalam kebijakan baru dari Jepang. Meskipun terkesan memberikan ruang gerak lebih kepada umat Islam, namun dalam bidang pendidikan, terdapat banyak kebijakan baru yang menghalangi perkembangan pendidikan Islam, tidak terkecuali Muhammadiyah. Tulisan berusaha untuk mengungkap pendidikan Muhammadiyah khususnya di Yogyakarta selama masa penjajahan Jepang yang berlangsung sejak tahun 1942 hingga tahun 1945. Penelitian ini menggunakan metode sejarah kritis yang terdiri dari empat tahap, yaitu heuristik, kritik sumber (verifikasi), interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan hasil penelitian, kedatangan Jepang di Yogyakarta memberikan pengaruh baru selama masa pendudukannya, khususnya bagi Muhammadiyah. Pendidikan sebagai salah satu bidang sosial yang digarap oleh Muhammadiyah di satu sisi mendapat dukungan jika dibandingkan pada masa kolonialisme Hindia Belanda. Akan tetapi, di sisi lainnya terdapat beberapa kebijakan yang bertentangan dengan keyakinan umat Islam seperti Seikirei dan menghambat pertumbuhan sekolah seperti kurangnya dukungan finansial yang berdampak pada tutupnya sekolah-sekolah Muhammadiyah.
NILAI SEJARAH TOPONIMI ANAK SUNGAI MUSI DI SEBERANG ULU 1 PALEMBANG Kabib Sholeh; Sukardi Sukardi; Feby Oktavia; Aan Suriadi; Nur Syafarudin
JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA Vol 9, No 1 (2023)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36424/jpsb.v9i1.354

Abstract

Palembang merupakan kota tua yang memiliki nama-nama tempat (toponimi) penting dalam sejarah tetapi sayangnya masyarakat belum banyak yang memahami dan mengetahui makna nilai-nilai sejarah toponimi tersebut. Seperti contoh nilai sejarah toponimi anak Sungai Musi di wilayah seberang Ulu 1 Palembang. Anak Sungai Musi merupakan tempat yang memiliki peranan penting dalam perkembangan sejarah sosial, budaya dan ekonomi masyarakat Palembang, sehingga toponimi anak sungai Musi memiliki nilai sejarah yang harus diketahui dan dipahami oleh masyarakat sebagai bentuk identitas sejarah kelokalan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis nilai-nilai sejarah toponimi anak Sungai Musi di Seberang Ulu 1 Kota Palembang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dimulai dari observasi, dokumentasi, wawancara, serta studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kualitatif dengan reduksi data serta penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menjelaskan sejarah toponimi anak Sungai Musi di wilayah seberang Ulu 1 Palembang yaitu Sungai Kademangan, Sungai Kedukan dan Sungai Yuching. Sejarah penamaan anak Sungai Musi tersebut tidak terlepas dari peristiwa penting yang ada di sekitar wilayah anak sungai tersebut, baik penamaan dari seorang tokoh lokal atau nama yang diambil dari sebuah wilayah geografis tempat sungai tersebut ada. Nilai-nilai sejarah toponimi ketiga sungai tersebut memiliki nilai sejarah toponimi baik dalam bidang politik, sosial-budaya dan ekonomi.
EKSISTENSI BATIK DALAM DIPLOMASI INDONESIA-AFRIKA SELATAN (1990-2013) Joshua Jolly Sucanta Cakranegara
JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA Vol 9, No 1 (2023)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36424/jpsb.v9i1.355

Abstract

Artikel ini bertujuan mengkaji eksistensi batik dalam diplomasi Indonesia-Afrika Selatan pada periode kontemporer (1990-2013). Hal ini menjadi penting sebab batik telah menjadi salah satu sarana diplomasi kebudayaan Indonesia setelah pengakuan batik sebagai “Warisan Budaya Dunia” oleh UNESCO. Di sisi lain, kajian untuk melihat akar historis atas pentingnya batik sebagai sarana diplomasi kebudayaan belum memadai. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah dengan pendekatan sejarah kebudayaan. Sumber-sumber yang digunakan adalah sumber primer berupa surat kabar serta sumber sekunder berupa literatur terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pentingnya batik sebagai sarana diplomasi kebudayaan Indonesia dipelopori oleh Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela. Kecintaannya terhadap batik Indonesia, yang penuh dengan filosofi kesederhanaan, membawa dampak positif bagi perkembangan batik di negaranya dan Indonesia pada periode tersebut. Sejak saat itu, Indonesia mulai mengembangkan lebih lanjut batik sebagai sarana diplomasi kebudayaan yang unggul sampai saat ini.
SEJARAH PERKEMBANGAN MAKANAN INDONESIA DARI ABAD KE 10 HINGGA MASA PENDUDUKAN JEPANG Yusuf Budi Prasetya Santosa; Hendi Irawan
JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA Vol 9, No 1 (2023)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36424/jpsb.v9i1.364

Abstract

Sejak dahulu bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang hebat dalam mengolah makanan. Hal ini dapat dilihat dari keragaman makanan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Keragaman makanan Indonesia telah ada sejak abad ke-10. Perkembangan makanan di Indonesia juga dipengaruhi oleh berbagai kebudayaan asing yang datang silih berganti, mulai dari India, Cina dan Eropa (Portugis, Spanyol dan Belanda). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan jika keanekaragaman makanan Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Keanekaragaman makanan Indonesia terjadi karena proses akulturasi dengan berbagai budaya asing, seperti India, Cina dan Eropa yang dibawa oleh para pendatang ke Nusantara. Akulturasi yang terjadi disebabkan masyarakat Indonesia memiliki sikap terbuka terhadap hal-hal baru. Namun meski begitu kebudayaan asli Nusantara tidak hilang selama proses interaksi tersebut. Masa penjajahan Jepang, selama periode Perang Asia-Pasifik 1942-1945, sebagai penutup periode imperialisme bangsa asing di Indonesia juga ikut memperkaya perkembangan makanan di Indonesia. Penelitian ini berfokus kepada bagaimana perkembangan sejarah makanan di Indonesia dari abad ke-5 sampai akhir masa pendudukan Jepang. Dan apakah ada tindakan saling mempengaruhi dalam proses pekembangan makanan di Indonesia selama periode tersebut. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian historis yang terdiri dari empat tahap, yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi.  

Page 1 of 1 | Total Record : 7