cover
Contact Name
Achmad Faiz
Contact Email
Jhr74201@gmail.com
Phone
+628577662255
Journal Mail Official
achmadfaiz8@gmail.com
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang. JL. Mayjend. Sutoyo No. 2 Sukarasa, Kota Tangerang, 15111, Banten, Indonesia
Location
Kota tangerang,
Banten
INDONESIA
JHR (Jurnal Hukum Replik)
ISSN : 23379251     EISSN : 25979094     DOI : 10.31000
Core Subject : Social,
The aim Jurnal Hukum Replik is venue for academicians, researchers, and practitioners for publishing their original research articles or review articles. The scope of the articles published in this journal deals with a broad range of topics in the fields of constitutional law, criminal law, civic law, administrative law, agrrian law, medical law and interconnection study with Legal Studies in accordance with the principle of novelty
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 98 Documents
PENYELENGGARAAN JAMINAN PRODUK HALAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL - Saan
Jurnal Hukum Replik Vol 6, No 1 (2018): JURNAL HUKUM REPLIK
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (111.312 KB) | DOI: 10.31000/jhr.v6i1.1177

Abstract

Produk berupa makanan, minuman, obat, kosmetika, produk kimia, biologis dan rekayasa genetik, pada dasarnya dapat dikonsumsi oleh masyarakat sepanjang tidak terdapat larangan berdasarkan Syariat, dan saat ini persoalan halal dan haram bukan hanya merupakan isu yang sensitif di Indonesia, melainkan telah menjadi perhatian masyarakat internasional. Umat Islam di seluruh dunia amat berkepentingan atas jaminan halal tidak saja terhadap produk makanan, minuman, dan produk lainnya namun juga terhadap proses produksi serta rekayasa genetik. Pemerintah bertanggung jawab dalam menyelenggarakan Jaminan Produk Halal. Sebelum Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal diterbitkan, sertifikat halal adalah fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at Islam. Saat ini dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 ini maka penyelenggaraan Jaminan Produk Halal dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, yang dalam melalaksanakan wewenangnya berkerjasama dengan kementerian dan/atau lembaga terkait, Lembaga Pemeriksa Halal, dan Majelis Ulama Indonesia. Tulisan ini memfokuskan pada masalah bagaimana Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Prdouk Halal dan Implementasinya saat ini, yang ternyata dalam pelaksanaannya memerlukan dukungan politik, koordinasi dan sinergi kebijakan dengan Kementerian/lembaga terkait serta para pemangku kepentingan (stake holder). Adanya sengketa kewenangan atau Tarik menarik kepentingan antara BPJPH dengan kementerian dan/atau lembaga lain hendaknya dilakukan dengan koordinasi yang lebih mendalam, salah satu caranya dengan memasukan solusi kewenangan itu dalam rancangan peraturan pemerintah.Kata Kunci: Produk Halal, Jaminan Produk Halal, Penyelenggara Jaminan Produk Halal.
PELARANGAN PENGGUNAAN KLAUSULA BAKU YANG MENGANDUNG KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN Nizla Rohaya
Jurnal Hukum Replik Vol 6, No 1 (2018): JURNAL HUKUM REPLIK
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (91.153 KB) | DOI: 10.31000/jhr.v6i1.1116

Abstract

Fenomena pembuatan perjanjian standar semakin bertambah luas karena perjanjian standar memberikan kemudahan (kepraktisan) bagi para pihak yang terikat dengan perjanjian standar tersebut; sebab biasanya dalam perjanjian standar hampir seluruh klausul-klausulnya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Meski dalam prakteknya, perjanjian standar juga dapat dibuat dalam bentuk pengumuman yang ditempelkan di tempat penjual menjalankan usahanya. Jadi, perjanjian standar adalah perjanjian yang ditetapkan sepihak, yakni oleh penjual, dan mengandung ketentuan yang berlaku umum, sehingga konsumen hanya memiliki dua pilihan: menyetujui atau menolaknya. Perjanjian standar lazim disebut klausula baku. Klausula baku banyak memberikan keuntungan dalam penggunaannya, walau mendapat banyak sorotan kritis dari para ahli hukum, yaitu dari sisi kelemahannya dalam mengakomodasikan posisi yang seimbang bagi para pihaknya, sebab klausula baku samasekali tidak menyisakan ruang bagi konsumen untuk menegosiasikan isi perjanjian itu. Tentu saja ini sangat memberatkan konsumen. Terlebih lagi, jika dalam klausula baku tersebut tercantum klausula eksonerasi. Dimana klausula eksonerasi adalah klausula yang mengandung kondisi membatasi atau bahkan menghapus samasekali tanggungjawab yang semestinya dibebankan kepada pihak penjual. Tulisan ini mencantumkan beberapa contoh klausula baku yang mengandung klausula eksonerasi yang masih sangat sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, meskipun pasal 18 UUPK sudah dengan tegas melarang penggunaan klausula eksonerasi.   Pada prinsipnya UUPK tidak melarang pelaku usaha untuk membuat perjanjian yang memuat klausula baku atas setiap dokumen dan/atau perjanjian transaksi usaha perdagangan barang dan/atau jasa, selama dan sepanjang perjanjian baku dan/atau klausula baku tersebut tidak mencantumkan ketentuan sebagaimana dilarang dalam pasal 18 UUPK. Dengan tulisan ini, penulis ingin menyampaikan kepada pembaca, baik itu pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen, bahwa perlindungan hukum terhadap konsumen atas pemberlakuan klausula baku yang mengandung klausula eksonerasi; sudah diakomodir oleh UUPK. Namun, tanpa tindakan nyata, tegas dan konsisten seluruh elemen penegak hukum dalam pengawalan terhadap pelaksanaannya, eksistensi UUPK hanya akan menjadi sekedar “pemanis”belaka.Kata Kunci : Klausula baku, Klausula Eksonerasi, Perlindungan Konsumen
EKSEKUSI JAMINAN HAK TANGGUNGAN NASABAH WANPRESTASI AKAD MUSYARAKAH DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN KONSUMEN Shofa Fathiyah; Nurhasanah Nurhasanah
Jurnal Hukum Replik Vol 7, No 1 (2019): JURNAL HUKUM REPLIK
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (339.345 KB) | DOI: 10.31000/jhr.v7i1.2544

Abstract

Abstrak Penelitian ini berangkat dari isu mengenai upaya penyelesaian lelang hak tanggungan dilakukan dengan adanya berbagai pilihan penyelesaian yaitu kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum atau dilaksanakan atas perintah Ketua Pengadilan. Selain itu Debitur wanprestasi pada perbankan syariah memiliki perlindungan yang dilindungi oleh Perundang-undangan perspektif Perlindungan Konsumen. Berdasarkan hal tersebut, Peneliti mengangkat tiga rumusan masalah: Bagaimana prosedur eksekusi hak tanggungan pada perkara di Pengadilan Agama, Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam memutus perkara Nomor 1901/Pdt.G/2016/PA.JS dan Bagaimana perlindungan nasabah terkait transparasi kecukupan jaminan, total hutang dan biaya ganti rugi dalam perspektif Perlindungan Konsumen. Metode yang digunakan merupakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi hukum. Sumber data dari penelitian ini terbagi menjadi dua kategori: sumber hukum primer yang terdiri dari Putusan Pengadilan Nomor 1901/Pdt.G/2016/PA.JS, Peraturan Perundang-undangan nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah. Data sekunder: Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Kesimpulan tesis, prosedur eksekusi Hak Tanggungan, pada perkara Nomor 1901/Pdt.G/2016/PA.JS dilakukan secara parate eksekusi, hal tersebut tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah Penjelasan Umum Angka 9 dan Buku Standar Operasional Musyarakah OJK, “BUS/UUS/BPRSuntuk tercapainya kepastian hukum dan Perlindungan nasabah terkait transparasi kecukupan jaminan, total hutang dan biaya ganti rugi dengan prinsip transparansi diatur Pasal 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Kata kunci: Perlindungan Hukum, Teori Tujuan Hukum, Eksekusi Jaminan, Pengadilan Agama, Nasabah Akad Musyarakah, Bank Syariah.
RELEVANSI ALAT BUKTI INFORMASI ELEKTRONIK DALAM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA Abdul Kadir
Jurnal Hukum Replik Vol 6, No 2 (2018): JURNAL HUKUM REPLIK
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (62.576 KB) | DOI: 10.31000/jhr.v6i2.1442

Abstract

Perkembangan teknologi informasi mengakibatkan perkembangan tindak pidana dalam hal dunia maya atau biasa disebut cyber crime. Permasalahan Relevansi alat bukti informasi elektronik dalam hukum acara pidana di Indonesia dan perkembangan alat bukti informasi elektronik menjadi permaslahan yang diangkat dalam penelitian ini. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang berfokus pada hukum positif yang berupa pengaturan perundang-undangan. Relevansi alat bukti informasi elektronik sebagai alat bukti yang sah telah diakui dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Alat bukti informasi elektronik di Indonesia sebenarnya sudah diatur Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan yang aman di dalamnya terkait dengan dokumen elektronik.Kata Kunci : Alat Bukti, Relevansi, Informasi Elektronik.
TINJAUAN YURIDIS ATAS TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PRAKTEK DI INDONESIA Sumarni Alam
Jurnal Hukum Replik Vol 5, No 2 (2017): JURNAL HUKUM REPLIK
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (68.685 KB) | DOI: 10.31000/jhr.v5i2.924

Abstract

Kerusakan yang timbul akibat korupsi itu sudah sangat parah, sudah sangat keterlaluan. Korupsi tidak saja merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merusak moral bangsa ini,  menimbulkan kebodohan bangsa ini. Budaya korupsi telah menjadi seperti darah daging dalam kehidupan masyarakat negeri ini. Dalam setiap tindakan, dalam setiap perbuatan masyarakat yang berhubungan dengan instansi pemerintah, atau sebaliknya, tanpa terkecuali, terjadi praktek korupsi.Korupsi benar-benar telah menjadi kejahatan yang sangat luar biasa, karena pebuatan korupsi itu terbukti telah mengakibatkan kesengsaraan terhadap rakyat Indonesia, telah menghapus kesejahteraan yang harusnya dinikmati oleh mereka, telah merampas hak-hak sosial mereka, bahkan dalam kasus-kasus tertentu telah merampas pula nyawa manusia.Permasalahan yang dibahas dan dikaji dalam tulisan ini adalah bagaimana penyebab yang mendorong orang untuk melakukan perbuatan korupsi. Bagaimana upaya baik dari pemerintah maupun dari masyarakat dalam mengambil langkah-langkah dalam pemberantasan korupsi dan bagaimana bentuk pembaharuan kebijakan yang harus dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan sumbangan pemikiran atau bahan pengembangan ilmu hukum khususnya di bidang hukum pidana.Penulisan ini menunjukkan bahwa korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau  ketidakjujuran. Dan korupsi akan berdampak pada masyarakat luas serta akan merugikan masyarakat umum dan negara. Di Indonesia, korupsi identik dengan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai  perangkat pokoknya.Penerapan hukum juga merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan terhadap terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya. Kata Kunci : Tinjauan yuridis atas tindak pidana korupsi.
KEPASTIAN HUKUM ITSBAT NIKAH DALAM HUKUM PERKAWINAN Farida Nurun Nazah; Husnia Husnia
Jurnal Hukum Replik Vol 6, No 2 (2018): JURNAL HUKUM REPLIK
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (106.438 KB) | DOI: 10.31000/jhr.v6i2.1525

Abstract

Itsbat Nikah merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum dalam perkawinan karena menjamin kepastian hukum terhadap status perkawinan, status anak dan harta bersama. Status perkawinan dimaksud adalah aspek legalitas formil menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Menurut aturan yuridis, perkawinan yang tidak dicatatkan dapat mengajukan permohonan Itsbat Nikah ke Pengadilan Agama selama praktek perkawinan tersebut tidak menyimpang dari ketentuan Hukum Islam. Kompilasi Hukum Islam yang lahir berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 menyatakan bahwa salah satu syarat dikabulkan Itsbat Nikah adalah adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Namun faktanya, hasil penelitian menemukan bahwa Pengadilan Agama lebih banyak mengabulkan Itsbat Nikah pasca disahkan Undang-Undang Perkawinan dari pada sebelum disahkan Undang-Undang Perkawinan. Penelitian ini hadir untuk memberikan pemahaman kepada msyarakat supaya tidak menyalahgunakan perlindungan hukum berupa Itsbat Nikah.Kata Kunci : Kepastian Hukum, Itsbat Nikah, Hukum Perkawinan
PENGANGKATAN PENJABAT KEPALA DAERAH YANG BERASAL DARI ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA (Studi Kasus Pengangkatan Komjen Pol Mochammad Iriawan Sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat) - Tohadi
Jurnal Hukum Replik Vol 6, No 1 (2018): JURNAL HUKUM REPLIK
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (142.18 KB) | DOI: 10.31000/jhr.v6i1.1178

Abstract

Pengaturan pengangkatan penjabat kepala daerah yang berasal dari anggota TNI dan anggota Polri menimbulkan interpretasi yang berbeda. Dalam penelitian ini telah dihasilkan, pertama, bahwa pengaturan pengangkatan penjabat kepala daerah yang berasal dari anggota TNI dan anggota Polri selain harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh UU Pilkada dan UU ASN,  juga harus memenuhi persyaratan yang ditentukan sebagai anggota TNI dan anggota Polri, sebagaimana diatur dalam UU TNI dan UU Polri yang merupakan hukum khusus (lex specialis) bagi anggota TNI dan anggota Polri tersebut. Kedua, pengangkatan penjabat kepala daerah yang berasal dari anggota TNI dan anggota Polri tanpa terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun dari dinas keprajuritan dan dinas kepolisian tidak dapat dibenarkan menurut peraturan perundang-undangan. Dan ketiga, pengangkatan Komjen Pol Mochammad Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat yang masih aktif sebagai anggota Polri dan tanpa terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian tidak tepat, jika dilihat dari hukum positif. Khususnya yaitu UU Polri, PP No. 15/ 2001 tentang Pengalihan Status Anggota TNI dan Anggota Kepolisian Negara RI Menjadi PNS untuk Menduduki Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan PP 4/ 2002 dan terakhir diubah dengan PP 21/ 2002; dan PP 1/2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara RIKata Kunci: Penjabat Kepala Daerah, Penjabat Gubernur, Hukum Khusus (Lex Specialis), Hukum Umum (Lex Generali), Peraturan Perundang-undangan
KEWENANGAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH DADANG GANDHI
Jurnal Hukum Replik Vol 4, No 2 (2016): JURNAL HUKUM REPLIK
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (141.051 KB) | DOI: 10.31000/jhr.v4i2.11

Abstract

Sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Produk Hukum Daerah. Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Dalam Negeri ini mengatur antara lain Tentang Prosedur Keberatan terkait dengan pembatalan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Dengan adanya dua peraturan tersebut, telah menimbulkan kebingungan bagi pemerintah daerah untuk memilih dalam mengajukan permohonan keberatan apabila peraturan daerahnya dibatalkan oleh pemerintah pusat, dan sekaligus memberikan gambaran bahwa pada waktu pembentukan kedua peraturan tersebut tidak dilakukan langkah harmonisasi.  Kata Kunci : Pembatalan, Peraturan Peraturan Daerah
KERANGKA REGULASI TATA KELOLA LEMBAGA MENAJEMEN KOLEKTIF: SUATU PERBANDINGAN Yoyo Arifardhani
Jurnal Hukum Replik Vol 7, No 1 (2019): JURNAL HUKUM REPLIK
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (288.714 KB) | DOI: 10.31000/jhr.v7i1.2525

Abstract

AbstrakPencipta dapat mengoptimalkan implementasi hak ekonomi atas karya ciptanya melalui lembaga manajemen kolektif yang membuat pencipta dan pemegang hak cipta serta pengguna dapat mengakses biaya transaksi yang lebih rendah sehingga dapat meningkatkan jumlah hak-hak cipta yang dapat diperdagangkan. Namun di sisi yang lain, sifat monopolistik lembaga manajeman kolektif berpotensi disalahgunakan sehingga diperlukakan kerangka regulasi tata kelola yang baik bagi lembaga manajemen kolektif. Kerangka regulasi terkait pengaturan, pengawasan, tata kelola, dan implementasi fungsi sosial dan budaya lembaga manajemen kolektif di negara-negara Eropa dapat menjadi rujukan pembaharuan hukum pengelolaan lembaga manajemen kolektif di Indonesia.Kata Kunci: Hak Cipta, Lembaga Manajemen Kolektif, Perbandingan Hukum
KENDALA PELAKSANAAN PEMBAYARAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BERDASARKAN UU RI NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (Studi Kasus Pada PT Pelayaran Nasional Indonesia(Persero)) Dauman Dauman
Jurnal Hukum Replik Vol 6, No 2 (2018): JURNAL HUKUM REPLIK
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (104.605 KB) | DOI: 10.31000/jhr.v6i2.1443

Abstract

Kata-kata Pemutusan Hubungan Kerja merupakan suatu mimpi buruk khususnya bagi pekerja/buruh, sehingga setiap pekerja/buruh harus mengupayakan untuk menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja yang tidak normal misalnya pekerja melakukan kesalahan, begitu juga pengusaha akan menjadikan permasalahan,  minimal pembayaran kompensasi pemutusan hubungan kerja, bahkan bisa jadi sampai permasalahan hukum. Satu hal yang terpenting dari terjadinya pemutusan hubungan kerja adalah sejauhmana pekerja/buruh memperoleh hak-hak minimalnya, sebagaimana  yang tercantum dalam pasal 156 ayat (1) UU RI No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pembayaran kompensasi PHK yang dilaksanakan oleh kantor pusat PT PELNI belum sepenuhnya melaksanakan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, baik ketentuan maupun pelaksanaannya, Kantor pusat PT PELNI disamping berpedoman pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan justru mayoritas masih menggunakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Padahal dalam kedua Undang-Undang tersebut jelas berbeda dalam aturan masing-masing.Kata Kunci: Kompensasi pesangon, pemutusan hubungan kerja, pekerja.

Page 1 of 10 | Total Record : 98