cover
Contact Name
M. Riza Pahlefi
Contact Email
riza.pahlefi@uinbanten.ac.id
Phone
+6285383592121
Journal Mail Official
syakhsia@uinbanten.ac.id
Editorial Address
Jl. Jenderal Sudirman No. 30 Ciceri Serang Banten
Location
Kota serang,
Banten
INDONESIA
Syaksia : Jurnal Hukum Perdata Islam
ISSN : 2085367X     EISSN : 27153606     DOI : https://dx.doi.org/10.37035/syakhsia
Syakhsia: Jurnal Hukum Perdata Islam, is an open access and peer-reviewed journal published biannually (p-ISSN: 2085-367X and e-ISSN: 2715-3606). It publishes original innovative research works, reviews, and case reports. The subject of Syakhsia covers textual and fieldwork with various perspectives of Islamic Family Law, Islam and gender discourse, and legal drafting of Islamic civil law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember" : 9 Documents clear
Kedudukan Hak Waris Anak dari Pernikahan Incest dalam Perspektif Fiqih Maimunah Maimunah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v19i2.3317

Abstract

Tujuan dari penulisan artikel ini memberikan pengetahuan tentang kedudukan hak waris anak dari pernikahan incest dalam perspektif fiqh. Pernikahan Incest merupakan pernikahan sedarah yang dilarang dalam agama Islam sehingga perlu dibatalkan pernikahan tersebut sebagaimana diatur dalam surat an-Nisa ayat 23. Di dalam Undang – Undang Perkawinan, larangan perkawinan incest diatur pada pasal 8, sedangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat pada pasal 39. Akibat dari pernikahan incest itu, tentu memiliki akibat hukum terhadap status kewarisan anak dari perspektif fiqih. Anak yang dilahirkan pernikahan incest tidak memiliki kesalahan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, sehingga perlu dilakukan perlindungan atas hak – haknya. Anak perlu mendapatkan perlindungan sebagaimana diatur dalam al-Qur’an dan perundang - undangan. Bila terjadi suatu sengketa dalam rumah tangga, baik ibu maupun bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya semata demi kepentingan si anak meskipun anak tersebut anak yang lahir dari hasil hubungan incest. Hak waris anak incest tidak diatur dalam hukum Islam, karena hukum Islam hanya mengenal anak sah dan anak tidak sah (anak zina). Jika keduanya sama-sama tidak mengetahui hubungan sedarah mereka, maka hukum yang berlaku adalah seperti konsep hilangnya beban hukum atas tiga orang, orang yang khilaf (QS. Al Ahzab: 5), lupa dan orang yang dipaksa. Jika keduanya tidak mengetahui adanya cacat nikah dari aspek larangan pernikahan, maka hubungan suami-isteri yang lalu adalah sah dan tidak dianggap sebagai perbuatan zina. Dan anak hasil perkawinan mereka tetap bernasab kepada bapaknya dan juga berhak mewaris kepada bapak dan ibunya.
Wakaf Uang Untuk Peningkatan Ekonomi Masyarakat (Perspektif Islam) Siti Nurul Udhiyah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v19i2.3318

Abstract

Seiring dengan era reformasi dan kemajuan zaman praktek hukum Islam semakin berkembang, meningkat dan meluas ke berbagai sektor hukum, tidak hanya di sektor kekeluargaan, tapi juga ke sektor hukum lainnya seperti zakat, sedekah, wasiat dan bahkan sampai ke sektor hukum perbankan, temasuk hukum wakaf. Di kalangan umat Islam, wakaf yang sangat popular adalah masih terbatas pada persoalan tanah dan bangunan yang diperuntukkan untuk tempat ibadah dan pendidikan serta belakangan baru ada wakaf untuk yang berbentuk tunai (cash) atau wakaf benda yang bergerak yang manfaatnya untuk kepentingan pendidikan, rumah sakit, pemerdayaan ekonomi lemah dan lain-lain. Wakaf tunai bagi umat Islam Indonesia memang masih relative baru. Rumusan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan wakaf uang untuk peningkatan kesejahteraan hidup ? dan bagaimana pelaksanaan wakaf uang untuk mengurangi kemiskinan? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan wakaf uang untuk peningkatan kesejahteraan hidup dan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan wakaf uang untuk mengurangi kemiskinan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah riset kepustakaan (Library Research) penulisan ini merupakan kegiatan telaah pustaka (Review Research) yaitu Penulis membaca, mengutip dan merangkai hal-hal yang perlu merujuk pada buku-buku dan dokumen-dokumen serta berbagai rujukan lain yang berkaitan dengan pokok pembahsan, dan menggunakan metode kualitatif induktif yaitu mengemukakan data yang bersifat khusus untuk diolah menjadi kesimpulan yang bersifat umum sehingga Penulis memperoleh penjelasan secara terperinci. Dari uraian diatas dapat disimpulkan dengan memberdayakan wakaf uang dan dimanfaatkan untuk hal-hal yang produktif maka secara Syar’i dapat dibenarkan sepanjang hakikat nilai wakaf uang tersebut tidak hilang dan mampu menginjeksi atau membantu ekonomi umat (Islam) yang telah lama terpuruk sehingga kehidupan masyarakat yang kurang mampu dapat terbantu dan sejahtera, dan mampu mengurangi angka kemiskinan masyarakat.
Pemikiran Ushul Fiqh Imam Syafi’i Ahmad Sanusi
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v19i2.3304

Abstract

Ilmu Ushul fiqh yang beliau kemukakan dihadapan para ulama adalah merupakan cara atau metode baru yang mana di saat itu belum pernah diungkapkan yang sama dengan metodologi yang Imam Syafei ungkapkan dengan gaya diskusi dan cara beliau beristimbath, sehingga kebanyakan mengatakan bahwa Syafii lah orang yang pertama kali pembuat dan pencetus Ushul Fiqh secara metodologis atau bias juga dikatakan sebagai arsitek ilmu ushul fiqh. Imam Syafei dalam beristimbath suatu hukum tidak pernah terlepas dari dalil Kitab dan Sunnah serta pendekatan Bahasa yang sangat dalam (Daqiq) sehingga beliau berbeda pendapat dengan madzhab Hanafiyah dalam masalah Istihsan, karena menurutnya istihsan sudah lepas dari al quran dan sunnah.Metodolgi istimbath hukum yang Syafei gagas ini yang kemudian hari dikenal dengan ilmu Ushul Fiqh ini adalah merupakan pemikiran moderat beliau dalam memahami ayat al quran dan hadis, moderat dalam arti pertengahan antara aqli dan naqli, namun demikian Syafei menghormati orang yang berbeda pendapat dengannya, seperti dengan Imam Muhammad bin Hasan dari Madzhab Hanafi.
Hukum Zakat Fitrah dalam Bentuk Uang (Studi Komparatif Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i) Sherlyeni Erwinda Tari
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v19i2.3319

Abstract

Sebagai umat Islam sudah menjadi kewajiban untuk membayar zakat. Karena, zakat merupakan Ibadah Fardhu dan termasuk kedalam rukun Islam yang ketiga. Selain shalat, zakat merupakan ibadah yang mendekatkan diri dengan Allah SWT dan dapat membantu sesama umat dalam berlangsungnya kehidupan. Zakat terbagi dua yaitu Zakat Mal (Zakat Harta) yang dikeluarkan ketika sudah mencapai nishob dan Zakat Fitrah (Zakat Badan) yang dikeluarkan setiap satu tahun sekali pada akhir bulan Ramadhan, untuk itu disyariatkanlah Zakat Fitrah sebagai penyucian diri dan untuk membantu menghindari umat Muslim pada hari fitri dari meminta-minta. akan tetapi, konteks yang ada sekarang pengeluaran zakat banyak yang menggunakan uang tunai, dan hokum Zakat Fitrah dalam bentuk uang menurut berbagai Madzhab berbeda-beda diantaranya, madzhab Hanafi yang membolehkan zakat fitrah dengan menggunakan uang, sedangkan Madzhab Syafi’i harus menggunakan makanan. Dari latar belakang Di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:1). Bagaimana hukum zakat fitrah dalam bentuk uang menurut Madzhab Hanafi? 2). Bagaimana hukum zakat fitrah dalam bentuk uang menurut Madzhab Syafi’i? 3). Bagaimana analisis penulis tentang hukum zakat fitrah dalam bentuk uang? Tujuan penelitian ini adalah Untuk Mengetahui Hukum Zakat Fitrah dalam Bentuk Uang Menurut Madzhab Hanafi. Untuk Mengetahui Hukum Zakat Fitrah dalam Bentuk Uang Menurut Madzhab Syafi’i. Untuk mengetahui Analisis penulis Tentang Hukum Zakat Fitrah dalam Bentuk Uang. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan (library research) dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan menggunakan sumber data primer yaitu: Kitab Sunan Ad-Daruquthni, Kitab Bulughul Maram, Fiqh Madzhahibul ‘arba’ah dan Kitab Imam As Syaf’i Al-Umm Penerjemah: Fuad Syaifudin Nur, Penerbit Republika PT. Pustaka Abdi Bangsa. Kesimpulan hasil dari penelitian ini adalah menurut Madzhab Hanafi zakat fitrah tidak harus dengan makanan tetapi bisa dengan uang. Karena yang diperhitungkan tercukupinya kebutuhan orang-orang miskin pada hari raya idul fitri. Sedangkan menurut Madzhab Syafi’i bahwa fitrah itu harus dengan makanan pokok. Karena zakat termasuk pada kategori ibadah mahdhoh yang termasuk ketentuan hadits dan tidak dapat diganti dengan apapun. Menurut penulis bahwa pendapat Imam Abu Hanifah lebih memberikan kemudahan bagi umat dalam menunaikan zakat fitrah. Karena itu zakat fitrah dengan menggunakan uang dinyatakan sah.
Li’an Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif Eka Gifriana
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v19i2.3311

Abstract

Pernikahan merupakan Sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Didalam pernikahan, adakalanya terjadi sebuah perselisihan antara suami istri yang dikarenakan oleh kesalahfahaman antara keduanya, sehingga akan mengakibatkan sebuah perceraian. Salah satu terjadinya perceraian adalah karena suami telah melakukan Li’an terhadap istrinya. Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1).Apa yang dimaksud dengan li’an menurut Hukum Islam dan Hukum Positif?. 2).Bagaimana pelaksanaan li’an menurut Hukum Islam dan Hukum Positif?. 3).Bagaimana akibat dari terjadinya li’an menurut Hukum Islam dan Hukum Positif?. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif tentang apa yang dimaksud dengan li’an. Untuk mengetahui bagaimana cara pelaksanaan li’an menurut Hukum Islam dan Hukum Positif. Untuk mengetahui akibat dari terjadinya li’an dalam pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif. Metode yang digunakan dalam membahas masalah ini adalah dengan menggunakan metode penelitian pustaka (library research) karena data yang diambil dalam penelitian ini menggunakan buku sebagai sumber datanya. Penulis juga menggunakan UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, UU no.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, KUHPerdata, KUHPidana dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), dengan menggunakan pendekatan komparatif, yaitu membandingkan antara Hukum Islam dan Hukum Positif dalam permasalah li’an. Hasil dari penelitian ini, li’an menurut Hukum Islam yaitu sumpah suami yang menuduh istrinya berzina, sedangkan dia tidak mampu mendatangkan empat orang saksi. Dalam KHI pasal 126, yaitu li’an terjadi karena suami menuduh istri berbuat zina dan atau mengingkari anak dalam kandungan atau yang sudah lahir dari istrinya sedangkan istri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut. Adapun pelaksanaan li’an menurut Hukum Islam dan Hukum Positif, dinyatakan sah apabila dilaksanakan di Pengadilan Agama di depan Hakim. Kemudian akibat terjadinya li’an menurut Hukum Islam, yaitu suami istri tersebut akan dipisahkan untuk selama-lamanya, dan anak dinasabkan kepada ibunya, bukan kepada ayahnya. Adapun menurut Hukum Positif, Akibat terjadinya li’an itu sendiri, menurut KUHPerdata, anak bisa dinasabkan kepada ayahnya, jika ibu mengizinkannya. Dalam KUHP, suami istri jika salah satu atau keduanya berzina dengan orang lain, maka akan dipidana paling lama 9 bulan kurungan. Dalam KHI, bagian keenam pasal 162, yang intinya suami yang bercerai melalui li’an, maka akan dipisahkan untuk selama-lamanya.
Pembayaran dan Pendistribusian Uang Iwadh di Pengadilan Agama Serang Dalam Persepektif Hukum Islam (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Serang) Muhammad Dzikri Amrullah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v19i2.3322

Abstract

Dalam istilah perceraian dikenal dengan tiga bentuk perceraian diantaranya, talak, cerai gugat, dan khulu. Khulu’ merupakan satu bentuk dari putusnya perkawinan, yang diajukan dari seorang istri kepada suaminya, berbeda dengan bentuk perceraian lainnya, dalam khulu’ terdapat uang tebusan ganti rugi atau ‘iwadh. Istilah iwadh dalam khulu’ menunjukkan kewajiban istri menebus diri dari suaminya dengan mengembalikan apa yang pernah diterimanya (mahar). Dalam Islam uang iwadh harus disearhkan kepada pihak suami, namun yang teradi saat ini, uang iwadh justru diserhkan kepada pengadilan agama. Perumusan masalah dalam penelitian ini diantaranya: Bagaimana implementasi pembayaran uang iwadh dalam cerai gugat di Pengadilan Agama Serang? Bagaimana pandangan hukum Islam mengenai implementasi pembayaran uang iwadh dalam cerai gugat di Pengadilan Agama Serang? Penelitian ini memiliki tujuan diantaranya untuk mengetahui penerimaan dan penyaluran uang iwadh dalam cerai gugat di Pengadilan Agama Serang. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam mengenai implementasi pembayaran uang iwadh .dalam cerai gugat di pengadilan agama serang. Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama dengan mengguna metode penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan deskriptif/kualitatif. Seluruh data dianalisis secara deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi pembayaran uang iwadh dalam cerai gugat di Pengadilan Agama Serang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada di Indonesia, dan tidak ada kesalahan dalam implementasinya di dalam penerimaan uang iwadh tersebut, karena uang iwadh tersebut dipergunakan untuk kepentingan ibadah sosial. Pandangan hukum Islam mengenai implementasi pembayaran uang iwadh dalam cerai gugat di Pengadilan Agama Serang tidak terjadi perbedaan pendapat namun jika uang iwadh diberikan kepada Pengadilan Agama untuk kemaslahatan umum dan tujuan ibadah maka harus terlebih dahuku diketahui suami. Karena uang iwadh yang di Pengadilan Agama diberikan jika ada pelanggaran dalam taklik talak.
Nikah Tafwidh dalam Persepektif Hukum Islam Ahmad Harisul Miftah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v19i2.3315

Abstract

Nikah tafwidh adalah nikah yang di dalam shighat akadnya tidak dinyatakan kesediaan membayar mahar (maskawin) oleh pihak calon suami kepada pihak calon istri. Menurut jumhur ulama, nikah tafwidh mengandung 2 kondisi yang disepakati, yaitu pertama tidak adanya mahar dan kedua tidak menyebutkan mahar. Mazhab Malikiyah melihat kondisi yang kedua adalah pilihan kondisi yang dibolehkan, sedangkan untuk kesepakatan ulama bahwa meniadakan mahar justru merusak pernikahan. Akibat hukum dari nikah tafwidh yaitu yang pertama, terhadap hak dan kewajiban suami istri, suami bertanggung jawab atas kesejahteraan keluarga serta menjadi pelindung bagi keluarga, sementara istri berkewajiban untuk mengurus rumah tangga. Kedua, terhadap hubungan orang tua dan anak, orang tua wajib memelihara dan mendidik anak hingga dewasa dan anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak orang tua dengan baik . Ketiga, terhadap harta benda perkawinan, suami tidak wajib untuk membayar mahar jika belum campur/ dukhul, cukup membayar mut’ah (pemberian). Mahar penuh wajib diberikan apabila telah dukhul atau diantara suami/istri meninggal sebelum dukhul
Pernikahan Beda Agama (Studi Komparasi Pemikiran Ibnu Taimiyah dan Rasyid Ridha) Uup Gufron
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v19i2.3323

Abstract

Tulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui pemikiran Ibnu Taimiyah dan Rasyid Ridha dalam melihat persoalan pernikahan beda agama. Hingga saat ini persoalan tersebut masih hangat diperbincangkan karena di Indonesia sendiri tidak mengakomodir jenis pernikahan tersebut. Pemikiran Ibnu Taimiyah dan Rasyid Ridho cenderung berseberangan ketika menafsirkan makna ahl al-kitab. Ibnu Taimiyah berkesimpulan bahwa ahl al-kitab yang boleh dinikahi adalah yang tidak musyrikat (musyrik), meskipun ia Yahudi maupun Nasrani. Sedangkan Rasyid Ridho berpandangan bahwa ahl kitab adalah orang yang berpegang teguh pada kitab suci, baik Yahudi, Nasrani, maupun agama lain.
Implementasi PERMA Nomor 01 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan dalam Menyelesaikan Sengketa Perceraian (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Serang) Rifana Tunajah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v19i2.3316

Abstract

Hukum Islam dan hukum positif secara tegas menyebutkan bahwa perkawinan bagi umat manusia hendaknya menjadi ikatan yang bahagia, tentram, dan abadi. Perselisihan rumah tangga bukanlah sebuah penghalang seseorang untuk mewujudkan hal tersebut, karena pada dasarnya setiap permasalahan ada jalan keluar untuk meyelesaikannya. Oleh karena itu, penelitian ini memfokuskan pada penerapan Perma Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dalam penyelesaian sengketa perceraian di Pengadilan Agama Serang. Perumusan masalahnya adalah : Bagaimana Pengaturan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan? Bagaimana Penerapan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Serang? Apakah Penerapan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan telah sesuai dalam menekan angka perceraian di Pengadilan Agama Serang? Tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui pengaturan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Untuk mengetahui penerapan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Serang. Untuk mengetahui apakah penerapan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan telah sesuai dalam menekan angka perceraian di Pengadilan Agama Serang. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yuridis sosiologis yaitu suatu penelitian yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori hukum serta melihat realita yang terjadi di lapangan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:1). Di dalam pengaturan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dibagi kedalam dua tahap yaitu tahap pramediasi dan tahap Proses Mediasi (Bab V Pasal 24 sampai pasal 32). 2). Implementasi PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dalam menyelesaikan perkara perceraian di Pengadilan Agama Serang dikatakan belum efektif karena dari 3695 perkara perceraian tidak ada mediasi yang berhasil. 3). Penerapan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan tidak relevan dalam menekan angka perceraian, berdasarkan data dari Pengadilan Agama Serang pada Tahun 2017 angka perceraian semakin meningkat hampir seratus persen dari tahun lalu, perkara perceraian ini dilatar belakangi oleh masalah ekonomi dan perselingkuhan dan banyak laki-laki yang tidak bertanggung jawab

Page 1 of 1 | Total Record : 9