cover
Contact Name
M. Riza Pahlefi
Contact Email
riza.pahlefi@uinbanten.ac.id
Phone
+6285383592121
Journal Mail Official
syakhsia@uinbanten.ac.id
Editorial Address
Jl. Jenderal Sudirman No. 30 Ciceri Serang Banten
Location
Kota serang,
Banten
INDONESIA
Syaksia : Jurnal Hukum Perdata Islam
ISSN : 2085367X     EISSN : 27153606     DOI : https://dx.doi.org/10.37035/syakhsia
Syakhsia: Jurnal Hukum Perdata Islam, is an open access and peer-reviewed journal published biannually (p-ISSN: 2085-367X and e-ISSN: 2715-3606). It publishes original innovative research works, reviews, and case reports. The subject of Syakhsia covers textual and fieldwork with various perspectives of Islamic Family Law, Islam and gender discourse, and legal drafting of Islamic civil law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 82 Documents
Nikah Tafwidh dalam Persepektif Hukum Islam Ahmad Harisul Miftah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v19i2.3315

Abstract

Nikah tafwidh adalah nikah yang di dalam shighat akadnya tidak dinyatakan kesediaan membayar mahar (maskawin) oleh pihak calon suami kepada pihak calon istri. Menurut jumhur ulama, nikah tafwidh mengandung 2 kondisi yang disepakati, yaitu pertama tidak adanya mahar dan kedua tidak menyebutkan mahar. Mazhab Malikiyah melihat kondisi yang kedua adalah pilihan kondisi yang dibolehkan, sedangkan untuk kesepakatan ulama bahwa meniadakan mahar justru merusak pernikahan. Akibat hukum dari nikah tafwidh yaitu yang pertama, terhadap hak dan kewajiban suami istri, suami bertanggung jawab atas kesejahteraan keluarga serta menjadi pelindung bagi keluarga, sementara istri berkewajiban untuk mengurus rumah tangga. Kedua, terhadap hubungan orang tua dan anak, orang tua wajib memelihara dan mendidik anak hingga dewasa dan anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak orang tua dengan baik . Ketiga, terhadap harta benda perkawinan, suami tidak wajib untuk membayar mahar jika belum campur/ dukhul, cukup membayar mut’ah (pemberian). Mahar penuh wajib diberikan apabila telah dukhul atau diantara suami/istri meninggal sebelum dukhul
Oral Seks Suami-Istri dalam Pandangan Hukum Islam Uup Gufron
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 1 (2018): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v17i1.1115

Abstract

Oral seks adalah bagian aktivitas persetubuhan yangbiasanya dilakukan oleh pasangan sebagai bentuk kreasi ataufantasi gaya persetubuhan yang menggunakan oral atau mulutsebagai media untuk melakukannya, baik dari istri kepadasuaminya, maupun sebaliknya. Membicarakan hal ini dianggaptabu oleh sebagian kalangan umat Islam, karena ketidakpastianhukum untuk melakukan.Syekh An-Najmi dan Shahid Athar adalah ulama yangsecara terbuka menjelaskan persoalan ini, apakah dibolehkan ataudilarang. Dua ulama ini memiliki pandangan yang berbeda.. SyekhAn-Najmi, seorang mufti Arab Saudi, cenderung mengharamkanaktivitas itu, sedangkan Shahid Athar menilai bahwa hal tersebutdibolehkan. Keduanya menggunakan argumentasi yang berbeda,dengan tetap berpijakan pada hukum Islam itu sendiri.Syekh an-Najmi mengambil jalan metode etis -normatif,sedangkan Shahid Athar mengambil jalan etis -liberal. ShahidAthar membolehkan aktivitas oral seks karena tidak adanyalarangan teks hukum Islam, sedangkan Syekh an -Najmimengharamkan oral seks karena dapat merusak peradabanseksualitas manusia dan membawa bencana psikis.
Akibat Hukum Penolakan Itsbat Nikah Terhadap Hak Keperdataan Anak Aenatul Mardiyah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 1 (2019): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i1.1989

Abstract

Itsbat Nikah adalah penetapan atas perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri yang telah melakukan perkawinan sesuai dengan ketentuan agama Islam yaitu syarat dan rukun nikahnya terpenuhi, tetapi perkawinan ini tidak dicatat di KUA dan di kantor pencatatan nikah akibatnya perkawinan ini tidak terdaft1ar dan dianggap tidak memiliki kekuatan dimata hukum karena tidak memiliki akta nikah. Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 7 ayat 3 ada beberapa hal yang dapat diitsbatkan, salah satunya hilangnya akta nikah atau tidak mempunyai akta nikah. Faktanya banyak itsbat nikah yang diajukan kepengadilan Agama ditolak oleh Majelis Hakim padahal akta nikah itu sangat penting untuk keperluan administrasi lainnya, dengan ditolaknya itsbat nikah ini akan berakibat kepada anak, yang mana status anak ini dipertanyakan dan bagaimana hubungan keperdataan dengan orang tuanya. Adapun pokok permasalah penelitian ini terdiri dari: (1) Bagaimana latar belakang pertimbangan hakim dalam perkara penolakan itsbat nikah di Pengadilan Agama Serang berdasarkan putusan Nomor 0468/Pdt.G/2018/PA.Srg? (2) Bagaimana analisis putusan Pengadilan Agama Serang Nomor 0468/Pdt.G/2018/PA.Srg? (3) Apa Akibat Hukum Penolakan Itsbat Nikah Nomor 0468/Pdt.G/2018/PA.Srg Terhadap Hak Keperdataan Anak? Tujuan dalam penelitian ini adalah : (1) Untuk mengetahui latar belakang pertimbangan hakim dalam perkara penolakan itsbat nikah di Pengadilan Agama Serang berdasarkan putusan Nomor 0468/Pdt.G/2018/PA.Srg. (2) Untuk mengetahui analisis putusan Pengadilan Agama Nomor 0468/Pdt.G/2018/PA. Srg. (3) Untuk mengetahui akibat hukum penolakan itsbat nikah terhadap hak keperdataan anak. Penelitian ini merupakan bersifat analisis putusan yang dianalisa secara kualitatif yaitu dengan teknik mengumpulkan datadata berupa dokumentasi dan wawancara. Penulis wawancara dengan 3(tiga) Hakim dan 1(satu) panitera. Kesimpulannya adalah : (1) Dasar pertimbangan hakim dalam perkara itsbat nikah adalah Kompilasi Hukum Islam Pasal 3 ayat (1). (2) setelah dianalisa perkara ini diketahui bahwa permohonan itsbat nikah ini ditolak disebabkan salah satu pihak atau Pemohon II masih terikat dengan perkawinan yang sah dengan laiklaki lain sehingga permohonan itsbat nikah tersebut ditolak sebagaimana dalam pasal 9. (3) akibat hukum penolakan itsbat nikah ini ditolak akan berdampak kepada anaknya, sehingga anak ini akan dianggap sebagai anak yang dilahirkan di luar kawin dan tidak memiliki keperdataan dengan bapaknya hanya memiliki keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Status Perkawinan Bagi Isteri yang Ditinggal Pergi Suami Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif (Studi Kasus di Desa Teluk Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang) Mia Mardiana
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 21 No 1 (2020): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v22i1.2919

Abstract

Abstrak Dalam kehidupan berumah tangga setiap orang pasti mencita-citakan kehidupan yang nyaman dan bahagia, tetapi saat ini masyarakat menilai bahwasannya kehidupan bahagia adalah hidup dengan kekayaan atau harta yang melimpah dan tidak serba kekurangan. Namun, untuk membentuk rumah tangga bahagia memang tidak semudah membalikkan telapak tangan dan banyak yang mengalami kegagalan sebagaimana beberapa kasus yang terjadi di Desa Teluk Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang tentang isteri yang ditinggalkan suami untuk bekerja dan yang lainnya tetapi tidak ada nafkah dan tidak ada kabar kepada isterinya sampai beberapa tahun yang membuat isteri bingung akan status mereka apakah masih isteri sahnya atau tidak dan dari kesulitan ekonomi sehingga sebagian dari isteri memutuskan untuk menikah kembali.Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Kualitatif, jenis penelitian lapangan (Field Research) dan teknik Deskriptif Analisis yaitu bertujuan untuk memperoleh gambaran secara rinci dan menyeluruh mengenai objek masalah yang diteliti dan kemudian dianalisa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: Beberapa realita sosial isteri yang ditinggal pergi suami di Desa Teluk yaitu: Mayoritas mereka para isteri ditinggalkan pergi suami dengan alasanuntuk bekerja karena kekurangan ekonomi, ada juga suami pergi begitu saja tanpa alasan, yang menyebabkan nusyuz suami kepada isterinya yaitu suami tidak melaksanakan kewajibannya yang bersifat materi atau nafaqah atau meninggalkan kewajibannya yang bersifat nonmateri diantaranya mu’asyarah bi al ma’ruf atau menggauli isterinya dengan baik, bahkan adapula suami pergi meninggalkan isterinya karena orang ketiga. Berdasarkan realita sosial yang diuraikan di atas tentang status isteri yang ditinggalkan pergi suami menurut Hukum Islam dan Positif dilihat dari mayoritas para responden status perkawinannya masih tetap isteri sah suaminya, dan perkawinan kedua dengan laki-laki lain dianggap tidak sah dengan alasan dilarang melangsungkan perkawinan antara pria dan wanita yang apabila wanita yang dikawini masih terikat suatu perkawinan dengan pria lain. Dan sebagaimana telah dijelaskan di Pasal 38 huruf c bahwasannya harus atas keputusan Pengadilan dan di Pasal 39 ayat (1) dijelaskan Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha tidak berhenti mendamaikan kedua belah pihak, sedangkan mayoritas dari responden pasrah atau menerima nasib dan tidak mengusahkan untuk mengajukan ke Pengadilan.
Tinjuan Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Status Nafkah Anak Pasca Perceraian Tanpa Melalui Keputusan Hakim PA (Pengadilan Agama) Rita Widiyani
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i2.2362

Abstract

Abstrak Perceraian merupakan suatu perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT, namun keberadaannya di masyarakat itu sering terjadi karena meskipun dibenci oleh Allah SWT tidak ada ayat ataupun hadits yang melarangnya. Dari setelah terjadinya perceraian terdapat adanya akibat yang ditimbulkan seperti nafkah anak, pengasuhan anak dan harta bersama. Jika perceraian itu dilakukan tanpa melalui keputusan hakim Pengadilan Agama maka tentu akan tidak terjaminnya hak keperdataan terutama pada anak. Akan tetapi, dalam hukum Islam seorang ayah meskipun sudah bercerai dengan istrinya hubungan dengan anaknya tidak terputus, sang ayah tetap berkewajiban memberi nafkah baik nafkah pemeliharaan maupun nafkah pendidikan anaknya. Dampak yang ditimbulkan dari perceraian tanpa melalui keputusan hakim Pengadilan Agama terhadap nafkah anak yaitu tidak terjamin dan tidak terlaksananya secara maksimal pemberian nafkah terhadap anak yang tinggal dengan mantan istri, karena tidak adanya kekuatan hukum dari perceraian yang dilakukan tanpa melalui keputusan hakim Pengadilan Agama, jika perceraian itu dilakukan di hadapan sidang pengadilan maka seorang ayah dapat dipaksa untuk membayar nafkah untuk anaknya karena peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia itu bersifat memaksa, namun dalam hukum Islam ayah tetap berkewajiban untuk memberi nafkah kepada anaknya karena memberi nafkah kepada anak itu wajib sebagaimana memberi nafkah kepada diri sendiri. Kata Kunci: Nafkah, Perceraian, Pengadilan Agama
Pernikahan Beda Agama (Studi Komparasi Pemikiran Ibnu Taimiyah dan Rasyid Ridha) Uup Gufron
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v19i2.3323

Abstract

Tulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui pemikiran Ibnu Taimiyah dan Rasyid Ridha dalam melihat persoalan pernikahan beda agama. Hingga saat ini persoalan tersebut masih hangat diperbincangkan karena di Indonesia sendiri tidak mengakomodir jenis pernikahan tersebut. Pemikiran Ibnu Taimiyah dan Rasyid Ridho cenderung berseberangan ketika menafsirkan makna ahl al-kitab. Ibnu Taimiyah berkesimpulan bahwa ahl al-kitab yang boleh dinikahi adalah yang tidak musyrikat (musyrik), meskipun ia Yahudi maupun Nasrani. Sedangkan Rasyid Ridho berpandangan bahwa ahl kitab adalah orang yang berpegang teguh pada kitab suci, baik Yahudi, Nasrani, maupun agama lain.
Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap Permohonan Nafkah Māḍiyah dalam Perkara Cerai Gugat Fitri Gamelia Harahap
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 1 (2019): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i1.1983

Abstract

Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan untuk menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Perkawinan menciptakan hak dan kewajiban antara suami dan istri. Suami berkewajiban memberikan nafkah kepada istri dan anak selama masa perkawinan. Namun apabila suami lalai dalam memberi nafkah maka istri berhak menuntut pengembalian atas nafkah māḍiyah nya. Rumusan masalahnya adalah : 1) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap permohonan nafkah māḍiyah dalam perkara cerai gugat? 2) Bagaimana tinjauan hukum positif terhadap permohonan nafkah māḍiyah dalam perkara cerai gugat? 3) Bagaimana perbandingan mengenai nafkah māḍiyah dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif. Kesimpulan dalam penelitian ini mengenai nafkah māḍiyah yakni menurut ulama Hanafiyah nafkah māḍiyah istri gugur dan tidak menjadi hutang apabila tidak ada keputusan dari pengadilan. Sedang menurut jumhur ulama nafkah māḍiyah menjadi hutang sehingga harus dibayarkan apabila tidak dibebaskan oleh istri. Sedangkan dalam hukum positif adalah nafkah ini dapat dituntut dalam suatu gugatan. Konsekuensi hukum gugatan tersebut diterima atau ditolak berdasarkan putusan hakim apakah nafkah māḍiyah itu wajib dibayar atau tidak. Tinjauan hukum Islam dan hukum positif mengenai nafkah māḍiyah yakni bergantung pada keputusan hakim yang memiliki otoritas untuk menyelesaikan perkara tersebut berdasarkan dalil – dalil hukum yang ada.
Urgensi Dan Pola Pembentukan Keluarga Sakinah Perspektif Islam Hilman Taqiyuddin
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i2.2356

Abstract

Abstrak Dalam UU Perkawin 1974, Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan dalam KHI disebut aqad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidza). Keluarga sebagai miniatur dari sebuah komunitas yang lebih luas (masyarakt, bangsa, negara). Eksistensinya sangat urgen dalam menopang dan membentuk sebuah bangsa/negara yang berkualitas lahir dan bathin. Oleh sebab itu pembentukan keluarga sakinah merupakan suatu kemestian. Keluarga sakinah perspektif Islam adalah sebuah keluarga yang tentram, damai diliputi rasa cinta dan kasih sayang (mahabbah wa rahmah) yang dilandasi nilai tauhid dan agama. Dan berpola integratif-komprehensif yang meliputi: Pranikah, saat pelaksanaan nikah dan saat menjalani bahtera rumah tangga (pasca aqad nikah). Kata kunci : Pola Pembentukan, keluarga Sakinan, Islam
Implementasi PERMA Nomor 01 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan dalam Menyelesaikan Sengketa Perceraian (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Serang) Rifana Tunajah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 2 (2018): Juli - Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v19i2.3316

Abstract

Hukum Islam dan hukum positif secara tegas menyebutkan bahwa perkawinan bagi umat manusia hendaknya menjadi ikatan yang bahagia, tentram, dan abadi. Perselisihan rumah tangga bukanlah sebuah penghalang seseorang untuk mewujudkan hal tersebut, karena pada dasarnya setiap permasalahan ada jalan keluar untuk meyelesaikannya. Oleh karena itu, penelitian ini memfokuskan pada penerapan Perma Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dalam penyelesaian sengketa perceraian di Pengadilan Agama Serang. Perumusan masalahnya adalah : Bagaimana Pengaturan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan? Bagaimana Penerapan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Serang? Apakah Penerapan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan telah sesuai dalam menekan angka perceraian di Pengadilan Agama Serang? Tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui pengaturan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Untuk mengetahui penerapan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Serang. Untuk mengetahui apakah penerapan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan telah sesuai dalam menekan angka perceraian di Pengadilan Agama Serang. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yuridis sosiologis yaitu suatu penelitian yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori hukum serta melihat realita yang terjadi di lapangan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:1). Di dalam pengaturan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dibagi kedalam dua tahap yaitu tahap pramediasi dan tahap Proses Mediasi (Bab V Pasal 24 sampai pasal 32). 2). Implementasi PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dalam menyelesaikan perkara perceraian di Pengadilan Agama Serang dikatakan belum efektif karena dari 3695 perkara perceraian tidak ada mediasi yang berhasil. 3). Penerapan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan tidak relevan dalam menekan angka perceraian, berdasarkan data dari Pengadilan Agama Serang pada Tahun 2017 angka perceraian semakin meningkat hampir seratus persen dari tahun lalu, perkara perceraian ini dilatar belakangi oleh masalah ekonomi dan perselingkuhan dan banyak laki-laki yang tidak bertanggung jawab
Permohonan Izin Poligami Mela Handayani
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 19 No 1 (2018): Januari-Juni
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v17i1.1119

Abstract

Dalam suatu perkara izin poligami, syarat dikabulkannya poligami oleh majelis hakim adalah terpenuhinya syarat alternatif maupun kumulatif. Ketika syarat a lternatif tidak terpenuhi, namun hakim tetap mengabulkan permohonan itu membuat penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam, apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara serta akibat hukum yang ditimbulkannya.Permasalahan penelitian terdiri dari: Apakah latar belakang pertimbangan hakim dalam mengizinkan permohonan poligami di Pengadilan Agama Serang berdasarkan putusan Nomor 1392/Pdt.G/2017/PA.Srg? Bagaimana analisis putusan Pengadilan Agama Nomor 1392/Pdt.G/2017/PA.Srg?Adapun tujuan Penelitian ini adalah: Untuk mengetahui apakah latar belakang pertimbangan hakim dalam mengijinkan permohonan poligami di Pengadilan Agama Serang berdasarkan putusan Nomor 1392/Pdt.G/2017/PA.Srg dan Bagaimana analisis putusan Pengadilan Agama Nomor 1392/Pdt.G/2017/PA.SrgPenulisan skripsi bersifat analisis putusan yang kemudian dianalisa secara kualitatif dan dipaparkan secara deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa dokumentasi dan wawancara. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara nomor 1392/Pdt.G/2017/PA.Srg adalah sudah terpenuhinya syarat kumulatif meskipun syarat alternatif tidak terpenuhi. Walaupun hasil putusan tidak sesuai dengan pasal 4 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI pasal 57 menurut pertimbangan hakim bahwa alasan pemohon unt uk melakukan poligami dan diperkuat dengan pernyataan isteri pertama yang siap dimadu, maka hakim mengabulkan permohonan suami atau pemohon. Setelah menganalisis perkara ini diketahui bahwa pelaksanaan permohonan izin poligami di Pengadilan Agama Serang telah sesuai dengan Undang-undang Perkawinan yaitu pasal 4 ayat 1. Permohonan ijin poligami yang diajukan secara tertulis harus memuat bukti-bukti dan alasan-alasannya yang lengkap yang mendasari permintaan ijin melakukan poligami, serta harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang -undang yang berlaku. Permohonan izin dengan putusan nomor 1392/Pdt.G/2017/PA.Srg poligami telah mendapat izin dari Pengadilan Agama Serang dan putusan berjalan dengan baik. Dikarenakan ketika pelaku poligami izin menikah untuk kedua kalinya berdasarkan atas persetujuan istri yang pertama. Akibat hukum dalam ijin perkawinan poligami terhadap harta bersama juga sudah ditetapakan. Dalam hal ini menetapan harta bersama merupakan salah satu upaya tindakan pencegahan ter jadinya sengketa terhadap harta bersama pada perkawinan poligami.