cover
Contact Name
Agni Susanti
Contact Email
agniesusanti2204@gmail.com
Phone
+6287722631615
Journal Mail Official
obstetrianestesi@gmail.com
Editorial Address
Department of Anesthesiology and Intensive Care Dr. Sardjito General Hospital Yogyakarta Jl.Jl. Kesehatan No.1, Senolowo, Sinduadi, Yogyakarta
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia
ISSN : -     EISSN : 2615370X     DOI : https://doi.org/10.47507/obstetri.v3i2
Core Subject : Health, Science,
We accept manuscripts in the form of Original Articles, Case Reports, Literature Reviews, both from clinical or biomolecular fields, as well as letters to editors in regards to Obstetric Anesthesia and Critical Care. Manuscripts that are considered for publication are complete manuscripts that have not been published in other national journals. Manuscripts that have been published in the proceedings of the scientific meeting can still be accepted provided they have written permission from the organizing committee. This journal is published every 6 months with 8-10 articles (March, September) by Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC).
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 6 No 1 (2023): Maret" : 8 Documents clear
Tatalaksana Gagal Nafas pada Pasien Peripartum Kardiomiopati Muhammad Hafidz Maulana S; Iwan Nuryawan; Kenanga Marwan Sikumbang
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 6 No 1 (2023): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v6i1.104

Abstract

Peripartum cardiomyopathy (PPCM) adalah kardiomiopati idiopatik pada kehamilan dengan manifestasi klinis gagal jantung akibat disfungsi sistolik ventrikel kiri tanpa adanya penyakit jantung yang mendasari. Terjadi pada kehamilan trimester akhir atau 1–5 minggu pasca kelahiran. Gagal napas pada PPCM terjadi karena adanya edem paru yang berasal dari gagal jantung akut. Wanita 25 tahun dengan G2P0A1 hamil 36 minggu + intrauterine fetal death + preeklamsi berat + gagal napas ec PPCM. Sesak bertambah berat saat tidur terlentang, pink froaty positif. Tanda vital: tekanan darah 131/100 mmHg, laju nadi 141x/menit, laju nafas 37x/menit, SpO2 76% dengan non rebreathing mask 15 liter/ menit, auskultasi paru ronki diseluruh lapangan paru kanan dan kiri, terdapat suara jantung tambahan murmur dan gallop. Echocardiografi didapatkan katup jantung mitral regurgitasi ringan sedang, trikuspid regurgitasi ringan, dan ejection fraction (EF) 36%. Pasien didiagnosa PPCM berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang, pasien mengalami gagal napas tipe 1 berdasarkan hasil analisa gas darah didapatkan nilai PO2 57,0 dan PCO2 35 mmHg. Intubasi dilakukan pada pasien PPCM dengan target saturasi O2 >95%. Tatalaksana PPCM bersifat suportif/non spesifik dan kausatif/spesifik secara simultan. Penatalaksanaan non spesifik secara tidak langsung ditujukan untuk memperbaiki pertukaran gas, berupa: mengatasi hipoksemia dengan terapi oksigen, atasi hiperkapnia dengan memperbaiki ventilasi hingga melakukan ventilasi mekanik dan fisioterapi dada. Telah dilaporkan pasien gagal napas akibat PPCM yang dilakukan tindakan ventilasi mekanik dan terapi multidisiplin memberikan keberhasilan terapi yang baik.
Manajemen Anestesi Perioperatif pada Kehamilan dengan Trombositopenia Kristian Felix Wundiawan; Tjahya Aryasa EM; Made Wiryana
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 6 No 1 (2023): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v6i1.109

Abstract

Trombositopenia dalam kehamilan adalah suatu kondisi dimana jumlah hitung trombosit kurang dari 150.000 /µL dan bisa terjadi secara fisiologis. Pada kasus kehamilan dengan trombositopenia, ada kalanya diperlukan terminasi kehamilan melalui operasi seksio sesarea. Manajemen anestesi dengan pembiusan umum dikhawatirkan berdampak buruk pada janin akibat obat atau agen anestesi yang digunakan, sedangkan manjemen anestesi dengan pembiusan regional dikhawatirkan berdampak buruk pada ibu yaitu risiko terjadinya neuraksial hematom dengan komorbid trombositopenia. Pemilihan teknik manajemen anestesi perioperatif didasarkan pada penilaian klinis pasien dan jumlah hitung trombosit dengan rentang batasan minimal yang aman untuk dilakukan tindakan regional anestesi (neuraksial) adalah 75.000 /µL–80.000 /µL. Pada kasus yang dilakukan manajemen anestesi dengan pembiusan umum, dapat dipertimbangkan dilakukan induksi dengan pemberian opioid untuk menekan dan menumpulkan rangsang simpatis saat dilakukan laringoskopi intubasi yang bertujuan mencegah komplikasi seperti perdarahan intra-serebral. Trombositopenia pada kehamilan dapat memperberat kehamilan itu sendiri namun pada umumnya persalinan berjalan lancar dan memberikan hasil akhir yang baik. Kolaborasi antara interdisiplin secara komprehensif dan holistik diperlukan untuk menangani kasus ini mulai dari perencanaan tindakan, tatalaksana dan pencegahan komplikasi pada ibu dan janin. Tidak diragukan lagi, kasus gravida dengan trombositopenia merupakan tantangan unik bagi tim anestesi. Dengan terus berkembangnya ilmu dan penelitian dibidang ini, masih perlu dibuat panduan dan batasan yang jelas terkait manajemen perioperatif pada pasien gravida dengan trombositopenia.
Efek Blok Transversus Abdominis Plane (TAP) terhadap Intensitas Nyeri dan Kadar Nerve Growth Factor (NGF) Pasca Seksio Sesarea Ahmad Muhtadir; Muh. Ramli Ahmad; Ratnawati Muhadi; Andi Husni Tanra; lamsyah Ambo Ala Husain; Madonna Damayanthie Datu
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 6 No 1 (2023): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v6i1.111

Abstract

Latar Belakang: Nyeri pascabedah seksio caesarea merupakan permasalahan sangat penting yang dihadapi pada pasien pascabedah. Blok TAP sebagai bagian dari multimodal analgesia memberikan analgesia yang aman dan efektif pada pasien yang menjalani prosedur seksio caesarea (SC) dapat menurunkan penggunaan opioid, mempercepat waktu mobilisasi dan mengurangi lama perawatan. Tujuan: mengetahui efek blok TAP terhadap intensitas nyeri dan kadar NGF pascabedah seksio caesarea. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan uji klinis acak tersamar tunggal. Sampel terdiri atas 2 kelompok yakni T1 (kelompok yang tidak mendapatkan blok TAP) dan T2 kelompok yang mendapatkan blok TAP dengan Bupivacain isobarik 0.25% 20 cc setiap sisi pada kedua sisi perut) dengan jumlah sampel masing-masing 20 orang. Data dianalisis menggunakan uji statistik Mann-Whitney U test dan Wilcoxon Z test dengan tingkat kemaknaan α=0,05. Hasil Penelitian: terdapat perbedaan yang bermakna antara NRS diam dan gerak pada jam ke 2, jam ke 4, jam ke 6 dan jam ke 12 pascabedah SC antara kelompok T1 dan T2 (p< 0,05). Ditemukan perbedaan bermana kadar NGF pada kelompok kontrol dan intervensi pada 6 jam pascabedah SC (p< 0,05). Simpulan: Blok TAP menurunkan derajat nyeri dan kadar NGF pascabedah seksio caesarea Kata kunci: nyeri pascabedah, nerve growth factor, Blok TAP
Hemodilusi Hipervolemik (HHD) sebagai Tatalaksana Perioperatif pada Pasien Plasenta Previa dengan Suspek Plasenta Akreta Bagas Dyakso Darmojo; Ruddi Hartono
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 6 No 1 (2023): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v6i1.112

Abstract

Perdarahan baik sebelum persalinan (antepartum) maupun setelah persalinan (postpartum) masih memegang predikat utama kematian perinatal dan morbiditas maternal di seluruh dunia. Plasenta previa merupakan salah satu jenis dari pendarahan antepartum. Pada beberapa kasus, plasenta previa dapat disertai dengan plasenta akreta yang dapat memperberat kondisi pendarahan yang terjadi. Manajemen multidisiplin dan holistik hingga memperhatikan kehilangan cairan pasien penting dalam tatalaksana perioperatif pada kasus ini. Pendekatan alternatif yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi pendarahan ialah hemodilusi, baik secara normovolemik (ANH) maupun hipervolemik (HHD). Laporan kasus ini melaporkan seorang pasien wanita berusia 31 tahun dengan diagnosis Plasenta previa totalis dengan suspek plasenta akreta dan direncanakan seksio sesarea dan histerektomi. Prosedur HHD dilakukan sebagai strategi konservasi darah dengan jumlah cairan sebanyak 2500 ml. Pemeriksaan fisik menunjukkan tekanan darah 116/83 mmHg, nadi 90 kali/menit, dan SpO2 97% room air. Pada pemeriksaan pre-operatif, kadar hemoglobin dari pasien sebesar 10,2 g/dL dengan hematokrit sebesar 30,9%. Setelah dilusi, kadar hemoglobin dari pasien 8 g/dL dengan hematokrit 24,9%. Durante operasi, kadar hemoglobin 3,1 g/dL dan hematokrit 10%. Pasien diberikan transfusi packed red cell (PRC) sebanyak 960 cc. Pasca operasi, hemoglobin naik menjadi 9,9 g/dL dan hematokrit 29,1%. Jumlah pendarahan total sebanyak 7000 cc. Pada kasus ini, strategi konservasi darah dengan hemodilusi hipervolemik efektif dalam menurunkan risiko diperlukannya transfusi darah berlebih serta tidak memengaruhi kondisi hemodinamik secara signifikan sehingga dapat menjadi pilihan alternatif manajemen pendarahan perioperatif. Namun, dengan tetap mewaspadai efek samping yang berpotensi timbul mulai dari anemia akut hingga hypervolemia
Efek Anestesi Infiltrasi terhadap Intensitas Nyeri dan Kadar Interleukin-6 pada Pasca Seksio Sesarea Isbul Isbul; Muh. Ramli Ahmad; Syafruddin Gaus; Ratnawati Ratnawati; A.M. Takdir Musba; Charles Wijaya Tan
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 6 No 1 (2023): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v6i1.113

Abstract

Latar Belakang: Nyeri menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh wanita pascabedah seksio caesarea yang ditandai dengan meningkatnya kadar interluekin-6. Anestesi infiltrasi intraoperatif direkomendasikan pada seksio caesarea elektif sebagai manajemen nyeri.Tujuan: Menilai efek anestesi infiltrasi bupivakain isobarik 0,25% 50 mg pada luka insisi terhadap intensitas nyeri dan kadar IL-6 pada pascabedah seksio sesarea. Subjek dan Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan uji klinis acak tersamar ganda. Sampel terdiri atas 3 kelompok yaitu kontrol (B0), diberi anestesi infiltrasi bupivakain sebelum insisi (B1), dan diberi anestesi infiltrasi bupivakain setelah insisi dan sebelum luka ditutup (B2) dengan jumlah sampel masing-masing 8 orang. Data dianalisis menggunakan uji Anova, Kruskal Wallis dan paired t-test dengan tingkat kemaknaan α=0,05. Hasil: Skor nyeri berbeda signifikan antara kelompok anestesi infiltrasi dengan kontrol pada 8 jam pascabedah (p<0,05). Kadar interleukin-6 berbeda signifikan antara kelompok anestesi infiltrasi dengan kontrol dan antara anestesi infiltrasi sebelum dengan setelah insisi pada 4 jam pasca bedah (p<0,05). Anestesi infiltrasi sebelum insisi menurunkan kadar interleukin-6 lebih besar dibandingkan setelah insisi mulai dari 4 jam pascabedah seksio sesarea.Simpulan: Pemberian anestesi infiltrasi sebelum insisi dapat menurunkan kadar interleukin-6 lebih cepat dan lebih besar daripada setelah insisi dan juga mengurangi intensitas nyeri
Serial Kasus: Perdarahan dan Transfusi Masif pada Plasenta Akreta Wulan Fadinie; Yusmein Uyun
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 6 No 1 (2023): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v6i1.123

Abstract

Placenta Accreta Spectrum (PAS) adalah gangguan pertumbuhan plasenta yang menyimpang di dinding rahim, penyebab utama perdarahan peripartum dan kematian ibu. Anestesi neuraksial paling sering digunakan, tetapi bila invasinya sudah tinggi dinilai dari Placenta Accreta Index Score (PAIS), maka anestesi umum adalah pilihan yang lebih baik. Plasenta akreta memiliki risiko tinggi untuk pendarahan intraoperatif oleh karena itu persiapan darah dan protokol transfusi masif sangat penting. Empat pasien dengan plasenta akreta menjalani seksio sesarea, terjadi perdarahan masif dan dilakukan protokol transfusi masif. Histerektomi intraoperatif dilakukan pada tiga pasien, sedangkan pada satu pasien lainnya terjadi adhesi plasenta ke abdomen karena kehamilan intraabdominal. Pembiusan dilakukan dengan teknik anestesi umum pada satu pasien, tetapi pada tiga pasien lainnya dimulai dengan anestesi epidural dengan perubahan menjadi anestesi umum intraoperatif karena hemodinamik tidak stabil akibat perdarahan dan pada keempat pasien dipasang alat monitoring invasif. Pascaoperasi dipindahkan ke Surgical Intensive Care Unit (SICU), tidak ada reaksi transfusi ataupun kematian ibu. Protokol transfusi masif penting dalam penanganan perdarahan masif, persiapan darah serta perhitungan jumlah perdarahan intraoperatif menjadi faktor yang penting. Kapan dilakukan histerektomi juga membuat perbedaan untuk jumlah perdarahan. Perubahan teknik anestesi dari regional ke umum harus dilakukan untuk menjaga kestabilan hemodinamik dan menjamin oksigenasi agar memberikan hasil yang baik serta masa rawatan pascaoperasi di SICU yang lebih singkat. Keberhasilan penatalaksanaan plasenta akreta dengan perdarahan masif merupakan hasil dari manajemen perioperatif yang tepat, persiapan yang matang dan kerja sama antar disiplin ilmu yang baik.
Tatalaksana Sindroma Hiperstimulasi Ovarium (SHO) Yusmalinda Yusmalinda; Yusmein Uyun
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 6 No 1 (2023): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v6i1.125

Abstract

Sindroma hiperstimulasi ovarium merupakan kondisi iatrogenik akibat stimulasi ovarium suprafisiologis pada tatalaksana fertilitas. Gangguan ini ditandai dengan pembesaran ovarium disertai perpindahan cairan ke rongga ketiga dan dehidrasi intravaskuler. Eksudasi masif ke ruang ekstravaskuler dapat menyebabkan asites, efusi pleura dan efusi perikardium, syok hipovolemi, oliguria, gangguan keseimbangan elektrolit dan hemokonsentrasi yang menyebabkan hiperkoagulasi dengan risiko komplikasi tromboemboli yang mengancam nyawa. Pada beberapa kasus jarang pasien dapat mengalami kegagalan multi-organ dan kematian. Dengan meningkatnya jumlah pasien yang menjalani assisted reproduction therapy (ART), sindroma ini semakin sering kita jumpai pada unit perawatan intensif dan membutuhkan tatalaksana multidisiplin. Pemahaman tentang patofisiologi sindroma ini dapat membantu identifikasi dan mencegah berkembangnya gejala.
Anestesi Spinal untuk Seksio Sesarea Pasien dengan Tinggi Badan Ekstrim Pendek Dewi Yulianti Bisri; Tatang Bisri
Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia Vol 6 No 1 (2023): Maret
Publisher : Indonesian Society of Obstetric Anesthesia and Critical Care (INA-SOACC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47507/obstetri.v6i1.127

Abstract

Anestesi untuk seksio sesarea dapat dilakukan dengan anestesi spinal, epidural, combined spinal-epidural atau anestesi umum. Akan tetapi, pilihan utama anestesi untuk seksio sesarea adalah anestesi spinal karena murah, mudah dilakukan, cepat bekerja dan risiko aspirasi tidak ada serta tidak ada masalah pengelolaan jalan nafas. Masalah utama spinal anestesi adalah adanya hipotensi, mual muntah intraoperatif, postdural puncture headache (PDPH), dan merupakan kontraindikasi bila dilakukan pada orang dengan ekstrim pendek karena ketakutan terjadi hipotensi berat. Dua orang wanita gravida aterm ekstrim pendek, dilakukan seksio sesarea (SC) dengan anestesi spinal di Rumah Sakit Melinda Bandung. Pasien pertama dengan berat badan 61 kg, tinggi badan 145 cm, pasien kedua dengan berat badan 64 kg, tinggi badan 146 cm. Keduanya dilakukan spinal anestesi dengan bupivacain hiperbarik 0,5%, ditambah fentanyl dan morfin. Pengaturan dosis bupivacain berdasarkan kombinasi berat badan dan tinggi badan. Tidak ada kejadian penurunan tekanan darah >20% dari tekanan darah awal pada kedua pasien tersebut.

Page 1 of 1 | Total Record : 8