cover
Contact Name
Khoiruddin
Contact Email
khoiruddin@che.itb.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jtki@cheitb.id
Editorial Address
https://www.aptekim.id/jtki/index.php/JTKI/about/contact
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Jurnal Teknik Kimia Indonesia
ISSN : 16939433     EISSN : 26864991     DOI : http://dx.doi.org/10.5614/jtki
Core Subject : Engineering,
Jurnal Teknik Kimia Indonesia (JTKI) merupakan majalah ilmiah yang diterbitkan oleh Asosiasi Pendidikan Tinggi Teknik Kimia Indonesia (APTEKIM). Versi cetak JTKI telah diterbitkan secara berkala sejak tahun 2001 (p-ISSN 1693-9433). Mulai Volume 18 No. 2 Agustus 2019, terbitan berkala versi daring telah memiliki no. ISSN 2686-4991 (SK ISSN: 0005.26864991/JI.3.1/SK.ISSN/2019.11, 4 November 2019). Seluruh artikel yang diterbitkan telah melalui proses penilaian. Proses ini dilakukan oleh para akademisi dan peneliti pada bidang terkait untuk menjaga dan meningkatkan kualitas penulisan artikel yang dimuat, pada skala nasional khususnya dan internasional umumnya.
Articles 226 Documents
Karakterisasi fisiokimia dan fungsional kitosan yang diperoleh dari limbah cangkang udang windu Irwan Sofia; P Pirman; Zulfiana Haris
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 9, No 1 (2010)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2010.9.1.2

Abstract

The research was aimed at ascertaining the influences of process modification on the physiochemical and functional characteristic of udang Windu (Penaeus monodon) shell. The products of Sigma Co. were taken as comparing variable. All the physiochemical of the samples, namely yield, water, nitrogen, ash content, degree of deacetylation (DD), viscosity, acid solubility, and bulk density were analyzed. The functional characteristic analysis included water binding capacity (WBC), and fat binding capacity (FBC). The optimum yield was obtained by DMPAC process 19.3% (dry basis). The average yield gained from the DCMPA, DMPAC, and DPMCA was 17.56%. The smaller yield was made from the DAMPC process. The average ash content obtained from the three processes was smaller than 1%, but that of the DAMPC was 1.6%. The chitosan obtained from Windu shrimp had an average viscosity (>200 cP), namely between 330.3-461.3 cP, accorded to chitosan type of technical grade (the product of Sigma). The density bulk of chitosan ranged between 0.166-0.178 g/mL, smaller than that chitosan crab of Sigma Co., between 0.18-0,33 g/mL. The WBC was about 504-529%, lower than crab chitosan 581-1150%. Meanwhile, on average its FBC was 416% for soybean oil, 503% for corn oil, and 400.8% for sesame oil, which was relatively higher than the FBC of commercial chitosan (the product of Sigma Co.), which was between 399.9-413.4%.Keywords : chitosan, penaeus monodon, fat binding capacity, degree of deacetylation (DD)Abstrak Tujuan penelitian adalah mengamati pengaruh modifikasi perlakuan proses terhadap sifat-sifat fisiokimia dan fungsional kitosan asal udang Windu (Penaeus monodon). Kitosan asal cangkang kepiting (crabshell) produk Sigma Co. USA digunakan sebagai pembanding. Analisis karakteristik fisiokimia meliputi perolehan hasil, kadar air, nitrogen, abu, derajat deasetilasi (DD), viskositas, kelarutan dalam asam, dan densitas curah. Analisis sifat fungsional meliputi kemampuan mengikat air (water binding capacity, WBC), dan kemampuan mengikat lemak (fat binding capacity, FBC). Perolehan maksimum diperoleh dengan mode operasi DMPAK 19,3% basis kering. Perolehan rata-rata dari mode proses (DKMPA, DMPAK, dan DPMKA) 17,56%. Perolehan paling rendah diperoleh untuk DAMPK. Rata-rata kadar abu kitosan dari tiga proses pertama lebih rendah dari 1%, sedangkan pada proses DAMPK kadar abu 1,6%. Kitosan udang windu mempunyai viskositas sedang (> 250 cP) yaitu antara 330,3-461,3 cP, sesuai dengan kitosan technical grade produk Sigma, Co. Densitas curah berkisar antara 0,166-0,178 g/mL, lebih rendah dari densitas curah kitosan komersial asal kepiting antara 0,18-0,33 g/mL. Kemampuan mengikat air sekitar 504-529% adalah lebih rendah dari WBC crab kitosan yang berkisar pada 581-1.150%, dan kemampuan mengikat lemak (FBC) rata-rata 416,5% untuk minyak kedelai, 503% untuk minyak jagung, dan 400,8% untuk minyak wijen adalah relatif lebih tinggi dari FBC kitosan komersial yang berkisar antara 399,9-413,4%.Kata Kunci : kitosan, udang windu, kemampuan mengikat lemak, derajat deasetilasi (DD)
Permodelan ekstraksi fluida superkritis M Margono
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 3, No 2 (2004)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2004.3.2.1

Abstract

Supercritical Fluid Extraction have been used widely in the natural material industries, because it produced excellent mass transfer properties, ease solubility control due to temperature and pressure. A mathematical model based on shrinking-core model of the extraction process and simulation were used. Mechanism of the extraction process involves dissolution of solute, diffusion to the surface of a solid particle in the porous region (intraparticle diffusion), and mass transfer across stagnant film around the solid particle. Partial differential equation involves steady-state, axial convection and mass transfer from surface of the particle through a film around it were used to solve this model equation. The curves of Peclet number, Biot number on the extracted concentrations are compared to study the effects of operating conditions on concentration extracted of modeling. A developing model is the aim of this work where it could be used to get data and plot the whole curves, while the result of experiments could not work well. It is concluded that a "Shrinking-Core" model of supercritical extraction could be used to know the effect of particle size, length of extractor and also intraparticle diffusion effective.Key Words: Shrinking-Core Model, Supercritical Fluid Extraction, Dispersion, Stagnant Film. AbstrakEkstraksi fluida superkritis telah dipergunakan secara luas dalam industri-industri hasil alam, karena sifat-sifat perpindahan panasnya sangat baik dan mudahnya pengontrolan suhu dan tekanan. Model matematik yang dipergunakan adalah model shrinking-core dan simulasi dari proses ekstraksi. Mekanisme suatu proses ekstraksi meliputi pelarutan, difusi ke arah permukaan partikel padat di dalam daerah porous (difusi intrapartikel), dan perpindahan massa melalui film stagnan yang mengelilingi partikel padat. Penyelesaian persamaan dari model ini menggunakan anggapan steady-state dengan konveksi ke arah aksial dan adanya perpindahan massa dari permukaan padatan melalui film yang mengelilinginya. Juga dipelajari pengaruh kondisi operasi dibandingkan kurva bilangan Peclet, bilangan Biot pada konsentrasi terekstrak terhadap hasil dari pemodelan. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat suatu model, dimana model yang dikembangkan ini dapat dipergunakan untuk menghitung dan menggambarkan grafik secara keseluruhan, yang kalau dari hasil eksperimen saja tidak mungkin dilakukan. Dapat disimpulkan bahwa model "Shrinking-Core" dari proses ekstraksi superkritis dapat dipergunakan untuk mengukur pengaruh dari ukuran partikel yang dipakai untuk penelitian, pengaruh panjang ekstraktor dan mengetahui efektivitas difusi intrapartikel.Kata Kunci: Shrinking-core  Model, Ekstraksi Fluida Superkritis, Dispersi, Film Stagnan.
Pengembangan katalis Kalsium Oksida untuk sintesis biodiesel Widdy Andya Fanny; S Subagjo; Tirto Prakoso
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 11, No 2 (2012)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2012.11.2.1

Abstract

The Improvement of Calcium Oxide Catalyst for Biodiesel Synthesis The development of industrial’s sector resulted in increasing demand for fuel. Fuel used is obtained from fossil fuel which is limited, and it produces several harmful gases to environment. To overcome these obstacles, the research on alternative energy resources has begun. Biodiesel has become more attractive because of its environmental benefits and it is made from renewable resources. Biodiesel is produced from vegetable oil by transesterification reaction. The aim of this research is development of CaO become super base CaO as heterogeneous for biodiesel synthesis by transesterification. The activities of both catalysts were tested by transesterification reaction in batch reactor at 60–65 oC for 4 hours. Both of those catalysts were characterized; include crystallinity by XRD, strength of base and surface area by BET method. Those solids have the basic strength about 10–11, crystalline structures, and the surface area of super base CaO about 7.7 m2/g and CaO about 9.6 m2/g. The content of methyl ester in biodiesel produced reaches 98.8%. According to SNI (minimal 96.5 %-wt) and ASTM, biodiesel of this reaction can be used as renewable energy source. Keywords: CaO, super base CaO, transesterification, biodiesel Abstrak Berkembangnya industri di dunia mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan bahan bakar. Selama ini bahan bakar yang digunakan diperoleh dari bahan bakar fosil yang jumlahnya terbatas, terlebih lagi hasil pembakaran bahan bakar fosil cenderung tidak ramah lingkungan. Untuk mengatasi berbagai kendala yang ditimbulkan dari penggunaan bahan bakar fosil, penelitian terhadap sumber energi alternatif mulai dilakukan. Biodiesel menarik perhatian dunia karena hasil pembakarannya lebih ramah lingkungan dan berasal dari sumber yang terbarukan. Biodiesel dihasilkan dari minyak nabati melalui reaksi transesterifikasi.Penelitian ini mengembangkan katalis CaO menjadi katalis CaO super basa untuk reaksi transesterifikasi pembentukan biodiesel. Aktivitas katalis CaO dan katalis CaO super basa tersebut diuji melalui reaksi transesterifikasi di dalam reaktor partaian pada suhu 60–65 oC selama 4 jam. Karakterisasi padatan meliputi uji kristalinitas dengan metode XRD, uji kekuatan basa, dan uji luas permukaan dengan metode BET. Hasil penelitian menunjukkan bahwa padatan memiliki kekuatan basa berkisar 10–11, bersifat kristalin, dan memiliki luas permukaan sebesar 7,7 m2/g untuk CaO super basa dan 9,6 m2/g untuk CaO. Kadar metil ester biodiesel yang dihasilkan mencapai 98,8%. Kadar metil ester menurut SNI (minimal 96,5 %-b) dan ASTM, biodiesel dari reaksi ini dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan. Kata Kunci: CaO, CaO super basa, transesterifikasi, biodiesel
Uji potensi metana biokimia terhadap biolumpur dengan pengolahan awal ozonisasi dan sonikasi D Desiana; Tjandra Setiadi
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 5, No 1 (2006)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2006.5.1.7

Abstract

The anaerobic digestion is a basic technique in reducing bio-sludge. The eficiency process anaerob doing based on value ratio COD and BOD. One simple test for knowing biochemical methane potential was developed in 1779 by Owen group. A study on BMP (Biochemical Methane Potential) and ATA (Anaerobic Toxicity Assay) on bio-sludge were carried out in this research. The effect of pretreatment to biodegradability and toxicity were also studied The results of experiments showed that toxicity of raw bio-sludge, ozonation, and sonication on bio-sludge have no toxic effect to the production rate of gas on low concentration (around  4%), but it has been toxic on higher concentration. The potential measurement of methane production that was developed by Owen et al., was not accurate enough to be applied on bio-sludge. The extended ATA measurements gave a better result especially on low concentration (around 4%) or on COD level around 1.500 mg/L. Based on extended ATA measurement, biochemical methane production was relatively high as biodegradability valued around 62%. Keywords: Anaerobic Digestion, ATA, BMP, BOD, COD AbstrakProses anaerob merupakan teknik yang paling fundamental untuk mengurangi biolumpur. Uji efisiensi proses anaerob selama ini dilakukan berdasarkan nilai rasio nilai COD dan BOD. Pada tahun 1979, kelompok Owen mengembangkan suatu uji sederhana untuk mengetahui potensi pembentukan metana biokimia yang relatif lebih mewakili kondisi anaerob sebenarnya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metoda uji potensi pembentukan metana terhadap biolumpur. yakni berdasarkan uji ATA (Anaerobic Toxicity Assay) lanjutan dan metoda BMP (Biochemical Methane Potential) yang dikembangkan oleh kelompok Owen. Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan uji tingkat racun (ATA). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tingkat racun biolumpur segar, biolumpur hasil ozonasi, dan biolumpur hasil sonikasi cenderung tidak menghambat laju produksi gas pada konsentrasi rendah (4%), namun bersifat raczm pada konsentrasi lebih tinggi, untuk biolumpur, perhitungan potensi pembentukan metana dengan metoda BMP yang dikembangkan oleh kelompok Owen kurang tepat, namun uji ATA lanjutan memberikan hasil lebih baik, terutama pada konsentrasi uji yang rendah (sekitar 4 %) atau pada beban COD berkisar 1.500 mg/L. Potensi pembentukan metana biokimia berdasarkan uji ATA lanjutan ternyata relatif tinggi, dengan nilai biodegradabilitas yang mencapai sekitar 62%.Kata Kunci: ATA, BMP, BOD, COD, Proses Anaerob
Penurunan kadar logam berat limbah cair industri emas (pt. x) di surabaya Nyoman Puspa Asri; Rachmad Abadi; Arfina Hasmawati; Sita Alfian Mubarok
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 9, No 2 (2010)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2010.9.2.3

Abstract

This research has purpose to reduce heavy metal contain in liquid waste of gold industries (PT. X) in Surabaya. Most of liquid waste from gold jewellery industry is an inorganic waste with high acid composition (low pH). The method being used is precipitation method with some variables such as type of presipitaior, pH of solution and time of precipitation. From the research's result with Ca(OH)2 and NaOH, the higher the pH, the higher the percentage removal of metal Cu, Ni, Zn, and Fe. The same result with variables of precipitation's time when the longer floculation time, the higher the percentage removal of metal (Cu, Ni, Zn and Fe). The optimum pH that can decrease metal content Cu, Ni, Zn and Fe, is 12. The percentage of removal with additional NaOH in order are 99.93%, 99.77%, 99.46%, and 99.35%, with additional Ca(OH)2 are 99.94%, 99.936%, 99.949%, 99.941%, meanwhile the optimum time of precipitation to decrease metal concentrate is 30 minute. So from the result the addition of Ca(OH)2 is much better than NaOH. Keywords: Heavy metals, liquid waste, presipitationAbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menurunkan kadar logam berat pada limbah cair industri emas (PT. X) di Surabaya. Limbah cair dari industri perhiasan emas sebagian besar merupakan limbah anorganik dengan kandungan asam yang cukup tinggi (pH rendah). Metode yang digunakan adalah metode presipitasi (pengendapan) dengan beberapa variabel yaitu jenis bahan pengendap (NaOH dan Ca(OH)2), pH larutan dan waktu pengendapan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dengan penambahan Ca(OH)2 maupun NaOH, semakin tinggi pH, maka semakin besar pula persen penurunan logam Cu, Ni, Zn, dan Fe. Demikian pula dengan variabel waktu pengendapan maka semakin lama waktu pengendapan maka semakin besar persen penurunan logam Cu, Ni, Zn, dan Fe. pH optimum yang dapat menurunkan kadar logam Cu, Ni, Zn dan Fe adalah pada pH 12. Besarnya persen penurunan logam Cu, Ni, Zn dan Fe dengan penambahan presipitan NaOH berturut - turut adalah 99,993%, 99,877%, 99,946% dan 99,935%. Besarnya persen penurunan logam Cu, Ni, Zn dan Fe dengan penambahan presipitan Ca(OH)2 berturut-turut adalah 99,994%, 99,936%, 99,949% dan 99,941%, sedangkan waktu pengendapan yang optimum adalah pada 30 menit. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa presipitan Ca(OH)2, lebih baik dibanding NaOH.Kata kunci: Logam berat, limbah cair, presipitasi
Pengaruh penambahan tween 80, dekstrin, dan minyak kelapa pada pembuatan kopi instan menggunakan metode pengering busa Susiana Prasetyo S; V Vincentius
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 4, No 3 (2005)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2005.4.3.5

Abstract

The making of instant coffee with foam drying methods is one of the product inovation effort which it can produce commercially by small industry and also home industry. In this research, added coconut oil, dextrin, and tween 80 are added to the coffee for optimalized that drying process. Coconut oil are perhaps as heat conductor so that can increasing drying rate. Tween (Polyoxyethylene 20 Sorbitane Monooleate) and dextrin interacted each other tween 80 act as emulsifier and foam marker, dextrin act as foam stabilizer during drying process. Coffee extract have been added with cooconut oil, tween 80 and dextrin, they are mixed together toproduced  foam and then will be dried in cabinet drier. The research method used is the making an instant coffee in three differents coconut oil concentration (0.01-1 %w/w), three differents tween 80 concentration (5-15%w/w), and three differents dextrin concentration (0-20%w/w). The research results showed that added of coconut oil will be increased rate of drying. Tween 80 can increase rate of drying, but dextrin can make case hardening that decrease rate of drying. Product of instant coffee have water content and caffein content in the range of SNI, which are 2.281-3.962% of water and 2.825-3.275% of caffein. Flavor, taste and texture of instant coffee are not different from instant coffee in market.Keywords: Instant Coffee, Foam Drying, Tween 80, Dextrin, Coconut OilAbstrakPembuatan kopi instan menggunakan metodepengeringan busa (foam  drying) merupakan salah  satu usaha inovasi produk yang dapat dilakukan secara komersial oleh industri kecil ataupun home industry. Pada penelitian ini ditambahkan minyak kelapa, dekstrin dan tween 80 pada kopi untuk mengoptimalkan proses perngeringan tersebut. Minyak kelapa diharapkan dapat berperan sebagai penghantar panas sehingga dapat mempercepat pengeringan. Tween (Polyoxyethylene 20 Sorbitane Monooleate) dan dekestrin saling berinteraksi, dimana tween 80 berfungsi sebagai emulsifier dan pembentuk busa sedangkan dekstrin berperan sebagai penstabil busa selama proses pengeringan. Ekstrak kopi ditambahkan pada minyak kelapa, tween 80 dan de/estrin, dan diaduk hingga terbentuk busa untuk kemudian dioleskan pada tray-trayyang akhirnya akan mengalami proses pengeringan di dalam tray drier. Konsentrasi minyak kelapa divariasikan pada 0,01-1%b/b, tween 80 pada 5-15% b/b, dan dekstrin pada 10-20% b/b. Hasil penelitian menunjukkan bahwapenambahan minyak kelapa akan meningkatkan laju pengeringan. Penambahan dekstrin meningkatkan laju pengeringan sedangkan penambahan tween 80 akan menyebabkan case hardening dan menurunkan laju pengeringan. Kopi instan yang dihasilkan telah memenuhi standar SNI dengan kadar air 2,281- 3,962% dan kadar kafein 2,825-3,275% serta memiliki aroma, rasa dan tekstur yang tidak berbeda jauh dari kopi instan dipasaran.Kata Kunci: Kopi Instan, Pengering Busa, Tween 80, Dekstrin, Minyak Kelapa
Kesetimbangan sorpsi ion seng(ii) pada partikel gambut M Munawar
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 9, No 3 (2010)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2010.9.3.3

Abstract

Extensive exposure of  zinc(II) ions  may cause eminent health problems, such as stomach cramps, skin irritations, vomiting, anaemia, a damage of pancreas, the disturbance of protein metabolism, and also respiratory disorders. Due to these problems, zinc(II) concentration in drinking water should be controlled. Peat is one of the material that can be used  to minimize zinc(II)  ions from  a solution. The study was done to determine the performance and sorption equilibrium of zinc ions onto oligothropic peat particles. The sorption experiments were conducted in a several batch reactor of erlenmeyer flask at a constant temperature of 26 ± 3 oC. The initial zinc ions concentration and pH were varied. Response variable was residual zinc concentration that was measured spectrophotometrically. Experimental data show that the optimum sorption efficiency was about 90% for the initial zinc(II) concentration of 50 mg/L. Sorption equilibrium can be represented by the Freundlich and Langmuir isotherm models. For the initial pH of 6, the optimum sorption capacity, qo was 3,736 mg/g, and the Freundlich’s characteristic  constant, Kf was about 0,342 L/g.    Key words : peat, sorption equilibrium, sorption isotherm, zinc(II) ions AbstrakPaparan ion seng(II) pada kadar tertentu dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti kram perut, iritasi kulit, batuk, anemia, kerusakan pankreas, gangguan metabolisme protein, penyumbatan pembuluh darah, hingga kerusakan sistem pernafasan. Karena itu, seng(II) termasuk kategori unsur yang harus dibatasi konsentrasinya dalam air minum. Gambut adalah salah satu material yang dapat digunakan untuk mengurangi ion seng dari larutan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari performansi dan kesetimbangan sorpsi ion seng(II) pada partikel gambut oligotropik Indonesia. Penelitian dilakukan secara batch di dalam sejumlah labu erlenmeyer pada temperatur konstan 26 ± 3 oC. Eksperimen dilakukan dalam beberapa variasi konsentrasi awal ion seng dan pH. Data primer adalah konsentrasi residual seng dalam larutan yang diukur secara spektrofotometrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi optimum sorpsi mencapai lebih dari 90% untuk konsentrasi awal seng 50 mg/L. Kesetimbangan sorpsi logam seng(II) pada partikel gambut dapat direpresentasikan dengan baik oleh model isoterm Freundlich dan Langmuir. Untuk rentang pH awal 6, nilai kapasitas sorpsi optimum, qo adalah 3,736 mg/g, sedangkan nilai konstanta karakteristik Freundlich, Kf  adalah 0,342 L/g. Kata kunci : efisiensi sorpsi, gambut, isoterm sorpsi, ion seng(II)
Screening of alcohol-tolerant yeast of Saccharomyces cerevisiae Wita Dewi Sondari; Achmad Ali Syamsuriputra; Tjandra Setiadi
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 5, No 2 (2006)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2006.5.2.2

Abstract

In order to obtain culture of Saccharomyces cerevisiae which has the highest ethanol tolerance and can produce high yield of ethanol as well a study of mutation has been begun. Mutation experiment conducted by continuos adaptation on a chemostat was initiated with a preliminary study of screening of alcohol-tolerant yeast.  The procedures of screening of alcohol-tolerant yeast continued by optimation of substrate concentration and determination of its critical pH. Recently, the Laboratory of Microbiology and Bioprocess Technology Faculty of industrial Technology ITB has various kind of yeasts that have been obtained or isolated from various sources. The best culture for mutation has been chosen as the most ethanol tolerant one. By screening them on two types of experiment, has been obtained that culture Saccharomyces cerevisiae R-60 gave the highest external ethanol and internal ethanol   as well. External ethanol means the ethanol that was purposely added to the cultivation media, while the internal ethanol means the ethanol that was resulted from fermentation of the yeast.  As preparation for mutation experiment, the determination of optimum substrate concentration which can give the highest amount of Saccharomyces cerevisiae cells has been carried out. In order to set up the control point of culture viability on chemostat, the critical pH of choosed culture have also been obtained. The result of the experiment gave optimum glucose concentration of 18.6% and critical pH of 4.5 to 3.8, were to be applied in the mutation process.Keywords: Cultivation; Fermentation; Saccharomyces cerevisiae; Screening; YeastAbstrakPenelitian untuk mendapatkan kultur Saccharomyces cerevisiae yang mempunyai toleransi etanol yang tinggi dan dapat menghasilkan perolehan etanol yang juga tinggi telah dilangsungkan. Percobaan mutasi dilakukan dengan proses adaptasi secara kontinyu dalam chemostat yang diawali dengan suatu studi pendahuluan yang dinamakan skrining ragi tahan etanol. Prosedur skrining ragi tahan etanol ini dilanjutkan dengan optimasi kandungan substrat dan penentuan pH kritis-nya. Pada saat ini Laboratorium Mikrobiology dan Teknologi Bioproses Fakultas Teknologi Industri ITB telah memiliki berbagaijenis ragi yang berasal dari berbagai sumber. Kultur terbaik untuk mutasi dipilih sebagai kultur yang paling toleran terhadap etanol. Melalui percobaan screening ragi tahan etanol yang dilakukan dalam duajenis percobaan, diperoleh bahwa kultur Saccharomyces cerevisiae R-60 memiliki toleransi etanol eksternal dan internal paling tinggi. Etanol eksternal adalah etanol yang sengaja ditambahkan pada media kultivasi ragi, sementara etanol internal adalah etanol yang dihasilkan darijermentasi oleh ragi tersebut. Dalam mempersiapkan percobaan mutasi, penentuan konsentrasi substrat optimum yang dapat menghasilkan jumlah sel Saccharomyces cerevisiae terbesar telah dilakukan. Selain itu titik tetap via bilitas kultur da lam chemostatyang berupa pH kritis kultur pilihan juga telah ditentukan. Dari percobaan pendahuluan mutasi tersebut diperoleh konsentrasi glukosa optimum sebesar 18.6% dan pH ktitis kultur R-60 adalah 4.5 dan 3.8. Data tersebut akan diterapkan pada percobaan mutasi.Kata Kunci: Kultivasi; Fermentasi; Pre-mutasi; Ragi; Saccharomyces cerevisiae
Pengaruh kondisi operasi pada kinerja reaksi dekomposisi katalitik metana dalam reaktor gauze Widodo W Purwanto; Yuswan Muharam; Dwi Yulianti
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 9, No 2 (2010)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2010.9.2.5

Abstract

Methane decomposition is an alternative way to produce high quality carbon nanotubes (CNTs) and hydrogen simultaneously. The use of gauze reactor for methane decomposition had proven in solving pressure drop problem in fixed bed reactor. This experiment was carried out to study the effects of operation conditions (space time, temperature, and feed ratio) to gauze rector performance. Ni-Cu-Al catalyst which is prepared by sol-gel method with atomic ratio 2:1:1, was coated to Stainless Steel gauze by dip coating method. The reaction was done by flowing methane into the reactor at atmospheric pressure and varying space time (0.0006; 0.0032; 0.006 g×kat×min/mL), temperature (700, 750, and 800°C), and feed ratio CH4:H2 (1:0, 4:1, 1:1). An online gas chromatograph is used to detect the gas products. Reactor performances were observed from methane conversion, hydrogen purity, carbon yield and quality of nanocarbon that have been produced. Experiment result showed that the highest reactor performance (except nanocarbon quality) occurred at space time 0.006 gr cat min/mL, temperature 700 °C, and with pure methane as feed which give methane conversion, hydrogen purity, and yield carbon results are 90.66%, 90.16%, and 37 g carbon/g catalyt, respectively. Based on SEM analysis indicated that the best nanocarbon morphology can be gained at CH4:H2 ratio of 1:1.Keyword : methane decompotition, gauze reactor, carbon nanotube Abstrak Dekomposisi katalitik metana adalah salah satu alternatif untuk memproduksi hidrogen dan nanokarbon bermutu tinggi secara simultan. Penggunaan reaktor gauze untuk dekomposisi metana terbukti dapat mengatasi permasalahan penyumbatan pada reaktor unggun diam. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kondisi operasi (space time, temperatur, dan rasio umpan) terhadap kinerja reaktor gauze. Katalis Ni-Cu-Al disiapkan dengan menggunakan metode sol-gel dengan perbandingan atomik 2:1:1 dilapiskan pada gauze Stainless Steel dengan metode dip-coating. Reaksi dilakukan dengan mengalirkan metana ke dalam reaktor pada tekanan atmosferik dan dengan memvariasikan space time (0,0006; 0,0032; 0,006 g×kat×min/mL), temperatur (700, 750, dan 800 °C), dan rasio umpan CH4:H2 (1:0, 4:1, 1:1). Produk gas dianalisis dengan menggunakan gas chromatography yang terpasang secara online. Kinerja reaktor pada penelitian ini ditinjau dari konversi metana, kemurnian hidrogen, perolehan dan kualitas nanokarbon yang dihasilkan. Berdasarkan hasil eksperimen diketahui bahwa kinerja reaktor paling tinggi (kecuali kualitas nanokarbon) terjadi pada space time 0,006 g×kat×min/mL, temperatur 700 °C, dan dengan menggunakan metana murni yang memberikan hasil konversi metana, kemurnian hidrogen, serta perolehan karbon secara berturut-turut 90,66%, 90,16%, dan 37 gram karbon/gram katalis. Hasil analisis menggunakan SEM menunjukkan bahwa morfologi nanokarbon paling baik didapat pada komposisi reaktan CH4: H2 = 1:1.Kata Kunci : dekomposisi metana, reaktor gauze, karbon nanotube
Front Matter Vol 5, No 3 (2006) Yazid Bindar
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 5, No 3 (2006)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Page 3 of 23 | Total Record : 226