cover
Contact Name
Imam Setyobudi
Contact Email
jurnaletnika.isbibdg@gmail.com
Phone
+6222-7314982
Journal Mail Official
jurnal.budaya.etnika@isbi.ac.id
Editorial Address
Jalan Buah Batu no 212 Bandung.
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Budaya Etnika
ISSN : 2549032X     EISSN : 27981878     DOI : -
Jurnal Budaya Etnika merupakan publikasi hasil karya ilmiah yang berkaitan dengan budaya mencakup cipta, karsa, dan karya manusia. Jurnal Budaya Etnika menaruh perhatian pada artikel-artikel hasil kajian mengenai berbagai kebudayaan etnis yang berhubungan dengan seni, religi dan ritual, mitos, media, dan wacana kritis.
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 7, No 1 (2023): Komodifikasi Budaya: Tradisi, Seni dan Gaya Hidup" : 6 Documents clear
KOMODIFIKASI TRADISI SAWER DALAM ADAT PERNIKAHAN SUNDA DI KOTA BANDUNG (STUDI PADA PADEPOKAN GURUMINDA) Herlita Trianingsih; Cahya Cahya; Imam Setyobudi
Jurnal Budaya Etnika Vol 7, No 1 (2023): Komodifikasi Budaya: Tradisi, Seni dan Gaya Hidup
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v7i1.2648

Abstract

ABSTRAK Artikel ini membahas komodifikasi dari Padepokan Guruminda dalam mempertahankan tradisi sawer pada upacara adat pernikahan Sunda di Kota Bandung. Penelitian ini berfokus pada bentuk dan struktur penyajian sawer, serta bentuk komodifikasi yang dilakukan oleh Padepokan Guruminda. Landasan teori yang digunakan adalah teori struktural fungsionalisme Talcot Parsons serta ditunjang dengan metode komodifikasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan teknik pengambilan data melalui observasi, studi pustaka, dokumentasi, dan wawancara tidak terstruktur. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa bentuk dan struktur penyajian tradisi sawer gaya Padepokan Guruminda masih otentik. Keotentikan yang masih dijaga oleh Padepokan Guruminda menjadikan nilai tambah yang positif. Nilai lebih tersebut yang menjadi nilai jual sehingga terjadilah komodifikasi. Kata Kunci: Komodifikasi, Padepokan Guruminda, Tradisi Sawer ABSTRACT This article discusses the commodification of Padepokan Guruminda in maintaining the sawer tradition at the Sundanese wedding ceremony in Bandung. This study focuses on the form and structure of the sawer presentation, as well as the form of commodification carried out by Padepokan Guruminda. The theoretical basis used is the structural functionalism theory of Talcot Parsons and is supported by the commodification method. The research method in this study is a qualitative method, with data collection techniques through observation, literature study, documentation, and unstructured interviews. The results of this study suggest that the form and structure of the presentation of the Sawer tradition in the Padepokan Guruminda style is still authentic. The authenticity that is still maintained by the Guruminda Padepokan is a positive added value. This surplus value becomes the selling point so that commodification occurs. Keywords: Commodification, Padepokan Guruminda, Sawer Tradition.
REMPUG TARUNG ADU TOMAT (KOMODIFIKASI SENI PERGELARAN HELARAN DI DUSUN CIKAREUMBI, DESA CIKIDANG, KECAMATAN LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG BARAT) Bunga Adelia; Cahya Cahya; Imam Setyobudi
Jurnal Budaya Etnika Vol 7, No 1 (2023): Komodifikasi Budaya: Tradisi, Seni dan Gaya Hidup
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v7i1.2649

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini berfokus terjadinya komodifikasi budaya pada tradisi Rempug Tarung Adu Tomat. Tujuan penelitian adalah mengungkapkan struktur pertunjukan Rempug Tarung Adu Tomat, bentuk komodifikasi yang terjadi pada Rempug Tarung Adu Tomat, dampak komodifikasi Rempug Tarung Adu Tomat terhadap masyarakat setempat. Manfaat teoretis pada penelitian ini adalah dapat memberi kontribusi bagi disiplin ilmu antropologi tentang konsep komodifikasi terhadap budaya serta menambahkan wawasan bagi peneliti lainnya mengenai Rempug Tarung Adu Tomat. Manfaat praktis pada penelitian ini memberikan pemahaman serta menunjukan adanya komodifikasi budaya pada tradisi Rempug Tarung Adu Tomat yang berada di RW 03 Dusun CIkareumbi. Landasan teoretikanya konsep teoretis komodifikasi. Metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi pustaka, wawancara, observasi lapangan dan dokumentasi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada tradisi Rempug Tarung Adu Tomat ini terdapat praktik komodifikasi budaya yang pada awalnya hanya memiliki nilai guna berubah dengan adanya nilai tukar (jual). Praktik komodifikasi berdampak pada penghasilan masyarakat sekitar dan terbentuknya lapangan pekerjaan. Masyarakat memperoleh dampak penambahan pendapatan ekonomi rumah tangga. Komodifikasi memberi pertumbuhan sektor perekonomian sekaligus memperkenalkan potensi suatu wilayah. Kata kunci: tradisi, perang tomat, komodifikasi budaya, industri pariwisata ABSTRACT This research focuses on the occurrence of cultural commodification in the Rempug Tarung Adu Tomat tradition. The purpose of this research is to reveal the structure of the Rempug Tarung Adu Tomat performance, the form of commodification that occurs in Rempug Tarung Adu Tomat, and the impact of thecommodification Rempug Tarung Adu Tomato on the local community. The benefits of this research are theoretical at this research can not give a contribution to the discipline of Anthropology on the concept of commodification of culture as well as add insight for other researchers about the Rempug Tarung Adu Tomat. Practical benefits in this study gave the understanding as well as show the commodification of culture on tradition Rempug Tarung Adu Tomat which is located in RW 03 Dusun CIkareumbi. The theory used is the theory of the concept of commodification. The method in this study uses qualitative methods with data collection techniques in the form of library studies, interviews, field observations and documentation. The results of this study indicate that in thetradition Rempug Tarung Adu Tomat there is a cultural commodification practice which at first only has a use value that changes with the exchange value (selling). Initially the Rempug Tarung Adu Tomat tradition was only a cultural tradition, now it has become a tourism commodity (tourism industry) not only that, it can be seen from the implementation of the entrance ticket system, and the sale of souvenirs with the attributes of thetradition Rempug Tarung Adu Tomat, with the practice of commodification it has an impact on people's income. Environment and the formation of employment, the impact obtained by the community is of course the economic impact. Because the purpose of the practice of commodification is to build the economic sector and introduce the potential of the region. Keywords: tradition, tomato fighting, commodification of culture, tourism industry.
KOMODIFIKASI BUDAYA MINUM KOPI DI KEDAI SANG PEJOANG LEMBANG Eric Putra Anggara; Sri Rustiyanti; Annisa Arum Mayang
Jurnal Budaya Etnika Vol 7, No 1 (2023): Komodifikasi Budaya: Tradisi, Seni dan Gaya Hidup
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v7i1.2650

Abstract

ABSTRAK Budaya minum kopi sambil menyaksikan live music saat ini menjadi trend dan marak dimana-mana khusunya di kedai Kopi Sang Pejoang kota Lembang. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori komodifikasi oleh Karl Marx dan Vincent Mosco. Teori ini digunakan untuk mendeskripsikan bagaimana budaya minum kopi di kedai Kopi Sang Pejoang Lembang dan pengaruhnya yang didapatkan melalui live music terhadap aktivitas yang terjadi serta menjelaskan perubahan setelah adanya komodifikasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif di mana penulis disini mendeskripsikan hasil analisis data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun hasil penelitian yang dihasilkan adalah 1) budaya minum kopi, 2) pengaruh live music, dan 3) gaya hidup yang terjadi di kedai kopi Sang Pejoang Lembang. Kata Kunci : Kopi, Live music, Komodifikasi. ABSTRACT The culture of drinking coffee while watching live music is now trendy and rife everywhere, especially at the Sang Pejoang Coffee shop in Lembang. The theory used in this study is the theory of commodification by Karl Marx and Vincent Mosco. This theory is used to describe how the culture of drinking coffee at the Kopi Sang Pejoang Lembang shop and its influence through live music on the activities that occur and explain the changes after the commodification. This study uses qualitative research methods where the author here describes the results of data analysis through observation, interviews, and documentation. The results of the research are 1) the culture of drinking coffee, 2) the influence of live music, and 3) the lifestyle that occurs at the coffee shop Sang Pejoang Lembang. Keywords: Coffee, Live music, Commodification.
KESENIAN ALE-ALE SEBAGAI KALANGAN PERBANTAHAN BUDAYAWAN DAN SENIMAN PADA MASYARAKAT SASAK Salman Alfarisi
Jurnal Budaya Etnika Vol 7, No 1 (2023): Komodifikasi Budaya: Tradisi, Seni dan Gaya Hidup
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v7i1.2660

Abstract

ABSTRAK Artikel ini membincangkan tentang kesenian Ale-ale sebagai arena perbantahan antara seniman dan budayawan di tengah masyarakat Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Perbantahan tersebut dipicu oleh menguatnya jarak antara seni yang dipandang adiluhung dengan seni yang dinilai profan seperti kesenian Ale-ale. Namun juga di balik itu, perbantahan tersebut telah menunjukkan pemungsian simbol budaya sebagai alat mempertahankan otoritas dan menjadikan kesenian Ale-ale sebagai kalangan pengekalan kekuasaan budaya. Merujuk pada persoalan ini, tulisan ini mengemukakan dua persoalan, yaitu bagaimanakah bentuk perbantahan seniman dan budayawan dan bagaimanakah mereka menggunakan kesenian Ale-ale sebagai arena perbantahan. Untuk menemukan persoalan mendalam yang terjadi pada kesenian Ale-ale, artikel ini menggunakan pendekatan cultural studies yang ditopang oleh metode kualitatif. Kata kunci: Kesenian Ale-ale, Perbantahan, Kekuasaan Budaya ABSTRACT This article discusses the art of Ale-ale as an arena of disputes between artists and culturalists in the sasak community, Lombok, West Nusa Tenggara. The dispute was triggered by the increasing distance between art that is considered adiluhung with profanely judged art such as Ale-ale art. But also behind it, the dispute has shown the preservation of cultural symbols as a means of maintaining authority and making the art of Ale-ale as a circle of cultural power preservation. Referring to this question, this paper raises two questions, namely how artists and cultural disputes are and how they use Ale-ale art as an arena of contention. To discover the profound problems that occur in the art of Ale-ale, this article uses a cultural studies approach supported by qualitative methods. Key Words: The art of Ale-ale, dispute, cultural power.
EKSISTENSI TARI THENGUL DI ERA GLOBAL Alfita Rahma Putri Firdaus; Fransiscus Xaverius Sri Sadewo
Jurnal Budaya Etnika Vol 7, No 1 (2023): Komodifikasi Budaya: Tradisi, Seni dan Gaya Hidup
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v7i1.2646

Abstract

ABSTRAK Kesenian tradisional merupakan salah satu warisan yang berasal dari nenek moyang dan telah menjadi bagian hidup masyarakat dalam suatu kaum, suku, ataupun bangsa tertentu. Kehadiran kesenian di tengah-tengah kehidupan masyarakat adalah hasil dari daya kreativitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik sebagai sarana ritual, sosial, ekonomi, legitimasi penguasa, hiburan, dan sebagainya. Era global sendiri ditandai dengan adanya sentuhan budaya yang berasal dari luar ke dalam ruang lingkup masyarakat tanpa adanya sekat, dan berdampak pada kehidupan budaya serta seni pada suatu daerah maupun negara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa mengenai eksistensi dari salah satu kesenian tradisional yang berasal dari Kabupaten Bojonegoro yakni Tari Thengul di era globalisasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada era globalisasi kesenian tradisional, khususnya Tari Thengul sempat mengalami penurunan minat dari masyarakat. Namun, dengan berjalannya waktu pemerintah mulai melakukan berbagai gebrakan baru. Kata kunci: Eksistensi, Thengul, Era Global ABSTRACT Traditional art is one of the legacies that comes from our ancestors and has become a part of people's lives in a certain people, tribe, or nation. The presence of art in the midst of people's lives is the result of human creativity to meet the needs of life, whether as a means of ritual, social, economic, authority legitimacy, entertainment, and so on. The global era itself is marked by a cultural touch that comes from outside into the scope of society without any partitions, and has an impact on cultural and artistic life in a region or country. This study aims to analyze the existence of one of the traditional arts originating from Bojonegoro Regency, namely the Thengul Dance in the era of globalization. The method used in this research is a qualitative method with a case study approach. The results obtained in this study indicate that in the era of globalization, traditional arts, especially the Thengul dance, experienced a decline in public interest. However, with the passage of time the government began to make various new moves. Keywords: Existence, Thengul, Global Era
IDENTITAS ISLAM PADA SENI PAGELARAN TARAWANGSA (KAJIAN LIVING RELIGIONS DENGAN PENDEKATAN NETNOGRAFI) Ahmad Rifai
Jurnal Budaya Etnika Vol 7, No 1 (2023): Komodifikasi Budaya: Tradisi, Seni dan Gaya Hidup
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v7i1.2647

Abstract

ABSTRAK Tarawangsa berawal dari ritual yang sakral atas rasa kesyukuran warga Rancakalong karena panen yang melimpah. Pada fase perkembangan berikutnya Tarawangsa berubah menjadi dua bentuk yakni seni pertunjukan dan seni yang sakral masih tetap ada. Fenomena tersebut coba digali melalui pendekatan netnografi. Yakni memanfaatkan perkemabngan digital dalam memahamai fenomena Tarawangsa yang ada. Hasil penelitian menemukan bahwa identitas Islam masuk dan mewarnai perkembangan Tarawngsa. Islam sebagai agama samawi tidak menjadi ancaman terhadap pertunjukan Tarawangsa di Rancakalong. Justru akulturasi budaya nampak terlihat dimana Islam memberikan input nilai pada pertunjukan Tarawangsa, terutama model busana hijab dan kopiah yang dipakai oleh para pelaku Tarawangsa. Maka dari itu dalam living religions study baik Islam maupun Tarawangsa sendiri menjadi living dan hidup karena kedua saling memberi nilai yang sama akan pelestarian alam, rasa bersyukur dan kesejahteraan dalam kehidupan. Kata kunci : Tarawangsa, Identitas Islam, Agama Lokal, Agama yang Hidup ABSTRACT Tarawangsa is sacred music that is played as a form of gratitude for an abundant harvest. In subsequent developments, tarwangsa changed its function to become sacred music and entertainment. The phenomenon was explored using a netnographic approach. This approach uses digital developments to search for facts. the results of this study found that Islamic identity entered and colored the development of contemporary Tarawangsa. Islam as a divine religion does not threaten the Tarawangsa show in Rancakalong. Cultural acculturation occurs where Islam gives value to Tarawangsa performances which can be seen from the hijab fashion. In the perspective of living religions, Tarawangsa and Islam become living because they give value to each other for the preservation of nature, gratitude and well-being Key word: Tarawangsa, Islamic Identity, Idigineous Religions, Living Religions

Page 1 of 1 | Total Record : 6