Claim Missing Document
Check
Articles

Found 36 Documents
Search

Estetika Tari Minang dalam Kesenian Randai Analisis Tekstual-Kontekstual Rustiyanti, Sri; Djajasudarma, Fatimah; Caturwati, Endang; Meilinawati, Lina
PANGGUNG Vol 23, No 1 (2013): Strategi dan Transformasi Tradisi Kreatif: Pembacaan, Pemaknaan, dan Pembelaja
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v23i1.86

Abstract

ABSTRACT This paper reveals textual and contextual Randai, among other things, an analysis of Gerak Ga­ lombang Randai, an analysis of the character of Anak Randai, and at the end of the study series, to reveal the values contained in Randai as a cultural reality, which in principle is an inseparable part of the existence of Minangkabau community as the cultural support. The variety of motion used in Gerak Galombang Randai is not only a decoration of the motion beauty (tangible), but it also can be translated, as well as a symbol or emblem that has educational meanings (intangible), and can be an example of the daily life of the indigenous Minangkabau society. Keywords: Minang Dance aesthetic, Randai, textual­contextual analysis  ABSTRAK Tulisan ini mengungkap teksual dan kontekstual Randai, di antaranya, analisis terhadap gerak galombang Randai, analisis karakter tokoh anak Randai, dan sebagai akhir dari rang- kaian penelitian ini, mengungkapkan nilai-nilai yang terdapat pada Randai sebagai realitas budaya, yang pada prinsipnya merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari eksistensi masyarakat Minangkabau sebagai penyangga kebudayaan. Ragam gerak yang digunakan dalam gerak galombang Randai itu kiranya tidak hanya sekedar hiasan keindahan gerak be- laka (tangibel), namun ia dapat diterjemahkan, sekaligus merupakan simbol atau lambang yang bermakna  mendidik (intangibel), dan dapat   menjadi teladan dalam kehidupan se- hari-hari dalam masyarakat adat di Minangkabau. Kata Kunci: estetika Tari Minang, Randai, analisis tekstual-kontekstual  
Ekspresi dan Gestur Penari Tunggal dalam Budaya Media Visual Dua Dimensi Rustiyanti, Sri; Iskandar, Andang; Listiani, Wanda
PANGGUNG Vol 25, No 1 (2015): Kontribusi Seni Bagi Masyarakat
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v25i1.18

Abstract

Tubuh penari digunakan sebagai media   pengungkap perasaan, pikiran, dan imajinasi; pengungkap bahasa verbal dan nonverbal; media ungkap gerak nonverbal dan kecerdasan otot; berjalan dan ‘berjalan’ sebagai fenomena metaforik-figural; serta sebagai hubungan antara tubuh-gerak-kultur-zaman. Gerak yang dilakukan oleh penari merupakan gerak-gerak ekspre- sif, gerak yang distilasi mengandung ritme, sehingga mampu menggetarkan perasaan penon- ton. Penari menyajikan gerak yang halus dan lembut mengalir, juga gerak yang kasar, keras, kuat bahkan dalam diam diam sekali pun. Ekspresi dan irama mewujudkan ungkapan gerak, sehingga akan tampak keindahannya. Keindahan dapat juga dinikmati melalui teknologi pho- tomotion yang canggih, sehingga gestur dan mimik dari para penari bisa terekam begitu detail dan halus, melalui media visual dua dimensi yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini berupa model gerak tubuh penari tunggal dengan teknik photomotion. Kata kunci: penari tunggal, budaya visual, dua dimensi, photomotion
Kesenian Indang: Kontinuitas dan Perubahan -, Nurmalena; Rustiyanti, Sri
PANGGUNG Vol 24, No 3 (2014): Identitas dalam Bingkai Seni
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v24i3.122

Abstract

ABSTRACT The art of indang, living in the community of Padang Pariaman, is a form of arts and cultural stu- dies related to the phenomenon of continuity and change. The art of indang in the Pariaman commu- nity is still not only continuing, but also changing according to the era. The research uses qualitative method base on ethnograph approach. The result of the research aim to explain the continuity of indang which lies on the form of presentation, time and venue. The continuity is supported by internal factors, namely inheritance and cultural preservation, and external factors such as politics of identity. On the other hand, the factor of change is caused by internal factors, namely market preference, economics, educational factor, and external factor which is caused by media technology factor. Keywords: indang, continuitas, change, Sintuak Pariaman    ABSTRAK Kesenian indang yang hidup di tengah masyarakat Padang Pariaman, merupakan  kajian seni dan budaya yang berkaitan dengan fenomena kontinuitas dan perubahan. Kesenian in- dang pada masyarakat Pariaman di samping berlanjut, ia juga berubah sesuai tuntutan zaman. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Hasil penelitian untuk menjelaskan kontinuitas kesenian indang yang terdapat pada bentuk penyajian, waktu pertunjukan, dan tempat pertunjukan. Kontinuitas tersebut ditunjang oleh faktor internal se- perti, pewarisan dan pelestarian budaya, dan faktor eksternal seperti politik identitas. Sedang- kan faktor perubahan disebabkan oleh karena faktor internal seperti, selera pasar, ekonomi, faktor pendidikan, dan faktor eksternal disebabkan oleh faktor teknologi media
Makna Seni Ukiran Gorga Pada Rumah Adat Batak Sianipar, Karolina; Gunardi, Gugun; -, Widyonugrahanto; Rustiyanti, Sri
PANGGUNG Vol 25, No 3 (2015): Ekspresi, Makna dan Fungsi Seni
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v25i3.20

Abstract

Tulisan ini berjudul “Makna seni ukiran gorga pada rumah adat batak”. Ukiran gorga merupakan salah satu bentuk kesenian ukiran khas kebudayaan adat batak. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui berbagai bentuk dari ukiran gorga pada rumah adat batak. Bentuk ukiran gorga bermacam-macam, sehingga pada setiap bentuk ukiran gorga memiliki makna yang  berbeda-beda. Oleh karena itu, tulisan ini juga bertujuan untuk memahami makna yang ada pada ukiran gorga. Dalam pemaknaan ukiran gorga menggunakan pendekatan semiotika. Semiotika ialah pendekatan ilmu yang mempelajari tentang tanda. Pada ukiran gorga rumah adat batak memiliki makna kehidupan, yang mana hal ini tergambar melalui bentuk-bentuk pada setiap ukiran.Kata kunci : Ukiran, Gorga, Rumah Adat Batak
Kesenian Indang: Kontinuitas dan Perubahan -, Nurmalena; Rustiyanti, Sri
PANGGUNG Vol 24, No 3 (2014): Identitas dalam Bingkai Seni
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (289.93 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v24i3.122

Abstract

ABSTRACT The art of indang, living in the community of Padang Pariaman, is a form of arts and cultural stu- dies related to the phenomenon of continuity and change. The art of indang in the Pariaman commu- nity is still not only continuing, but also changing according to the era. The research uses qualitative method base on ethnograph approach. The result of the research aim to explain the continuity of indang which lies on the form of presentation, time and venue. The continuity is supported by internal factors, namely inheritance and cultural preservation, and external factors such as politics of identity. On the other hand, the factor of change is caused by internal factors, namely market preference, economics, educational factor, and external factor which is caused by media technology factor. Keywords: indang, continuitas, change, Sintuak Pariaman    ABSTRAK Kesenian indang yang hidup di tengah masyarakat Padang Pariaman, merupakan  kajian seni dan budaya yang berkaitan dengan fenomena kontinuitas dan perubahan. Kesenian in- dang pada masyarakat Pariaman di samping berlanjut, ia juga berubah sesuai tuntutan zaman. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Hasil penelitian untuk menjelaskan kontinuitas kesenian indang yang terdapat pada bentuk penyajian, waktu pertunjukan, dan tempat pertunjukan. Kontinuitas tersebut ditunjang oleh faktor internal se- perti, pewarisan dan pelestarian budaya, dan faktor eksternal seperti politik identitas. Sedang- kan faktor perubahan disebabkan oleh karena faktor internal seperti, selera pasar, ekonomi, faktor pendidikan, dan faktor eksternal disebabkan oleh faktor teknologi media
Metode ‘TaTuPa’ Tabuh Tubuh Padusi sebagai Musik Internal Visualisasi Koreografi NeoRandai Rustiyanti, Sri
Resital: Jurnal Seni Pertunjukan (Journal of Performing Arts) Vol 20, No 3 (2019): Desember 2019
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (661.133 KB) | DOI: 10.24821/resital.v20i3.3394

Abstract

Setiap koreografi selalu mengandung dua aspek yang tidak terpisahkan antara isi dan bentuk. Di satu pihak, koreografi disikapi sebagai ‘craft’ yang menekankan prinsip-prinsip objektif dan aturan komposisi. Di lain pihak, hal tersebut merupakan‘proses’ yang menekankan cara kerjanya yang kreatif. Tujuan penelitian ini menawarkan metode TaTuPa (Tabuh Tubuh Padusi) yaitu sebuah koreografi sebagai karya seni yang merupakan salah satu bentuk kreativitas dalam eksplorasi musik internal yang dibangun oleh tubuh penari itu sendiri, baik dari suara vokal, petik jari, tepuk tangan, tepuk dada, tepuk paha, maupun hentakan kaki. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode TaTupa yang mengkombinasikan antara isi dan bentuk menjadi sebuah kesatuan yang utuh dari eksplorasi gerak menghasilkan irama musik internal. NeoRandai Minang sebagai kreativitas seniman dapat dipahami sebagai suatu gejala sosial ‘kekinian’ yang berdimensi ‘mikro’ sehingga menjadi salah satu di antara berbagai kemungkinan cara memahami, melihat, dan mengkaji yang sebenarnya sangat kompleks ini. Pada saat ini, pandangan orang tentang karya seni tari selalu mengalami perkembangan dan pergeseran sesuai atau sejalan dengan konsep estetik yang muncul pada setiap zaman. Pandangan yang menyatakan bahwa estetik itu sesungguhnya berkaitan atau mengkaji sesuatu yang indah, kini bergeser sehingga perlu dikoreksi kembali mengingat kecenderungan karya-karya seni tari-tari kontemporer tidak lagi hanya sekedar menawarkan pemilihan gerak sebagai keindahan, tetapi lebih diutamakan pada makna dan aksi mental.The ‘TaTuPa’ Method of Tabuh Tubuh Padusi as an Internal Music Visualization of NeoRandai Choreography. Each choreography always contains two inseparable aspects between content and form. On the one hand, it behave choreography as 'craft' which emphasizes objective principles and rules of composition. On the other hand as a 'process' which emphasizes creative ways of working. The purpose of this study is to offer the TaTuPa Method ( Tabuh Tubuh Padusi ) is a choreography as an art work which is one form of creativity in the exploration of internal music built by the body of the dancer itself, both from vocal sounds, pick fingers, applause, chest pat, pat thighs, and foot pounding. The results of this study the TaTupa Method by combining content and form into a whole unity from exploration of motion that produces internal music rhythms. Neo Randai Minang as an artist's creativity, can be understood as a social phenomenon of 'contemporary' with a 'micro' dimension, which is one of the various possible ways of understanding, seeing, and studying what is actually very complex. At this time people's views on dance art always experience development and shift according to or in line with the aesthetic concepts that arise in every age. The view that states that aesthetics are actually relating or reviewing something beautiful, is now shifted and corrected again considering the tendency of contemporary dance works to no longer merely offer the selection of motion as beauty, but more prioritize meaning and mental action.Keywords: tatupa method; padusi; choreography; music internal; neorandai
DESAIN MODEL PURWARUPA AUGMENTED REALITY PATUNG KARWAR 4.0 SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN SENI TRADISI BIAK PAPUA wanda listiani; Sri Rustiyanti; Fani Dila Sari; IBG Surya Peradantha
Jurnal Budaya Nusantara Vol 3 No 2 (2020): Nusantara & Media
Publisher : LPPM Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36456/b.nusantara.vol3.no2.a2529

Abstract

One of the cultural arts of the Papua Biak tribe that is still maintained in traditional ceremonies is the wor tradition and the making of karwar or korwar statues. Karwar statue as a shadow of the spirit and where Nin lives. The spirit of karwar or arawah gives the strength to look after the family, the garden, bring rain, keep away diseases and so on. The re-introduction of the karwar statue using AR technology is one way for young people to be interested in the existence of Biak tribal arts and culture. This study used a static visualization method that shows phenomena or processes in the form of a representation of the design path of the AR PASUA PA prototype model specifically the spatial and temporary entities of the AR Karwar Biak Papua Statue. The results of this study illustrate the modeling concept and procedure model developed in the design of the AR Karwar 4.0 prototype model by considering the needs of users and the problems of artists, connoisseurs and pedagogic of cultural arts learners, especially the cultural arts of Biak Papua
APLIKASI TEKNOLOGI AUGMENTED REALITY DALAM KONSERVASI SITUS WARISAN BUDAYA DAN MITIGASI BENCANA GUNUNG GALUNGGUNG JAWA BARAT INDONESIA wanda listiani; Sri Rustiyanti; Fani Dila Sari; IBG. Surya Peradantha
Jurnal Budaya Nusantara Vol 4 No 2 (2021): NUSANTARA & RUANG VIRTUAL
Publisher : LPPM Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36456/b.nusantara.vol4.no2.a4054

Abstract

The name Galunggung is very well known to the people of Indonesia as the name of the mountain and the name of an Old Sundanese Manuscript. The ancient manuscript of Amanat Galunggung is a manuscript written in the 16th century and contains the teachings of life or local genius of the Sukapura or Tasikmalaya people. Mount Galunggung has experienced several eruptions from 1822 to 1983. The eruption of Mount Galunggung has had a catastrophic impact on the community and provided long term benefits for improving the soil fertility around the Mount Galunggung site such as the Indihiang site. Various disasters that have occurred due to volcanic eruptions in various regions have become a source of learning for the community to mitigate disasters from an early age. This research uses qualitative methods and digital augmented reality techniques. Augmented Reality can be used in visualizing and simulating mountain sites or other cultural heritage sites. The results of this study recommend the application of Augmented Realty technology in the conservation of cultural heritage sites and disaster mitigation as well as the planning program for the nomination of mountain sites in Indonesia for UNESCO’s world cultural heritage by the Indonesian government. Various efforts to develop site conservation with digital 4.0 technology and assistance for local communities involving universities, local governments, museum communities and the cultural arts tourism industry. The use of Augmented Reality can be useful for increasing understanding and learning experiences about cultural sites and heritage in tertiary, primary and secondary education.
Metode ‘TaTuPa’ Tabuh Tubuh Padusi sebagai Musik Internal Visualisasi Koreografi NeoRandai Sri Rustiyanti
Resital: Jurnal Seni Pertunjukan (Journal of Performing Arts) Vol 20, No 3 (2019): Desember 2019
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (661.133 KB) | DOI: 10.24821/resital.v20i3.3394

Abstract

Setiap koreografi selalu mengandung dua aspek yang tidak terpisahkan antara isi dan bentuk. Di satu pihak, koreografi disikapi sebagai ‘craft’ yang menekankan prinsip-prinsip objektif dan aturan komposisi. Di lain pihak, hal tersebut merupakan‘proses’ yang menekankan cara kerjanya yang kreatif. Tujuan penelitian ini menawarkan metode TaTuPa (Tabuh Tubuh Padusi) yaitu sebuah koreografi sebagai karya seni yang merupakan salah satu bentuk kreativitas dalam eksplorasi musik internal yang dibangun oleh tubuh penari itu sendiri, baik dari suara vokal, petik jari, tepuk tangan, tepuk dada, tepuk paha, maupun hentakan kaki. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode TaTupa yang mengkombinasikan antara isi dan bentuk menjadi sebuah kesatuan yang utuh dari eksplorasi gerak menghasilkan irama musik internal. NeoRandai Minang sebagai kreativitas seniman dapat dipahami sebagai suatu gejala sosial ‘kekinian’ yang berdimensi ‘mikro’ sehingga menjadi salah satu di antara berbagai kemungkinan cara memahami, melihat, dan mengkaji yang sebenarnya sangat kompleks ini. Pada saat ini, pandangan orang tentang karya seni tari selalu mengalami perkembangan dan pergeseran sesuai atau sejalan dengan konsep estetik yang muncul pada setiap zaman. Pandangan yang menyatakan bahwa estetik itu sesungguhnya berkaitan atau mengkaji sesuatu yang indah, kini bergeser sehingga perlu dikoreksi kembali mengingat kecenderungan karya-karya seni tari-tari kontemporer tidak lagi hanya sekedar menawarkan pemilihan gerak sebagai keindahan, tetapi lebih diutamakan pada makna dan aksi mental.The ‘TaTuPa’ Method of Tabuh Tubuh Padusi as an Internal Music Visualization of NeoRandai Choreography. Each choreography always contains two inseparable aspects between content and form. On the one hand, it behave choreography as 'craft' which emphasizes objective principles and rules of composition. On the other hand as a 'process' which emphasizes creative ways of working. The purpose of this study is to offer the TaTuPa Method ( Tabuh Tubuh Padusi ) is a choreography as an art work which is one form of creativity in the exploration of internal music built by the body of the dancer itself, both from vocal sounds, pick fingers, applause, chest pat, pat thighs, and foot pounding. The results of this study the TaTupa Method by combining content and form into a whole unity from exploration of motion that produces internal music rhythms. Neo Randai Minang as an artist's creativity, can be understood as a social phenomenon of 'contemporary' with a 'micro' dimension, which is one of the various possible ways of understanding, seeing, and studying what is actually very complex. At this time people's views on dance art always experience development and shift according to or in line with the aesthetic concepts that arise in every age. The view that states that aesthetics are actually relating or reviewing something beautiful, is now shifted and corrected again considering the tendency of contemporary dance works to no longer merely offer the selection of motion as beauty, but more prioritize meaning and mental action.Keywords: tatupa method; padusi; choreography; music internal; neorandai
Musik Internal dan Eksternal dalam Kesenian Randai Sri Rustiyanti
Resital:Jurnal Seni Pertunjukan Vol 15, No 2 (2014): Desember 2014
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/resital.v15i2.849

Abstract

Kehidupan musik pada masyarakat Minangkabau tidak terlepas adanya peranan serta fungsi yang melekat pada kesenian Randai. Melalui pendekatan etnomusikologi, tulisan ini menelaah peranan musik internal dan eksternal dalam kesenian Randai. Kesenian ini menggunakan medium seni ganda atau kolektif karena didukung oleh beberapa cabang seni antara lain tari, musik, teater, sastra, dan rupa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa musik iringan dalam Randai terbagi menjadi dua, yaitu musik internal dan musik eksternal. Musik internal adalah musik atau bunyi-bunyian yang berasal dari anggota tubuh manusia (penari), misalnya tepukan tangan, petik jari, tepuk dada, siulan, hentakan kaki ke tanah dan sebagainya, sedangkan musik eksternal adalah bunyi-bunyian atau suara yang berasal dari alat musik atau instrumen seperti talempong, gandang, saluang, dan rabab. The Role of Internal and External Music in the Arts of Randai. The musical life in Minangkabau society is inseparable from its roles and functions which attach to the arts of Randai. Through the ethnomusicology approach, this paper examines the role of internal and external music in the art of Randai. Considering its sustainability and amendment, the musicality is the identity of Minangkabau society so that the sustainability of the music can be run in accordance with the dynamics of society today. Among the types of arts in Minangkabau, Randai is an art form that uses multiple or collective art medium for it is supported by several branches of the arts, including dance, music, theater arts, literary arts, and fine arts. The results of this study is more focused on the art of music. Musical accompaniment in Randai is divided into two, namely internal and external music. The internal music is the music or the sounds that come from the human body (a dancer), for example, clapping, finger picking, patting the chest, whistling, stomping on the ground, and so on, while the external music is the sounds emanating from the tools of music or instruments, such as talempong, gandang, saluang, and rabab.