cover
Contact Name
Sekretariat Jurnal Rechtsvinding
Contact Email
jurnal_rechtsvinding@bphn.go.id
Phone
+6221-8091908
Journal Mail Official
jurnal_rechtsvinding@bphn.go.id
Editorial Address
Jl. Mayjen Sutoyo No. 10 Cililitan Jakarta, Indonesia
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Rechts Vinding : Media Pembinaan Hukum Nasional
ISSN : 20899009     EISSN : 25802364     DOI : http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding
Core Subject : Social,
Rechtsvinding Journal is an academic journal addressing the organization, structure, management and infrastructure of the legal developments of the common law and civil law world.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 12, No 3 (2023): Pengaturan dan Penataan Kelembagaan Bidang Kelautan dan Kemaritiman" : 9 Documents clear
RE-STRUKTURISASI KELEMBAGAAN PANGLIMA LAOT SEBAGAI HAKIM PERADILAN ADAT LAOT DI ACEH Ulya, Zaki; Suriyani, Meta
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 3 (2023): Pengaturan dan Penataan Kelembagaan Bidang Kelautan dan Kemaritiman
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i3.1403

Abstract

Kelembagaan Panglima Laot merupakan lembaga adat yang menangani permasalahan adat laut di Aceh. Tugas dan fungsi Panglima Laot secara jelas disebutkan dalam Qanun Aceh 9/2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat, Qanun Aceh 10/2008 Tentang Lembaga Adat. Selain berkedudukan sebagai lembaga adat yang memiliki struktur organisasinya, Panglima Laot juga memiliki wewenang sebagai hakim perdamaian pada peradilan adat laot. Urgensi kajian ini dilakukan disebabkan Panglima laot desa Matang Rayeuk, dalam menyelesaikan sengketa/perselisihan antar nelayan dan pelanggaran terhadap hukum adat laut, selama ini masih terdapat kebingungan dalam penerapannya. Pedoman Peradilan Adat di Aceh yang telah ada, dianggap masih sangat umum dalam pembahasannya dengan pembahasan proritas tentang Peradilan Adat Gampong/desa. Sedangkan peradilan adat laot belum spesifik mekanisme pelaksanaannya. Padahal penyelesaian peradilan adat laot dan peradilan adat gampong itu berbeda, serta lembaga adat yang menyelesaikan juga berbeda. Sehingga berpotensi akan bertentangan dengan hukum positif. Metode penelitian digunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan literature review. Sehingga data yang digunakan adalah data sekunder yang mencakup, bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil kajian menunjukkan bahwa struktur kelembagaan Panglima Laot di Aceh Timur belum selaras dengan struktur Panglima Laot tingkat Provinsi sehingga perlu dilakukan pembenahan. Pelaksanaan wewenang Panglima Laot sebagai hakim pada peradilan adat laot belum maksimal
GAGASAN PENGADILAN MARITIM DALAM TATA HUKUM INDONESIA: INTEGRASI PENGADILAN PERIKANAN DAN MAHKAMAH PELAYARAN SEBAGAI PEMBAHARUAN HUKUM Anggraeni, Reni Putri; Ananda, Ahmad Alveyn Sulthony; Haryanto, Nova Fajar
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 3 (2023): Pengaturan dan Penataan Kelembagaan Bidang Kelautan dan Kemaritiman
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i3.1420

Abstract

Penelitian ini berfokus pada analisis urgensi pembentukan Pengadilan Maritim di Indonesia. Pembentukan Pengadilan Maritim menjadi penting untuk dilaksanakan dikarenakan saat ini penegakan hukum maritim di Indonesia masih dalam ketidakpastian akibat adanya dualisme hukum acara yang digunakan dalam mengadili kasus illegal fishing. Saat ini penyelesaian illegal fishing berada dalam kewenangan Pengadilan Perikanan dan Pengadilan Negeri. Selain itu, kedudukan Mahkamah Pelayaran sebagai lembaga pemeriksa kecelakaan kapal yang mengakibatkan pencemaran wilayah laut yakni di bawah eksekutif juga masih mengalami permasalahan. Maka oleh karena problem tersebut, kehadiran Pengadilan Maritim sebagai hasil integrasi Pengadilan Perikanan dan Mahkamah Pelayaran akan menjadi solusi terhadap masalah penegakan hukum laut di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, kasus, dan konseptual.
POLITIK HUKUM KELEMBAGAAN LAUT YANG IDEAL DALAM RANGKA MEWUJUDKAN INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA Santoso, Bramanda Sajiwo; Fadholi, Ahmad Hafit
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 3 (2023): Pengaturan dan Penataan Kelembagaan Bidang Kelautan dan Kemaritiman
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i3.1410

Abstract

Keberadaan kelembagaan laut Indonesia masih belum optimal yang dibuktikan dengan masih adanya permasalahan tindak kejahatan yang terjadi di wilayah laut antara lain perdagangan obat terlarang, penyelundupan dan perdagangan manusia, perampokan terhadap kapal, dan kegiatan illegal. Permasalahan tersebut disebabkan oleh lemahnya koordinasi antar aparat penegak hukum di laut dan hal ini dipicu oleh lemahnya politik hukum kelembagaan kelautan. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder dan teknik pengumpulan data studi dokumen yang dianalisis secara kualitatif. Pengaturan politik hukum kelembagaan laut di Indonesia masih lemah yang dapat dilihat dari belum ditindaklanjutinya beberapa peraturan perundang-undangan bidang kelautan khususnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan serta masih terlalu banyaknya lembaga yang kewenangannya tumpang tindih dalam bidang kelautan. Poros maritim dunia merupakan visi Indonesia sebagai negara maritim yang mampu memberi kontribusi positif sesuai dengan kepentingan nasional. Politik hukum yang ideal dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dilaksanakan melalui 5 bentuk kedaulatan yaitu kedaulatan budaya maritim, ekonomi maritim, konektivitas maritim, diplomasi maritim, dan keamanan maritim yang dapat dikoordinasikan oleh 4 Kementerian Koordinator serta Badan Keamanan Laut.
TANGGUNGJAWAB NEGARA DALAM MENANGANI PENANKGAPAN IKAN SECARA ILEGAL DI INDONESIA Hakim, Abdurrahman; Arif Mu'allifin, M Darin
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 3 (2023): Pengaturan dan Penataan Kelembagaan Bidang Kelautan dan Kemaritiman
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i3.1344

Abstract

This paper aims to describe the responsibility of the country of illegal fishing cases in Indonesian waters. The impact of Illegal fishing is hight state losses, rising unemployment, and reduced income for fishermen. The worst thing that is caused by this case is the way of other crimes such as human trafficking, the smuggling of illegal drugs, and slavery. Illegal fishing is included in transnational crime cases that often violate a country's maritime boundaries. The majority of illegal fishing violations in Indonesia are foreign-flagged fishing boats, while in some cases handled by the authorities are confirmed as Indonesian citizens. The research method used is qualitative-descriptive with library research design. This type of research includes empirical-normative research with data in the field in the form of news, journals, and books and then analyzed using the theory and rules of legislation. The results of the study indicate that there are several state responsibilities in the handle of illegal fishing is enact administrative requirements for ships and ship's crew, monitoring fishing activities, criminal sanctions and fines for illegal fishermen, diplomacy, and disputes to the International Court of Justice. From these efforts that need to be improved is a surveillance patrol following the extent of the Indonesian sea, the impositions of criminal sanctions for perpetrators and the authority to take legal actions for supervisors, and use military power for countries that don't acknowledge UNCLOS 1982.
PENATAAN LEMBAGA PENGAMANAN DAN PENEGAKAN HUKUM LAUT BERDASARKAN CITA HUKUM PANCASILA Saifulloh, Putra Perdana Ahmad; Simabura, Charles
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 3 (2023): Pengaturan dan Penataan Kelembagaan Bidang Kelautan dan Kemaritiman
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i3.1413

Abstract

Banyaknya Lembaga Yang Berwenang Pengamanan Dan Penegakan Hukum Laut, dapat menyebabkan potensi gesekan antara Lembaga yang satu dan yang Lain. Untuk itulah, Penelitian ini memberikan Konsep Lembaga Pengamanan Dan Penegakan Hukum Laut Akan Produktif Dan Efektif-Efisien Jika Sesuai Dengan Pancasila. Penelitian Ini Menggunakan Menggunakan Metode Penelitian Hukum Normatif, dengan Pendekatan Perundang-Undangan, dan Konseptual. Hasil Penelitian Ini:Pertama, Langkah-Langkah Mewujudkan Lembaga Pengamanan Dan Penegakan Hukum Laut Berdasarkan Cita Hukum Pancasila adalah dengan meningkatkan pemahaman dan penerapan tentang Geopolitik Kemaritiman Indonesia kepada seluruh Lembaga Pengamanan dan Penegakan Hukum Laut; dan Membentuk Insititusi Sipil Non-Militer Yang Memililki Kewenangan Penegakan Hukum di Laut. Kedua, Penataan Lembaga Pengamanan dan Penegakan Hukum Laut Berdasarkan Cita Hukum Pancasila dilakukan melalui upaya: 1).Penataan Kebijakan Peningkatan Kesadaran dan Pemahaman Wawasan Nusantara kepada seluruh Lembaga Pengamanan dan Penegak Hukum Laut; 2).Penataan Kebijakan Maritim Nasional yang Komprehensif, Integral, dan Holistik; 3).Penataan Stabilitas Keamanan Maritim Nasional guna Mendukung Pembangunan Nasional; 4).Penataan Institusi Sipil Non-Militer Dan Merevisi Kebijakan Multy Agency Single Function menjadi Single Agency With Multy Function yang memiliki Kewenangan Penegakan Hukum Laut; 5).Optimalisasi Bakamla Sebagai Pusat Informasi Keamanan Maritim Nasional Terhadap Stabilitas Keamanan.
RATIFIKASI KONVENSI SUA 1988: OPTIMALISASI PENGATURAN HUKUM DALAM MEMBERANTAS PERAMPOKAN BERSENJATA DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA Matheus, Juan; Natashya, Natashya; Gunadi, Ariawan; Bunalven, Steven Nigel
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 3 (2023): Pengaturan dan Penataan Kelembagaan Bidang Kelautan dan Kemaritiman
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i3.1421

Abstract

Salah satu tindak kejahatan sering terjadi di perairan Indonesia adalah perompakan bersenjata di laut (armed robbery at sea) terhadap kapal-kapal yang melintasi perairan Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan perompakan bersenjata yang menyerang kapal-kapal di wilayah perairan Indonesia dan upaya mengoptimalkan pengaturan yang dapat Pemerintah lakukan untuk mengatasinya permasalahan tersebut. Penulis menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan, kasus, konseptual, dan perbandingan dalam menelusuri bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan kemudian dianalisis dengan teknik kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa aksi perompakan bersenjata yang terjadi di wilayah perairan Indonesia tergolong sangat tinggi. Akan tetapi, regulasi yang mengatur mengenai pemberantasan perompakan bersenjata di wilayah perairan Indonesia ternyata masih minim sehingga diperlukan sebuah regulasi khusus yang mengaturnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meratifikasi Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Maritime Navigation (SUA) Tahun 1988.
INSTABILITAS TATA KELOLA KELAUTAN DAN PERIKANAN: PERIZINAN, KEWENANGAN DAN DAMPAK TERHADAP MASYARAKAT PESISIR Baskoro, Aji; Hofifah, Hofifah
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 3 (2023): Pengaturan dan Penataan Kelembagaan Bidang Kelautan dan Kemaritiman
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i3.1414

Abstract

Marine and fisheries governance in Indonesia has experienced significant changes in regulations, starting from Law No. 31 Year 2004, Law No. 45 Year 2009, to the Job Creation Law. These regulatory dynamics affect aspects such as licensing, authority, and the impact on fishermen and coastal communities. This research uses a normative juridical approach to analyse and reveal instability in marine and fisheries governance, with a conceptual approach to develop theoretical concepts that explain the complexity of these issues. The results show a regulatory shift to a risk-based licensing approach and centralisation of authority to the central government. Centralisation of licensing can create challenges for local coastal communities, which are geographically closer to the local government. Difficulties in accessing information, participation, and lack of rapid response are the main obstacles. Policy reviews and adjustments need to be made regularly to address instability and inequality. Shifts in licensing and authority must take into account environmental and social aspects in addition to economics. Involvement of stakeholders and coastal communities in the policy change process is key, with transparency and effective communication as key elements of success.
MENGUPAS TATA KELOLA PERIKANAN NASIONAL MELALUI PP NO. 11 TAHUN 2023 TENTANG PENANGKAPAN IKAN TERUKUR DEMI MEWUJUDKAN BLUE ECONOMY Luthfia, Sahira Sajjadia
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 3 (2023): Pengaturan dan Penataan Kelembagaan Bidang Kelautan dan Kemaritiman
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i3.1374

Abstract

Fisheries governance plays a major role in national welfare. As an archipelagic country, Indonesia needs to pay great attention to the sustainability of national fisheries. This article aims to explore the fidelity of the Blue Economy from a legal perspective as a marine economic order that provides economic and social benefits while taking into account environmental sustainability. The juridical review focused on Government Regulation Numb.11 of 2023 on Measured Fishing and its compatibility with the transformation towards a Blue Economy in Indonesia. The author uses a sociological-empirical (non-doctrinal) approach that sees law as a social institution that is always related to social variables. It was found that most of the articles in this regulation have fulfilled the elements of Blue Economy. However, there are still legal loopholes such as the lack of clarity in the definition of small fishermen who are excluded in some provisions, determination of WPPNRI areas that tend to be exploitative, and inequality in port facilities. With wise and sustainable measures, Indonesia can optimize its potential as an archipelago with huge fisheries potential to realize a Blue Economy that provides social, economic, and environmental benefits for current and future generations.Keyword: National fisheries governance,  PP numb. 11 of 2023, Measured Fishing, Blue Economy.
REPOSISI KEWENANGAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PENANGKAP IKAN Barus, Sonia Ivana; Septaria, Ema
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 12, No 3 (2023): Pengaturan dan Penataan Kelembagaan Bidang Kelautan dan Kemaritiman
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v12i3.1417

Abstract

AbstrakMasih maraknya penggunaan alat penangkap ikan berbahaya dan hasil modifikasi di daerah menjadi bukti bahwa pola pengawasan yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan terkait kelautan saat ini perlu dilakukan reposisi. Sistem pengawasn a quo tampak  berdampak karena tidak melibatkan pemerintah daerah kabupaten/kota khususnya dalam hal pengawasan terhadap penggunaan alat tangkap ikan berbahaya. Tulisan ini akan berusaha untuk menggali permasalahan ini dengan menjawab pertanyaan bagaimana peluang penataan kembali (reposisi) kewenangan dalam melaksanakan pengawasan terhadap penggunaan alat penangkap ikan yang saat ini kewenangannya berada di tangan pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan serta pemerintah provinsi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan sebagai fokus utama dikombinasikan dengan pendekatan kasus. Masih banyaknya masalah dalam penggunaan alat penangkap ikan nyatanya sangat erat kaitannya dengan isu-isu kearifan lokal. Salah satu pola yang patut untuk dicoba adalah memberikan kewenangan pengawasan khusus terhadap penggunaan alat penangkap ikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota. Hal ini sejalan dengan asas desentralisasi dalam pengelolaan pemerintahan daerah di Indonesia yang melahirkan konsep otonomi daerah. AbstractThe continued widespread use of dangerous and modified fishing gear in the region is proof that the monitoring pattern mandated by current maritime laws and regulations needs to be repositioned. The quo monitoring system appears to have an impact because it does not involve district/city governments, especially in terms of monitoring the use of dangerous fishing gear. This article will attempt to explore this problem by answering the question of what opportunities there are for restructuring (repositioning) authority in carrying out supervision over the use of fishing gear, the authority of which is currently in the hands of the central government through the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries and the provincial government. This research uses a normative research method using a statutory regulation approach as the main focus combined with a case approach. There are still many problems in the use of fishing equipment that are closely related to local wisdom issues. One pattern that is worth trying is to give special supervisory authority over the use of fishing gear to Regency/City Regional Governments. This is in line with the principle of decentralization in regional government management in Indonesia which gave birth to the concept of regional autonomy.

Page 1 of 1 | Total Record : 9