cover
Contact Name
Khairul Muttaqin
Contact Email
muttaqin.ilunks@gmail.com
Phone
+6285259501746
Journal Mail Official
jurnalrevelatia@gmail.com
Editorial Address
Institut Agama Islam Negeri Madura Jl. Raya Panglegur km. 4 Pamekasan, Jawa Timur, Indonesia.
Location
Kab. pamekasan,
Jawa timur
INDONESIA
REVELATIA: Jurnal Ilmu al-Qur`an dan Tafsir
ISSN : 27215962     EISSN : 2721768X     DOI : https://doi.org/10.19105/revelatia.v1i1
Core Subject : Religion,
REVELATIA: Jurnal Ilmu al-Qur`an dan Tafsir merupakan jurnal yang diterbitkan oleh Prodi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri Madura
Articles 42 Documents
KONSEP HIDÂYAH DALAM TAFSÎR AL-QUR’ÂN BÎ AL-IMLÂ’ KARYA KIAI ZAINÎ MUN’ÎM Khairul Muttaqin
REVELATIA: Jurnal Ilmu Al-Qur'`an dan Tafsir Vol. 1 No. 1 (2020)
Publisher : IAIN Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/revelatia.v1i1.3158

Abstract

At the Islamic Boarding School of Nurul Jadid in Paiton Probolinggo there is a work of interpretation composed by the founder and the first caretaker of Islamic Boarding School of Nurul Jadid in Paiton Probolinggo. The work of interpretation of the archipelago was composed by Zainî Mun'îm. The commentary is entitled Tafsîr al-Qur’ân bi al-Imlâ’. Named with Tafsîr al-Qur’ân bi al-Imlâ’ because initially this interpretation is an interpretation taught by Zainî Mun'im to the Students of the Islamic Boarding School of Nurul Jadid by way of dictation (Imlâ’) and then the Student of Islamic Boarding School Nurul Jadid recorded and codified the interpretation. In addition, this commentary is also called Tafsîr Sûrah  al-Fâtihah . This commentary is named Tafsîr Sûrah  al-Fâtihah  because in it only discusses the interpretation of the al-Fâtihah  only. The purpose of the writing of this scientific paper is to provide additional insight and inform the readers about the work of Tafsîr archipelago composed by the founder and the first caretaker of Islamic Boarding School of Nurul Jadid in Paiton Probolinggo is Zainî Mun'îm. The method used in writing this scientific paper is library research. in this scientific paper the author collects information from books explaining about Tafsîr al-Qur’ân bi al-Imlâ’ or Tafsîr Sûrah  al-Fâtihah  and analyzes the contents of the book of interpretation. In this scientific work the author tries to describe the form of interpretation, interpretation method, interpretation style and content of Tafsîr al-Qur’ân bi al-Imlâ’ or Tafsîr Sûrah  al-Fâtihah . By knowing the form interpretation, interpretation method, interpretation style and the content of Tafsîr al-Qur’ân bi al-Imlâ’ or Tafsîr Sûrah  al-Fâtihah  then the reader can understand more detail about characteristics of Tafsîr al-Qur’ân bi al-Imlâ’ or Tafsîr Sûrah  al-Fâtihah. Zainî Mun'îm explained in Tafsîr al-Qur'ân bi al-Imlâ’ that guidance is divided into 5 parts namely hidayah ilham (guidance in inspiration), hidayah al-hawas (guidance in the form of senses), hidayah al-`uqul (guidance in the form of reason), hidayah al-adyan wa al-syara'i` (instructions in the form of religion and shari'ah) and hidayah al-fi'iyyah (instructions towards the good). The concept of hidayah as in the Tafsîr al-Qur'ân bi al-Imlâ’ is also found in Tafsîr al-Marâghî, Tafsîr al-Manâr and Tafsîr al-Munîr. From the year of compilation it was not possible if Zaini Mun'im quoted Tafsîr al-Manâr and Tafsîr al-Munîr because they had already been prepared. The thought of Zaini Mun'im was quoted in many cases from Tafsîr al-Marâghî which was composed by Musthafâ al-Marâghî.
EPISTEMOLOGI JAHL DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF KITAB AL-QUR’AN DAN TAFSIRNYA (EDISI YANG DISEMPURNAKAN) Delta Yaumin Nahri
REVELATIA: Jurnal Ilmu Al-Qur'`an dan Tafsir Vol. 1 No. 1 (2020)
Publisher : IAIN Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/revelatia.v1i1.3168

Abstract

Tulisan ini berusaha untuk mengekplorasi makna jahl (kebodohan) yang dideskripsikan oleh al-Qur’an dengan berbagai bentuk kata dan konteksnya melalui pendekatan tafsir tematik (al-tafsîr al-mawdlû’iy). Perspektif yang digunakan menurut kitab tafsir “Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) karya Tim Penulis yang terdiri dari para pakar atas inisiasi Kementrian Agama. Pengungkapan makna jahl dalam al-Qur’an menghasilkan kesimpulan yang relevan untuk diangkat di era kekinian, sebagai sumbangan paradigma pemikiran dalam kehidupan. Keyakinan bahwa sejarah berulang melalui sejumlah peristiwa yang terulang dengan pelaku sejarah yang bebeda, menjadi sebuah pengetahuan awal menuju perubahan. Hebatnya, pola kesalahan yang berulang dari satu umat, masyarakat atau komunitas bermuara pada satu faktor, yaitu kebodohan (jahl). Lafal jahl terulang sebanyak 24 kali yang tersebar dalam 17 surat, 15 Makkiyyah dan sisanya Madaniyah. Keduapuluh empat kata tersebut berkedudukan sebagai mashdar sebanyak 9 kali, fi‘l mudlâri‘ sebanyak 5 kali dan berkedudukan sebagai subjek (fâ‘il) sebanyak 5 kali. Masing-masing turunan kata tersebut mencerminkan karakteristik dan dampak kebodohan yang khas. Pastinya, kebodohan menghasilkan penyakit kronis dalam setiap sendi kehidupan, baik kebodohan karena keterbatasan ilmu mengenai Allah dan ajarannya, ataupun kebodohan karena meyakini sesuatu yang tidak sepatutnya diyakini, seperti musyrik, terlebih kebodohan karena meyakini bahwa dirinya dalam kebenaran, meskipun jelas-jelas dalam kesalahan fatal seperti kaum Luth. Solusi qurani dalam menanggapi kebodohan diantaranya: iman yang benar dan kokoh (faithful) dengan pembuktian nyata berupa amal saleh, menghindari perbuatan zhulm, klarifikasi dan berhati-hati atas setiap informasi yang diterima terlebih di era digital, dan bersegera bertaubat seketika melanggar hukum Allah.
STUDI STILISTIKA TERHADAP TONGKAT NABI MUSA AS DI DALAM ALQURAN Najihatul Abadiyah Mannan
REVELATIA: Jurnal Ilmu Al-Qur'`an dan Tafsir Vol. 1 No. 1 (2020)
Publisher : IAIN Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/revelatia.v1i1.3169

Abstract

Al-Qur’an menggunakan tiga lafal yang berbeda dalam mengungkapkan makna ular yang terdapat dalam kisah Nabi Musa, yakni ẖayyah, tsu῾bân dan jânn. Di satu sisi al-Qur’an menjelaskan bahwa tongkat Nabi Musa berubah menjadi ular yang sebenarnya (QS. al-A῾râf [7]: 107). Sementara di sisi lain, tongkat tersebut, disebutkan, berubah menyerupai ular (QS. al-Naml [27]: 10). Penelitian ini bertujuan mengungkapkan hakikat tongkat Nabi Musa, mengkaji lafal ‘ashâ dan lafal-lafal lain yang bermakna ular dalam kisah Nabi Musa as. beserta implikasinya berdasarkan teori diksional-leksikal. Diksional-leksikal merupakan salah satu cabang stilistika di mana diksional adalah pemilihan kata yang sesuai agar cocok dengan konteks yang dijelaskan, sedangkan leksikal adalah makna dasar suatu kata. Penelitian ini menggunakan pendekatan stilistik dan termasuk penelitian tematik konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tongkat Nabi Musa as. pada hakikatnya adalah sebuah kayu bersifat keras dan kokoh sehingga dapat membantunya dalam hal apapun. Al-Qur’an memilih diksi ‘ashâ karena istilah tersebut merujuk pada tongkat yang memang digunakan sebagai tumpuan ketika berjalan. Diksi tsu῾bân, sebaliknya, dipilih ketika Musa menunjukkan kekuasaan Allah di hadapan Fir῾aun, karena diksi tersebut (makna leksikal: sâla/jarâ) bermakna ular jantan yang besar, gemuk, panjang tapi tidak gesit. Sementara itu, ketika menerima mukjizat di Bukit Sinai, al-Qur’an memilih diksi ẖayyah karena ia termasuk jenis ular yang besar dan gesit) dan jânn (ular kecil tapi gesit; makna leksikal: satr), karena perubahan tongkat tersebut tertutup dari keramaian manusia. Lafal tsu῾bân bersanding dengan mubîn karena merujuk pada ular berbentuk aliran air ke dalam lembah dan terlihat jelas di hadapan Fir῾aun. Lafal ẖayyah bersanding dengan tas῾â karena ular tersebut berjalan dengan gesit dan mencari kehidupan. Lafal jânn bersanding dengan tahtazzu karena ular tersebut mempunyai gerakan gesit. Lafal jânn menjadi bayân lafal ẖayyah dalam kegesitannya, karena dua lafal tersebut digunakan dalam satu peristiwa. Sehingga tongkat Nabi Musa benar-benar berubah menjadi ular, bukan menyerupai ular.
STUDI MAQÂSHID AL-QUR’ÂN SURAH AL-NISÂ’: 1-5 MENURUT SHIDDÎQ HASAN KHÂN DALAM KITAB FATH AL-BAYÂN FÎ MAQÂSHID AL-QUR’ÂN Ahmad Khoiri
REVELATIA: Jurnal Ilmu Al-Qur'`an dan Tafsir Vol. 1 No. 1 (2020)
Publisher : IAIN Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/revelatia.v1i1.3176

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap maqâshid al-Qur’ân menurut Hasan Khân. Karena luasnya medan penelitian, penulis mengambil sampel sebagai spesifikasi, yaitu surah al-Nisâ’[4]: 1-5. Spesifikasi tersebut dipakai penulis untuk menelisik maqâshid al-Qur’ân menurut Hasan Khân dari tiga aspek: ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis, yakni mendeskripsikan penafsiran Hasan Khân, serta menganalisis konsep maqâshid al-Qur’ân dalam tafsirnya. Ada tiga rumusan masalah utama dalam penelitian ini: apa maksud maqâshid al-Qur’ân menurut Shiddîq Hasan Khân, bagaimana aplikasi metodologisnya, serta apa implikasi dari konsep maqâshid al-Qur’ân menurut Shiddîq Hasan Khân dalam tafsir Fath al-Bayân fî Maqâshid al-Qur’ân surah al-Nisâ’ [4]: 1-5. Melalui penelitian ini, lanskap maqâshid al-Qur’ân menurut Hasan Khân teruraikan, tidak hanya bahwa penafsirannya terhadap surah al-Nisâ’ [4]: 1-5 memuat disiplin maqâshid, namun juga keterlibatan Hasan Khân terhadap spektrum dinamika maqâshid, serta sumbangsih Hasan Khân terhadap diskursus maqâshid al-Qur’ân.
SISTEMATIKA MUSHAF AL-QUR’AN Mujiburrohman Mujiburrohman
REVELATIA: Jurnal Ilmu Al-Qur'`an dan Tafsir Vol. 1 No. 1 (2020)
Publisher : IAIN Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/revelatia.v1i1.3202

Abstract

Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang absolut kebenarannya. Namun,  tentang sistematika atau susunan tertib peletakan surah-surahnya, terdapat perbedaan dalam urutannya. Diantara sahabat ada yang menyusun  sesuai dengan masa turunnya dan ada yang menulis mulai dari surah al-Fatihah sampai surah al-Nas seperti pada mushaf Utsmani. Beberapa mufassir dalam menjawab permasalahan tersebut, mengacu kepada hadis nabi saw., dan sejarah yang berlaku dikalangan para sahabat atau menjawab dengan menelaah dari keduanya, sehingga terjadi tiga perbedaan pendapat. Golongan pertama menyatakan bahwa sistematika mushaf Al-Qur’an bersifat tauqifi . Kedua, mereka yang lebih mempertimbangkan pada sejarah para sahabat, menganggap bahwa mushaf Al-Qur’an merupakan ijtihadi. Sedangkan golongan ketiga memandang bahwa sistematika mushaf Al-Qur’an sebagian bersifat tauqifi dan sebagian lagi bersifat ijtihadi. Golongan yang nomor tiga ini berpendapat bahwa penempatan surah-surah dalam mushaf Al-Qur’an hanya sebagian saja yang ditunjukkan oleh nabi saw (tauqifi). Sedangkan sebagian yang lain merupakan hasil ijtihad para sahabat. Indikasi itu dapat dilihat dengan adanya perbedaan catatan Al-Qur’an yang dimiliki oleh beberapa sahabat. Dari alasan ini, golongan ketiga menyatakan, bahwa sistematika mushaf Al-Qur’an adalah tauqifi dan ijtihadi. Kesimpulan, sistematika mushaf Al-Qur’an bersifat tauqifi berdasarkan dalil nash.
STUDI LIVING QUR’ȂN IMPLEMENTASI PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP SURAH AL-NISȂ’ AYAT 36 TENTANG BIRR AL-WȂLIDAYN SETELAH WAFAT DI DESA OMBEN KECAMATAN OMBEN KABUPATEN SAMPANG Ariej Ariej
REVELATIA: Jurnal Ilmu Al-Qur'`an dan Tafsir Vol. 1 No. 1 (2020)
Publisher : IAIN Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/revelatia.v1i1.3273

Abstract

Birr Al-Wâlidayn merupakan perintah Allah untuk berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua yang harus diikuti dan ditaati setelah perintah beribadah atau bertauhid kepada-Nya. Birr al-Wâlidayn tidak hanya dilakukan pada masa orang tua hidup, tetapi dilaksanakan setelah wafatnya pula. Namun, Birr al-Wâlidayn setelah wafat sering kali tidak diperhatikan, karena anak menganggap sudah lepas dari tanggung jawab setelah orang tua wafat. Salah satu tempat yang masih kental dalam melaksanakan atau meyakini adanya kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan oang tua, yaitu di desa Omben kecamatan Omben kabupaten Sampang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif-deskriptif dengan menggunakan studi living Qur’ân, penggalian datanya melalui wawancara kepada masyarakat (tokoh agama, tokoh masyarakat, atau masyarakat secara umum) terkait pemahaman mereka terhadap surah al-Nisâ’ ayat 36 dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Hasil dari penelitian ini; pertama, menunjukkan bahwa pandangan masyarakat tentang birr al-Wâlidayn dapat dibedakan menjadi dua, yaitu birr al-Wâlidayn berupa perkataan dan perbuatan. Kedua, indikator birr al-Wâlidayn setelah wafat berupa tanggung jawab anak untuk mengurus jenazah orang tua seperti memandikan, mengafani, menyalati dan menguburkan jenazah orang tua. Kemudian memintakan maaf kepada kerabat dan tetangga, melunasi hutang, melakukan badal haji untuk mereka, dan menyambung silaturahmi dengan teman orang tua. Ketiga, implementasi pemahaman masyarakat terhadap surah al-nisȃ’ ayat 36 tentang birr al-Wȃlidayn setelah wafat di desa omben kecamatan omben kabupaten sampang terdapat beberapa bagian, yaitu kegiatan tahlilan, memperingati empat puluh harinya orang tua yang telah wafat, seratus hari, satu tahun (haul), seribu hari (nyebuh), rebbâ, dan ziarah ke kuburan orang tua.
Cadar dan Resepsi Al-Quran pada Mahasiswi IAIN Madura: Analisis pada Surah Al-Ahzab (33) Ayat 59 dan Al-Nur (24) Ayat 31 dalam Kitab Tafsir Al-Azhar Risalatil Falihah
REVELATIA: Jurnal Ilmu Al-Qur'`an dan Tafsir Vol. 1 No. 2 (2020)
Publisher : IAIN Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/revelatia.v1i2.3694

Abstract

Niqab which was known by Arabs before Islam currrently became a dress choice for other Muslimah. Use of niqab among female students at IAIN Madura increased year by year. Thus, the reason related to its use was a question of this paper. This study employed qualitative method with descriptive phenomenological approach. While the data were collected by using observation, interview and documentation technique. Some informants involved were female students whose wear niqab, lecturers and other students. Triangulation was used as data validation method. This study found that some reasons of wearing niqab among female students are the belief of self-dignity, self-guide, and the feel of self-peaceful. On the other hand, female students with niqab encountered stereotypical experiences such as judged as terrorist and being discriminated by their family and surroundings.
Pembacaan Surah Al-Ikhlash dalam Tradisi Shamadiyah di Kampung Krepek Bangkes Kadur Pamekasan Ummi Maqhfiroh
REVELATIA: Jurnal Ilmu Al-Qur'`an dan Tafsir Vol. 1 No. 2 (2020)
Publisher : IAIN Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/revelatia.v1i2.3745

Abstract

One of living tradition in Bangkes, Kadur, Pamekasan, is Shamadiyah forum where members read Surah al-Ikhlash. This research aims to observe the practice using qualitative method with phenomenological approach. It uses observation, interviews and documentation as data compilation technique while phenomenological approach. it uses observavation, interviews and documentation as data compilation technique while the analysis is throung descriptive-explanatory. Checking the data validity using extended participation, persistent observations and triangulation, it reveals two results: (1) Shamadiyah is a forum after seven to forty days of anyones’s death. Fellows of the forum read Surah al-Ikhlash 100,000 times in a certain period of time using tools such as stationery or the likes to be sent later to the tomb. (2) The recitation implies a wish that it can atone for the deceased’s sins as fida’an min al-nar. The community believes that reading Surah al-Ikhlash in that condition can send blessings to the deceased so that it can atone the grave’s torture and his/her sins.
Aplikasi Pendekatan Hermeneutika Al-Qur’an Nasr Hamid Abu Zayd terhadap QS. Al-Nisa’ (4): 3 dan Al-Nahl (16): 3-4 Wely Dozan; Qohar Al Basir
REVELATIA: Jurnal Ilmu Al-Qur'`an dan Tafsir Vol. 1 No. 2 (2020)
Publisher : IAIN Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/revelatia.v1i2.3802

Abstract

Nasr Hamid Abu Zayd is a Muslim intellectual whose ideas on the Qur’an was contradicting many Egyptian Muslims. He mentioned the Qur'an as a cultural product in the development of Arabic culture because it was revealed gradually according to the situation at that time. Through five contexts, he offered interpretation of the Qur’an that does not distort the text and are based on socio-cultural (hermeneutic). This paper focuses on studying the hermeneutic approach of Abu Zayd and its implications on the interpretation of QS. 4: 3 and 40: 57. The research method is library research by browsing data from books, books, journals and other kinds of literature related to the problem. The results of the study show that hermeneutics can be an alternative methodology for bridging dialogue between text and reality in producing contextual understanding without leaving the Qur’anic chronology and history while obtaining critical understanding. Instead of permitting polygamy, QS. 4: 3, according to him, actually accentuates the context of monogamy. This is in accordance with the context to protect society. Meanwhile, the interpretation QS. 40: 57 that the creation of heavens and earth through al-haq indicates the meaning (materials of creation) instead of creation activity (process).
Ayat al-Qur’an dan Lirik Lagu Sufistik (Studi Intertekstual atas Album Bintang Lima Dewa 19) Umar Bukhory
REVELATIA: Jurnal Ilmu Al-Qur'`an dan Tafsir Vol. 1 No. 2 (2020)
Publisher : IAIN Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/revelatia.v1i2.3803

Abstract

The purpose of this manuscript is to browse the Qur'anic verses, which are positioned as a hipogram in the lyrics of “Bintang Lima”, Dewa 19’s album and the intertextuality pattern that occurs between the Qur'anic verses as a hipogram and the lyrics of “Bintang Lima” album as a transformation. The intertextual approach is used to evaluate which pattern is more used by the author of the transformation in ordering the lyrics of the song on the album. Of the twelve sentences in song lyrics on the “Bintang Lima” album, there are six sentences used exerp pattern, three sentences used modification pattern, one sentence used expansion pattern and two sentences used conversion pattern. The exerp patterns are more commonly used, as they are the simplest intertextual patterns and at the same time, giving way to the music fans of “Dewa 19” to understand sufistic messages in an easy way, so the accusations of carrying a Jewish mission (using Illuminati symbols). or theosofi and freemason understandings about this music group can be reconsidered.